Kajian : Bait Akhir Jangka Jayabaya
(Bait 150 - 165)
(Bait 150 - 160)
Bait 150.
ukuman ratu ora adil / akeh pangkat jahat jahil / kelakuan padha ganjil / sing apik padha kepencil / akarya apik manungsa isin / luwih utama ngapusi
Artinya :
(hukum raja tidak adil / banyak yang berpangkat, jahat dan jahil / tingkah lakunya semua ganjil / yang baik terkucil / berbuat baik manusia malah malu / lebih mengutamakan menipu)
Bait 151.
wanita nglamar pria / isih bayi padha mbayi / sing pria padha ngasorake drajate dhewe
Artinya :
(wanita melamar pria / masih muda sudah beranak / kaum pria merendahkan derajatnya sendiri)
Bait 152 -- 156 tidak ada/hilang
Bait 157.
wong golek pangan pindha gabah den interi / sing kebat kliwat, sing kasep kepleset / sing gedhe rame, gawe sing cilik keceklik / sing anggak ketenggak, sing wedi padha mati / nanging sing ngawur padha makmur / sing ngati-ati padha sambat kepati-pati
Artinya :
(tingkah laku orang mencari makan seperti gabah ditampi / yang cepat mendapatkan, yang lambat terpeleset / yang besar beramai-ramai membuat yang kecil terjepit / yang angkuh menengadah, yang takut malah mati / namun yang ngawur malah makmur / yang berhati-hati mengeluh setengah mati)
Bait 158.
cina alang-alang keplantrang dibandhem nggendring / melu Jawa sing padha eling / sing tan eling miling-miling / mlayu-mlayu kaya maling kena tuding / eling mulih padha manjing / akeh wong injir, akeh centhil / sing eman ora keduman / sing keduman ora eman
Artinya :
(cina berlindung karena dilempari lari terbirit-birit / (mereka) ikut (pada) orang Jawa yang sadar (masih mengingat) / yang tidak sadar was-was / berlari-lari bak pencuri yang kena tuduh / yang tetap tinggal dibenci / banyak orang malas, banyak yang genit / yang prihatin tidak kebagian / yang dapat bagian tidak prihatin)
Bait 159.
selet-selete yen mbesuk ngancik tutuping tahun / sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu
bakal ana dewa ngejawantah / apengawak manungsa / apasurya padha bethara Kresna / awatak Baladewa / agegaman trisula wedha / jinejer wolak-waliking zaman / wong nyilih mbalekake / wong utang mbayar / utang nyawa bayar nyawa / utang wirang nyaur wirang
Artinya :
(selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun / (sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu) / akan ada dewa tampil / berbadan manusia / berparas seperti Batara Kresna / berwatak seperti Baladewa / bersenjata trisula wedha / tanda datangnya perubahan zaman / orang pinjam mengembalikan / orang berhutang membayar / hutang nyawa bayar nyawa / hutang malu dibayar malu)
Bait 160.
sadurunge ana tetenger lintang kemukus lawa / ngalu-ngalu tumanja ana kidul wetan bener / lawase pitung bengi / parak esuk bener ilange / bethara surya njumedhul / bebarengan sing wis mungkur prihatine manungsa kelantur-lantur / iku tandane putra Bethara Indra wus katon / tumeka ing arcapada ambebantu wong Jawa
Artinya :
(sebelumnya ada pertanda bintang pari / panjang sekali tepat di arah Selatan menuju Timur / lamanya tujuh malam / hilangnya menjelang pagi sekali / bersama munculnya Batara Surya / bebarengan dengan hilangnya kesengsaraan manusia yang berlarut-larut / itulah tanda putra Batara Indra sudah nampak / datang di bumi untuk membantu orang Jawa)
Kajian :
Bait 150 hingga bait 158 saya pikir tidak perlu saya beri interpretasi. Karena saya pikir para pembaca dapat mudah memahami, terutama kalimat: "hukum raja tidak adil / banyak yang berpangkat, jahat dan jahil / tingkah lakunya semua ganjil / yang baik terkucil" -- Yang mengisyaratkan makna hukum penguasa yang tidak adil. Para pejabat berwatak jahat dan jahil, dengan menerapkan kebijakan yang ganjil (tidak sesuai dengan tatanan Undang-undang yang berlaku).
