SULUK KUMADHANGING JAGAT
1.
Gunung Maligiretna.
Suluk
Kumandhang yang berupa naskah dapat ditemukan paling tidak sebanyak tujuh buah.
Ringkasan isi : Ada seorang pertapa di Gunung Maligiretna, bernama Si
Kumandhang, yang telah mendapat anugrah Hyang Sukma atau Tuha. Selama bertapa
di Maligiretna, Si Kumandhang mengajar para penduduk, tua muda, tentang
cara-cara orang mengabdi dan menuntut ilmu. Pelajaran terutama ditujukan kepada
mereka yang masih muda, karena dianggap belum berpengalaman, sedang yang telah
tua, tentu sudah mampu memberi tutur kata yang menyejukkan hati.
Jikalau
tidak demikian berarti hanya umurnya saja yang telah lanjut, tetapi juwanya
kosong, tidak bernas, tubuhnya saja yang telah susut kekuatannya, tetapi orang
tidak dapat memetik mutiara dari padanya. Orang seperti itu berjiwa kerdil,
picik pengetahuannya, karena ketika masih muda enggan bertapa, hanya
mengandalkan kekuatan fisik, tidak mau menuntut ilmu dan tidak mengingat bahwa
kehidupan di dunia ini tidak kekal, bahwa orang hidup akhirnya pasti mati
juga.tidak ada niat sedikitpun untuk berbakti kepada Tuhan, sebab itu orang
muda jangan segan bertanya kepada orang yang mempunyai kelebihan. Kelak,
apabila telah pandai, hendaknya tetap rendah hati. Jangan lupa belajar mengaji,
hidup prihatin, mencari nafkah dengan halal, agar selagi hidup beroleh manfaat.
Sekalipun pandai, tetapi bila kurang rajin, akibatnya kurang baik. Lagipula
hendaknya selalu berlatih kecerdasan hati, faham akan sasmita, “isyarat,
lambang, perubahan air muka, dll”, ini diibaratkan mengadu kekuatan duri. Dalam
menuntut ilmu jangan kepalang tanggung, harus berani mengatasi berbagai
rintangan, jangan berhenti berikhtiar. Seseorang yang telah menguasi diri
sendiri dan memahami segala macam ilmu, lahir dan batin, disebut Sujana.
Selanjutnya
dipaparkan liku-liku orang mengabdi. Orang yang berniat mengabdi, pertama-tama
harus paham benar angon ulat dan angon semu orang yang mengabdi, sebab mata
adalah cermin hati: segala nuansa rasa, antara lain: suka, duka, kecewa,
dengki, iri dapat dibaca dari air muka, khususnya sorot mat. Jangan gentar
menghadapi itu semua, tetapi berhati- hatilah dalam bertutur kata, tingkah laku
dan perbuatan. Hendaknya Mursid, “mempunyai kecerdasan hati”, agar bisa
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mampu menyelesaikan tugas
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan mahir mengelola negara. Apabila
mengabdi atasan yang masih muda belia, jangan terlalu dekat, tetapi jangan pula
terlalu jauh, hendaknya trampil dan cekatan. Jika dimarahi jawablah dengan
tenang, dengan hati tetap, dan jangan menggunakan kata-kata kasar, sebab akan
menambah kemarahannya, mengelak ibarat air bah yang melanda apa saja.
Kemarahannya jangan sekali-kali dipenggal, sebab akibatnya bagaikan mengadu
senjata tajam. Sebaliknya tenangkan hatinya dengan tutur kata yang lemah
lembut, tetapi tepat. Bila mempunyai keinginan (kehendak), atasan muda biasanya
tidak mengingat waktu, situasi dan keadaan diri. Maka badi harus tertib dan
teliti, mempertimbangkan masak-masak sebelum bertindak. Berbeda dengan atasan
yang telah berusia, pikirannya telah tenang mengendap, kaya pengalaman, mampu
membedakan mana yang benar mana yang salah, berhati-hati dan tidak keburu
nafsu. Maka , dalam menunaikan tugas, seorang abdi wajib selalu berhati-hati.
Tiddak ada manusia yang luput dari bahaya, rintangan, cobaan dan godaan. Agar
diingat, bila oarang hanya asyik bersukaria saja, pasti akan mendapatkan duka,
sebaliknya barang siapa mendapatkan duka, kelak pasti akan beroleh suka.
2.
