KISAH Jaka Sengkala
Tersebutlah
seorang raja dari Kerajaan Najran bernama Prabu Sarkil yang gemar sekali
berdagang. Pada suatu hari ia berlayar menuju Tanah Hindustan namun di tengah
perjalanan kapalnya hancur dihantam badai. Seluruh pengawalnya tewas tenggelam,
sementara Prabu Sarkil terapung-apung pingsan di lautan.
Saat
itu Batara Anggajali sedang duduk di atas lautan sambil membuat senjata untuk
para dewa sesuai perintah Batara Guru. Tiba-tiba ia melihat Prabu Sarkil
terapung-apung di bawa ombak. Ia pun menyambar tubuh raja itu dan membawanya ke
daratan.
Beberapa
waktu kemudian Prabu Sarkil sadar dari pingsan. Ia terkejut melihat seorang
pria tampan di hadapannya. Batara Anggajali pun memperkenalkan diri. Prabu
Sarkil sangat gembira dan mengundangnya datang ke Negeri Najran.
Sesampainya
di Najran, Prabu Sarkil menjodohkan Batara Anggajali dengan putrinya yang
bernama Dewi Saka. Keduanya pun melangsungkan pernikahan. Beberapa bulan
kemudian Dewi Saka pun mengandung. Saat itu Batara Anggajali teringat pada
tugasnya dan takut mendapat murka dari Batara Guru. Maka, ia pun memutuskan
untuk kembali ke lautan. Sebelum berangkat, ia sempat berpesan jika putranya
kelak lahir laki-laki supaya diberi nama Jaka Sengkala.
Beberapa
waktu kemudian, ketika usia kandungan Dewi Saka menginjak sembilan bulan, namun
belum juga terlihat tanda-tanda kelahiran sang bayi. Berbagai macam obat-obatan
sudah dicoba, namun tidak membuahkan hasil. Prabu Sarkil sangat sedih namun
hanya bisa pasrah kepada Tuhan Yang Mahakuasa.
Akhirnya
setelah usia kandungan mencapai dua tahun, dewi Saka pun melahirkan bayi
laki-laki yang menunjukkan tanda-tanda kedewataan. Bayi itu memiliki mata merah
dan kulit bersih tanpa dilumuri darah dan ari-ari seperti bayi lainnya. Selain
itu ia juga tidak menetek pada ibunya. Dewi saka sendiri langsung sehat setelah
melahirkan bayi yang diberi nama Jaka sengkala itu.
Jaka
Sengkala tumbuh menjadi anak yang memiliki kekuatan luar biasa. Sejak kecil ia
sudah bisa terbang di angkasa. Dalam membaca dan menghafalkan kitab
kepandaiannya jauh melebihi para guru pengajarnya.
Setelah
berusia 25 tahun Jaka Sengkala mendesak ibu dan kakeknya agar memberi tahu
siapa ayah kandungnya. Setelah berusaha keras ia akhirnya mengetahui kalau ayah
kandungnya seorang dewa pembuat senjata bernama Batara Anggajali.
Maka
berangkatlah Jaka Sengkala terbang di angkasa menuju tempat ayahnya. Di atas
lautan ia melihat seorang dewa sibuk membuat senjata. Setelah berkenalan
ternyata dewa itu adalah Batara Anggajali, ayahnya sendiri.
Jaka
Sengkala sangat kagum melihat kesaktian ayahnya. Ia memutuskan untuk berguru
kepada sang ayah dan tidak mau pulang ke Najran. Batara Anggajali dipujinya
sebagai orang paling sakti di dunia. Batara Anggajali menolak pujian itu,
karena kesaktiannya masih kalah dibanding Batara Ramayadi, ayahnya.
Maka
Jaka Sengkala membatalkan niat untuk berguru kepada sang ayah. Sesuai petunjuk
yang diterimanya, ia pun terbang ke angkasa menuju tempat Batara Ramayadi,
kakeknya sendiri. Batara Ramayadi langsung mengenali Jaka Sengkala sebagai
cucunya sendiri. Jaka Sengkala sangat kagum dibuatnya, dan memuji Batara
Ramayadi sebagai orang paling sakti di dunia.