Saya ingin langsung membahas bait 159 dan 160, di mana Prabu Jayabaya mengisyaratkan kemunculan Ratu Adil.
Beliau mengatakan bahwa : selambat-lambatnya kelak menjelang tutup tahun (sinungkalan dewa wolu, ngasta manggalaning ratu) akan ada dewa tampil berbadan manusia.
(Bait 161 - 165)
Bait 161.
dunungane ana sikil redi Lawu sisih wetan / wetane bengawan banyu / andhedukuh pindha Raden Gatotkaca / arupa pagupon dara tundha tiga / kaya manungsa angleledha
Artinya :
(asalnya dari kaki Gunung Lawu sebelah Timur / sebelah timurnya bengawan / berumah seperti Raden Gatotkaca / berupa rumah merpati susun tiga / seperti manusia yang menggoda)
Bait 162.
akeh wong dicakot lemut mati / akeh wong dicakot semut sirna / akeh swara aneh tanpa rupa / bala prewangan makhluk halus padha baris, pada rebut benere garis / tan kasat mata, tan arupa / sing madhegani putrane Bethara Indra / agegaman trisula wedha / momongane padha dadi nayaka perang / perange tanpa bala / sakti mandraguna tanpa aji-aji
Artinya :
(banyak orang digigit nyamuk, mati / banyak orang digigit semut, hilang (lenyap) / banyak suara aneh tanpa rupa / pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar / tak kelihatan, tak berbentuk / yang memimpin adalah putra Batara Indra / bersenjatakan trisula wedha / para asuhannya menjadi perwira perang / jika berperang tanpa pasukan / sakti mandraguna tanpa bacaan-bacaan kesaktian)
Bait 163.
apeparap pangeraning prang / tan pokro anggoning nyandhang / ning iya bisa nyembadani ruwet rentenging wong sakpirang-pirang sing padha nyembah reca ndhaplang / cina eling seh seh kalih pinaringan sabda hiya gidrang-gidrang
Artinya :
(bergelar pangeran perang / kelihatan berpakaian kurang pantas / namun dapat mengatasi keruwetan orang banyak yang menyembah patung yang membentangkan kedua tangan / cina ingat suhu-suhu (leluhur) dan pesan yang diberi, lalu melompat ketakutan)
Bait 164.
putra kinasih swargi kang jumeneng ing gunung Lawu / hiya yayi bethara mukti, hiya krisna, hiya herumukti / mumpuni sakabehing laku / nugel tanah Jawa kaping pindho / ngerahake jin setan / kumara prewangan, para lelembut ke bawah perintah saeko proyo / kinen ambantu manungso Jawa padha asesanti trisula weda / landhepe triniji suci / bener, jejeg, jujur / kadherekake Sabdopalon lan Noyogenggong
Artinya :
(putra kesayangan almarhum yang bermukim di Gunung Lawu / yaitu Kyai Batara Mukti, ya Krisna, ya Herumukti / menguasai seluruh ajaran (ngelmu) / memotong tanah Jawa kedua kali / mengerahkan jin dan setan / seluruh makhluk halus berada dibawah perintahnya bersatu padu / membantu manusia Jawa berpedoman pada trisula weda / tajamnya tritunggal nan suci / benar, tegak lurus, jujur / didampingi Sabdopalon dan Noyogenggong)
Bait 165.
pendhak Sura nguntapa kumara / kang wus katon nembus dosane / kadhepake ngarsaning sang kuasa / isih timur kaceluk wong tuwa / paringane Gatotkaca sayuta
Artinya :
(tiap bulan Sura sambutlah kumara / yang sudah tampak menebus dosa / dihadapan sang Maha Kuasa / masih muda sudah dipanggil orang tua / warisannya Gatotkaca sejuta)
Kajian :
Bait 161 menginformasikan posisi keberadaan Satria Piningit sebelum ia memunculkan diri. Karena ia belum secara resmi memunculkan diri, maka tentunya, posisi keberadaannya juga masih dalam status dirahasiakan. Karena itu, ini bagian yang tidak akan saya jelaskan. Biar dia sendiri saja yang akan menjelaskan nanti...
