Serat Darmo Wasito
Pengantar
Nenek moyang kita banyak memberikan ajaran-ajaran luhur yang tidak hanya diwariskan dalam tradisi lisan seperti ungkapan dan dongeng, tetapi ada pula yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk tembang macapat. Ajaran-ajaran luhur tersebut pada zamannya banyak dikaji, dihayati, dan diamalkan sebagai pedoman hidup. Salah satu dari karya tulis yang dituangkan dalam bentuk tembang macapat adalah Serat Darmo Wasito yang dikarang pada tahun 1878 M oleh KGPAA Mangku Negara IV. Serat Darmo Wasito terdiri dari: 12 pada (bait) Dhandhanggula, 10 pada Kinanthi, dan 20 pada Mijil. Sebagai catatan, serat ini pernah diterbitkan dalam huruf Jawa oleh Nurhopkelop, Jakarta, pada 1953.
Isi Serat Darmo Wasito
Secara ringkas isi Serat Darmo Wasito dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, yaitu :
1. Ajaran agar Hidup Sukses
Dalam Serat Darmo Wasito, apabila orang ingin hidup sukses, maka ia harus: (a) menikah, sebagai sarana untuk melestarikan kehidupan; (b) melaksanakan asthagina, yaitu: nut ing jaman kelakone (harus pandai menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi), rigen (pandai bekerja dengan efektif dan efisien), gemi (hemat), weruh etung (selalu penuh perhitungan dalam memanfaatkan penghasilannya untuk waktu sekarang, maupun yang akan datang), taberi tatanya (rajin bertanya sehingga pengetahuannya selalu bertambah), nyengah kayun (dapat mengendalikan diri sehingga tidak banyak berbuat kesalahan), dan nemen ing sedya (bila memunyai niat harus dilakukan secara sungguh-sungguh); (c) jangan suka utang, sebab akan turun wibawanya; (d) jangan menjadi orang miskin, sebab orang miskin akan banyak mengalami kesusahan dan kurang dihargai dalam pergaulan; (e) jangan malas bekerja agar dijauhkan dari kesusahan; (f) melaksanakan sikap-sikap utama, yaitu: luruh (pandangan mata tidak liar dan hanya melihat seperlunya), trapsila (selalu bersikap sopan), mardawa (selalu ramah terhadap orang lain dan berbicara dengan lemah lembut); manut mring caraning bangsa (tindakan seharusnya selalu berwawasan kebangsaan dan tidak berdasarkan atas suku bangsanya sendiri), andhap asor (selalu bersikap rendah hati), meneng (tidak banyak berbicara atau mengobral bualan), prasaja (penampilan harus wajar dan tidak berlebih-lebihan), tepa selira (memiliki tenggang rasa yang tinggi), eling (selalu ingat akan baik-buruk, ingat kepada kedudukan, ingat kepada dirinya sebagai makhluk Tuhan), dan ulat batin (melakukan kegiatan pembinaan rohani agar mendapatkan jalan keutamaan); dan (g) melaksanakan catur upaya, yaitu: anirua kang becik (meniru hal-hal yang baik dan menjauhi yang buruk); nuruta ngguua kang nyata (percaya kepada kenyataan), dan miliha kang pakoleh (memilih hal-hal yang tepat dan menguntungkan).
2. Ajaran agar Menjadi Abdi (Negara) yang Baik
Untuk menjadi abdi (negara) yang baik, maka seseorang harus memiliki sifat-sifat: sregep (rajin dan tidak membuat kecewa yang memberi tugas), pethel (suka bekerja), tegen (ulet bekerja dan telaten sehingga membuat puas orang yang menyuruh), wekel (bekerja dengan sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab), dan ngati-ati (bekerja secara berhati-hati).