Batara
Ramayadi menolak pujian itu, karena menurutnya, yang paling sakti di dunia
adalah putra Batara Guru yang bernama Batara Wisnu. Jaka Sengkala pun melesat
menuju ke tempat tinggal dewa tersebut sesuai petunjuk sang kakek.
Akhirnya,
Jaka Sengkala berhasil menemukan tempat tinggal Batara Wisnu. Ia sangat kagum
karena Batara Wisnu mampu mengetahui asal-usulnya, serta maksud dan tujuan
kedatangannya. Atas desakan Jaka Sengkala, Batara Wisnu terpaksa memamerkan
kesaktian di hadapan pemuda itu.
Ketika
Jaka Sengkala menyatakan mantap ingin berguru, Batara Wisnu justru menjelaskan
bahwa di dunia ini tidak ada orang yang memiliki kesaktiuan sempurna.
Menurutnya, yang paling sempurna hanya Tuhan Yang Mahaesa. Maka Jaka sengkala
pun memutuskan untuk mencari di mana Tuhan berada dan berguru kepada-Nya.
Batara
Wisnu menjelaskan bahwa Tuhan itu tidak terbatas ruang dan waktu. Untuk
mendekatkan diri dengan Tuhan yang diperlukan adalah ilmu kesempurnaan hidup,
yaitu ilmu tentang asal dan tujuan kehidupan. Menurutnya, jika Jaka Sengkala
ingin memiliki ilmu itu harus belajar pada sahabatnya yang bernama Pandita
Usmanaji.
Akhirnya
Jaka Sengkala berhasil bertemu Pandita Usmanaji yang tinggal di Negeri
Banisrail. Kepadanya ia berguru ilmu kesempurnaan hidup sesuai ajaran Nabi Isa.
Semakin lama ia semakin larut dalam pelajarannya. Pada puncaknya, Jaka Sengkala
meminta untuk dipertemukan dengan Nabi isa.
Pandita
Usmanaji menolak permintaan tersebut karena Jaka Sengkala tidak ditakdirkan
bertemu dengan Nabi Isa, tetapi kelak ia akan bertemu dengan nabi penutup yang
bernama Nabi Muhammad. Kelahiran nabi tersebut masih 500 tahun lagi, namun Jaka
Sengkala ditakdirkan bisa mendapatkan air ajaib Tirgtamarta Kamandalu sehingga
bisa hidup abadi dan berumur panjang.
Pandita
Usmanaji menyarankan agar untuk sementara ini Jaka Sengkala pergi menemui
ayahnya yang kini telah menetap di Kerajaan Surati. Kerajaan tersebut adalah
hadiah dari Batara Guru karena jasa-jasa Batara Anggajali dalam menciptakan
pusaka-pusaka kahyangan.
Dalam
perjalanan menuju Negeri Surati kali ini Jaka Sengkala tidak menggunakan
kesaktiannya dengan terbang di angkasa, melainkan menempuh jalur darat saja.
Akhirnya ia pun menemukan negeri tersebut di mana sang ayah, Batara Anggajali,
telah bertakhta di sana dengan bergelar Prabu Iwasaka.
(Kitab
Paramayoga)
SISILAH JAKA SENGKALA / AJISAKA |
PRABU SAKIL BERTEMU BATARA ANGGAJALI
Tersebutlah
seorang raja keturunan Nabi Ismail bernama Prabu Sakil yang memerintah Kerajaan
Najran. Raja ini suka sekali berdagang ke seberang lautan dengan berdandan
sebagai saudagar. Pada suatu hari, kapal yang ditumpangi Prabu Sakil dan para
pengikutnya hancur dihantam badai. Seluruh penumpang tewas, kecuali Prabu Sakil
yang terapung-apung di lautan dengan berpegangan pada sebilah papan kayu.
Batara
Anggajali saat itu sedang duduk di atas ombak laut sambil mengerjakan perintah
Batara Guru untuk membuat senjata-senjata pusaka kahyangan. Ketika melihat
Prabu Sakil terapung-apung, ia pun bergegas menolong dan membawanya naik ke
daratan.