Pada Bait 162, kalimat "banyak orang digigit nyamuk, mati" kemungkinan menyiratkan adanya wabah demam berdarah. Mengenai kalimat lanjutan "banyak orang digigit semut, hilang (lenyap)" saya pikir, Prabu Jayabaya iseng saja memunculkan kalimat ini. Ia sedang menunjukkan kepiawaiannya membuat sajak, dengan memunculkan bentuk 'rima' (pengulangan bunyi) pada kalimat: akeh wong dicakot lemut mati, akeh wong dicakot semut sirna.
Kalimat "banyak suara aneh tanpa rupa, pasukan makhluk halus sama-sama berbaris, berebut garis yang benar. (mereka) tak kelihatan, tak berbentuk" sangat menarik, karena ini senada dengan apa yang diungkap dalam naskah gulungan laut mati tentang perang akhir zaman yang menyebutkan bahwa, pertempuran itu bukan saja antara manusia, tapi juga melibatkan makhluk penghuni dunia astral.
Jadi, pertempuran akhir zaman adalah "final battle" antara pihak yang berdiri di sisi kebenaran (taat kepada Allah) dengan pihak yang berdiri di sisi kejahatan (tidak taat kepada Allah).
Jika dalam naskah Gulungan Laut Mati disebutkan bahwa dalam perang akhir zaman, pasukan di sisi kebenaran dipimpin "putra cahaya" maka, dalam jangka Jayabaya pemimpin pasukan yang berdiri di sisi kebenaran dipimpin oleh "Putra Batara Indra," yang dalam bagian 1 telah saya jelaskan merujuk pada sosok yang bernama "Vali", yakni nama putra spiritual Batara Indra dalam kisah Ramayana.
Ramalan Jayabaya / Jangka Jayabaya.
Ramalan Jayabaya atau sering juga disebut Jangka Jayabaya adalah ramalan yang populer dan dilestarikan secara turun temurun dalam tradisi Jawa.
Sesuai namanya, ramalan ini dipercaya ditulis oleh Jayabaya, raja Kediri. Asal usul utama serat ramalan Jayabaya dapat dilihat pada kitab Musasar yang digubah oleh Sunan Giri Prapen.
Ada beberapa kalangan yang berpendapat bahwa ramalan ini sebenarnya disusun para resi di masa itu, hanya saja mereka mengatasnamakan Jayabaya sebagai penulisnya.
Dalam pandangan saya, isi Jangka Jayabaya merupakan sebuah "peringatan dini" tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang. Jadi ia mengemban misi penting seperti halnya dengan naskah-naskah bergenre apokaliptik lainnya.
Beberapa isinya pun telah banyak terbukti benar. Salah satu isi ramalan yang menarik perhatian saya adalah yang mengisyaratkan menyebut negara Rusia. Berikut ini bunyi kalimatnya:
Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit Lan duwe prajurit, negarane ambane saprawolon = Lalu datang Raja berpengaruh dan punya prajurit, (yang) lebar negerinya seperdelapan dunia.
Di muka bumi ini, hanya Rusia saja negara yang memiliki luas wilayah yang persis seperdelapan luas daratan bumi. Hal ini menjadikan mereka sebagai negara dengan luas wilayah terluas di dunia. (lihat infonya di sini)
Dalam ramalan tersebut dikatakan bahwa Presiden Rusia datang berkunjung. Pertengahan tahun 2020 barusan sebenarnya ada agenda kunjungan Presiden Putin ke Indonesia, hanya saja "katanya" karena situasi politik yang berkembang di Rusia, kunjungan tersebut di tunda untuk waktu yang tidak ditentukan.
Jika mencermati urutan ramalan, posisi kalimat tentang kunjungan presiden Rusia memang berada di antara kalimat-kalimat ramalan yang cukup relevan dengan situasi tanah air terkini.
Isi Jangka Jayabaya
Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran ---> Kelak jika sudah ada kereta tanpa kuda.
Tanah Jawa kalungan wesi ---> Pulau Jawa berkalung besi.
Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang ---> Perahu berjalan di angkasa.