Keutamaan Orang hidup.
Keutamaan
orang hidup adalah gemar prihatin, dan jangan hanya asyik bersuka ria. Tirulah
Nabi, jika suka cukup terseyum saja. Takutlah akan murka Tuhan. Hendaknya
berbudi luhur, mematuhi sabda perintah Tuhan dan berusaha dengan tekun, agar
menjadi orang yang benar-benar beriman. Jangan seperti orabf zaman sekarang,
jikalau lagi senang, tertawa gembira, apa saja dibicarakan sembrana dan kurang
hati-hati. Akhirnya setelah mendapat tempelak, baru sadar. Lain halnya dengan
manusia berbudi, dia selalu berhati-hati sembarang tindak, dipertimbangkan
masak-masak terlebih dahulu. Karena itu, orang hidup seyogianya selalu
berpantang dan prihatin agar tercapai cita-cita. Jangan membelakangi Tuhan dan
melanggar sabda perintah-Nya. Hati tulus, tingkah laku terpuji, gemar prihatin,
merupakan pangkal sukses yang diridhai Tuhan. Mendambakan keselamatan dan
kesejahteraan sesama hidup, tidak pernah melalaikan sembahyang, bertabiat sabar
tawakkal, berkelakuan utama, orang pasti akan beroleh kesejahteraan lahir dan
batin.
Akhirnya
ia akan menjadi orang berpangkat, disegani, dianggap sebagai gudang ilmu. Semua
orang akan membantu dan merestui. Seseorang yang mengabdi, apabila telah
dikasihi atasan, jangan sekali-kali mengandalkan kekuatan dan kepandaiannya, sebab
yang demikian itu berbahaya. Apabila dimarahi atau dicerca, agar diterima
dengan hati yang tulus, dan jangan berkecil hati. Ibaratnya : mati hidup
diserahkan, jangan berpaling, tetapi telitilah, mawas dirilah, apa yang
menyebabkan kemarahan atasan. Adalah tidak benar, jika seorang abdi, hanya
karena dimarahi, pergi tanpa pamit dan tanpa tujuan, yang demikian itu akan
merugikan diri sendiri, berjiwa picik, tidak hidup, lagipula akan mendapat
celaan dari atasan. Seorang abdi seyogianya menyerah kepada kehendak majikan,
sebab pangkal kepandaian karena dimarahi, dicela. Keutamaan orang mengabdi :
memenuhi segala keinginan majikan, baik kasar maupun halus, maupun yang
samar-samar. Setiap hari agar memikirkan bagaimana cara-cara mengelola negara,
supaya maju dan sejahtera. Supaya benar-benar memahami gerak hati orang baik
yang mudah, sulit, kotor maupun berbahaya. Selanjutnya agar senantiasa
memperhatikan air muka orang sujana.
Kemudian
dijelaskan bahwa semua nabi yang diberi syariah, sebenarnya adalah hamba juga.
Nabi Muhammad, nabi penutup, adalah manusia kekasih Tuhan, dan nyata-nyata
junjungan umatnya. Dijelaskan pula arti kata-kata: kingkin “orang yang brangta”,
brangta “cinta bakti kepada Tuhan, cerdas hati, mahir dalam ilmu kelepasan”,
Syekh “orang yang melebihi sesa manya”, yogi “ orang yang berwenang mengajar
kepada anak cucu” , teka “kecerdasan hati, hati menjadi pewarta atau utusan
Allah”, wardi “memahami baik buruk”, seh “tua”, wiku ‘seseorang yang sudah
tahu, sebelum diberitahukan”, jadi si Kumandhang berarti “ora ng tua yang
memahami mana yang benar dan mana yang salah”. Seorang syekh adalah seorang
yang bertafakur di gunung untuk mencari kesucian, keseluruhan budi, karen
gunung dianggap menyimpan kesucian.
Di
alam ramai, manusia hendaknya waspada. Manfaat seorang syekh bagi anak cucu:
mengajar agar manusia beroleh kesejahteraan lahir batin. Sikap terhadap Tuhan
sabar, tawakkal, sedia bakti, terhadap diri sendiri: menunaikan sholat dengan
ajeg sholat sunah dan tahajud. Seorang syekh jangan seperti bunga wora-wari
merah, harum di luar, tetapi dalam angit. Seyogianya seorang yogi mencontoh
pohon cendana, harumnya terus sampai kedalam, terasnya ibarat manikam kemilau.
