RSI AGASTYA
Foto : Arca Rsi Agastya |
Rsi Agastya juga diposisikan sebagai Adi Guru atau guru yang utama dalam memberikan pembelajaran.
Dalam Prasasti Porong, Agastya Yatra, artinya perjalanan suci Rsi Agastya yang tidak mengenal kembali dalam pengabdiannya untuk Dharma.
Pita Segara, artinya bapak dari lautan, karena mengarungi lautan-lautan luas demi untuk Dharma.
Dalam beberapa kitab Agastya dijelaskan, Lontar Agastya Parwa, Agnihotra sebagai persembahan berupa minyak dari biji-bijian(kranatila), madu kayu cendana (sri wrksa) mentega susu dan sebagainya seperti digambarkan dalam Kakawin Ramayana I.24-27. Kemudian Maha Resi Agasta sebagai Batara Guru, sebagai Siwa dan sebagai pendamping bangsa Arya, kebanyakan simbol karena beliau pembawa tirta amerta dan trisula, pembawa dharma dari lautan selatan, siva shidanta.
Dalam Perkembangan sejarah Hindi salah satu Maha Rsi yang terkenal adalh Rsi Agasty, besar sekali jasa-jasanya dalam mengembangkan agama Hindu.
Rsi Agastya dalam Pustaka Purana dan Maha Bharata di sebutkan dilahirkan didesa Kasi, Benares India, adalah seorang penganut (isme/paham) Hindu Shiwa yang amat taat.
Rsi Agastya adalah Maha Guru yang manpu sebagai penerangan suci kepada masarakat di seluruh pelosok pedesaan di India.
Ketika Sri Rsi Agastya meninggalkan desa Kasi menuju ke Selatan sebagai Dharmaddhuta menyebarkan ajaran Ajaran Hindu.
Di wilayah India Selatan Rsi Agastya mampu mengalhkan Asura (penjahat) dengan semua ajaran-ajaran Hindu (kasih sayang) sehingga menjadikan daerah selatanan sebagai Basis Perkembangan Agama Hindu (Dharma).
Kemuliaaan Rsi Agastua menyebar sampai India Belakang, Asia dan Indonesia.
Dalam prasasti-prasasti yang terdapat di Iundia Belakang nama Rsi Agastya sering disebut-sebut.
Sedang di Indonesia nama Rsi Agastya tercantum dalam Prasasti Dinaya. Pada Abad ke VIII di Jawa Tikmur, dibautkan Pelingguh (Padmasana) untuk Rsi Agastya. Oleh kebesaran dan Kesucian (Dharma) Rsi Agastya, maka Rsi Agastya juga mendapat julukan Bhatara Guru sebagai perwujudan Bhatara Shiwa mangejawantah di Jagad Raya ini dalam membabar/mengajaran Dharma (Agama) Hindu.
Dalam prasasti Dinaya (Jawa Timur) adalah sebuah prasasti yang menyebut nama Rsi Agastya pada tahun sakha 682.
Seorang raja Gajayana membangun Pura Suci yang amat indah untuk Rsi Agastya, dengan maksud untuk memohon biminan / ajaran Suci sebagai kekuatan (batin).
Juga di Daerah Porong, terdapat Prasasti berangka tahun saka 785, menyebutkan bahwa, selama matahari dan bulan ada di cakrawala dan selama dunia di kelilingin oleh empat samudra luas, selama dunia ini dipenuhi oleh hawa, selama itu ada kepercayaan kepada Rsi Agatya (sebagai Guru).
Di Bali nama Rsi Agastya di muliakan sebagai saksi penyumpahan (masarakat dan pejabat), dan hanya dipakkai hanya terbatas,bdi Bali, Jawa dan Lombok saja, tetapi juga Sulawesi bagian selatan, Kalimantan.
