Kisah Atlantis, Karya Plato
(versi buku : Timaeus dan Critias)
Atlantis adalah pulau legendaris yang diceritakan oleh filsuf Yunani, Plato, dalam dialognya, Timaeus dan Critias. Dalam cerita tersebut, Atlantis digambarkan sebagai peradaban maju yang memiliki teknologi dan infrastruktur yang canggih, tetapi kemudian tenggelam ke dasar laut setelah dihukum oleh para dewa karena kesombongan dan keangkuhannya.
Berikut beberapa hal penting mengenai Atlantis:
1. Mitos atau Fakta ?
Atlantis lebih dikenal sebagai mitos atau legenda yang diceritakan oleh Plato, bukan sebagai peristiwa sejarah yang terbukti.
2. Deskripsi Plato.
Plato menggambarkan Atlantis sebagai pulau yang terletak di Samudra Atlantik, di seberang Pilar-Pilar Herkules (Gibraltar), dengan peradaban yang sangat maju, kota-kota yang terencana dengan baik, dan kekuatan maritim yang besar.
3. Kehancuran Atlantis.
Atlantis dikisahkan hancur akibat bencana alam, seperti gempa bumi dan banjir, yang menenggelamkan pulau tersebut ke dasar laut dalam waktu satu hari satu malam.
4. Inspirasi dan Interpretasi.
Kisah Atlantis sering dianggap sebagai alegori atau cerita moral yang digunakan Plato untuk mengkritik kelemahan manusia dan bahaya keserakahan akan kekuasaan.
5. Atlantis dalam Budaya Populer.
Legenda Atlantis telah menginspirasi berbagai karya seni, sastra, film, dan permainan video, serta menjadi sumber spekulasi dan penelitian tentang keberadaannya di dunia nyata.
Meskipun banyak spekulasi dan teori tentang lokasi Atlantis yang sebenarnya, tidak ada bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung keberadaannya sebagai peradaban yang pernah ada.
Atlantis
Atlantis adalah sebuah pulau legendaris yang diceritakan dalam tulisan Plato, Timaeus dan Critias, yang dianggap berada di Samudra Atlantik, di luar Selat Gibraltar. Namun, keberadaan Atlantis hingga kini masih menjadi misteri dan diperdebatkan, banyak yang meyakini bahwa Atlantis hanyalah mitos.
Beberapa teori mengenai lokasi Atlantis :
1. Samudra Atlantik.
Deskripsi Plato menempatkan Atlantis di seberang Selat Gibraltar, mengarah ke Samudra Atlantik. Beberapa spekulasi menyebutkan bahwa Atlantis mungkin merupakan sebuah benua besar yang tenggelam di wilayah tersebut.
2. Laut Tengah.
Beberapa teori lain menyarankan kemungkinan Atlantis berada di Laut Tengah atau bahkan di lokasi lain yang jauh dari Samudra Atlantik.
3. Nusantara.
Ada juga teori yang mengaitkan Atlantis dengan wilayah Indonesia, khususnya Sundaland, yang merupakan daratan luas yang menghubungkan pulau-pulau seperti Kalimantan, Jawa, dan Sumatera pada masa lalu.
Meskipun ada berbagai teori, belum ada bukti ilmiah yang kuat untuk mendukung keberadaan Atlantis sebagai sebuah peradaban yang nyata dan tenggelam.
Kesimpulannya, Atlantis tetap menjadi misteri yang menarik dan menjadi subjek spekulasi dan penelitian. Tidak ada lokasi pasti yang bisa dikonfirmasi untuk keberadaannya.
Atlantis Pandangan Islam & Ak Qur'an.
Dalam pandangan Islam, kisah Atlantis yang diceritakan oleh Plato dianggap sebagai mitos dan tidak memiliki dasar dalam ajaran agama Islam. Al-Quran dan hadits tidak menyebutkan tentang keberadaan Atlantis sebagai sebuah peradaban atau kerajaan yang tenggelam.
Berikut adalah beberapa poin yang perlu diperhatikan terkait Atlantis dalam perspektif Islam :
1. Tidak Ada Dalil dalam Al-Quran dan Hadits.
Al-Quran dan hadits, sebagai sumber utama ajaran Islam, tidak memuat kisah atau informasi tentang Atlantis.