Selanjutnya dijelaskan bahwa kalimat kebudayaan Jawa ada 5 macam jumlahnya,
yaitu : kawiletan dan guru lagu, kawiletan “ keindahan bahasa yang digubah
dalam tembang”, sedangkan guru lagu “ ukuran berat ringannya suara dalam metru
kekawin, dhong-dhing suara dalam tembang macapat”, kawi jarwa dan kawi maya,
kawi jarwa “ bahasa kawi yang diberi arti”, sedang kawi maya “ kata-kata dalam
kalimat berikutnya”, jika belajar mengarang, harus mau belajar : ngelmu rasa,
“ilmu yang disamarkan”, carakabasa “ urut -urutan huruf Jawa”, sandisastra “
huruf atau tulisan sandi”, lung swara=lungsi, dirgamantra “tembang-tembang
untuk memantrai”, jika mau belajar menyalin, tidak boleh akan dirga muyak,
artinya “pepet bersuara eu”, dirga mendut, artinya “ suku mendut”, dirgamore,
artinya “taling bersuara ai”, aksara -repa, artinya “cakra” dan “ layar.
Jika
akan menulis, agar jelas hurufnya, harus belajar dibyaguru, artinya “berbeda
huruf hidupnya”, aksara tata prunggu artinya aksara murda “huruf besar” dan “
sopan santun bahasa”.
Akhirnya
ada tiga macam huruf yang harus diperhatikan seorang pertapa, yakni :
Jin :
Semua yang jelik hendaknya dibuang,
Ehe : Mencegah atau mengendalikan hawa nafsu, Dal : Tidak terpukau melihat kemilaunya dunia.
3.
Pikiran Ahli Syariat .
Antara
paham Hindu Budha dengan tasawuf Islam dengan mistik kebatinan Jawa banyak
unsur persamaannya. Mencampuradukkan an tara ilmu syariat dengan ilmu hakikat,
manakala ditujukan untuk orang-orang awan, dapat menimbulkan menimbulkan
kekaburan dan kebingungan, karena memang terdapat perbedaan menyolok antara
keduanya. “Fukaha sebagai ahli syariat, demikian ahmad amin, sangat
mengutamakan amal-amal lahiriah, sedangkan sufi sebagai ahli hakikat sangat
mengutamakan amal batiniah”.
Mengingat
ilmu ilmu lahir berarti ilmu yang berkenaan dengan amal anggota tubuh yang
lahir, sedangkan ilmu batin berarti ilmu yang bertalian dengan amal pekerjaan
hati, menurut mangkunegoro IV lebih baik dipisahkan, diatur secara teliti
berurutan setepak demi setapak. Bagi kalangan orang Jawa yang menganut agama
Kristen, menyebut kata Gusti Allah juga bukan sesuatu yang asing. Apalagi
antara Islam dan K risten masih satu rumpun. Maka ketika berkembang di tanah
Jawa mudah sekali beradaptasi. Lebih dari itu keterbukaan dan toleransi antar umat
beragama yang berbeda-beda tidak sulit dilakukan.
Seterusnya
agar dipahami pula semua kotoran tubuh. Jangan besar mulut, jika berbicara
jangan cadang, perkataan terhadap sesama jangan curang. Jangan pula jail,
angkuh, rengus, congkak, dan takabur. Hindarilah semua itu. Supaya tidak
mendapat celaka, jangan sembrana. Barang siapa culas akan sengsara, sedang
barang siapa jail akan dianiaya, dihina dan mendapat kesulitan. Lagipula jangan
cemas, sebab barang siapa cemas akan dibelenggu iblis, sedang barang siapa
angkuh, akan kena tempelak, pasti akan rusak batinnya.
Seterusnya
jangan gemar tidur dan syahwat, karena itu pantang bagi barang siapa yang
menuntut ilmu. Jikalau makan sekadar sebagai obat hati pedih, tidur sebagai
obat rasa kantuk saja, sedang apabila melakukan kewajiban sebagai suami istri,
agar duga prayoga, demi kebaikan semuanya. Jika hanya mengutamakan makan tidur
saja, hati akan sendat dan sulit mencapai cita-cita. Di samping itu supaya
mengetahui adanya 4 macam nafsu, yakni lauwamah, amarah, sufiah, dan mutmainah.
