WIJI, JIWO, WOJO, JOWO
ꦮꦶꦗꦶ꧈ꦗꦶꦮꦺꦴ꧈ꦮꦺꦴꦗꦺꦴ꧈ꦗꦺꦴꦮꦺꦴ
Wiji Jiwo Wojo Jowo (bhs Jawa : Bibit Jiwa, Kekuatan Jawa) adalah istilah yang sering digunakan dalam konteks budaya dan filosofi Jawa.
Secara harfiah :
- Wiji berarti bibit atau benih,
- Jiwo berarti jiwa,
- Wojo berarti kekuatan atau energi, dan
- Jowo berarti Jawa.
Secara keseluruhan, ungkapan ini menekankan pentingnya menjaga dan mengembangkan kekuatan batin (jiwa) yang bersumber dari budaya Jawa (jowo).
Wiji Jiwo adalah bibit jiwa yang harus ditumbuhkan dan dirawat, sementara Wojo Jowo adalah kekuatan Jawa yang harus dijaga dan digunakan untuk mencapai keseimbangan dan kebahagiaan.
Dalam konteks wayang kulit Jawa, Simbolisme Tri Admaja Mandura Kangdadewa, juga sering dikaitkan dengan Wiji Jiwo Wojo Jowo.
Simbolisme ini menekankan pada aspek aku (diri) manusia yang memiliki potensi untuk menjadi baik dan mulia, serta kekuatan yang bersumber dari budaya Jawa.
Singkatnya, Wiji Jiwo Wojo Jowo adalah sebuah filosofi yang mengingatkan kita untuk terus mengembangkan potensi batin dan menjaga kekuatan budaya.
WIJI WOJO JIWO JOWO
Simbolisme Tri Admaja Mandura Kangsadewa.
Simbolisme Tri Admaja Mandura merujuk pada aku aku dalam diri manusia. Pinjam kata kata Ki Hajar Dewantara (Cipta, Rasa, Karsa) untuk melabeli peta jiwa. Narayana, Lara Ireng dan Kokresana me-representasi-kan Cipta, Rasa, Karsa manusia.
JIWA SADAR (KESADARAN)
Narayana memiliki senjata Cakra yang ditempatkan di kepala. Artinya, disitulah tempat olah cipta atau olah pikir. Pada setiap lakon wayang bila ada tokoh hadir dalam penyamaran, senjata Cakralah yang membuka kedok penyamarannya. Itulah kesadaran manusia. Titis dalam menelusur dan menelisik sesuatu.
Narayana adalah simbol sentral kesadaran manusia. Piranti kesadaran-nya adalah indra, pikir, dan rasa rasional plus intuisi. Indra menangkap sesuatu, pikir menandai, dan rasa memaknai. Dus, Narayana representasi demensi Cipta.
Cipta membawa nilai kebagusan: baik, indah, dan keren. Namun makna ketiga kualitas itu tergantung makom kesadarannya. Maksudnya?
Contoh aksi bersedekah. Bersedekah untuk narsis dan bersedeka untuk welas asih. Yang narsis produk makom kesadaran rendah, sedangkan yang welas asih produk makom kesadaran tinggi. Dus, Narayana memiliki kesadaran tinggi. Bisa dikata dia punya kesadaran murni saat Batara Wisnu duduk di sana.
JIWA BAWAHSADAR
Kakresana adalah representasi jiwa tidak sadar (bawahsadar). Ku gunakan istilah bawahsadar hanya untuk mempermudah Siro mengingat. Aslinya, oleh pakar ilmu jiwa ini, dalam karyanya, disebut ‘collective unconsciousness' atau jiwa tidak sadar universal.
Apa itu?
Jiwa yang ini tidak bisa dimengerti oleh pemiliknya. Bahkan kesadaran sering mengabaikan bagian jiwa ini.
Jiwa bawahsadar ini punya cara kerja sendiri. Salah satu contohnya naluri kita, ‘instinct’ kita bisa bekerja sendiri tanpa perintah pikir. Saat Siro terpojok, tubuh Siro bisa melompat pagar tinggi, yang tidak mungkin Siro lakukan pada situasi normal. Inilah karsa, yang tentu tidak hanya naluri. Dan bagian jiwa ini direpresentasikan dengan simbol karakter Kakresana.
Kakresana memiliki senjata Nanggala dan Alugara, pas sebagai simbol kodrat irodat. Kakresana di masa tua-nya bernama Baladewa. Menurut Ki Eyang Djati Koeseomo, nama Baladewa bisa dimaknai Bala adalah ‘bolo’ dan Dewa adalah gaib. Artinya, tokoh ini adalah warga atau ‘koncone’ gaib. Dus, bisa dikata Kakresana adalah jiwa gaib atau yang tak terpahami oleh kesadaran manusia sendiri.
Kakresana adalah simbol Karsa. Karsa adalah bagian jiwa gaib yang memiliki cara kerja sendiri yang bersifat kodrat irodat, direpresentasikan dengan kehadiran Nanggala dan Alugara.
Kalau kesadaran membawa nilai kebagusan, jiwa bawahsadar tidak membawa keberpihakan atau netral. Karena itu Kakresana atau Baladewa terceritakan tak terlibat dalam pergulatan konflik kepentingan Klan Pandawa dan Klan Kurawa. Baladewa netral tidak hadir di Kuruseta selama Baratayuda berkecamuk.
Kakresana merepresentasikan karsa, namun bila ini dipahami oleh kesadaran murni. Dia adalah simbol Karsa-Ne.
TULUSING KARESNAN
Lara Ireng adalah simbol cinta tulus. Kualitas melindungi, menyatukan, peka, dan peduli. Kualitas ibarat jembatan penghubung antara jiwa sadar atau dunia pikir (cipta) dengan dunia tidak sadar (bawahsadar) atau karsa.
Karsa punya cara kerja sendiri yang sering di-salahmengerti oleh pikir. Miskomunikasi ini yang akan mengakumulasi perlawanan atau stres yang menuntut kompensasi.
Kompensasi berupa tindakan tak sadar yang bikin kacau pikiran. Dalam panik pikiran tak jernih hingga melahirkan keputusan atau dorongan negatif seperti kianat, tipu tipu, atau keputusan lain yang tak etis.
Hanya rasa yang mampu menangkap apa yang dimaui karsa untuk dikomunikasikan pada kesadaran agar bertindak sinergis.
Itulah peran Lara Ireng atau rasa. Kekuatan rasa cinta kasih yang melumpuhkan jiwa jiwa keras yang bermasalah.
JIWA ANGKARA MURKA
Saat Tri Admaja belum bersinergi. Jiwa JAHAT yang mewarnai jiwa manusia. Dalam cerita wayang, sisi tergelap manusia ini disimbolkan dengan tokoh Kangsadewa. Kangsadewa adalah produk sisi gelap manusia.
Sisi jahat manusia bisa sirna saat kesadaran (Narayana) mengerti jiwa bawahsadar (Kakresana) dalam memainkan senjata Nanggala-nya untuk menyeimbangkan demensi gaib. Dan, dengan cinta tulus Lara Ireng Kangsadewa bisa dilumpuhkan.
Tri Admaja nyawiji atau menyatu sebagai wahana kejayaan Mandura.
Wiji Wojo Jiwo Jowo. Dulur dulur nyawiji menjadi jiwa merdeka, jiwa utuh njawani.
Imajiner Nuswantoro