3. Ajaran agar Menjadi Istri yang Baik
Ajaran-ajaran dalam Serat Darmo Wasito untuk seorang isteri adalah: (1) agar menjadi seorang istri yang dihargai dan dicintai oleh suaminya, ia harus: nurut (apa yang dikehendaki oleh suami dilakukan dengan penuh kesabaran dan dapat menyelesaikannya dengan baik), condhong (kehendak suami harus didukung, merawat apa kesukaannya dan tidak membicarakan kejelekannya di muka umum), reksa (menjaga segala milik suami dan tahu jumlah serta rinciannya), nastiti (tahu asal muasal sebuah barang dan kegunaannya serta dapat menggunakan dengan baik nafkah yang diberikan oleh suami), nyimpen wadi (pandai menyimpan rahasia suami dan keluarga); (2) agar dapat berhasil dalam hidup berumah tangga, seorang istri hendaknya bersikap: berhati-hati dalam segala hal, mengenal sifat-sifat keluarga dan famili sehingga dapat menyesuaikan diri, mengerti acara suami sehari-hari dan dapat membantu jika diperlukan, jika memberi saran atau mengemukakan pendapat harus mencari waktu yang tepat, paham akan tugasnya sebagai seorang istri, jangan menggunakan atau memanfaatkan barang-barang milik suami tanpa seizinnya, pandai merawat barang-barang milik suami, dan meski suami memberi keleluasaan, tetapi tetap melakukan segala hal sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
AJARAN LUHUR SERAT DARMO WASITO
Karya : Mangku Negara IV
Nenek moyang kita banyak mewariskan ajaran leluhur yang diturunkan dalam tradisi lisan seperti ungkapan dan dongeng, tapi ada pula yang dituangkan dalam karya tulis berbentuk “tembang mecapat”. Ajaran luhur tersebut pada zamannya banyak dikaji, dihayati dan diamalkan sebagai pedoman hidup.
Dewasa ini karena arus modernisasi dan globalisasi, tradisi lisan dan macapat sudah banyak dilupakan orang, padahal ajaran-ajaran terkandung merupakan ciri khas kepribadian bangsa. Dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya yang seraba modern dan global ini, agar bangsa Indonesia tidak kehilangan jati dirinya atau ciri khas kepribadiannya, kiranya ajaran luhur peninggalan nenek moyang kita tersebut perlu dikaji dan diinformasikan kepada masyarakat sebagai bahan alternatif pilihan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.
Kali ini kami diinformasikan ajaran luhur: Serat Darmo Wasito: karangan KGPAA Mangku Negara IV tahun 1978 M, dalam bentuk tembang macapat, terdiri dari 12 pada (baik) Dhandhanggula, 10 pada Kinanthi, dan 20 pada Mijil, pernah diterbitkan oleh Nurhopkolep Jakarta 1953 dengan huruf Jawa.
Darma berarti ayah, wasita berarti ajaran. Darma Wasita ajaran untuk anak/remaja. “Serat Darma Wasita” sebagai ajaran dalam baris terakhir bait pertama:…mring iki wasitaning wang, marang sira putraningsun jalu lan estri, muga padha ngestokna. (…inilah nasehat saya, kepadamu anakku laki dan perempuan semoga kamu laksanakan). Adapun inti sari ini “Serat Darmo Warsito” selengkapnya dapat dikelompokkan menjadi tiga: (a) Ajaran agar hidup sukses; (b) Ajaran menjadi abdi (pegawai) yang baik; (c) Ajaran sebagai isteri yang baik.
Uraian masing-masing secara rinci seperti pemaparan berikut ini.
Ajaran Agar Hidup Sukses
1. Menikah. Orang laki-laki dan perempuan keberadaannya bersamaan, dan menurut aturan yang umum menikah, sebagai sarana untuk kelestarian kehidupan manusia.
2. Melaksanakan asthagina (delapan hal); Pertama nut ing jaman kelakone, harus pandai menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi sesuai dengan jamannya. Kedua, rigen, pandai bekerja dengan efisien dan efektif. Ketiga, gemi, hemat agar selalu kecukupan hidupnya. Keempat. Kelima, weuh etung, tahu perhitungan dalam memanfaatkan penghasilannya tidak hanya untuk waktu sekarang, tetapi juga memperhitungkan waktu mendatang. Keenam, taberi tatanya, rajin bertanya sehingga tidak tersesat dan pengetahuannya selalu bertambah, Ketujuh, nyengah kayun, dapat mengendalikan diri sehingga tidak banyak berbuat kesalahan dan dapat hidup hemat. Kedelapan, nemen ing sedya, bila mempunyai niat dengan sungguh-sungguh tidak hanya setengah-setengah.
3. Jangan suka utang. Orang yang suka utang akan turun wibawanya, oleh karena itu bila tidak terpaksa sekali jangan sekali-kali utang kepada seseorang.
4. Jangan menjadi orang miskin: Orang yang miskin banyak mengalami kesusahan, hanya kalau sedang tidur terlupa, kurang dihargai dalam pergaulan, dan bila imannya kurang kuat menyalahkan dirinya sendiri lalu ingin bunuh diri.
5. Jangan malas bekerja. Untuk dapat hidup yang cukup harus rajin bekerja, meskipun sudah berkecukupan jangan lalu malas bekerja agar dijauhkan dari kesusahan.
