KERAJAAN SRIWIJAYA
Pada abad ketujuh, muncul sejumlah berita tertulis yang menginformasikan adanya Kerajaan Buddha yang perkasa, bernama Sriwijaya. Dari prasasti yang ditemukan di Sumatera dan Bangka. diperoleh beberapa keterangan. Tiga prasasti yang ditemukan di dekat Palembang menceritakan berdirinya Kerajaan Sriwijaya pada tahun 683 Masehi. Pusat kerajaan ini terletak di dekat kota Palembang sekarang.
Adapun prasasti yang dimaksud adalah prasasti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, dan Telaga Batu. Selanjutnya dari prasasti di Bangka dan Jambi dapat ditarik kesimpulan bahwa Sriwijaya meluaskan wilayah kekuasaannya sampai ke Bangka dan Melayu. Prasasti yang ditemukan di Bangka adalah prasasti Kota Kapur, sedangkan yang di Jambi bernama prasasti Karang Berahi.
Berdasarkan informasi yang diambil secara kolektif, menghasilkan skrip yang menceritakan atas kemapan perjalanan kerajaan sriwijaya. Dan apabila summer-sumber tersebut dikaji serta ditelusuri maka kita aka dapat menemukan kebenaran yang dicari selama ini.
Sumber pengetahuan kita tentang Sriwijaya juga berasal dari catatan-catatan Cina dan Arab. Catatan yang terkenal misalnya dari I-tsing, seorang pendeta Buddha Cina, dan dari Raihan at Biruni, ahli geografi Persia. Orang-orang Sriwijaya tidak hanya berdagang di wilayahnya sendiri, tetapi bahkan sanggup berlayar untuk berdagang sampai ke India dan Cina.
Ada dua alasan yang menyebabkan Sriwijaya berhasil dalam perdagangan internasional.
- Pertama, Sriwijaya mempunyai kapal-kapal dagang yang banyak jumlahnya.
- Kedua, kerajaan ini memiliki armada angkatan laut yang tangguh. Dengan angkatan lautnya itu, Sriwijaya berhasil mengamankan lalu-lintas perairan di sekitar Selat Malaka, Selat Sunda, Laut Jawa, dan bahkan Laut Cina Selatan. Akibatnya, arus perdagangan di Sriwijaya dan sekitarnya pun menjadi lancar.
Banyak armada kapal asing yang tertarik untuk singgah di dermaga Sriwijaya, sambil menanti pergantian musim ataupun mengisi perbekalan. Keadaan seperti tentunya amat menguntungkan Sriwijaya oleh karena :
- Kapal yang berlabuh di dermaga Sriwijaya harus membayar pajak (cukai). Berarti, uang mengalir masuk ke kas kerajaan.
- Umumnya kapal yang berlabuh itu adalah kapal dagang. Oleh karenanya, selama menunggu pergantian musim, para pedagang yang berasal dari India, Cina,`dan Arab itu dapat berkumpul bersama untuk saling menjual barang dagangan.
- Para pedagang asing dapat langsung membeli komoditi dan hasil bumi nusantara di Sriwijaya, seperti gading, cula badak, rempah-rempah, kayu gaharu, kapur barus, dan lain-lain.
Sebagai kerajaan yang besar, Sriwijaya amat berperan dalam mengumpulkan semua hasil bumi nusantara, dan sekaligus bertindak sebagai distributor bagi daerah nusantara lain yang ingin membeli barang-barang yang dibawa pedagang asing. Dengan cara demikian, semua keuntungan perdagangan mengalir ke dalam kas perbendaharaan kerajaan.
Dari uraian di atas, tampaklah bahwa Sriwijaya memang merupakan kerajaan terkemuka. Ia disegani oleh kerajaan-kerajaan lain, seperti Kamboja, Siam (sekarang Muangthai), bahkan India dan Cina. Kerajaan Sriwijaya disebut juga Kedatuan Sriwijaya karena rajanya disebut Datu.
Sebagai kerajaan maritim yang disegani, Sriwijaya tentunya amat sibuk dalam kegiatan perdagangan dan kelautan. Akibatnya, kerajaan ini tidak sempat lagi mendirikan monumen-monumen seperti yang dilakukan kerajaan-kerajaan di Jawa yang lebih berciri agraris. Selain Candi Muara Takus, tidak ada lagi peninggalan bangunan yang diwariskan Sriwijaya bagi kita. Lagi pula candi yang terletak di Riau itu amatlah sederhana, tidak semegah candi-candi di Jawa.
Kerajaan Sriwijaya amat berperan sebagai pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan agama Buddha.
![]() |
Foto : Kapal-kapal Kerajaan Sriwijaya, sumber Googling. |
Peranan Sriwijaya tersebut amat gamblang diungkapkan dalam catatan I-tsing. Pada tahun 687 Masehi, musafir pendeta ini bertolak dari Kanton, Cina, ke Nalanda di India. Dalam perjalanannya itu, ia sempat singgah selama setengah tahun di Sriwijaya. Ia bermaksud mempelajari tata bahasa Sansekerta di situ. Hal ini mengisyaratkan bahwa Sriwijaya sudah termasyur sebagai pusat penyelidikan ilmu bahasa.
