Kisah Batara Kala Lahir
(Kisah Para Dewa)
Ilustrasi gambaran Bathara Kala muda dan dewasa |
Kisah
ini menceritakan tentang kelahiran Batara Kala yang terjadi dari kama salah
Batara Guru, dilanjutkan dengan peristiwa Batari Uma berubah wujud menjadi
Batari Durga. Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Paramayoga karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.
Dewa Kala
Dewa Bhatara Kala adalah sosok makhluk raksasa yang menyeramkan, konon
lahir Saniscara Kliwon Wuku Wayang (yang terkenal dengan Tumpek Wayang) dan
merupakan putra dari Dewa Siwa dengan Dewi Durga.
Dimana upacara mapag kala disebutkan sebagai
peringatan untuk menyambut kehadiran Bhatara Kala yang bertujuan untuk
keharmonisan kembali alam ini.
Dalam
mithologi caru diceritakan ketika alam semesta ini pertama kali diciptakan,
setelah yang baik-baik diciptakan, maka kemudian Bhatari Uma berubah rupa
menjadi Bhatari Durgha dan Pretenjala juga berubah rupa menjadi Bhatara Kala
ini,
lalu bersama-sama menciptakan segala jenis
bhuta kala dengan segala penyakit serta godaan-godaan yang ditimbulkan,
sehingga di alam semesta ini terjadilah ketidak harmonisan antara sifat baik
dan buruk (Rwa Bhineda).
Kisahnya
Dewa Bhatara / Batara Kala ini biasanya diceritakan secara lengkap dalam drama
ritual Sapuh Leger yang dijadikan pedoman untuk mengadakan Upacara Bebayuhan
Weton Sapuh Leger pada anaknya yang lahir pada wuku wayang atau tepatnya pada
tumpek wayang.
Sebagaimana
yang disebutkan juga,
Palinggih
Bhatara Kala, putra Dewa Siwa ini yang berada di Merajan dengan Bhiseka Ratu
Ngurah dan Pengapit Lawang (dua buah di kiri-kanan Pamedal Agung)
disebutkan
bertugas menjadi pecalang atau penjaga Sanggah Pamrajan sebagai tempat suci
pekarangan rumah.
SEKILAs KISAH CERITA BatHARA Kala Lahir
Pada
suatu saat kahyangan geger kena pengaruh Batara Kanekaputra, cucu Sang Hyang
Nurrada yang sedang bertapa sambil menggenggam Cupu Retna Dumilah. Bathara Guru
segera memerintahkan para dewa untuk menghentikan tapa Sang Hyang Kanekaputra.
Namun, para dewa gagal menunaikan tugas itu karena kalah sakti.
Akhirnya,
terpaksa Batara Guru turun tangan. Sewaktu keduanya sedang berperang tanding,
datang Sang Hyang Nurada melerai mereka. Diambil kese-pakatan, Batara Guru
harus mengakui Kaneputra sebagai saudara tua, sedang Kanekaputra harus membantu
tugas-tugas Batara Guru. Agar cucunya itu berhasil dalam tugasnya, Sang Hyang Nurrada
lalu menyatu dengan Kanekaputra. Selanjutnya, Kane-kaputra lebih dikenal dengan
nama Batara Narada.
Sesudah
kesepakatan itu, ternyata Batara Guru masih menginginkan Cupu Retna Dumilah
yang dipegang Kanekaputra. Cupu itu dimintanya, tetapi Kanekaputra tidak
memberikannya, malahan membuang cupu itu jauh-jauh. Para dewa lalu berusaha
menemukan cupu itu, sampai ke bumi lapis ketujuh yang dikuasai Sang Hyang
Antaboga. Terjadi perang antara para dewa dengan Sang Hyang Antaboga. Para dewa
kalah, dan kembali ke kahyangan.