Mengingat usaha-usaha dalam Dharmayatra ini banyak istilah : Julukan/Gelar yang di berikan kepada Rsi Agastya
Nama / Gelar yang di berikan pada Maha Rsi Agastya :
1. Agastya Yatra : perjalanan Suci (Ritual ke petilasan-petilasan) yang tak mengenal kembali dalam pengabdianya untuk Dharma (Ketuhanan agama)
2. Pita Sagara : artinya Guru yang datang dari lautan/samudra, karena kedatanganya mengarungi samodra luas. (Sumber upadesa).
Foto : Penemuan Arca dan Batuan Candi Peninggalan Mataram Kuno di Dusun Kalijeruk, Desa Widodomartani, Kec. Ngemplak, Kab. Sleman, DIY |
KEDATANGAN RSI AGASTYA DI INDONESIA
Rsi Agastya adalah seorang pendeta yang menyebarkan agama Hindu dari India Utara ke India Selatan. Beliau sangat berjasa di dalam penyebaran kebudayaan Hindu di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Di Asia Tenggara beliau juga dikenal dengan nama Pitasagarah, artinya beliau mengarungi lautan luas dan tidak pernah kembali lagi. Di India perjalanan beliau disebut dengan Agastya-yatra, artinya perjalanan suci. Perjalanan beliau tidak mengenal lelah di dalam menyebarkan kebudayaan Hindu tidak hanya di India tetapi ke luar India. Ia dikatakan telah memiliki Siwajnana, pengetahuan sempurna tentang hakikat Siwa. Beliau merupakan contoh pendeta Hindu ideal.
Informasi kedatangan Rsi Agastya di Indonesia termuat dalam sejumlah sumber baik kesusastraan maupun prasasti dan diperkuat dengan arca, seperti dapat dilihat di dalam sejumlah candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Prasasti pertama yang menyebutkan kehadiran Rsi Agastya adalah prasasti Dinoyo bertahun 682 Saka atau 760 Masehi di Jawa Timur. Juga di dalam prasasti Pereng tahun 785 Saka atau 863 Masehi di Jawa Tengah. Lakon-lakon di dalam Mahabharata menginformasikan kehadiran Rsi ini, misalnya di dalam cerita Bambang Kumbayana. Kedatangan Rsi Agastya, rsi pertama India ke Indonesia untuk menyebarkan ajaran Hindu. Di dalam teks Tantu Pagelaran dimuat kisah kelahiran Rsi Agastya.
Berikut ini kutipan teks dimaksud :
"Ucapen ta laksana bhatara jagatwisesa, anggasta yinuganira hinasti, siniramning Tatwamertha siwamba, yinuganira matmahana dewata purusangkara. Inararan bhagawan Agasti, inanugrahan kawikun de bhatara, kinwan matyapaha ring gunung Kawi. Tinher makadrwya kang gunung Kawi pinakapacihna pawkas bhatara Guru".
Artinya :
(Untuk bicara tentang cara-cara Bhatara Jagadwisesa; dia mengarahkan yoga-nya pada ibu jarinya dan menjadikan abu yang kemudian disiramnya dengan air suci Tattwamrta dan melakukan yoga sehingga menjadi dewata bertubuh manusia. Dia mendapatkan nama Agasti yang terhormat sebagai tanda kehormatan dan menerima kedudukan wiku dari bhatara dan menerima perintah melakukan pertapaan di gunung Kawi. Sejak itu gunung Kawi menjadi miliknya sebagai tanda penugasan Bhatara Guru).
KEHADIRAN RSI AGASTYA DI BALI
Di Bali arca Rsi Agastya juga ditempatkan di bagian Selatan, seperti ditemukan pada relung miniatur candi dalam bentuk relief di pura Desa Pedapdapan Pejeng, Gianyar dan pura Jaksan Bedahulu, pura Dalem Bedahulu, pura Melanting Pejeng, Kabupaten Gianyar dan lain-lain. Di Bali beliau juga dikenal dengan Agasti Maharsi, yaitu dalam sumpah :
"Nda nihan lingnya ong indah ta kita kamung hyang haricandanagasti maharsi... skvaih ta bhatara baprakesvara...".