6. melaksanakan sikap utama antara lauh: Luruh, pandangan mata tidak liar, hanya melihat seperlunya agar tidak diterima salah oleh orang lain. Trapsila, selalu bersikap sopan santun, sehingga orang lain menjadi senang tidak marah. Mardawa, bersuara dan berbicara yang halus, lemah lembut dan ramah sehingga enak dirasakan oleh orang lain. Manut mring caraning bangsa, tindakannya harus berwawasan kebangsaan, tidak hanya berdasarkan wawasan suku bangsanya sendiri yang sempit. Andhap asor, berikap rendah hati jauh dari kesombongan dan tinggi hati. Meneng, tidak mengobral bualan tetapi berbicara seperlunya sehingga banyak yang percaya. Prasaja, penampilan wajar-wajar saja, tidak berlebihan sehingga orang lain tidak penasaran. Tepa Selira, selalu mawas diri dan memiliki tenggang rasa yang tinggi. Eling, Selalu ingat akan hukum baik dan buruk, ingat kepada kedudukannya, iangat kepada dirinya sebagai makhluk Tuhan. Ulah batin, melakukan kegiatan, pembinaan rohani agar mendapatkan jalan keutamaan.
7. Melakukan catur upaya (empat usaha); Pertama anirua kang becik, tirulah hal-hal yang baik, jauhkan yang buruk. Kedua nuruta nggugua kang nyata, percayalah kepada kenyataan. Keempat miliha kang pakoleh, pilihlah hal-hal yang tepat, yang menguntungkan.
Ajaran Sebagai Abdi (Negara) yang baik
Untuk menjadi abdi (negara) yang baik, seseorang harus memiliki sifat-sifat antara lain: Pertama sregep, rajin dan tidak membuat kecewa yang memberi tugas. Kedua pethel, suka bekerja sehingga tidak menimbulkan kemarahan yang memberi tugas. Ketiga tegen, ulat bekerja dan telaten sehingga membuat puas yang menyuruh. Keempat wekel, bekerja dengan sungguh-sungguh penuh tanggungjawab dapat dipercaya. Kelima ngati-ati, bekerja dengan hati-hati menjauhkan dari kesalahan agar tetap lestari.
Ajaran Sebagai Isteri yang Baik
Pertama, agar dihargai dan dicintai oleh suami seorang isteri hendaknya memiliki sifat-sifat: nurut, apa yang dikehendaki oleh suami dilakukan penuh kesabaran dan dapat menyelesaikan dengan baik. Condhong, apa yang menjadi kehendak suami didukung, merawat apa kesukaannya dan tidak membicarakan kejelekannya. Rumeksa, menjaga segala milik suami dan tahu jumlah serta rinciannya. Nastiti, segala barang tahu asal dan kegunaannya, nafkah dari suami dirawat dengan baik dan hemat penggunaannya. Nyimpen wadi, pandai menyimpan rahasia suami dan keluarga.
Kedua, seorang isteri sebagai ibu rumah tangga agar berhasil hendaknya memiliki sikap dan pengetahuan tugas seorang isteri antara lain: Bersikap hati-hati dalam segala hal. Mengenal sifat-sifat keluarga dan famili sehingga dapat menyesuaikan diri. Mengerti akan acara suami sehari-hari dan dapat membantu yang diperlukan.
Jika memberi saran atau mengemukakan pendapat harus mencari waktu yang tepat. Mengerti waktu yang tepat. Mengerti tugas-tugas isteri dengan jelas dan jika belum mengerti mintalah penjelasan kepada suami. Jangan mempergunakan atau memanfaatkan barang-barang milik suami tanpa izinnya. Pandai merawat barang-barang milik suami. Meskipun suami memberi keleluasaan, tetapi tetap melakukan segala hal sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pengeluaran biaya hidup hendaknya disesuaikan dengan besar penghasilan yang diperoleh. Jika terjadi perceraian, harta bawaan isteri tetap menjadi milik isteri, harta gono-gini (yang diperoleh selama berkeluarga) sepertinya milik isteri dan biaya hidup anak-anak menjadi tanggung jawab suami.
Salah satu karya sastra klasik Indonesia adalah, Serat. Serat merupakan hasil buah tangan dari penulis-penulis klasik dari Pulau Jawa. Serat banyak ditulis oleh orang-orang terkemuka, tokoh masyarakat, atau para bangsawan.
