SERAT DARMA GANDUL & SULUK GATHOLOCO
Masuknya Islam ke Tanah Jawa ternyata menyimpan cerita yang sungguh luar biasa. Salah satunya terekam dalam Serat Darmo Gandhul yang kontroversial itu. Dalam serat yang aslinya berbahasa Jawa Kuno itu dipaparkan perjalanan beberapa wali, juga hambatan dan benturan dengan budaya dan kepercayaan lokal.
Penulis serat ini tak menunjukkan jati diri aslinya. Ada yang menafsirkan, pengarangnya adalah Ronggo Warsito. Ia pakai nama samaran Ki Kalam Wadi, yang berarti rahasia atau kabar yang dirahasiakan. Ditulis dalam bentuk prosa dengan pengkisahan yang menarik. Isi Darmo Gandhul tentu saja mengagetkan kita yang selama ini mengira bahwa masuknya agama Islam di Indonesia dilakukan dengan cara damai tanpa muncratan darah, terpenggalnya kepala dan tetesan air mata. Kaburnya para pemeluk Hindu dan Budha ke berbagai wilayah, misalnya ke Pulau Bali, ke kawasan pegunungan dan hutan rimba, adalah salah satu pertanda bahwa mereka menghindari tindakan pembantaian massal oleh sekelompok orang yang ingin mengIslamkan Pulau Jawa.
Setelah mengulas sekilas tentang Serat Darma Gandul, kemudian akan di paparkan sekilas tentang Kitab Ghontoloco yang menceritakan sekilas tentang perjalanan Ghontoloco dan diskusinya dengan tiga orang santri dan orang-orang yang ditemuinya diperjalanan.
Ghontoloco adalah seorang pemahat yang tidak pernah mandi. Badannya amat kotor dan berbau. Ia selalu dalam perjalanan, berrtemu dengan ahli agama dan mistik serta bertukar pikiran dengan mereka.
I. SERAT DARMO GANDUL
A. Ajaran-Ajaran Serat Darmo Gandul
Prof. Rasjidi yang telah menerjemahkan naskah Darmogandul itu dari bahasa Jawa ke bahasa Indonesia. Simaklah beberapa petikannya di bawah ini :
a. “Akan tetapi bangsa Islam, jika diperlakukan dengan baik, mereka membalas jahat. Ini adalah sesuai dengan dzikir mereka. Mereka menyebut nama Allah, memang Ala (jahat) hati orang Islam. Mereka halus dalam lahirnya saja, pada hakekatnya mereka itu terasa pahit dan asin.”
b. “Adapun orang yang menyebut nama Muhammad, Rasulullah, Nabi terakhir, ia sesungguhnya melakukan dzikir salah, Muhammad artinya makam atau kubur. Ra-su-lu-lah, artinya rasa yang salah. Oleh karena itu ia itu orang gila, pagi sore berteriak-teriak, dadanya ditekan dengan tangannya, berbisik-bisik, kepala ditaruh di tanah berkali-kali.”
c. “Semua makanan dicela, umpamanya : masakan cacing, dendeng kucing, pindang kera, opor monyet, masakan ular sawah, sate rase (seperti luwak), masakan anak anjing, panggang babi atau rusa, kodok dan tikus goreng.”
d. “Makanan lintah yang belum dimasak, makanan usus anjing kebiri, kare kucing besar, bistik gembluk (babi hutan), semua itu dikatakan haram. Lebih-lebih jika mereka melihat anjing, mereka pura-pura dirinya terlalu bersih.”
e. “Saya mengira, hal yang menyebabkan santri sangat benci kepada anjing, tidak sudi memegang badannya atau memakan dagingnya, adalah karena ia suka bersetubuh dengan anjing di waktu malam. Baginya ini adalah halal walaupun dengan tidak pakai nikah. Inilah sebabnya mereka tidak mau makan dagingnya.”
f. “Kalau bersetubuh dengan manusia tetapi tidak dengan pengesahan hakim, tindakannya dinamakan makruh. Tetapi kalau partnernya seekor anjing, tentu perkataan najis itu tidak ada lagi. Sebab kemanakah untuk mengesahkan perkawinan dengan anjing?”