Kali ilang kedhunge ---> Sungai kehilangan mata air.
Pasar ilang kumandhang ---> Pasar kehilangan suara.
Iku tandha yen tekane zaman Jayabaya wis cedhak ---> Itulah pertanda zaman Jayabaya telah mendekat.
Bumi saya suwe saya mengkeret ---> Bumi semakin lama semakin mengerut.
Sekilan bumi dipajeki ---> Sejengkal tanah dikenai pajak.
Jaran doyan mangan sambel ---> Kuda suka makan sambal.
Wong wadon nganggo pakeyan lanang ---> Orang perempuan berpakaian lelaki.
Iku tandhane yen wong bakal nemoni wolak-waliking zaman ---> Itu pertanda orang akan mengalami zaman berbolak-balik.
Akeh janji ora ditetepi ---> Banyak janji tidak ditepati.
Akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe ---> Banyak orang berani melanggar sumpah sendiri.
Manungsa padha seneng nyalah ---> Orang-orang saling lempar kesalahan.
Ora ngendahake hukum Hyang Widhi ---> Tak peduli akan hukum Hyang Widhi.
Barang jahat diangkat-angkat ---> Yang jahat dijunjung-junjung.
Barang suci dibenci ---> Yang suci (justru) dibenci.
Akeh manungsa mung ngutamakke dhuwit ---> Banyak orang hanya mementingkan uang.
Lali kamanungsan ---> Lupa jati kemanusiaan.
Lali kabecikan ---> Lupa hikmah kebaikan.
Lali sanak lali kadang ---> Lupa sanak lupa saudara.
Akeh bapa lali anak ---> Banyak ayah lupa anak.
Akeh anak wani nglawan ibu ---> Banyak anak berani melawan ibu.
Nantang bapa ---> Menantang ayah.
Sedulur padha cidra ---> Saudara dan saudaratidak adil.
Akeh pangkat sing jahat lan ganjil ---> Banyak pejabat jahat dan ganjil
Akeh kelakuan sing ganjil ---> Banyak ulah-tabiat ganjil
Wong apik-apik padha kapencil ---> Orang yang baik justru tersisih.
Akeh wong nyambut gawe apik-apik padha krasa isin ---> Banyak orang kerja halal justru merasa malu.
Luwih utama ngapusi ---> Lebih mengutamakan menipu.
Wegah nyambut gawe ---> Malas untuk bekerja.
Kepingin urip mewah ---> Inginnya hidup mewah.
Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka ---> Melepas nafsu angkara murka, memupuk durhaka.
Wong bener thenger-thenger ---> Orang (yang) benar termangu-mangu.
Wong salah bungah ---> Orang (yang) salah gembira ria.
Wong apik ditampik-tampik ---> Orang (yang) baik ditolak ditampik (diping-pong).
Wong jahat munggah pangkat ---> Orang (yang) jahat naik pangkat.
Wong agung kasinggung ---> Orang (yang) mulia dilecehkan
Wong ala kapuja ---> Orang (yang) jahat dipuji-puji.
Wong wadon ilang kawirangane ---> perempuan hilang malu.
Wong lanang ilang kaprawirane ---> Laki-laki hilang jiwa kepemimpinan.
Akeh wong lanang ora duwe bojo ---> Banyak laki-laki tak mau beristri.
Akeh wong wadon ora setya marang bojone ---> Banyak perempuan ingkar pada suami.
Akeh ibu padha ngedol anake ---> Banyak ibu menjual anak.
Akeh wong wadon ngedol awake ---> Banyak perempuan menjual diri.
Akeh wong ijol bebojo ---> Banyak orang gonta-ganti pasangan.
Wong wadon nunggang jaran ---> Perempuan menunggang kuda.
Wong lanang linggih plangki ---> Laki-laki naik tandu.
Randha seuang loro ---> Dua janda harga seuang (Red.: seuang = 8,5 sen).
Prawan seaga lima ---> Lima perawan lima picis.
Dhudha pincang laku sembilan uang ---> Duda pincang laku sembilan uang.
Akeh wong ngedol ngelmu ---> Banyak orang berdagang ilmu.
Akeh wong ngaku-aku ---> Banyak orang mengaku diri (mengklaim diri "sebagai").