2. Kisah Mitologis.
Atlantis lebih dikenal sebagai kisah mitologis yang berasal dari filsuf Yunani, Plato, bukan dari sumber-sumber keagamaan.
3. Fokus pada Kejadian Akhir Zaman.
Islam lebih menekankan pada kejadian-kejadian akhir zaman yang akan terjadi, seperti kiamat, dan tidak fokus pada kisah-kisah fiksi seperti Atlantis.
4. Pentingnya Akidah.
Penting untuk memfokuskan keyakinan pada hal-hal yang terdapat dalam Al-Quran dan hadits, serta menjauhi mitos dan cerita yang tidak memiliki dasar agama yang kuat.
Jadi, meskipun kisah Atlantis menarik dan populer, dalam konteks Islam, kisah tersebut tidak dianggap sebagai fakta sejarah atau bagian dari ajaran agama.
Kabar Kehancuran Benua Atlantis di Al Qur’an
Kabar kehancuran benua Atlantis di Al Quran :
Maka dimusnahkanlah mereka oleh suara yang mengguntur dengan hak dan Kami jadikan mereka (sebagai) sampah banjir, maka kebinasaanlah bagi orang-orang yang zalim itu
QS. al-Mu’minun (23) : 41
Kemudian Kami ciptakan sesudah mereka umat-umat yang lain :
1. QS. al-Mu’minun (23) : 42
Maka apakah kamu merasa aman (dari hukuman Tuhan) yang menjungkir balikkan sebagian daratan bersama kamu atau Dia meniupkan (angin keras yang membawa) batu-batu kecil? Dan kamu tidak akan mendapat seorang pelindung pun bagi kamu.
2. QS. al-Isra’ (17) : 68
Atau apakah kamu merasa aman dari dikembalikan-Nya kamu ke laut sekali lagi, lalu Dia meniupkan atas kamu angin taupan dan ditenggelamkan-Nya kamu disebabkan kekafiranmu. Dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun dalam hal ini terhadap (siksaan) Kami.
3. QS. al-Isra’ (17) : 69
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.
4. QS. al-Isra’ (17) : 70
Maka (masing-masing) mereka mendurhakai Rasul Tuhan mereka, lalu Allah menyiksa mereka dengan siksaan yang sangat keras. QS. al-Haqqah (69) : 10 Sesungguhnya Kami, tatkala air telah naik (sampai ke gunung) Kami bawa (nenek moyang) kamu ke dalam bahtera,
5. QS. al-Haqqah (69) : 11
agar Kami jadikan peristiwa itu peringatan bagi kamu dan agar diperhatikan oleh telinga yang mau mendengar.
6. QS. al-Haqqah (69) : 12
Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (suatu mentaati Allah) tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.
7. (QS. 17:16)
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. 12:111) Maha benar Allah dengan segala Firmannya.
Kajian Benua Atlantis di Al Qur’an menurut Nahwu Shorof.
Di buku The lost continent finally foundnyanya Arysio Santos, atlantis juga disebut Atala dari Indonesialah (Nusantara), lahir bibit-bibit peradaban yang kemudian berkembang menjadi budaya lembah Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Junani, Minoan, Crete, Roma, Inka, Maya, Aztek, dan lain-lain.
Budaya-budaya ini mengenal mitos yang sangat mirip.
Nama Atlantis diberbagai suku bangsa disebut sebagai Tala, Attala, Patala, Talatala, Thule, Tollan, Aztlan, Tluloc, dan lain-lain. Setelah terjadi letusan krakatau dan tambora, atlatis pulao surga jadi neraka dan kosong dan inilah yang di ingat oleh para leluhur atlantis yang melarikan diri ke benua lain lalu apakah ada hubungan antara makna kata atala/atlantis (setelah hancur/kosong) dengan makna atala pada al-Quran di bawah ???? apa pendapat anda ? ‘ATHAL (Kekosongan).