Prof. Rasjidi juga telah membuat ringkasan ajaran aliran Darmogandul dalam beberapa poin, di antaranya :
1. Menurut Darmogandul, yang penting dalam Islam bukan sembahyang, tetapi syahadat “sarengat”. “Sarengat” artinya hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan. Hubungan seksual itu penting sekali, sehingga empat kiblat juga berarti hubungan seksual.
2. Darmogandul menafsirkan kata-kata pada ayat kedua dalam surah Al-Baqarah sebagai berikut : “Dzaalikal” artinya “jika tidur, kemaluan bangkit”, “kitaabu laa” artinya “kemaluan-kemaluan laki-laki masuk secara tergesa-gesa ke dalam kemaluan perempuan”, “raiba fiihi hudan” artinya “perempuan telanjang”, “lil muttaqiin” artinya “kemaluan laki-laki berasa dalam kemaluan perempuan”.
Mengenai poin terakhir di atas, saya harus meminta maaf. Saya tidak bermaksud untuk mengotori jurnal saya dengan hal senista ini, namun bagaimana pun kisah ini penting untuk diungkapkan. Demi kebenaran.
II. SULUK GHONTOLOCO
A. Dialog Dengan Santri
Dikisahkan dalam bagian pertama dalam suluk ini, sang tokoh utama yakni Gatoloco betemu dengan para ahli agama yaitu guru Abdul Manaf dan Ahmad ‘Arif yang disertai enam santrinya terjadilah dialog sebagai beikut :
“Santri berkata “apakah anda makan babi? Asal mau anda telan,tidak takut akan dosa”; Gatoloco menjawab,”memang benar tidak salah seperti yang anda katakan bahkan sekalipun daging anjing, apabila kita lihat baik dan bukan curian (saya mau juga)”.
Dari percakapan diatas dapat dapat diambil kesimpulan yaitu topik permasalahan diatas ialah mengenai halal haram suatu makanan, dalam hal ini ialah makan hewan babi.Santri menanyakan kepada Gatoloco apakah ia (Gatoloco) makan babi ,Gatoloco menjawab dengan jawaban seenaknya sendiri bahwa jawab Gatoloco babi itu baik dimakan asal bukan dari hasil curian.
Dalam aturan Agama Islam sudah dijelaskan bahwa hukum makan babi ialah haram.Keharaman babi sudah dijelaskan dalam kitab Al-Quran.
“Anjing itu misalnya, aku pelihara sejak kecil, siapakah yang mengadukan aku ? Daging anjing rasanya lebih halal ketimbang anjing kecil (anak kambing), walau daging kambing, kalau toh itu hasil curian, bukankah itu lebih haram ketimbang daging anjing? Babi ataupun celeng sekalipun berasal dari membeli pasti lebih suci, lebih halal dimakan?”
Mendengar jawaban Gatoloco yang asal ngomong itu, para santri menjadi jengkel, para santri itu menjawab omongan Gatoloco dengan nada emosi, yakni ”SINOM” sebagai berikut:
“’Ketiga orang santri ketika mendengar (jawabannya) lalu berbareng mencaci ”silit babi” ; Ki Gatoloco berkata pula : “apakah silit babi dibawa sang empunya? Lagi pula tak menyentuh tubuhku”! Santri tiga pun menjawab lagi,”biyangmu silit babi”. Gatoloco menyahut pula, ”itu aneh benar”.
Dalam suluk Gatoloco diperlihatkan tentang ketidaksanggupan para santri berdebat dengan Gatoloco. Para santri ini marah karena jawaban Gatoloco yang asal ngomong , para santri itu kemudian menyerahkan permasalahan mereka (tentang Gatoloco) kepada guru mereka.
Dalam dialok selanjutnya dengan para santri “Gatoloco pelan menyahut, mengapa saya ini kurus ?.
Semata-mata menurut kehendak baginda Rasul dan Nabi yang saya ikuti, dimana saya harus pergi ke tempat madat (Jawa : ngepakan) untuk membeli candu dan klelet (bekas- bekas candu yang melekat dialat minum madat ), serta menghisapnya disana candu itu dibakar dengan api, sebab Allah lah mengajarkan seperti itu.