Seperti Serat Gendhing ditulis oleh Sultan Agung dari Kesultanan Mataram Islam. Dan banyak lagi lainnya. Serat berupa tembang berbahasa Jawa bentuk sastra asli orang Jawa. Berikut ini sedikit informasi tentang sebuah karya sastra serat. Serat berjudul, Serat Darma Wasita yang didokumentasikan oleh Tatiek Kartika dan kawan-kawan.
Merupakan kumpulan dari serat yang dijadikan satu. Serat ini ditemukan dalam kumpulan “Serat Warna Warni” karangan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Negara IV, di Surakarta Jawa Tengah. Serat terdiri dari tiga pupuh, yaitu: 1. Pupuh Dhangdhanggula, sebanyak 12 bait. 2. Pupuh Kinanthi sebanyak 10 bait. 3. Pupuh Mijil sebanyak 20 bait.
Pupuh adalah istilah nama bagian-bagian dalam serat. Patokan dalam mendendang atau menyanyikan. Jumlah keseluruhan bait dari ketiga pupuh ini tersusun menjadi empat puluh dua bait. Serat ini berbentuk tembang, yang ditulis pada bulan Maret tahun 1878 Masehi atau pada hari Selasa Wage tanggal 13 Maulud Tahun Dal Ke 9, atau tahun 1607 Caka dengan sengkalan Tahun Jawa, yang berbunyi; “Wineling anengaha sariranta iku” yang berarti: hendaklah engkau mematuhi peraturan itu.
Dalam ajaran serat ditekankan dalam pendidikan berkeluarga. Baik untuk laki-laki atau pun untuk perempuan yang sudah menikah. Hendaklah istri dapat membantu suami di dalam membina rumah tangga. Sebagai seorang istri yang juga sebagai seorang perempuan. Dalam upaya menaklukkan suami atau supaya dipercaya oleh suami.
Perempuan hendaklah berlaku baik, setia, lemah-lembut, sabar, berbudi luhur, menutup aurat, menjaga kelakuan, menjauhi pergaulan yang tidak baik. Jangan pergi ke dukun lalu mengguna-gunai sumai agar suami percaya dan sayang. Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Negara IV, menganjurkan masyarakat dengan memberikan ajaran, apa yang disebut dengan Astagina, berarti Delapan Ajaran (pituduh).
1. Harus rajin bekerja. 2. Harus rajin dan suka akan pekerjaannya. 3. Harus hemat. 4. Harus teliti. 5. Harus tahu perhitungan. 6. Harus rajin belajar. 7. Harus dapat mengendalikan hawa nafsu. 8. Harus bisa mengatur keuangan atau tidak boros dalam menggunakan uang. Berikut ini adalah cuplikan dari Serat Dharma Wasita yang terdiri dari tiga bagian pupuh, yaitu pupuh dandanggula, pupuh kinanthi, dan pupuh mijil.
Serat Dharma Wasita
Pupuh Dandanggula.
Mirih sarkara pamardining siwi,
Winusita denira manitra,
Nujwari Selasa Wage,
Triwelas sasi Mulud,
Ka sanga Dal sengkaleng warsi,
Wineling anengaha,
Sariranta iku,
Mring iki wasitaning wong,
Marang sira putreng sun jalir lan estri,
Nuga padha ngestokena.
Pupuh Kinanthi.
Dene wulang kang dumunung,
Pasuwitan jalu estri,
Lamun gregep wateg ira.
Tan karya gela kang nuding,
Pethel iku datan dadya,
Jalaran duk sayekti.
Pupuh Mijil.
Wulang estri kang wus pala krami
Lamun pinitados.
Amengkoni mring bak wisma.
Among putra maru sentanabdi.
Deng angati-ati.
Ing sadurungipun
Berikut ini penjelasan singkat dari pembahasan isi Serat Darma Wasita:
Pupuh Dhandanggula
Bagian pengantar serat. "Serat Darma Wasita ditulis atas perintah Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV pada tahun 1607 C atau tahun 1887 Masehi, bulan Maret hari Selasa Wage, 13 Maulud tahun Dal ke 9. Dengan sengkalan tahun "wineling anengaha sariranta iku." Serat ini ditujukan kepada kita semua, baik laki-laki maupun perempuan. Kanjeng Gusti mengharapkan dengan Serat Darma Wasita ini agar kita semua melaksanakan ajaran yang terkandung di dalamnya.
Pupuh Kinanthi
Sedangkan pupuh kinanti berisi ajaran yang diberikan kepada para wanita dan pria ini adalah agar mereka memiliki sifat rajin, agar tidak membuat orang kecewa, kebodohan tidak akan membuat orang menjadi baik.