Njabane putih njerone dhadhu ---> Di luar putih di dalam jingga.
Ngakune suci, nanging sucine palsu ---> Mengaku suci, tapi palsu belaka.
Akeh bujuk akeh lojo---> Banyak tipu banyak muslihat.
Akeh udan salah mangsa---> Banyak hujan salah musim.
Akeh prawan tuwa---> Banyak perawan tua.
Akeh randha nglairake anak---> Banyak janda melahirkan bayi.
Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne---> Banyak anak lahir mencari bapaknya.
Agama akeh sing nantang---> Agama banyak ditentang.
Prikamanungsan saya ilang---> Perikemanusiaan semakin hilang.
Omah suci dibenci---> Rumah suci dijauhi.
Omah ala saya dipuja---> Rumah maksiat makin dipuja.
Wong wadon lacur ing ngendi-endi---> Perempuan lacur dimana-mana.
Akeh laknat---> Banyak kutukan.
Akeh pengkianat---> Banyak pengkhianat.
Anak mangan bapak---> Anak makan bapak.
Sedulur mangan sedulur---> Saudara makan saudara.
Kanca dadi mungsuh---> Kawan menjadi lawan.
Guru disatru---> Guru dimusuhi.
Tangga padha curiga--->Tetangga saling curiga.
Kana-kene saya angkara murka ---> Angkara murka semakin menjadi-jadi.
Sing weruh kebubuhan---> Barangsiapa tahu terkena beban.
Sing ora weruh ketutuh---> Sedang yang tak tahu disalahkan.
Besuk yen ana peperangan---> Kelak jika terjadi perang.
Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor---> Datang dari timur, barat, selatan, dan utara.
Akeh wong becik saya sengsara---> Banyak orang baik makin sengsara.
Wong jahat saya seneng---> Sedang yang jahat makin bahagia.
Wektu iku akeh dhandhang diunekake kuntul---> Ketika itu burung gagak dibilang bangau.
Wong salah dianggep bener---> Orang salah dipandang benar.
Pengkhianat nikmat---> Pengkhianat nikmat.
Durjana saya sempurna---> Durjana semakin sempurna.
Wong jahat munggah pangkat---> Orang jahat naik pangkat.
Wong lugu kebelenggu---> Orang yang lugu dibelenggu.
Wong mulya dikunjara---> Orang yang mulia dipenjara.
Sing curang garang---> Yang curang berkuasa.
Sing jujur kojur---> Yang jujur sengsara.
Pedagang akeh sing keplarang---> Pedagang banyak yang tenggelam.
Wong main akeh sing ndadi---> Penjudi banyak merajalela.
Akeh barang haram---> Banyak barang haram.
Akeh anak haram---Banyak anak haram.
Wong wadon nglamar wong lanang---> Perempuan melamar laki-laki.
Wong lanang ngasorake drajate dhewe---> Laki-laki memperhina derajat sendiri.
Akeh barang-barang mlebu luang---> Banyak barang terbuang-buang.
Akeh wong kaliren lan wuda---> Banyak orang lapar dan telanjang.
Wong tuku ngglenik sing dodol---> Pembeli membujuk penjual.
Sing dodol akal okol---> Si penjual bermain siasat.
Wong golek pangan kaya gabah diinteri---> Mencari rizki ibarat gabah ditampi.
Sing kebat kliwat---> Yang tangkas lepas.
Sing telah sambat---> Yang terlanjur menggerutu.
Sing gedhe kesasar---> Yang besar tersasar.
Sing cilik kepleset---> Yang kecil terpeleset.
Sing anggak ketunggak---> Yang congkak terbentur.
Sing wedi mati---> Yang takut mati.
Sing nekat mbrekat---> Yang nekat mendapat berkat.
Sing jerih ketindhih---> Yang hati kecil tertindih
Sing ngawur makmur---> Yang ngawur makmur
Sing ngati-ati ngrintih---> Yang berhati-hati merintih.
Sing ngedan keduman---> Yang main gila menerima bagian.
Sing waras nggagas---> Yang sehat pikiran berpikir.
Wong tani ditaleni---> Orang (yang) bertani diikat.