‘Athal adalah bentuk mashdar (noun) dari kata kerja ‘athila – ya‘thalu (عَطِلَ – يَعْطَل), tersusun dari huruf-huruf ‘ain, tha, dan lam yang arti denotasinya “kosong”, “luang”. Makna itu kemudian berkembang menjadi, antara lain : “tak berpenghuni” (rumah) karena isinya kosong; “terlantar” digunakan untuk binatang gembala yang tidak ada penjaganya; “tidak berair” (sumur); “tidak mengenakan pakaian” (wanita); “libur” karena sekolah/kantor dikosongkan; “menganggur” karena kosong dari pekerjaan; “macet” karena kosong dari fungsinya; “tunda” karena mencari waktu luang yang lain; “tidak hujan” karena ada mendung tetapi tidak turun.
Kata ‘athal dan pecahannya di dalam al-Quran terulang dua kali, di mana masing-masing dalam bentuk kata kerja lampau muannats, ‘uththilat (عُطِّلَتْ = ditinggalkan) yang terdapat di dalam S. At-Takwîr [81]: 4 dan bentuk ism maf’ûl muannats, mu‘aththalah(مُعَطَّلَة = yang dikosongkan, yang ditinggalkan) yang terdapat pada S. Al-Hajj [22]: 45.
Masing-masing bunyi teks dan terjemahannya sebagai berikut :
1. Pertama, wa idza al-‘isyâru ‘uththilat (وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ = dan ketika unta-unta yang bunting ditinggalkan [tidak diperdulikan]);
2. Kedua, faka’ayyin min qaryatin ahlaknâhâ wa hiya zhâlimatun fahiya khâwiyatun ‘alâ ‘urûsyihâ wa ba‘rin mu‘aththalatin wa qashrin masyîd =
Ulama berbeda pendapat mengenai makna kata ‘uththilat di dalam S. At-Takwîr [81]: 4.
Imam As-Suyuthi dan Mujahid mengartikannya dengan “ditinggalkan”; Ubay bin Ka‘ab dan Ad-Dhahak mengartikannya dengan “diabaikan”; Ar-Rabi‘ bin Haisam mengartikannya dengan “tidak ada penjaganya” karena di dalam ayat tersebut kata ‘uththilat dikaitkan dengan unta-unta hamil. Meskipun mereka berbeda dalam memaknai kata tersebut, namun maksudnya sama, yaitu ketika unta-unta hamil itu ditinggalkan oleh pemiliknya. Ayat ini, menurut al-Qurthubi, menggambarkan sebagian dari situasi di hari kiamat, di mana sekitarnya ada orang yang memiliki unta-unta hamil yang bagi orang-orang Arab merupakan harta yang sangat berharga ketika ayat ini turun, namun kemudian diterlantarkan dan tidak dihiraukan lagi karena sibuk mengurusi diri mereka sendiri.
Ada yang berpendapat, maksud ayat tersebut adalah ketika manusia dibangkitkan dari kubur juga seluruh harta miliknya, termasuk unta-unta yang sedang hamil tua. Pada saat itu, manusia tidak lagi menghiraukan hartanya itu, termasuk yang unta-unta yang sedang hamil tua dan uang sangat disayangi ketika di dunia, karena mengurusi dirinya sendiri.
Adapun kata mu‘aththalah di dalam S. Al-Hajj [22]: 45 berkedudukan sebagai kata sifat dari kata bi‘r (بِعْرٌ = sumur). Tafsirnya diperselisihkan oleh ulama.
Ada yang berpendapat artinya adalah (sumur) yang ditinggalkan, seperti kata As-Suyuti dan Ad-Dhahak.
Ibnu Katsir mengartikannya dengan sumur yang tidak lagi menjadi sumber air minum dan tidak ada lagi orang yang mendatanginya. Ada juga yang berpendapat, maknanya adalah tidak berair, atau tidak ada pemiliknya karena telah binasa, atau tidak ada tali dan timbanya. Semua pendapat tersebut mempunyai kemiripan.
Pada intinya sumur itu tidak lagi digunakan karena kosong airnya, atau ditinggalkan/diterlantarkan oleh pemiliknya, atau kosong dari tali dan timba. Perbedaan itu terjadi karena mereka berusaha menyesuaikan makna dasar mu‘aththalah, yaitu “kosong” yang disesuaikan dengan konteks kalimatnya.