Siang malam nafsu tersebut berperang memperebutkan keutamaan. Nafsu mutmainah
diserang 3 nafsu lainnya. Jika nafsu mutmainah mau sadar, mengajak mengurangi
makan dan tidur, agar bisa menekuni ilmu, tetapi nafsu lauwamah dibantu amarah
dan sufiyah melawan mutmainah dan tidak mau diajak berbuat baik, itulah yang
disebut perang siang malam. Waspadala h dan ketahui pakarti nafsu masing-
masing, mana di antara pakarti keempat macam nafsu yang harus dianut. Jika
berniat menjadi abdi negara, mengelola negara, hendaknya sungguh-sungguh
waspada. Jauhilah lauwamah, amarah dan sufiyah, penjarakan dan kuncilah
kokoh-kokoh, dengan iman dan ketawakalan. Itu laku terpuji. Kembangkanlah nafsu
mutmainah agar bersatu dengan empat suksma yang berada di bale akhir.
Di
situlah tempatnya hati suci, sebagai suksma luhur, suksma purba, suksma
langgeng, dan suksma wasesa. Mereka memerintah keempat macam nafsu. Nafsu
amarah memuja suksma langgeng, nafsu lauwamah memuja suksma purba, sedang nafsu
sufiyah dikuasai suksma wasesa. Ketiga nafsu tersebut diperintahkan agar
menyamun, sehingga raga menjadi celaka. Nafsu mutmainah suksma luhurlah
pujaannya. Jika nafsu mutmainah sudah dekat dengan Tuhan, terbukalah jalan
menuju kebahagiaan dan kemujuran. Apabila tekun mempelajari ilmu, cita-cita
pasti akan tercapai, mendapat kekuasaan, bahagia dan mulia. Bila telah mendapat
anugerah Tuhan, perintahlah keempat suksma itu dengan sungguh-sungguh.
Ibaratnya
: suksma wasesa jadikan patih, suksma langgeng sebagai penghulu, suksma purba
sebagai jaksa, suksma luhur sebagai Tuhan, sedang iman dukunglah betul-betul.
Demikianlah tingkah laku manusia terpuji. Jadikanlah lauwamah, amarah, dan
sufiyah sebagai prajurit untuk menghadapi musuh. Kuasailah, sebab apabila tidak
disadari, akan mengajak rusuh, mengganggu, mengacau, pasti tubuh akan menjadi
rusak. Sebab itu berhati-hatilah. Apapun warna masing-masing suksma adalah
sebagai berikut : suksma purba berwarna hitam, suksma wasesa merah, suksma
langgeng kuning, sedangkan suksma luhur berwarna putih. Kitiga suksma itu akan
menggoda pada waktu sakaratul maut. Kelak apabila melihat warna hitam, suksma
purba, nafsu luawamah itulah yang datang menggoda, karena nyata-nyata telah
pisah dengan hati, itu perbuatan syaitan Yahudi.
Jika
nampak warna kuning, suksma langgeng, nafsu amarah itu yang datang menggoda,
karena telah berpisah dari tubuh, itu perbuatan syaitan Nasrani. Kemudian
apabila nampak warna merah, suksma wasesa, itulah nafsu sufiyah yang datang
menggoda, karena telah berpisah dari puputan, segera tampak rupa ayah, ibu,
anak dan saudara, itu semua perbuatan syaitan Marbudi. Mereka semua mengajak ke
kesesatan, mengajak ke neraka jahanam. Barang siap mendapat rahmatullah, akan
melihat warna putih sebesar rambut, itu suksma luhur, yakni cahaya sejati atau
Nur Muhammad, nyata-nyata utusan Tuhan. Maka waspadalah selalu, agar selamat
sejahtera. Barang siapa telah tua, hendaklah berbudi mulia, berbuatlah
kebajikan, sebatas kemampuan.
Agar
mendapatkan pertolongan, selamat di dunia dan akhirat, tekunilah ilmu sejati.
Yang disebut 20 sifat bawaan dari Ayah Ibu dan Tuhan, Nabi, Wali, dan tempat
malaikat dalam tubuh, di depan, belakang, kanan, kiri dan tengah, mereka itu
yang memelihara manusia, wali sejati dan ilmu syariah tubuh hendaknya diketahui
semua. Alat jisim sama dengan serumpun bambu, syariah sama dengan laku,
syahadat sama dengan peleburan, dan Islam adalah benar-benar ilmu pokok.
4.