Setelah
sadar dari pingsan, Prabu Sakil berterima kasih atas pertolongan Batara
Anggajali. Mereka pun berkenalan dan saling menceritakan asal-usul
masing-masing. Sebagai ungkapan terima kasih, Prabu Sakil memohon dengan sangat
agar Batara Anggajali sudi singgah di Kerajaan Najran barang beberapa hari.
Batara
Anggajali tidak tega untuk menolak. Maka dengan kesaktiannya, ia pun
menggendong Prabu Sakil dan membawanya terbang di udara, sehingga dalam sekejap
saja mereka sudah sampai di ibu kota Kerajaan Najran.
BATARA ANGGAJALI MENIKAHI DEWI SAKA
Prabu
Sakil sangat menyukai pribadi Batara Anggajali dan berterus terang ingin
menjadikannya menantu. Saat itu ia telah memiliki seorang putri remaja bernama
Dewi Saka yang hendak dijodohkan dengan dewa pembuat senjata tersebut.
Batara
Anggajali menerima lamaran Prabu Sakil dengan senang hati. Maka
dilangsungkanlah pernikahan antara dirinya dengan Dewi Saka. Namun ia juga
tidak bisa lama-lama meninggalkan tugas yang diberikan Batara Guru. Setelah
sang istri mengandung, Batara Anggajali pun mohon pamit kembali ke tengah
lautan untuk melanjutkan pembuatan senjata-senjata pusaka.
Batara Anggajali |
KELAHIRAN JAKA SENGKALA
Sudah
lebih dari sembilan bulan mengandung, namun Dewi Saka belum juga melahirkan.
Segala macam pengobatan sudah diusahakan oleh Prabu Sakil namun belum juga
berhasil. Sampai akhirnya, usia kandungan mencapai dua tahun, barulah Dewi Saka
melahirkan bayi laki-laki berkulit putih bersih, dengan mata berwarna merah
berkilat-kilat. Bayi itu diberi nama Jaka Sengkala, karena kelahirannya
tergolong aneh dan tidak seperti bayi-bayi lain pada umumnya.
Sejak
kecil Jaka Sengkala sudah memiliki keistimewaan. Ia tidak minum air susu
ibunya, tetapi menghisap ujung jari sendiri. Ketika berusia delapan tahun ia
sudah menamatkan semua ilmu yang diajarkan para ulama. Setelah tumbuh dewasa ia
pun memiliki berbagai macam kesaktian, antara lain mampu terbang di angkasa.
Pada
suatu hari Jaka Sengkala meminta ibunya untuk menceritakan siapa sebenarnya
ayah kandungnya. Setelah didesak terus-menerus, Dewi Saka akhirnya bercerita,
bahwa Jaka Sengkala sebenarnya adalah cucu seorang dewa pembuat senjata,
bernama Batara Anggajali, yang saat ini berada di atas Samudera Hindia.
Jaka
Sengkala sangat penasaran ingin bertemu ayahnya dan tidak bisa ditahan lagi. Ia
pun mohon pamit kepada kakek dan ibunya untuk pergi mencari Batara Anggajali.
Dengan berat hati Prabu Sakil dan Dewi Saka pun melepas kepergian Jaka Sengkala
yang sangat mereka kasihi itu dan mendoakannya supaya selalu mendapatkan
perlindungan Tuhan Yang Mahakuasa.
JAKA SENGKALA BERTEMU AYAHNYA
Jaka
Sengkala terbang meninggalkan Kerajaan Najran dan sampai di atas Samudera
Hindia. Di tengah lautan ia melihat Batara Anggajali sedang duduk tenang di
atas ombak lautan sambil tangannya bekerja membuat senjata-senjata pusaka. Jaka
Sengkala yakin orang itu adalah ayah kandungnya dan ia pun segera
memperkenalkan diri. Mengetahui pemuda itu adalah anak Dewi Saka, Batara
Anggajali sangat gembira dan menerimanya sebagai putra.
