SERAT WULANGREH
(Akulturasi Agama dengan Budaya Lokal)
Serat Wulangreh karya Sunan Pakubuwana IV menunjukkan akulturasi antara Islam dan budaya Jawa, di mana ajaran Islam disampaikan melalui medium dan bentuk budaya Jawa seperti bahasa dan tembang, tanpa mengorbankan kemurnian inti ajarannya. Karya ini menggambarkan Islam yang moderat dan dapat diterapkan dalam masyarakat majemuk, mencerminkan nilai-nilai etika, akhlak, dan hubungan sosial yang bersumber dari Al-Qur'an dan Hadis, namun diwujudkan dalam konteks lokal.
Proses Akulturasi dalam Serat Wulangreh
- Penggunaan Medium Budaya Lokal: Serat Wulangreh menggunakan bahasa Jawa dan format tembang (puisi/lagu), yang merupakan bagian dari budaya lokal, untuk menyampaikan ajaran Islam.
- Penekanan pada Inti Ajaran: Meskipun menggunakan bentuk lokal, substansi ajaran dalam Serat Wulangreh tetap berakar pada Al-Qur'an dan Hadis, mencakup aspek ketuhanan, hukum, etika, dan hubungan sosial.
- Moderasi dan Harmoni: Akulturasi ini menghasilkan Islam yang moderat dan murni, tidak ekstrem, baik radikal maupun liberal, serta mampu mempertahankan kesetaraan dalam masyarakat yang beragam.
Relevansi dan Kontribusi
- Model Multikulturalisme: Serat Wulangreh memberikan contoh bagaimana agama (Islam) dan budaya (Jawa) dapat berharmonisasi dan menciptakan sebuah perpaduan yang saling menguntungkan.
- Penerapan dalam Kehidupan Modern: Ajaran dalam serat ini masih memiliki relevansi untuk kehidupan masa kini, baik dalam bidang pendidikan, sosial, politik, maupun keagamaan.
- Representasi Islam yang Inklusif: Karya ini membuktikan bahwa Islam dapat diekspresikan secara universal dan inklusif melalui berbagai bentuk budaya lokal, termasuk budaya Jawa.
Berikut Buku SERAT WULANGREH (Akulturasi Agama dengan Budaya Lokal) - Mustopa :
Imajiner Nuswantoro