Dialog diatas sebenarnya menggambarkan sifat-sifat setan yang menggoda kaum beriman. Sesungguhnya Allah telah memperingatkan manusia akan permusuhan setan dan membberitahukan kepada kita bahwa setan adalah musuh manusia. Allah memperingatkan kepada manusia akan perangkap-perangkap dan tipu muslihat setan.
Selanjutnya Gatoloco berkata: “Jika aku tak menuruti perintahnya, niscaya hukumannya sangat berat, begitu hebat sakitnya, sehingga aku tak bisa tidur, seluruh tubuhku seperti terasa dicabut-cabut nyawaku”.
Santri tiga pun berkata : “Engkau ini tidak sopan! Masa dikatakan Rasul di Ngepakan? Padahal Rasul itu dihormati seluruh manusia dibumi, dan berada dikota Mekah”.
Dari percakapan diatas jelas bahwa jawaban Gatoloco memancing para santri marah itulah salah satu sifat setan yaitu memancing manusia marah. Dalam aturan Agama Islam dikatakan bahwa manusia itu memiliki sifat marah tetapi sifat ini harus dikendalikan, karena apabila tidak akan sangat berbahaya. Didalam sebuah Hadist dikatakan bahwa Rosulullah bersabda: “Orang kuat ialah bukan orang yang pandai bergulat, tapi orang kuat ialah orang yang mampu mengendalikan marahnya jika ia marah”.
Berikut ini adalah gambaran seorang santri yang kebingungan menerima pertanyaan Gatoloco yang asal ngamong :
“Kamu semua adalah santri bingungan”, kata Gatoloco, Anda keliru, Rasul yang ada di Mekah kau sembah, bukankah ia sudah wafat? Ia tempatnya di tanah Arab; ia tak ada lagi, sedang anda selalu menyembahnya tiap hari jungkir balik, apakah bisa sampai padanya?”
Omongan gatoloco diatas menggambarkan tentang kaum muslimin sekarang dalam ibadah shalatnya hanya jungkir balik saja,kata Gatoloco Sholat itu harus tawajuh atau harus sampai ke hati, tidak hanya jungkir balik saja.
“Sembahyang demikian tak ada artinya, itu berarti sia-sia terhadap badanmu sendiri; anda mesti menyembah Rasulmu sendiri dengan badanmu; Menyembah Rasul dengan cara demikian tak berguna, tiwas berteriak-teriak tidak bisa diterima Allah, karena membuat Tuhan tak bisa tidur karena mendengar suaramu itu”.
Omongan Gatoloco diatas sebenarnya mengkritik kepada kaum muslimin yang shalatnya tidak khusyu (konsentrasi), menurut Gatoloco shalat mereka hanya jungkir- balik saja dan tidak ada artinya bagi Allah. Oleh karena itu sebaiknya janganlah kita memfonis bahwa karya sastra ini buruk dan tidak boleh dibaca karena sesungguhnya kaerya sastra ini baik karena terdapat banyak pelajaran yang dapat kita ambil hikmahnya.
B. Hidup Dan Wayang
Guru para santri itu antara lain bernma Ngabdul Jalal dan Kasan Besari. Dalam Tembang Asmaradahana dinyatakan bahwa Ngabdul Jalal bertanya kepada Gatoloco dengan pelan-pelan Dia bertanya mengenai kitab apa pegangan Gatoloco?, Gatoloco menjawab pertanyaan tersebut dengan menggunakan jawaban yang secara harfiah akan sulit untuk dipahami, karena jawaban Gatoloco ialah dengan menggunakan bahasa yang harus dipahami dengan atau dari segi hakekat.