Penggunaan mu‘aththalah di dalam ayat tersebut berkaitan dengan banyaknya umat terdahulu yang dibinasakan Allah dengan menghancurkan kotanya, meruntuhkan istananya, dan mengeringkan sumurnya, karena mereka menzhalimi diri mereka sendiri dengan menentang para rasul yang diutus Allah kepada mereka. Ayat ini merupakan penghibur dan pembesar hati Nabi Muhammad SAW. dalam berdakwah, juga bagi umatnya, di mana nabi-nabi terdahulu juga mengalami dan berhadapan dengan umatnya yang menentang ajaran yang mereka bawa, tetapi pada akhirnya para penentang itulah yang binasa.
Lokasi Atlantis.
“Kekuatan ini datang dari samudera Atlantik. Pada waktu itu, samudera Atlantik dapat dilayari dan ada sebuah pulau yang terletak di hadapan selat yang engkau sebut pilar-pilar Herkules. Pulau itu lebih luas dibandingkan dengan gabungan Libya dan Asia dan pilar-pilar ini juga merupakan pintu masuk ke pulau-pulau lain di sekitarnya, dan dari pulau-pulau itu engkau dapat sampai ke seluruh benua yang menjadi pembatas laut Atlantik. Laut yang ada di dalam pilar-pilar Herkules hanyalah seperti sebuah pelabuhan yang memiliki pintu masuk sempit. Namun laut yang di luarnya adalah laut yang sesungguhnya, dan benua yang mengelilinginya dapat disebut benua tanpa batas. Di wilayah Atlantis ini, ada sebuah kerajaan besar yang memerintah keseluruhan pulau dan pulau lain disekitarnya serta sebagian wilayah di benua lainnya” (Timaeus)
Asal mula bangsa Atlantis
“Sebelumnya aku telah berbicara mengenai pembagian wilayah yang diadakan bagi para dewa dan bagaimana mereka tersebar ke seluruh dunia dalam proporsi yang berbeda-beda. Dan Poseidon, menerima bagiannya, yaitu pulau Atlantis.” (Critias)
“Di tengah-tengah pulau itu ada sebuah dataran yang dianggap terbaik dan memiliki tanah yang subur. Di situ ada sebuah gunung yang tidak terlalu tinggi di masing sisi-sisinya. Di gunung itu tinggal seorang pria fana bernama Evenor yang memiliki seorang istri bernama Leucippe. Mereka memiliki satu anak perempuan bernama Cleito. Ketika Cleito telah dewasa, ayah dan ibunya meninggal dunia. Poseidon jatuh cinta dan bersetubuh dengannya.” (Critias)
Karakteristik Tanah Atlantis.
“Poseidon lalu memecahkan tanah di sekitar bukit tempat tinggal Cleito sehingga bukit itu terpisah dari dataran lain. Bukit itu sekarang dikelilingi oleh laut yang berbentuk lingkaran. Poseidon membuat dua bagian daratan seperti ini sehingga jumlahnya menjadi dua daratan yang dikelilingi tiga wilayah perairan.” (Critias)
“Masing-masing daratan memiliki sirkumferen yang berjarak sama dari tengah pulau tersebut. Jadi tidak ada satu orang dan satu kapalpun yang dapat mencapai pulau itu. Poseidon lalu membuat dua mata air di tengah-tengah pulau, satu air hangat dan satu lagi air dingin. ia juga membuat berbagai macam makanan muncul dari tanah yang subur.” (Critias)
Nenek Moyang bangsa Atlantis.
“Poseidon dan Cleito memiliki lima pasang anak kembar laki-laki. Ia lalu membagi pulau Atlantis menjadi sepuluh bagian. Ia memberikan kepada anak tertua dari pasangan kembar pertama tempat kediaman ibu mereka dan wilayah yang mengelilinginya yang merupakan tanah terluas dan terbaik. Ia juga menjadikannya raja atas saudara-saudaranya. Poseidon memberi nama anak itu Atlas. Dan karenanya seluruh pulau dan samudera itu disebut Atlantik.” (Critias)
Kemakmuran Bangsa Atlantis.