Jaka
Sengkala sangat kagum melihat kesaktian sang ayah dalam membuat senjata yang
tidak menggunakan api, namun cukup jarinya memijat-mijat besi saja. Ia pun
menyatakan ingin tinggal bersama sang ayah. Namun Batara Anggajali berkata
bahwa sebaiknya Jaka Sengkala pulang ke Najran saja supaya bisa hidup mulia di
sana sebagai raja yang kelak menggantikan kakeknya. Jaka Sengkala mengaku tidak
suka kemewahan dan ingin hidup sebagai murid sang ayah saja. Karena baginya,
Batara Anggajali adalah yang paling sakti di dunia.
Batara
Anggajali menolak anggapan itu. Ia mengatakan bahwa ayahnya, atau kakek dari
Jaka Sengkala yang bernama Batara Ramayadi jauh lebih sakti darinya. Jika
membuat senjata, Batara Ramayadi tidak perlu menggunakan tangan tapi cukup
dengan memandang saja, besi baja akan lunak dengan sendirinya.
Jaka
Sengkala pun mengurungkan niat untuk berguru kepada ayahnya dan menyatakan
ingin berguru kepada sang kakek saja. Batara Anggajali melepaskan kepergian
putranya itu dan menunjukkan arah yang harus ditempuh jika ingin bertemu Batara
Ramayadi.
JAKA SENGKALA BERTEMU KAKEKNYA
Jaka
Sengkala akhirnya berhasil menemukan Batara Ramayadi yang sedang duduk di atas
awan mega sedang sibuk membuat berbagai senjata pusaka. Tanpa perlu Jaka
Sengkala memperkenalkan diri, ternyata Batara Ramayadi sudah dapat menebak
kalau ia adalah cucunya sendiri, yaitu putra Batara Anggajali.
Jaka
Sengkala menyampaikan niatnya ingin berguru kepada sang kakek yang dianggapnya
paling sakti di dunia. Kini ia melihat dengan mata sendiri bagaimana sang kakek
membuat senjata tanpa perlu menggunakan tangan. Cukup dengan dipandang saja,
segala macam besi dan baja akan lunak dengan sendirinya. Namun, Batara Ramayadi
menolak sebutan paling sakti tersebut, karena ia hanyalah seorang empu pembuat
senjata. Para dewa di Kahyangan Tengguru jauh lebih sakti, dan yang paling sakti
adalah Batara Guru, sang raja para dewa. Adapun dewa lainnya yang memiliki
kesaktian setara dengan Batara Guru adalah putra bungsunya yang bernama Batara
Wisnu.
Jaka
Sengkala terlihat kecewa karena kakeknya ternyata bukan yang paling sakti. Ia
kemudian mohon pamit untuk berangkat menemui Batara Wisnu. Batara Ramayadi
mengizinkan dan menunjukkan arah yang harus ditempuh menuju tempat tinggal
Batara Wisnu tersebut.
JAKA SENGKALA BERTEMU BATARA WISNU
Berkat
petunjuk sang kakek, Jaka Sengkala berhasil menemukan Gunung Tengguru dan tiba
di kahyangan tempat tinggal Batara Wisnu. Tanpa harus memperkenalkan diri,
Batara Wisnu dapat menebak asal-usul Jaka Sengkala sekaligus mengetahui
perasaan kecewa dalam hati pemuda itu terhadap ayah dan kakeknya yang ternyata bukan
manusia paling sakti di dunia. Jaka Sengkala sangat senang melihat kepandaian
Batara Wisnu dalam menebak asal-usul serta isi hatinya. Ia pun menyatakan ingin
berguru kepadanya. Batara Wisnu mengatakan jika Jaka Sengkala ingin menjadi
murid maka harus bisa menyesuaikan diri dengan perilaku kehidupannya.
Jaka
Sengkala menyatakan siap untuk menyesuaikan diri dengan perilaku Batara Wisnu.
Batara Wisnu pun menguji Jaka Sengkala. Dalam sekejap tubuh Batara Wisnu sudah
menghilang dari pandangan dan kemudian amblas ke dalam perut bumi, setelah itu
terbang ke angkasa, dan mendarat di Kutub Utara, kemudian menuju ke Kutub
Selatan dalam waktu sekejap. Anehnya, ke mana pun Batara Wisnu pergi, Jaka
Sengkala selalu dapat menyertainya.