Kehadiran Rsi Agastya di Bali memang belum banyak yang terungkap walaupun secara ikonografis ada sejumlah bukti yang memberikan data-data kehadiran beliau di Bali. Orang-orang suci asal Jawa yang sering disebut-sebut menyebarkan ajaran Hindu di Bali adalah Rsi Markendya, Mpu Kuturan, Mpu Baradah, Danghyang Nirartha (Dwijendra), dan Danghyang Astapaka.
Sebutan Rsi Agastya adalah Bhatara Guru. Jika kata guru ini diteliti dalam kaitan kehadiran Rsi Agastya sebagai penyebar paham Siwa, maka persoalan akan menjadi menarik manakala kita mengamati praktek keagamaan Hindu di Bali. Ekspresi rasa agama dalam bentuk ritual dan upakara yajna nampaknya bisa mengungkapkan kehadiran Rsi Agastya ini.
SALAH SATU MURID MAHA RSI AGASTYA ADALAH MAHA RSI MARKANDEYA
Maha Rsi Markandeya yang membawa ajaran Weda / Siwa di Indonesia.
Pada saat ke Indonesia Mahs Rsi Markandeya mendapat pencerahan di gunung Hyang (sekarang di sebut gunung Dieng) .
Di gunung Dieng ini beliau mendapat pawisik agar membuat pelinggih di Tohlangkir (sekarang di sebut Besakih). Dan harus di tanami Panca Datu yang terdiri dari unsur emas, perak, tembaga, besi, dan permata mirah delima.
Setelah itu Maha Rsi Markandeya menetap di Taro (Tegal Lalang Gianyar), dari pencerahan pencerahan yg di dapat digunung Dieng dan di Tohlangkir (Besakih) beliau memantapkan ajaran Syiwa kepada para pengikutnya dalam bentuk ritual : SURYA SEWANA, Bebali (Banten) dan Pecaruan.
Karena semua ritual menggunakan Banten atau Bebali dan ketika itulah agama ini di sebut agama Bali
Daerah tempat tinggalnya di namakan Bali, jadi yg bernama Bali mula mula hanya daerah Taro (Tegal Lalang Gianyar) saja.
Namun kemudian keseluruhan pulau ini di namakan Bali karena seluruh penduduk melaksanakan ajaran Syiwa menurut petunjuk Maha Rsi Markandeya yang menggunakan Bebali /Banten.
Inilah sebabnya Bali tidak bisa lepas dengan Banten upacara yadnya yang merupakan warisan luhur para tertua nenek moyang zaman dulu.
Karena sedemikian luasnya isi dari Weda dan terbentur bahasa dari mantra mantra Weda maka diciptakan Banten sebagai simbolis dari mantra mantra yang ada dalam Weda.
Sumber-sumber ajaran agama Hindu Bali berasal dari kitab kitab berbahasa Sansekerta, namun kebanyakan di tulis dalam bahasa Jawa kuno antara lain kitab :
- BHUWANAKOSA,
- JNANA SIDDHANTA,
- TATWA JNANA,
- WRHASPATI TATAWA, dan
- SARASAMUSCAYA.
Semuanya mengajarkan Syiwa Tattwa, kecuali SARASAMUSCAYA lebih banyak mengajarkan susila tingkah laku dan etika.
Di samping itu juga terdapat banyak lontar lontar indik yang menjadi rujukan pelaksanaan kehidupan umat beragama dan masyarakat Bali seperti lontar wariga yaitu lontar tentang pertanian, pertukangan, organisasi sosial dll.
Juga terdapat gubahan dari ITIHASA WEDA seperti PARWA MAHABHARATA dan RAMAYANA.
ITIHASA dan PURANA WEDA juga menjadi sumber dalam kehidupan berkesenian di Bali terutama kesenian.
HARI RAYA PAGERWESI
Hari dimana kita melakukan penghormatan kepada Bethara Guru atau Maha Rsi Agastya.
Maha Rsi Agastya merupakan salah satu reinkarnasi dari Jiwa Luhur yang membawa ajaran budi ke Bumi Nusantara yang masih belum banyak dipahami oleh banyak orang.