Tingkah Laku Sejati.
Laku
baik buruk, laki-laki dan perempuan sejati, tujuh hari, tujuh diringkas menjadi
dua, begitu pula letak saudara yang tidak terlalu berat. Yang berada di utara
dan selatan, barat dan timur dan yang tengah, ketahuilah semua warnanya. Begitu
pula manusia sejati, bismillah yang ada si dalam tubuh, seyogianya agar
diketahui semua. Sebab itu ilmu pustaka, dan lagi pahamilah betul-betul tentang
kawula Gusti. Jika benar -benar sudah paham, tidak ada lagi yang akan
dikatakan.
Ing
wekasan muwuhi kang runtik, dipun sareh pun cetha pratela, ngawula satriya
anom, nenggih ibaratipun, ing satriya anom yen runtik, kadya yen banjir
bandhang, kang katrajang larut, yen dinuta dipun kebat, jroning kebat akanthia
ngati -ati, amrih ywa manggih duka.
Ing
malihe wekas ingsun kaki, yen satriya anom lagi duka, aja amapras dukane, lir
ngadu kang tiksya lungid, singa ingkang kataman, temahan cumeprut, balikan den
angrerepa, aturira kan seru rereh pratitis, amrih lunturing duka.
....,ngawula
ratu mudha, ing ngibaratipun, lir amomong lare jabang, lamun bisa angarih-arih
ngenengi, lare lajeng anendra.
Sareng
tangi lajeng den papranti, papanganan sarta kang dolanan, lare bungah lenge -
lenge, yeku upaminipun, lamun sira bisa ngladen i, marang sang prabu mudha, ing
sakarsanipun, yen oleh sih lan darajat, sarta oleh satriya kang ambeg wegig,
ngrenggani galih tuwa.
Ing
majade awet nggennnya singgih, nanging nyatane nglarani raga, satriya anom
karsane, yen nedheng darba kayun, amung trusthaning driya kang kaetung, nanging
sira yaktenana, aywa lali ing tata kalawan titi, dudura lan prayoga.
Lire
tata kalawan kang titi, tata iku linggih saegokan, kudu nganggo priyogane, lire
titi puniku, angawruhi sasami-sami, lawan duga prayoga, pikiren kang emut,
liringen lawan watara, poma-poma den anget kang nem prakawis, supaya katrimaa.
Duga-duga
iku jroning pikir, dene bangsa prayoga yen ngucap, yen gathuk duga- dugane,
lair darma lumaku, tinepung gen kalawan batin, liringen aneng netra, apa kang
kadulu, uningaa becik ala, lan watara puniku artine kuping miyarsa keh wicara.
Yen
wus nyakup ingkang nem prakawis, supayane tan manggih deduka, manungsa ngarale
akeh, iya kasariranipun, kadya janma tan manggih westhi, lamun sira elinga, nem
prakawis iku, rahayu jenenging gesang, kang utama ana maneh rong prakawis, duka
kalawan suka.
Yen
wong suka duduka pinanggih suka, kawruhana sadurunge, itamane tumuwuh, anedyaa
ambeg prihatin, aywa asuka-suka, duka kang tinemu, di kadya niyaganingrat,
kanjeng Rasul yen suka denira angling, amung esem kewala.
Terjemahan :
Jika
perkataannya keras, akhirnya menambah kemarahannya. Hendaklah tenang, perlahan-lahan
lagi jelas (jawabmu).
Mengabdi
kesatria muda usia, ibaratnya : jika kesatria muda itu sedang marah seperti air
bah. Segala yang diterjang hilang lenyap. Bergegaslah apabila disuruh. Cepat,
tetapi disertai hati-hati, agar jangan dimarahi.
Lagipula
pesanku, jika kesatria muda sedang marah, jangan dipenggal marahnya. Itu ibarat
mengadu benda runcing lagi tajam. Barang siapa yang terkena akhirnya hancur.
Sebaliknya
mohonlah agar dibelaskasihani. Tutur katamu, agar jelas, tenang, (lagi) tepat,
agar mereda kemarahannya.
Mengabdi
raja muda usia dapat diibaratkan mengasuh bayi. Apabila pandai membujuk, anak
lalu tidur.
Ketika
bangun segera disediakan makanan dan mainan. Anank senang tertawa-tawa.