Catatan I-tsing juga mengisyaratkan bahwa di Sriwijaya, selain ilmu bahasa Sansekerta, juga dipelajari ilmu keagamaan (teologi) Buddha. Di tempat inilah, I-tsing menterjemahkan naskah-naskah suci agama Buddha, yang ia bawa sepulangnya dari Nalanda ke dalam Bahasa Cina. Selanjutnya pendeta itu menginformasikan bahwa terdapat lebih kurang seribu pendeta Buddha di Sriwijaya. Mereka menerapkan metode yang digunakan di India dalam mempelajari soal-soal agama. Oleh karena itu, I-tsing menganjurkan kepada rekan-rekannya dari Cina, yang akan belajar di India, untuk terlebih dahulu tinggal di Sriwijaya selama setahun atau dua tahun. Dengan cara seperti itu, para pendeta Cina tersebut dapat mempersiapkan sendiri sebaik-baiknya.
Kejayaan Kerajaan Sriwijaya semakin pudar mulai awal abad kesebelah. Sebagaimana telah dikemukakan, Sriwijaya selalu mengadakan hubungan baik dengan kerajaan tetangganya. Entah apa sebabnya, hubungannya dengan Kerajaan Cola (India) menjadi buruk. Pada tahun 1024 Masehi, Cola menyerang Sriwijaya. Serangan itu diulang kembali pada tahun 1030. Banyak kapal Sriwijaya tenggelam dan hancur akibat peperangan tersebut. Tidaklah heran kalau peperangan itu melemahkan angkatan laut Sriwijaya.
Semakin rapuhnya kekuatan militer mengakibatkan pengawasan terhadap wilayah kekuasaanpun menjadi semakin lemah. Kelemahan itu terlihat dengan bukti dari sikap Kerajaan Melayu yang melepaskan diri dari Sriwijaya. Dari berita Cina diketahui bahwa pada abad kesebelas, Melayu mengirim utusannya sendiri ke Cina. Setelah itu, daerah kekuasaan Sriwijaya yang lain ikut melepaskan diri pula. Wilayah Sriwijaya semakin ciut. Akan tetapi, Sriwijaya sendiri tidak mampu bertindak tegas terhadap wilayah-wilayah yang membangkang. Ia tidak lagi memiliki angkatan laut yang kuat.
Keamanan wilayah yang kacau tentunya berpengaruh pada merosotnya arus perdagangan. Para pedagang enggan singgah lagi di Sriwijaya. Sriwijaya yang dulunya menjadi pusat perdagangan kini telah menjadi sarang bajak laut. Akhirnya, tidak lagi terdengar berita tentang Sriwijaya. Saat itu bersamaan dengan tampilnya kerajaan perkasa di Jawa, yakni Majapahit.
Secara umum Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang kuat, masyarakatnya menganut agama budha, dari prasasti kedukan bukit ibu kota sriwijaya terletak di daerah palembang yang kita kenal dalam pembagian wilayah Indonesia sekarang.
Berdasarkan sumber-sumber yang ditelusuri Sriwijaya merupakan tempat labuhan para penganut ajaran budha, sebelum melakukan perjalan keindia dari china keterangan tersebut banyak tertulis dalam sumber yakni laporan perjalanan para pedagang china dan arab salah satunya I-Tsing, kekuatan sriwijaya terletak pada kekuatan maritimnya dengan didukung kapal dagang yang banyak juga ditambah oleh kekuatan pertahanan maritim yang sangat terkenal kuatnya dimasa itu.
Keruntuhan sriwijaya sekarang diakibatkan perperangan yang berlangsung dengan negri kola dengan alasan yang belum diketahui secara pastinya, ditambah oleh munculnya kerajaan majapahit yang mempengaruhi akan hilangnya kabar kerajaan Sriwijaya.
12 Bukti Peninggalan Kerajaan Sriwijaya di Kota Palembang.
Kerajaan Sriwijaya merupakan kerajaan yang bercorak Buddha. Kerajaan yang berpusat di wilayah yang kini menjadi Sumatera bagian selatan (Sumbagsel) ini tentu memiliki banyak peninggalan yang bisa kita pelajari untuk memahami kejayaannya di masa lampau.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya itu tersebar di berbagai wilayah, mulai dari Sumatera Selatan, Jambi, Pulau Bangka, Lampung, Semenanjung Melayu, hingga Thailand Selatan. Di Kota Palembang sendiri, terdapat 12 bukti peninggalan Kerajaan Sriwijaya.
Berikut daftarnya dirangkum oleh Imajiner Nuswantoro dikutip dari berbagai sumber : Sebuah Kejayaan Masa Lalu di Asia Tenggara oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam Bentuk Tulisan.