Biarlah Kesejatian beliau dapat terungkap dan dikenal luas sehingga ajaran “Budi” nya dapat dipahami dan diamalkan dalam proses kehidupan.
SAPTA MAHA RESI
(7 Nabi Agung Penerima Wahyu Kitab Weda yang Dikenal di Nusantara)
Nabi Agung penerima Wahyu Suci Tuhan dalam Hindu disebut sebagai Rsi. 7 Nabi Agung penerima Wahyu Weda ini disebut sebagai Sapta Rsi (Tujuh Nabi Agung).
Di Majapahit dan kerajaan-kerajaan Hindu Nusantara sebelumnya, seperti dalam era awal Medang Kamulan (sekitar tahun 500-700 Masehi) telah dikenal nama Nabi atau Rsi Penerima Wahyu Suci Weda.
Penghormatan tokoh suci penerima wahyu Weda yang paling populer di Nusantara adalah penghormatan pada Rsi Agastya. Di Jawa bagian tengah ditemukan prasasti bukti pemuliaan Rsi Agastya bertahun 732 Masehi dan di wilayah Jawa bagian timur berangka tahun 760 Masehi.
Rsi Agastya adalah salah satu dari Sapta Rsi yang dinilai paling berjasa dan paling dikenal luas serta paling berpengaruh dalam penyebaran Hindu di Nusantara.
Siapa saja 6 Rsi lainnya?
Nama-nama Rsi yang tersebut tercantum dalam kitab Jaiminiya Brahmana 2.218-221, sebagai berikut :
Agastya, Atri, Bharadwaja, Gotama, Jamadagni, Wasista, dan Wiswamitra.
Dalam kitab Brihadaranyaka Upanisad 2.2.6 ada perbedaan tipis :
Gotama dan Bharadwaja, Wiswamitra dan Jamadagni, Wasista dan Kasyapa dan Atri, Bregu. Sementara itu dalam kitab Gopatha Brahmana 1.2.8 mencantumkan Wasista, Wiswamitra, Jamadagni, Gautama, Bharadwaja, Gunggu, Agastya, Bregu dan Kasyapa.
Kesemuanya dimuliakan dan disebutkan dalam puja-mantra pandita suci di era Jawa Kuno dan sampai sekarang dimuliakan dalam mantra keseharian pandita suci di Bali. Pun umumnya setiap keluarga di Bali memuliakan penerima dan pembawa wahyu ajaran suci dengan altar yang dibuat khusus dalam penganut Hindu Bali yang dikenal dengan Palinggih Manjangan Saluwang (Altar Suci Pemuliaan Sang Pembuka Jalan dengan simbol Menjangan sebagai pembuka jalan di hutan belantara). Di altar suci inilah Sang Hyang Suci Sapta Rsi dan para Mpu Agung seperti Mpu Kuturan dimuliakan secara khusus.
DI MALAM SIWARATRI SANGAT BAGUS MEDITASI CHANNELING PARA GURU SUCI UNTUK MENDAPAT BIMBINGAN PENCERAHAN SECARA ROHANI
Para guru suci secara Hindu yang dapat kita channeling adalah para Maha Rsi sebagai berikut :
Maha Rsi Grtsamada
Maha Rsi Wiswamitra
Maha Rsi Wamadewa
Maha Rsi Atri
Maha Rsi Bharadwaja
Maha Rsi Wasistha
Maha Rsi Walmiki
Maha Rsi Kanwa
Maha Rsi Wyasa
Maha Rsi Paila
Maha Rsi Waisampayana
Maha Rsi Jaimini
Maha Rsi Sumanthu
Maha Rsi Wrespati
Maha Rsi Sukra
Maha Rsi Kasyapa
Maha Rsi Markandya
Maha Rsi Agastya
Maha Rsi Wiswa Karma
Maha Rsi Berghu
Maha Rsi Merchukunda
Maha Rsi Naradha
Maha Rsi Kapila
Semua Maha Rsi di atas adalah Rsi Agung yang memiliki pencerahan sempurna, sangat bagus dijadikan mentor atau Ascended Master bagi para penekun spiritual.
Imajier Nuswantoro