Wong dora ura-ura---> Orang (yang) bohong berdendang.
Ratu ora netepi janji, musna panguwasane--> -Raja ingkar janji, hilang wibawanya.
Bupati dadi rakyat---> Pegawai tinggi menjadi rakyat.
Wong cilik dadi priyayi---> Rakyat kecil jadi priyayi.
Sing mendele dadi gedhe---> Yang curang jadi besar.
Sing jujur kojur---> Yang jujur celaka.
Akeh omah ing ndhuwur jaran---> Banyak rumah di punggung kuda.
Wong mangan wong---> Orang makan sesamanya.
Anak lali bapak---> Anak lupa Ayah.
Wong tuwa lali tuwane---> Orang tua lupa ketuaan mereka.
Pedagang adol barang saya laris---> Jualan pedagang semakin laris.
Bandhane saya ludhes---> Namun harta mereka makin habis.
Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan---> Banyak orang mati lapar di samping makanan.
Akeh wong nyekel bandha nanging uripe sangsara---> Banyak orang berharta tapi hidup sengsara.
Sing edan bisa dandan---> Yang gila bisa bersolek.
Sing bengkong bisa nggalang gedhong---> Si bengkok membangun mahligai.
Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil---> Yang waras dan adil hidup merana dan tersisih.
Ana peperangan ing njero---> Terjadi perang di dalam.
Timbul amarga para pangkat akeh sing padha salah paham---> Terjadi karena para pembesar banyak salah faham.
Durjana saya ngambra-ambra---> Kejahatan makin merajalela.
Penjahat saya tambah---> Penjahat makin banyak.
Wong apik saya sengsara---> Yang baik makin sengsara.
Akeh wong mati jalaran saka peperangan---> Banyak orang mati karena perang.
Kebingungan lan kobongan---> Karena bingung dan kebakaran.
Wong bener saya thenger-thenger---> Si benar makin tertegun.
Wong salah saya bungah-bungah---> Si salah makin sorak sorai.
Akeh bandha musna ora karuan lungane---> Banyak harta hilang entah ke mana
Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe---> Banyak pangkat dan derajat lenyap entah mengapa.
Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram---> Banyak barang haram, banyak anak haram.
Bejane sing lali, bejane sing eling---> Beruntunglah si lupa, beruntunglah si sadar.
Nanging sauntung-untunge sing lali---> Tapi betapapun beruntung si lupa.
Isih untung sing waspada---> Masih lebih beruntung si waspada.
Angkara murka saya ndadi---> Angkara murka semakin menjadi.
Kana-kene saya bingung---> Di sana-sini makin bingung.
Pedagang akeh alangane---> Pedagang banyak rintangan.
Akeh buruh nantang juragan---> Banyak buruh melawan majikan.
Juragan dadi umpan---> Majikan menjadi umpan.
Sing suwarane seru oleh pengaruh---> Yang bersuara tinggi mendapat pengaruh.
Wong pinter diingar-ingar---> Si pandai direcoki.
Wong ala diuja---> Si jahat dimanjakan.
Wong ngerti mangan ati---> Orang yang mengerti makan hati.
Bandha dadi memala---> Hartabenda menjadi penyakit
Pangkat dadi pemikat---> Pangkat menjadi pemukau.
Sing sawenang-wenang rumangsa menang ---> Yang sewenang-wenang merasa menang
Sing ngalah rumangsa kabeh salah---> Yang mengalah merasa serba salah.
Ana Bupati saka wong sing asor imane---> Ada raja berasal orang beriman rendah.
Patihe kepala judhi---> Maha menterinya benggol judi.
Wong sing atine suci dibenci---> Yang berhati suci dibenci.
Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat---> Yang jahat dan pandai menjilat makin kuasa.
Pemerasan saya ndadra---> Pemerasan merajalela.
Maling lungguh wetenge mblenduk ---> Pencuri duduk berperut gendut.
Pitik angrem saduwure pikulan---> Ayam mengeram di atas pikulan.
Maling wani nantang sing duwe omah---> Pencuri menantang si empunya rumah.
Begal pada ndhugal---> Penyamun semakin kurang ajar.
Rampok padha keplok-keplok---> Perampok semua bersorak-sorai.