Batara
Wisnu mengatakan bahwa Jaka Sengkala tidak perlu lagi belajar kesaktian karena
pada dasarnya ia telah sakti sejak lahir. Batara Wisnu juga menjelaskan bahwa
di dunia ini tidak ada makhluk yang memiliki kesaktian paling sempurna, karena
yang sempurna hanyalah Tuhan Yang
Mahasempurna. Maka, ilmu yang paling tinggi derajatnya bukanlah ilmu kesaktian
yang membuat manusia tidak terkalahkan, tetapi ilmu pengetahuan yang membuat
manusia semakin dekat dengan Tuhan Yang Mahakuasa. Itulah ilmu kesempurnaan
yang seharusnya dipelajari dan diamalkan.
Jaka
Sengkala pun memohon supaya Batara Wisnu mengajarkan ilmu kesempurnaan tersebut
agar ia dapat mendekati Tuhan Yang Mahakuasa. Batara Wisnu menyarankan supaya
Jaka Sengala berguru kepada sahabatnya saja yang bernama Pendeta Usmanaji di
Kerajaan Bani Israil. Jaka Sengkala menurut dan berangkat menuju arah yang
ditunjukkan kepadanya.
JAKA SENGKALA MENJADI MURID PENDETA USMANAJI
Jaka
Sengkala akhirnya bertemu dengan Pendeta Usmanaji dan menceritakan apa yang
disampaikan Batara Wisnu kepadanya. Pendeta Usmanaji berkenan menerimanya
sebagai murid dan mengajarinya berbagai macam ilmu pengetahuan dan hakikat
kebenaran.
Setelah
mempelajari semua ilmu dari sang guru, Jaka Sengkala berubah menjadi sosok
rendah hati dan tidak lagi angkuh seperti sebelumnya. Pendeta Usmanaji
meramalkan bahwa kelak Jaka Sengkala akan menjadi manusia yang dipilih Tuhan
untuk mengisi Pulau Jawa dengan penduduk manusia. Jaka Sengkala juga diramalkan
kelak berhasil memperoleh keabadian berkat meminum Tirtamarta Kamandanu di
Tanah Lulmat, namun waktunya masih lama.
Pendeta
Usmanaji menyarankan agar saat ini Jaka Sengkala pergi ke Kerajaan Surati untuk
bertemu ayahnya sambil menunggu takdir Tuhan lebih lanjut. Rupanya Pendeta
Usmanaji mendapatkan berita bahwa Batara Guru sangat senang melihat hasil kerja
Batara Anggajali dalam menciptakan senjata-senjata kahyangan, sehingga ayah
Jaka Sengkala itu pun mendapatkan hadiah berupa Kerajaan Surati.
Jaka
Sengkala menuruti nasihat sang guru. Dengan berat hati ia pun mohon pamit.
Pendeta Usmanaji melepas kepergian muridnya itu dan meramalkan kelak mereka
akan bertemu lagi di Pulau Jawa yang terletak di seberang tenggara.
JAKA SENGKALA TIBA DI KERAJAAN SURATI
Dari
Kerajaan Bani Israil menuju Kerajaan Surati, Jaka Sengkala tidak lagi terbang
di angkasa seperti yang sudah-sudah, tetapi lebih memilih berjalan kaki
menyusuri jalur darat. Sesampainya di tempat yang dituju, ia disambut dengan
hangat oleh sang ayah, yaitu Batara Anggajali. Adapun saat itu Batara Anggajali
telah menjadi raja dengan bergelar Prabu Iwasaka.
Jaka
Sengkala pun diangkat sebagai pangeran mahkota Kerajaan Surati dengan bergelar
Raden Ajisaka.
Catatan
:
Kisah
ini menceritakan kelahiran dan kehidupan masa muda Jaka Sengkala, putra Batara
Anggajali. Ia kelak bergelar Ajisaka, yaitu orang yang mengisi Pulau Jawa
dengan penduduk dari bangsa manusia.
Kisah
ini disusun berdasarkan sumber dari Serat Paramayoga karya Ngabehi
Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.
Koleksi
Artikel Imajiner Nuswantoro