Pupuh Mijil
Pupu Mijil berupa ajaran bagi wanita yang telah bersuami (menikah), hendaklah dipercaya dapat mengatur rumah tangganya, dapat mengasuh (ngemong) kepada keturunannya (anaknya), madu serta para pembantunya dengan sangat hati-hati sebelum
Serat Dharma Wasita ditulis dalam bahasa Jawa, dan menggunakan aksara Jawa. Pada bait-bait memiliki baris yang berbeda dalam setiap pupuh. Bait pupuh dhandhanggula memiliki sepuluh baris syair dalam satu bait. Pada pupuh kinanti dan pupuh mijil terdapat enam baris syair dalam setiap satu bait.
Catatan :
- Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Serat Dharma Wasita diteliti oleh, Tatiek Kartika Sari, Ninien Karlia, dan H. Ahmad Yunus, sedangkan sebagai konsultan adalah Profesor S. Budhisantoso. Diterbitkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1990. Buku penelitian ini terdiri dari empat bab dan 88 halaman, yang kata pengantarnya oleh ketua tim penelitian Tatiek Kartika Sari.
Isi Serat Darmo Wasito
Serat Darmawasita, karya Sri KGPAA Mangkunegara IV
1
Mrih sarkara pamardining siwi,
winursita denira manitra.
Nujwari Selasa Wage,
triwelas sasi Mulud,
kasanga Dal sengkaleng warsi,
wineling anengaha,
sariranta iku.
Mring iki wasitaning wang,
marang sira putrengsun jaler lan estri,
muga padha ngestokna.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Agar manis dalam mendidik anak,
dituturkan olehnya dengan menulis (tembang).
Pada hari Selasa Wage,
tanggal 13 bulan Mulud,
mangsa ke-9, tahun Dal, tertanda tahun:
(pesan ini ditujukan kepadamu),
bermakna tahun 1807 Jawa.
Terhadap nasihatku ini,
kepada engkau anak-anakku laki-laki atau perempuan,
harap semua mematuhinya.
2
Rehne sira wus dewasa sami,
sumurupa lakoning agesang.
Suntuturi kamulane,
manungsa estri jalu,
papantaran denya dumadi.
Neng donya nut agama,
jalu estri dhaup.
Mongka kanthining agesang,
lawan kinen marsudi dawakken wiji.
Ginawan budidaya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Oleh karena engkau semua sudah dewasa,
ketahuilah kehidupan yang harus dijalani oleh orang hidup.
Aku beritahu asal-muasalnya,
manusia perempuan dan laki-laki itu,
hampir bersamaan mereka di ciptakan.
Di dunia ini menurut ajaran agama,
laki-laki dan perempuan dianjurkan menikah.
Sebagai teman dalam hidup,
dan agar mengupayakan berlanjutnya keturunan.
Dibekali dengan akal budi dan kekuatan.
3
Yeka mongka srananing dumadi,
tumandhuke marang saniskara.
Manungsa apa kajate,
sinembadan sakayun.
Yen dumunung mring wolungwarni,
ingaran asthagina.
Iku tegesipun,
wolung pedah tumrapira.
Marang janma margane mrih sandhang bukti.
Kang dhingin winicara.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Inilah yang menjadi sarana (keberhasilan) setiap manusia,
dalam segala perbuatannya.
Manusia apa keinginannya,
akan terlaksana sekehendaknya.
Jika menempatkan delapan pedoman,
yang disebut asthagina.
Itu artinya, delapan manfaat bagimu,
bagi manusia sebagai jalan mencari sandang dan pangan.
Yang pertama dibicarakan (dalam bait berikut).
4-5
Panggaotan gelaring pambudi,
warna-warna sakaconggahira,
nuting jaman kalakone.
Rigen ping kalihipun,
dadi pamrih marang pakolih.
Katri gemi garapnya,
margane mrih cukup.
Papat nastiti papriksa,
iku dadi margane weruhing pasthi.
Lima wruh etung ika,
Watek adoh mring butuh sahari.
Kaping nenem taberi tatanya,
ngundhakken marang kawruhe.
Ping pitu nyegah kayun,
pepenginan kang tanpa kardi,
tan boros marang arta,
sugih watekipun.
Ping wolu nemen ing sedya,
watekira sarwa glis ingkangkinapti.
Yen bisa kang mangkana.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
(Yang pertama) pekerjaan sebagai wujud berusaha,
macam-macan jenisnya sesuai kemampuanmu,
diseusaikan dengan zaman yang berlaku.