Wong momong mitenah sing diemong---> Si pengasuh memfitnah yang diasuh
Wong jaga nyolong sing dijaga---> Si penjaga mencuri yang dijaga.
Wong njamin njaluk dijamin---> Si penjamin minta dijamin.
Akeh wong mendem donga---> Banyak orang mabuk doa.
Kana-kene rebutan unggul---> Di mana-mana berebut menang.
Angkara murka ngombro-ombro---> Angkara murka menjadi-jadi.
Agama ditantang---> Agama ditantang.
Akeh wong angkara murka---> Banyak orang angkara murka.
Nggedhekake duraka---> Membesar-besarkan durhaka.
Ukum agama dilanggar---> Hukum agama dilanggar.
Prikamanungsan di-iles-iles---> Perikemanusiaan diinjak-injak.
Kasusilan ditinggal---> Tata susila diabaikan.
Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi---> Banyak orang gila, jahat dan hilang akal budi.
Wong cilik akeh sing kepencil---> Rakyat kecil banyak tersingkir.
Amarga dadi korbane si jahat sing jajil---> Karena menjadi kurban si jahat si laknat.
Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit---> Lalu datang Raja berpengaruh dan punya prajurit.
Lan duwe prajurit---> Dan punya prajurit.
Negarane ambane saprawolon---> Lebar negerinya seperdelapan dunia.
Tukang mangan suap saya ndadra---> Pemakan suap semakin merajalela.
Wong jahat ditampa---> Orang jahat diterima.
Wong suci dibenci---> Orang suci dibenci.
Timah dianggep perak---> Timah dianggap perak.
Emas diarani tembaga---> Emas dibilang tembaga.
Dandang dikandakake kuntul---> Gagak disebut bangau.
Wong dosa sentosa---> Orang berdosa sentosa.
Wong cilik disalahake---> Rakyat jelata dipersalahkan.
Wong nganggur kesungkur---> Si penganggur tersungkur.
Wong sregep krungkep---> Si tekun terjerembab.
Wong nyengit kesengit---> Orang busuk hati dibenci.
Buruh mangluh---> Buruh menangis.
Wong sugih krasa wedi---> Orang kaya ketakutan.
Wong wedi dadi priyayi---> Orang takut jadi priyayi.
Senenge wong jahat---> Berbahagialah si jahat.
Susahe wong cilik---> Bersusahlah rakyat kecil.
Akeh wong dakwa dinakwa---> Banyak orang saling tuduh.
Tindake manungsa saya kuciwa---> Ulah manusia semakin tercela.
Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi---> Para raja berunding negeri mana yang dipilih dan disukai.
Wong Jawa kari separo---> Orang Jawa tinggal setengah.
Landa-Cina kari sejodho ---> Belanda -- Cina tinggal sepasang.
Akeh wong ijir, akeh wong cethil---> Banyak orang kikir, banyak orang bakhil.
Sing eman ora keduman---> Si hemat tidak mendapat bagian.
Sing keduman ora eman---> Yang mendapat bagian tidak berhemat.
Akeh wong mbambung---> Banyak orang berulah dungu.
Akeh wong limbung---> Banyak orang limbung.
Selot-selote mbesuk wolak-waliking zaman teka---> Lambat-laun datanglah kelak terbaliknya zaman.
Misteri Ramalan Jayabaya Bait 165 - 166
Dan berikut ini lanjutan bait bagian akhir ramalan Jayabaya :
Bait 166.
idune idu geni / sabdane malati / sing mbregendhul mesti mati / ora tuwo, enom padha dene bayi / wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada / garis sabda ora gentalan dina, / beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira / tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa / nanging inung pilih-pilih sapa (ludahnya ludah api / sabdanya sakti (terbukti) / yang membantah pasti mati / orang tua, muda maupun bayi / orang yang tidak berdaya minta apa saja pasti terpenuhi / garis sabdanya tidak akan lama / beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya / tidak mau dihormati orang se tanah Jawa / tetapi hanya memilih beberapa saja)
Ramalan Jayabaya 165 - 166
165. pendhak Sura nguntapa kumara kang wus katon nembus dosa, nekadhepake ngarsaning sang kuasa, isih timur kaceluk wong tuwa, paringane Gatotkaca sayuta
- “tiap bulan Sura sambutlah kumara yang sudah tampak menebus dosa dihadapan sang Maha Kuasa masih muda sudah dipanggil orang tua warisannya Gatotkaca sejuta”
Pengertian
Tiap (pada) bulan suro sambutlah yang sudah tampak menebus dosa (taubat) kepada allah swt, masa kecil satrio piningit dulu dipanggil dengan panggilan orang tua, warisannya (hasil didikannya) gathotkaca sayuta.