Kemudian guru para santri yang satunya lagi, yaitu Kasan Basri bertanya kepada Gatoloco dengan pertanyaan: Apakah Gatoloco sembahyang (shalat)?, mendengar pertanyaan seperti itu Gatoloco menjawabnya dengan jawaban yang lagi-lagi dengan bahasa “jarwodosok” atau bahasa kias sehingga harus dipahami dari segi hakekat. Gatoloco menjawabnya dengan jawaban bahwa ia (Gatoloco) sembahyangnya itu terus menerus dan tak berubah atau tetap. Jawaban Gatoloco tersebut sebenarya mengandung sindiran berdasarkan Al-Qur’an bahwa sembahyang itu sebenarnya tidak boleh gothang (sebentar-sholat sebentar enggan). Ini dilarang dalam Al-qur’an, ancamannya neraka Wel. Jawaban diplomatis tersebut sebenarnya sindiran terhadap kaum ahli syare’at, sembahyangnya tidak sampai di hati seolah imannya hanya di tenggorokannya.
Kemudian selanjutnya Gatoloco berkata lagi yaitu dengan kata-kata yang penuh dengan bahasa jarwodosok sehingga perlu dipahami dari segi hakekat. Adapun mengenai astilah hakekat itu sendiri dikenal dalam golongan sufi atau ahli tasyawuf. Golongan sufi ini membagi manusia dalam empat golongan yakni syare’at, hakekat, tarekat, dan makrifat.
C. Nur Muhammad
Nur Muhammad menjadi bagian tanya jawab Gatoloco dengan Kasan Besari berikutnya, mereka saling berdebat. Pendapat Gatoloco mengenai Nur Muhammad yatiu sebagai berikut: bahwa Allah merupakan pencipta alam semesta beserta isinya yang kemudian menciptakan makhluk-makhlukNya seperti malaikat, jin, manusia, tumbuhan dan lain-lain. Dan menurut Gatoloco summber penciptaan Allah itu semua adalah Nur Muhammad.
Namun pendapat Gatoloco ini ditentang Kasan Besari, ia menyatakan bahwa pendapat Gatoloco tidak masuk akal, Kasan Besari brekata: “Sebelum Rasulullah dan sahabat lahir di dunia, kan sudah ada bintang, bulan, dan matahari; jadi kalaubegitu bulan, matahari dan lain-lain itu mendahului Nabi Muhammad. Jadi mengapa dikatakan Nur Muhammad mendahului semua itu.
Tetapi secar global dapat disimpulkan bahwa yang disebut Nur Muhammad itu sebenarnnya Nur atau cahaya yang dimiliki Muhammad SAW yang kini telah dijadikan manusia rasul Allah.
KESIMPULAN
Serat Darma Gandul dan suluk Gatolotjo adalah dua ditab kuno jawa yang memceritakan tentang keberagamaan masyarakan di zaman itu, karena masih adanya pemikiran yang berfariasi mengenai masuknya Islam ke pulau jawa atau bagaimana cara Islam menanamkan ajarannya pada masyarakat.
Dalam kedua kitab tersebut menggambarkan tentang masih adanya pengaruh keberagamaan dengan agama yang sudah mengental pada nasyarakat, sehingga sulit untuk dilepaskan dan beradaptasi dengan agama yang baru. Bahkan di dalam serat darma dandul kebanyakan isinya menjelek-jelekan dan menghina Islam yang pada waktu itu sebagai agama baru menurut mereka.
Adapun dalam suluk Gatolotjo yakni menceritakan tentang seorang tokoh pengembara yang cerdas dan dengan kecerdasannya itu mampu mengolah pikirannya untuk berkata sesuka hatinya namun dapat dipertanggung jawabkan olehnya bahkan para santri dan para kiai kerepotan untuk berdialog dengan dirinya.
Sumber referensi :
http://www .wattpad.com/191580-serat-darmogandul.htm
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=749] Situs utk belajar SEJARAH Islam
Rasjidi. M, Islam dan Kebatinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, Cetakan ke 7.
Sukahar. Joko Su’ud, Tafsir Gatolodjo, Surabaya: Wuwung.
Susetya. Wewen, Kontroversi Ajaran Kebatinan dari Serat Darmaghandul, Suluk Gatolotjo, Serat Sentini, Sampai Satra Jendra Hayuningrat, Yugyakarta: PT. Agromedia Pustaka, 2007.
S. Warsito, dkk, Seputar kebatinan, Jakarta: Bulan Bintang.