Yang kedua tanggap dan cekatan,
menjadi sebab terhadap datangnya pendapatan.
Yang ketika efektif dalam memanfaatkan sesuatu,
menjadi cara (kunci) agar tercukupi.
Yang keempat teliti dalam memeriksa (setiap hal),
menjadi kunci dari pengetahuan yang pasti.
Yang kelima mengetahui perhitungan,
watak ini menjauhkan dari (banyak) kebutuhan sehari-hari.
Yang keenam rajin bertanya,
meningkatkan pengetahuan.
Yang ketujuh mencegah hati,
dari keinginan yang tidak bermanfaat,
tidak boros terhadap harta.
Itulah watak orang kaya.
Yang kedelapan bersungguh-sungguhlah dalam kehendak,
wataknya serba bersegera melakukan yang dikehendaki.
Jika mampu lakukan yang delapan itu.
6
Angadohken durtaning kang ati,
nyedhakken rahayuning badan,
den andel mring sesamane.
Lan malih wekasingsun,
aja tuman utang lan silih.
Anyudakken derajat,
camah wekasipun.
Kasoran prabawanira,
mring kang potang lawan kangsira silih,
nyatane angrerepa.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Menjauhkan keburukan hati,
mendekatkan keselamatan diri,
dipercaya oleh sesama manusia.
Dan ada lagi pesanku,
jangan membiasakan diri berhutang dan meminjam.
Merendahkan derajat,
terhina pada akhirnya.
Kalah kewibawaan,
orang berhutang dari yang memberi pinjaman,
nyatanya (waktu meminjam pun sudah) menghiba-hiba.
7
Luwih lara laraning kang ati,
ora kaya wong tininggal arta.
Kang wus ilang piyandele,
lipure mung yen turu,
lamun tangi sungkawa malih.
Yaiku ukumira,
wong nglirwakken tuduh,
ingkang aran budidaya.
temah papa asor denira dumadi,
tan amor lan sasama.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Sangatlah sakit sakitnya hati,
tidak seperti orang yang kehilangan harta.
Yang sudah hilang kepercayaan dirinya,
terhiburnya hanya jika tidur,
kalau bangun bersedih lagi.
Itulah hukuman bagi orang,
yang mengabaikan petunjuk,
yang disebut berusaha.
Hingga menderita, terhina kehidupannya,
tak mampu bergaul dengan sesama.
8
Kaduwunge saya angranuhi,
sanalika kadi suduk jiwa,
enget mring kaluputane.
Yen kena putraningsun,
aja kadi kang wus winuni.
Dupeh wus darbe sira,
panci pancen cukup,
becik linawan gaota.
Kang supaya kayumananing dumadi,
Manulak mring sangsaya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Penyesalannya semakin menjadi-jadi,
seketika seolah ingin bunih diri,
ingat pada kesalahannya.
Jika bisa anak-anakku,
jangan seperti yang sudah disebutkan (di atas).
Mentang-mentang engkau sudah berpunya,
walau persediaan sudah cukup,
lebih baik disertai usaha.
Agar supaya terlindungi dalam kehidupan,
terhindar dari kesengsaraan.
9
Rambah malih wasitaning siwi,
kawikana patraping agesang.
Kang kanggo ing salawase,
manising netya luruh,
angedohken mring salah tampi.
Wong kang trapsileng tata,
tan agawe rengu.
Wicara lus kang mardawa,
iku datan kasendhu marang sasami,
wong kang rumaket ika.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Tambah lagi nasehatku anakku,
ketahilah perilaku (baik) bagi orang hidup.
Yang dipakai untuk selamanya,
manisnya wajah yang sejuk,
menjauhkan dari salah faham.
Orang yang sopan perilakunya,
takkan membuat jengkel.
Bicara halus yang lemah lembut,
itu takkan ditegur sesama orang,
bahkan akan membuat akrab.
10
Karya resep mring rewange linggih,
wong kang manut mring caraning bangsa,
watekjembar pasabane.
Wong andhap asor iku,
yekti oleh panganggep becik.
Wong meneng iku nyata,
neng jaban pakewuh.
Wong aprasaja solahira,
iku ora gawe ewa kang ningali.
Wong nganggo tepanira.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Membuat nyaman teman duduknya,
orang yang menuruti aturan bangsa sendiri,
berwatak luas pergaulannya.
Orang yang rendah hati itu,
pasti mendapat anggapan baik.
Orang yang pendiam itu pasti,
di luar kerepotan.