“Tanah Atlantis adalah tanah yang terbaik di dunia dan karenanya mampu menampung pasukan dalam jumlah besar.” (Critias)
“Tanah itu juga mendapatkan keuntungan dari curah hujan tahunan, memiliki persediaan yang melimpah di semua tempat.” (Critias)
“Orichalcum bisa digali di banyak wilayah di pulau itu. Pada masa itu Orichalcum lebih berharga dibanding benda berharga apapun, kecuali emas. Di pulau itu juga banyak terdapat kayu untuk pekerjaan para tukang kayu dan cukup banyak persediaan untuk hewan-hewan ternak ataupun hewan liar, yang hidup di sungai ataupun darat, yang hidup di gunung ataupun dataran. Bahkan di pulau itu juga terdapat banyak gajah” (Critias)
Struktur Masyarakat Atlantis.
“Pada masa itu, wilayah Atlantis didiami oleh berbagai kelas masyarakat. Ada tukang batu, tukang kayu, ada suami-suami dan para prajurit. Bagi para prajurit, mereka mendapat wilayah sendiri dan semua keperluan untuk kehidupan dan pendidikan disediakan dengan berlimpah. Mereka tidak pernah menganggap bahwa kepunyaan mereka adalah milik mereka sendiri. Mereka menganggapnya sebagai kepunyaan bersama. Mereka juga tidak pernah menuntut makanan lebih banyak dari yang dibutuhkan.” (Critias)
“Para prajurit ini tinggal di sekitar kuil Athena dan Hephaestus di puncak bukit. Di tempat itu mereka kemudian membuat pagar untuk melindungi tempat itu. Di sebelah utara, mereka membangun ruangan untuk makan di musim dingin dan membuat bangunan-bangunan yang dapat digunakan untuk kebutuhan bersama.” (Critias)
“Mereka tidak memuja emas dan perak karena bagi mereka, semua itu tidak ada gunanya. mereka juga membangun rumah sederhana dimana anak-anak mereka dapat bertumbuh.” (Critias)
‘Inilah cara mereka hidup, mereka menjadi penjaga kaum mereka sendiri dan menjadi pemimpin bagi seluruh kaum Helenis yang dengan sukarela menjadi pengikut mereka. Lalu mereka juga menjaga jumlah perempuan dan laki-laki dalam jumlah yang sama untuk berjaga-jaga bila terjadi perang. Dengan cara inilah mereka mengelola wilayah mereka dan seluruh wilayah Hellas dengan adil. Atlantis menjadi sangat termashyur di seluruh Eropa dan Asia karena ketampanan dan kebaikan hati para penduduknya.” (Critias)
Teknologi Atlantis
“Mereka membangun kuil, istana dan pelabuhan-pelabuhan. Mereka juga mengatur seluruh wilayah dengan susunan sebagai berikut : pertama mereka membangun jembatan untuk menghubungkan wilayah air dengan daratan yang mengelilingi kota kuno. Lalu membuat jalan dari dan ke arah istana. Mereka membangun istana di tempat kediaman dewa-dewa dan nenek moyang mereka yang terus dipelihara oleh generasi berikutnya. Setiap raja menurunkan kemampuannya yang luar biasa kepada raja berikutnya hingga mereka mampu membangun bangunan yang luar biasa besar dan indah.” (Critias)
“Dan mereka membangun sebuah kanal selebar 300 kaki dengan kedalaman 100 kaki dan panjang 50 stadia (9 km). Mereka juga membuat jalan masuk yang cukup besar untuk dilewati bahkan oleh kapal terbesar dan Lewat kanal ini mereka dapat berlayar menuju zona terluar.” (Critias)
Kehancuran Pulau Atlantis
“9.000 tahun adalah jumlah tahun yang telah berlangsung sejak perang yang terjadi antara mereka yang berdiam di luar pilar-pilar Herkules dengan mereka yang berdiam di dalamnya. Perang inilah yang akan aku deskripsikan.” (Critias)