Informasi mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya dapat diketahui melalui beberapa bukti prasasti dalam bentuk tulisan di beberapa situs di Kota Palembang.
1. Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti Kedukan Bukit ditemukan di Kampung Kedukan Bukit, di tepi Sungai Tatang, Palembang. Dalam prasasti itu menjelaskan mengenai perjalanan beberapa orang yang melakukan ekspekdisiuntuk mendapatkan kemenangan dan membuat kota di daerah tersebut yang diberi nama Sriwijaya.
2. Prasasti Talang Tuo
Prasasti Talang Tuo menyebutkan bahwa pada tanggal 23 Maret 684 M mendirikan sebuah taman yang dinamakan Sriksetra yang dapat ditanami tanaman-tanaman yang dapat di konsumsi masyarakat untuk kemakmuran makhluk hidup di bawah kepemimpinan Sri Baginda Sri Jayanasa. Yang letaknya ada di Desa Gandus, sebelah barat Palembang
3. Prasasti Telaga Batu
Sumpah Kutukan Kepada siapa saja yang melakukan perbuatan kejahatan dan tidak patuh perintah raja merupakan isi dari Prasasti Telaga Batu, yang letanya berada di sekitar kolam Telaga Biru yang tidak jauh dari Sabokingking, Palembang.
4. Prasasti Bukit Siguntang
Prasasti Bukit Siguntang merupakan Prasasti yang terletak di Situs Bukit Siguntang, Palembang yang berisi tentang terjadinya peperangan hebat dan pertumpahan darah besar-besaran pada masa itu.
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam Bentuk Situs Bangunan :
1. Wanu Sriwijaya, Rekonstruksi Kota Sriwijaya
Pernah ditemukan Pecahan keramik dan tembikar, tiang-tiang kayu, sisa industri dan sisa barang-barang keperluan sehari-hari di situs Wanu Sriwijaya, Rekonstruksi Kota Sriwijaya. Kota ini dibagi menjadi tiga, yaitu lokasi pemukiman, lokasi upacara keagamaan, dan tama Sriksetra yang pernah di bnaagin oleh Dapunta Hiyang Srijayanasa.
2. Situs Karanganyar
Di sebelah selatan Bukit Siguntang, di wilayah Kelurahaan Karanganyar dan Kelurahan 36 Ilir, terdapat sebuah dataran rendah yang berupa rawa, ditemukan sisa-sisa bangunan air, yaitu kanal-kaanal, kolam buatan, dan parit-parit kuno.
3. Situs Tingkap
Situs Candi Tingkap merupakan suatu wilayah kebun karet ditemukannya sebuah arca Buddha dan runtuhan bangunan bata. Arca Buddha berdiri pada sebuah padmasana (teratai) dengan sikap tanganya witarkamudra, dengan memakai jubah. Yang terletak di Desa Tingkap, Kecamatan Surulangun, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan.
4. Situs Bingin Jungut
Situs Bingin Jungut merupakan situs yang letaknya di Desa Bingin Jungut, Kecamatan Muara Kelingi, Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan. Di situs ini ditemukan sebuah arca Awalokiteswara yang bertangan empat (disimpan di Museum Nasional), dan sebuah arca Buddha yang belum selesai (disimpan di Museum Balaputradewa, Palembang).
Peninggalan Kerajaan Sriwijaya dalam Bentuk Arca.
Dikutip dari Jurnal Pemanfaatan Situs Buddhisme di Palembang Sebagai Suplemen Materi Pembelajaran Sejarah yang disusun oleh Suswandari, Nur Fajar Absor, Desyanti Aprilia, dkk. Yang menjelaskan beberapa Arca peninggalan Kerajaan Sriwijajaya.
1. Arca Wairocana, Arca Jambhala, Arca Sakhyamuni, dan Arca Bodhisattwa
Arca Wairocana, Arca Jambhala, Arca Sakhyamuni, dan Archa Bodhisattwa merupakan empat arca peninggalan Situs Buddha yang ada di Situs Bukit Siguntang, Palembang.
2. Arca Bodhisattwa Awalokiteswara
Arca Bodhisattwa Awalokiteswara adalah salah satu arca yang ada di Situs Bingin Jungut, Mambnag, Lubuk Tua Musi Rawas, Sumatera Selatan. Yang berisi tentang seorang pendeta Hindu yang memberikan persembahan kepada pemmeluk ajaran Buddha Mahayana.
3. Keramik Tiongkok dan Kaca Persia
Keramik Tiongkok, Kaca Persia yang berisi tentang penanda hubungan yang erat dengan bangsa lain yang singgah di Sriwijaya. Keramik Tiongkok ini berada di Taman Purbakala Sriwijaya, Kota Palembang.
4. Guci, Tembikar, dan Tempayan
Guci, Tembikar, dan Tempayan merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya yang terletak sama dengan Keramik Tiongkok di Taman Purbakala Sriwijaya, Palembang. Peninggalan ini berisi tentang kehidupan sehari-hari masyarakat Sriwijaya.
Imajiner Nuswantoro