Orang yang bersahaja dalam tindak-tanduk,
tidak akan membuat iri orang yang melihat.
Inilah sikap orang-orang yang bertenggang rasa.
11
Angedohken mring dosa sayekti.
wong kang enget iku watekira,
adoh marang bilahine.
Mangkana sulangipun,
wong kang amrih arjaning dhiri.
Yeku pangolahira,
batin lahiripun.
Ing lahir grebaning basa,
yeka aran kalakuwan ingkang becik,
margane mring utama.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Sesungguhnya menjauhkan dari dosa.
Orang yang wataknya (selalu) ingat itu,
jauh dari marabahaya.
Demikianlah nalarnya,
orang yang menginginkan keselamatan dirinya.
Itulah cara melatihnya,
secara lahir dan batin.
Dalam hal lahir menguasai tatabahasa,
(batinnya) yaitu disebut perilaku yang baik.
Itulah jalan menuju keutamaan.
12
Pepuntone nggonira dumadi,
ngugemana mring catur upaya,
mrih tan bingung pamundhine.
Kang dhingin wekasingsun,
anirua marang kang becik.
Kapindho anuruta,
mring kang bener iku.
Katri ngguguwa kang nyata,
Kaping pate miliha ingkang pakolih,
dadi kanthi neng ndonya.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Kesimpulannya dalam engkau menjalani kehidupan,
berpedomanlah kepada empat upaya,
agar engkau tidak bingung dalam mematuhinya.
Yang pertama pesanku,
tirulah hal-hal yang baik.
Yang kedua menurutlah,
kepada yang benar.
Ketiga, patuhilah yang sudah jelas.
Yang keempat pilihlah sesuatu yang ada manfaatnya,
menjadi teman di dunia ini.
13-14
Dene wulang kang dumunung,
pasuwitan jalu estri.
Lamun sregep watekira,
tan karya gela kang nuding.
Pethel iku datan dadya,
jalaran duka sayekti.
Tegen iku watekipun,
akarya lega kang nuding.
Wekel marganing pitaya.
Dene ta pangati-ati,
angedohken kaluputan.
Iku margane lestari.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Adapun ajaran yang berkenaan,
pengabdian laki-laki dan perempuan (dalam masyarakat).
Kalau rajin wataknya,
takkan membuat sesal yang menyuruh.
Bekerja efektif tidak akan menjadi,
sebab marah seseorang (yang menyuruh).
Bekerja dengan tangguh itu watak,
yang membuat puas yang menyuruh.
Bekerja sungguh-sungguh adalah jalan meraih kepercayaan.
Adapun berhati-hati,
menjauhkan kesalahan.
Itulah jalan kesinambungan.
15-16
Lawan malih wulangipun,
marganing wong kanggep nglaki.
Dudu guna japa mantra,
pelet dhuyung sarat dhesthi.
Dumunung neng patrapira,
kadi kang winahya iki.
Wong wadon kalamun manut,
yekti rinemenan nglaki.
Miturut marganing welas.
Mituhu marganing asih.
Mantep marganireng tresna.
Yen temen den andel nglaki.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Dan ada lagi nasihat,
yang membuat seorang istri dihargai suami.
Bukan guna-guna, matera-mantera,
pelet pemikat, pengasihan minyak duyung, jimat dan santet.
Letaknya pada kelakuanmu,
seperti yang dinyatakan ini.
Seorang perempuan jikalau taat,
sungguh akan disenangi suami.
Menurut menjadi sebab timbulnya rasa sayang.
Patuh menjadi sebab timbulnya rasa kasih.
Mantap menjadi sebab dari cinta.
Kalau bersungguh-sungguh akan dipercaya oleh suami.
17
Dudu pangkat dudu turun,
dudu brana lawan warni.
Ugere wong pada krama,
wruhanta dhuh anak mami.
Mung nurut nyondhongi karsa
rumeksa kalayan wadi.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Bukan pangkat bukan keturunan,
bukan harta bukan kecantikn,
pedolan orang berumah tangga.
Ketahuilah, duh anakku!
Hanyalah menurut mendukung kehendak (suami),
menjaga dengan rahasia (dalam rumah tangga itu).
18-19
Basa nurut karepipun,
apa sapakoning laki,
ingkang wajib lineksanan.
Tan suwala lan baribin.
Lejaring netya saranta,
tur rampung tan pindho kardi.
Dene condhong tegesipun,
ngrujuki karsaning laki.
Saniskara solah bawa,
tan nyatur nyampah maoni.