Begitulah perumpamaannya, jika kau dapat melayani sang raja
muda
usia segala kehendaknya; apabila mendapatkan kasih dan derajat, apabila
mendapat kesatria yang berwatak bijak menghiasi hati dewasa.
Biasanya
akan lestari berderajat tinggi, tetapi nyatanya menyebabkan badan sakit.
Kehendak kesatria muda bila sedang mempunyai keinginan hanya memikirkan
kepuasan hati. Hatinya sendiri yang diutamakan. Perhatikanlah dengan seksama,
jangan lupa teratur dan teliti, dugaan yang benar dan pertimbangan yang baik.
Maksud
teratur dan teliti; teratur itu, bila duduk di suatu tempat harus mengingat
sopan santun; adapun maksud teliti itu memahami sesama. Dugaan yang benar serta
pertimbangan yang baik pikirkanlah dengan sabar, simaklah dengan kira-kira.
Teristimewa lagi ingatlah akan enam hal agar pengabdianmu diterima.
Dugaan
yang benar itu ada dalam pikiran, adapun pertimbangan yang baik dalam bertutur
kata. Jika sesuai dengan dugaan yang benar pada lahirnya semata-mata
melaksanakan saja, dipertemukan dengan batin. Simaklah pada mata, apakah yang
nampak. Hendaklah mengetahui baik buruk dan kira-kira. Itu berarti telinga
mendengar dan banyak bicara.
Apabila
telah mencakup enam hal tersebut niscaya tidak dimarahi. Manusia itu banyak
rintangannya, demikianlah kasarnya, seakan-akan manusia itu tidak mendapatkan
halangan. Apabila anda ingat enam hal tersebut, selamt sejah tera hidup ini,
ada lagi dua hal yang utama, yaitu duka dan suka.
Jika
orang yang bersuka-suka akan beroleh duka, jika orang berduka akan mendapatkan
suka. Ketahuilah itu sebelumnya. Keutamaan orang hidup berniat berwatak
prihatin. Jangan bersuka-suka, kedukaanlah yang diperoleh. Hendaklah seperti
pemimpin dunia Rasulullah, apabila suka dalam bertutur
kata
hanya terseyum saja.
- - - - -
Pelaksanaannya:
bila anda telah mendapat ilmu sempurna, tua muda, semuanya tidak boleh berbuat
jahat, agar tidak ada halangan. Berhati-hatilah, jangan lupa. Walaupun orang
setiap hari beramal, jangan mengaku diri baik. Sebab apabila amal tidak
disertai ketulusan hati, akhirnya akan menjadi angkuh. Sebaiknya ketulusan
hati, akhirnya menjadi angkuh.
Sebaiknya
jadikanlah orang lain masyur. Rendah hatilah agar benar-benar menghayati ilmu
sejati. Jika mendapat berkah nenek moyang, akan dituangkan dan apabila
dipercaya menjadi pemimpin, teliti dan waspadalah
memegang
tampuk pimpinan. Baiklah bersikap rendah hati, jangan congkak apabila menjadi
pejabat. Bersikap sabar terhadap semua teman, jangan keras dan tamak.
Usahakanlah agar kenikmatan hidup yang didapat sekarang dapat diwarisi oleh
anak cucu. Apabila seseorang berkuasa dengan sewenang- wenang, teman-teman akan
takut dan benci, maka kenikmatan itu tidak akan lestari sampai ke anak cucu.
Kenikmatan hidup dapat diibaratkan sehelai kain di jemuran. Jika direntak yang
empunya, siapa yang kuasa menghalang- halanginya.
Karena
itu ingatlah, sewaktu menjadi pejabat, berhati-hatilah dalam tingkah laku dan
tindakan. Masa paling berat adalah ketika masih bersetatus calon, hati malu,
badan sakit, karena itu jika telah sukses, ingatlah masih sengsara, karena itu
jika telah sukses, ingatlah masa masih sengsara. Seorang magang “calon pegawai”
agar rajin bekerja, pekerjaan apapun, berat ringan jangan ditolak, hendaklah
dikerjakan dengan iklas. Rajin-rajinlah menghadap, tekunilah sebarang tugas
yang dipercaya, agar dipercaya atasan. Siang malam berusahalah dengan kesengguhan
hati, untuk mendekat kepada Tuhan, dan jangan mudah putus asa. Segala cita-cita
akan terwujud, asal dimohon.
Jangan
Mengikuti Godaan.
Imajiner
Nuswantoro