Manuskrip Naskah Kuno Pawukon
Pawukon merupakan sistem penanggalan tradisional yang mempunyai waktu terukur, dan dipergunakan sebagai dasar penentuan segala aktifitas daur hidup dan kematian masyarakat Indonesia.
Di sisi lain, Pawukon yang terdiri dari 30 wuku memiliki siklus pergantian setiap minggu, dimulai dari hari Minggu hingga Sabtu.
Naskah asli Pawukon pada dasarnya dituangkan dalam tulisan Jawa latin. Untuk memudahkan pemahaman pembaca, naskah kuno tersebut kemudian ditulis ulang dalam tulisan alfabet.
Jadi di Jawa itu juga ada ilmu astrologi, selama ini yang kita tahu ilmu astrologi ada zodiak-zodiak seperti cancer, kemudian di china ada shio.
Bahwa pawukon merupakan ilmu astrologi versi Jawa yang ditulis dalam tulisan latin Jawa. Pawukon sendiri berasal dari kata wuku, artinya ciri-ciri, hitungan per tujuh hari.
Jadi siklusnya itu, kalau zodiak pada umumnya itu kan satu bulan. Tapi ini tidak, kalau ini siklusnya per tujuh hari.
Siklus perhitungan pawukon akan mengalami pergantian wuku setiap tujuh hari, sementara zodiak hanya mengalami pergantian zodiak setiap satu bulan sekali.
Secara hitungannya, Pawukon memiliki 30 macam wuku. Jumlah tersebut lebih banyak dibanding dengan jenis peruntungan zodiak yang hanya 12 macam.
Nama-nama wuku dalam pawukon tersebut meliputi Sinta, Landep, Ukir, Kurantil, Tolu, Gumbreg, Warigalit, Warigagung, Julungwangu, Sungsang, Galungan, Kuningan, Langkir, Mandasiya, Julungpujut, Pahang, Kuruwelut, Merakeh, Tambir, Madangkungan, Maktal, Wuye, Manail, Prangbakat, Bala, Wugu, Wayang, Kulawu, Dukut, Watugunung.
Dan pawukon lebih kompleks dibandingkan hitungan astrologi yang lain.
Perhitungan astrologi yang lain hanya membaca karakternya, sementara Pawukon bisa menjangkau pembacaan lebih luas. Naskah pawukon memuat berbagai lingkup mulai dari karakter seseorang, hitungan jawa, dan pranata mangsa.
Salah satu manfaatnya, pawukon bisa digunakan untuk panduan menentukan waktu bercocok tanam yang baik melalui perhitungan pranata mangsa.
Misalnya dulu, masyarakat Jawa hanya bermata pencaharian petani atau bercocok tanam. Pranata mangsa ini digunakan oleh masyarakat zaman dulu untuk bekerja, katakanlah bercocok tanam.
Selain itu, pranata mangsa juga dimanfaatkan masyarakat lampau untuk memilih bahan kayu saat membangun rumah.
Sebenarnya orang zaman dulu sudah eksak, cuma belum bisa mengartikulasikan. Contohnya bangun rumah, dulu memang belum ada tembok semen, bangun rumah pakai kayu.
Saat memilih kayu untuk bangun rumah, masyarakat lampau akan menebang kayu saat mangsa ke sembilan, sepuluh, dan sebelas. Ini dilakukan sesuai rekomendasri dari pawukon dalam pranata mangsa.
Ternyata dalam mangsa tersebut, ada zat dalam kayu atau bambu bernama zat lignin itu kadarnya sangat rendah. Zat lignin ini sangat disukai oleh rayap dan ngengat.
Ketika zat lignin rendah maka kemungkinan untuk terjadi pelapukan dalam kayu atau bambu juga akan rendah. Oleh karena itu, masyarakat lampau disarankan untuk menebang pohon pada mangsa tersebut saat akan membangun rumah.
Kalau kayu dan bambunya awet, jadi tidak terlalu sering menebang pohon, untuk siklus alamnya juga ikut bagus.
Selain bangun, dalam naskah pawukon ada panduan untuk perhitungan pindah rumah, hingga menentukan tanggal pernikahan.
Berikut ini penulis sajikan Manuskrip Naskah Kuno Pawukon berbentuk PDF (Free Download) :