Apa kang lagi rinenan,
openana kang gumati.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Arti dari menurut maksudnya,
apapun yang diperintahkan suami,
wajib dilaksanakan.
Tidak membangkang dan banyak kata.
Gembira rautmukanya dan bergegas,
bahkan selesai tak perlu diulang pekerjaannya.
Adapun mendukung artinya,
menyetujui kehendak suami.
Semua perilaku dan tindak-tanduk,
tidak menggunjing, memaki atau sangsi.
Apa yang sedang digemari,
rawatlah dengan sebaik-baiknya.
20-21
Wong rumekso dunungipun,
sabarang darbeking laki,
miwah sariraning priya,
Kang wajib sira kawruhi,
wujud warna cacahira,
endi bubuhaning estri.
Wruha sangkan paranipun,
pangrumate den nastiti.
Apa dene guna kaya,
tumanjane den patitis.
Karana bangsaning arta,
iku jiwa dereng lair.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Orang (istri) menjaga maksudnya,
tehadap sembarang milik suami,
serta termasuk diri dari suaminya.
Yang harus engkau ketahui,
bentuk, warna dan jumlahnya,
bagaimana peruntukan bagi istri.
Ketahuilah asal dan penggunaannya,
perawatannya harap dengan teliti.
Apapun harta kekayaan,
penggunaanya agar tepat.
Karena macam-macam harta,
itu ibarat jiwa yang belum lahir.
22
Basa wadi wantahipun,
solah bawa kang piningit.
Yen kalair dadya ala,
saru tuwin anglingsemi.
Marma sira den abisa,
nyimpen wadi ywa kawijil.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Yang disebut rahasia jelasnya,
adalah tindak-tanduk yang disembunyikan (dari orang banyak).
Kalau terlihat menjadi keburukan,
tidak elok serta membuat malu.
Karena itu engkau hendaklah yang bisa,
menyimpan rahasia jangan sampai keluar.
23-24-25
Wulang estri kang wus pala krami,
lamun pinitados,
amengkoni mring bale wismane,
among putra maru sentanabdi.
Den angati-ati,
ing sadurungipun.
Tinampanan waspadakna dhingin,
solah bawaning wong,
ingkang bakal winengku dheweke.
Miwah watak pambekane sami,
sinuksma ing batin,
sarta dipun wanuh.
Lan takokna padatan ingkang wis,
caraning lelakon.
Miwah apa saru sesikune,
sesirikan kang tan den remeni.
Rungokena dhingin,
dadi tan pakewuh.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Nasihat kepada wanita yang sudah menikah,
apabila dipercaya,
mengelola rumah tangganya,
mengurus anak, madu, kerabat dan pegawai.
Agar berhati-hati,
pada saat sebelumnya.
Terimalah dan perhatikan dahulu,
tindak-tanduk orang,
yang akan memperistri dirinya.
Serta watak dan tabiat suami,
dijiwai dalam batin,
serta dipahami.
Dan tanyakan kebiasaan yang sudah-sudah,
tacara yang berlaku.
Serta apa saja yang tabu dilakukan dan dilarang,
hal yang dihindari dan yang tak disukai.
Dengarkan dahulu,
agar tidak serba salah.
26-27-28
Tumpraping reh pamandumingwanci,
tatane ing kono.
Umatura dhingin mring priyane,
yen pinujuno ing asepi.
Ywa kongsi baribin,
saru yen rinungu.
Mbokmanawa lingsem temah runtik,
dadi tan pantuk don.
Dene lamun ingulap netyane,
datan rengu lilih ing penggalih,
banjurna denangling,
lawan tembung alus.
Anyuwuna wulang wewalere,
nggonira lelados.
Lawan endi kang den wenangake,
marang sira wajibing pawestri.
Anggonen salami,
dimen aja padu.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Terhadap hal pembagian waktu,
yang berlaku di situ.
Bicarakan dahulu dengan suaminya,
saat di waktu sepi.
Jangan sampai terjadi ribut,
tak elok kalau didengar.
Barangkali merasa malu hingga sakit hati,
menjadi tak didapat yang dimaksud.
Adapun bila terlihat raut wajahnya,
tak terlihat kecewa dan mereda hatinya,
lanjutkan percakapannya,
dengan perkataan yang halus.
Mintalah petunjuk tentang larangan,
cara engkau melayani (suami).
Dan mana saja yang diberi wewenang,
kepadamu sebagai kewajiban seorang istri.
Pakailah selamanya,
agar jangan sampai bertengkar.