Data
- bulan suro jadi bulan yang penting bagi satrio piningit. Mengawali kemunculan di internet, menuntaskan perang dunia dengan niat taubat juga pada bulan suro. Perang dunia yang penuh dengan berbagai perasaan emosi, semua itu kerjakan dengan niat menebus dosa (taubat).
- masa kecilnya jadi orang pintar (dukun/linuwih), sehingga ada yang memanggil dengan panggilan “mbah dukun”. Mungkin karena ada yang memanggil dengan panggilan “mbah” dalam jongko diceritakan isih timur kaceluk wong tuwo.
- hasil didikannya adalah orang yang terpandang, menangan, tahan uji (gathot) dan bisa jadi suri tauladan dimasyarakat (kaca / ngaca).
166. idune idu geni, sabdane malati, sing mbregendhul mesti mati, ora tuwo enom padha dene bayi wong ora ndayani nyuwun apa bae mesthi sembada, garis sabda ora gentalan dina, beja-bejane sing yakin lan tuhu setya sabdanira, tan karsa sinuyudan wong sak tanah Jawa, nanging inung pilih-pilih sapa.
- “ludahnya ludah api sabdanya sakti (terbukti) yang membantah pasti mati, orang tua muda maupun bayi orang yang tidak berdaya, minta apa saja pasti terpenuhi, garis sabdanya tidak akan lama, beruntunglah bagi yang yakin dan percaya serta menaati sabdanya, tidak mau dihormati orang setanah Jawa tetapi hanya memilih beberapa saja”
Maknanya :
Ucapannya harus diikuti (oleh siapapun), saran / anjurannya malati (apabila tidak diikuti nanti ada sanksi), yang membantah pasti mati ( meninggal, lengser dari jabatan, jatuh dll). Orang tua muda maupun bayi yang tidak berdaya meminta apa saja akan terpenuhi. Garis ucapannya tidak lama (harus dibuktikan, dilaksanakan) tidak bisa menunggu dalam waktu lama. Berungtunglah bagi yang yakin dan percaya serta mentaati sabdanya. (satrio piningit) tidak ingin dihormati orang setanah jawa (dunia) tetapi hanya memilih beberapa saja.
Analisa:
- adapun jika bertemu sosok satrio piningit, diperingatkan agar tidak membantahnya, walaupun itu bertentangan dengan pengetahuan anda. (silahkan baca kisah nabi musa dan pemuda di pinggir pantai).
- satrio piningit tidak gila hormat, kecuali kepada beberapa orang saja. (baca kisah el-rumi pada saat akan di penggal, beliau hanya tersenyum ketika dilempari batu. Tetapi menangis ketika muridnya ikut melempari).
- satrio piningit tidak membutuhkan pamrih dari orang setanah jawa (dunia), beberapa orang tersebut yang dimaksud mungkin adalah perhatian dari istri tersayang saja yang mungkin nanti jumlahnya bisa lebih dari satu (berpoligami). Orang yang jadi satrio piningit adalah orang yang korban penipuan investasi akhirnya menanggung uang milik orang lain yang hilang. Serta barakibat pada kekeluargaannya jadi berantakan. Dengan menjadi satrio piningit berharap bisa mengembalikan uang milik orang lain yang hilang serta mendapat pasangan hidup yang setia yang jumlahnya bisa saja lebih dari satu (berpoligami).
"Suro diro joyoningrat lebur dening pangastuti"
("segala keberanian, kekuatan, dan kejayaan yang disalahgunakan akan luluh oleh kelembutan, kasih sayang, dan kebaikan hati."
Imajiner Nuswantoro