“Pasukan yang satu dipimpin oleh kota-kota Athena. Di pihak lain, pasukannya dipimpin langsung oleh raja-raja dari Atlantis, yaitu seperti yang telah aku jelaskan, sebuah pulau yang lebih besar dibanding gabungan Libya dan Asia, yang kemudian dihancurkan oleh sebuah gempa bumi dan menjadi tumpukan lumpur yang menjadi penghalang bagi para penjelajah yang berlayar ke bagian samudera yang lain.” (Critias)
“Banyak air bah yang telah terjadi selama 9.000 tahun, yaitu jumlah tahun yang telah terjadi ketika aku berbicara. Dan selama waktu itu juga telah terjadi banyak perubahan. Tidak pernah terjadi dalam sejarah begitu banyak akumulasi tanah yang jatuh dari pegunungan di satu wilayah. Namun tanah telah berjatuhan dan menimbun wilayah Atlantis dan menutupinya dari pandangan mata.” (Critias)
“Karena hanya dalam semalam, hujan yang luar biasa lebat menyapu bumi dan pada saat yang bersamaan terjadi gempa bumi. Lalu muncul air bah yang menggenang seluruh wilayah.” (Critias)
“Namun sesudah itu, muncul gempa bumi dan banjir yang dashyat. Dan dalam satu hari satu malam, semua penduduknya tenggelam ke dalam perut bumi dan pulau Atlantis lenyap ke dalam samudera luas. Dan karena alasan inilah, bagian samudera disana menjadi tidak dapat dilewati dan dijelajahi karena ada tumpukan lumpur yang diakibatkan oleh kehancuran pulau tesebut.” (Timaeus)
Penutup.
Pelajaran dari Atlantis.
“Selama banyak generasi, karakter yang mulia hidup di dalam diri mereka, mereka patuh kepada hukum dan memiliki ketertarikan yang kuat kepada dewa. Mereka memiliki jalan hidup yang baik, menggabungkan kelemahlembutan dengan kebijaksanaan di dalam berbagai aspek kehidupan dan dalam hubungannya dengan sesam.” (Critias)
“Mereka tidak mau mengangkat senjata melawan sesamanya, dan mereka akan segera bergegas menolong rajanya ketika ada usaha untuk menggulingkannya. Mereka menolak segala kejahatan dan hanya melakukan kebaikan. Mereka hanya menaruh sedikit perhatian untuk kehidupan mereka sendiri. Mereka menganggap remeh harta benda emas dan perak yang sepertinya hanya menjadi beban bagi mereka.” (Critias)
“Bahkan ketika mereka berkelimpahan di dalam kemewahan, mata hati mereka tidak dibutakan olehnya. Mereka sadar bahwa kekayaan mereka akan bertambah oleh perbuatan baik dan persahabatan antara satu dengan yang lain yang juga disertai dengan penghormatan antara sesama. Karakter-karakter semacam itu terus bertumbuh di antara mereka.” (Critias)
“Namun, karakter-karakter mulia tersebut mulai memudar dan menjadi terlalu sering dikompromikan. Mereka bercampur dengan sifat-sifat duniawi, dan sifat itu kemudian menjadi pengendali. Karena itu mereka tidak mampu lagi menanggung kekayaan yang mereka miliki. Mereka mulai berperilaku tidak sepantasnya dan mata mereka menjadi rabun karena mereka telah kehilangan harta mereka yang paling berharga.” (Critias)
“Zeus, raja para dewa yang memerintah berdasarkan hukum dan mampu melihat perbuatan-perbuatan jahat yang mereka lakukan mulai mencanangkan hukuman bagi ras yang terhormat itu supaya mereka dapat disadarkan dan dimurnikan. Lalu ia mulai mengumpulkan para dewa dari tempat kediaman masing-masing. Setelah mereka semua berkumpul, Zeus berkata : …………” (Critias)
Kesimpulan sementara :
Dan dengan kalimat itulah Critias berakhir, tidak terselesaikan. Jadi kita tidak akan pernah tahu apa yang ingin dikatakan oleh Zeus. Tapi bahkan walaupun buku ini tidak pernah terselesaikan, pengaruhnya terhadap umat manusia jauh lebih besar dibandingkan dengan ribuan buku lainnya.
Koleksi artikel Imajiner Nuswantoro