Ketika
para dewa sedang melaporkan kega-galannya pada Bathara Guru, datanglah Sang
Hyang Antaboga menghadap dan menyerahkan Cupu Retna Dumilah. Namun, sebelum
cupu itu sampai ke tangan Batara Guru, para dewa telah lebih dahulu
mem-perebutkannya, sehingga cupu itu jatuh, pecah menjelma menjadi seberkas
cahaya indah berkemilau. Cahaya itu kemudian berubah ujud lagi menjadi tiga
bidadari cantik, masing-masing bernama Dewi Widowati alias Tisnawati, Dewi Sri,
dan Dewi Lokati alias Dewi Rumingrat. Walaupun mereka bertubuh tiga, tetapi
berjiwa satu, yang kemudian disebut Hapsari Triwati.
Suatu
ketika, Bathara Guru memeriksa keadaan alam raya, didampingi istrinya, Dewi Uma.
Mereka mengendarai Lembu Andini.
Saat
senja itu tiba-tiba Batara Guru menyaksikan betis istrinya, langsung timbul
birahinya. Batara Guru mengajak istrinya berolah asmara di punggung Lembu
Andini. Dewi Uma menolak, padahal saat itu nafsu birahi Batara Guru sudah
hampir sampai pada puncaknya. Maka jatuhlah kama benih dewa itu ke permukaan
samudra.
Peristiwa
ini menyebabkan mereka bertengkar hebat. Batara Guru mengutuk Dewi Uma menjadi
raseksi (raksasa perempuan) dan diganti namanya dengan Durga, sedangkan Dewi
Uma mengutuk suaminya sehingga bertaring.
Sementara
itu kama benih Bathara Guru yang jatuh di samudra menjelma menjadi makhluk ganas
dan rakus, yang ujudnya mengerikan. Makhluk itu segera pergi ke kahyangan dan
minta pada Bathara Guru agar diakui sebagai anaknya. Tuntutan itu dipenuhi, dan
makhluk itu diberi nama Batara Kala. Untuk mengurangi kerakusan Batara Kala,
Batara Guru memotong taring anaknya dan dari dua taring itu diciptanya senjata
ampuh: Kaladite dan Kalanadah.
Mitologi BatHARA Kala Dalam Pewayangan Jawa
Menurut
cerita wayang Purwa. Ini terjadi ketika pada suatu saat Bathara Guru bertamasya
bersama istrinya, Dewi Uma, menunggang Lembu Andini mengarungi angkasa. Di atas
Nusa Kambangan, dalam keindahan pemandangan senja hari, Bathara Guru tergiur
melihat betis istrinya. Ia lalu merayu Dewi Uma agar mau melayani hasratnya
saat itu juga, di atas punggung Andini. Tetapi istrinya menolak. Selain karena
malu, Dewi Uma menganggap perbuatan semacam itu tidak pantas dilakukan.
Karena
gairah Bathara Guru tak tertahankan lagi, akhirnya jatuhlah kama benihnya ke
samudra. Seketika itu juga air laut bergolak hebat. Benih kama Batara Guru
menjelma menjadi makhluk yang mengerikan. Dengan cepat makluk itu tumbuh
menjadi besar. la menyerang apa saja, melahap apa saja. Untuk meredakan
kekalutan yang terjadi, Bathara Guru memerintahkan beberapa orang dewa membasmi
makhluk itu. Namun dewa-dewa itu tak ada yang mampu menghadapi makhluk itu.
Mereka akhirnya bahkan lari pulang ke kahyangan. Makhluk ganas itu segera
mengejar para dewa sampai ke Kahyangan Suralaya, tempat kediaman Bathara Guru.
Setelah berhadapan dengan Batara Guru makhluk itu menuntut penjelasan, ia anak
siapa, untuk kemudian minta nama dari ayahnya. Batara Guru yang maklum
keadaannya, segera memberi tahu bahwa makhluk itu adalah anaknya yang terjadi
karena kama salah. Batara Guru memberinya nama Kala, dan mengangkatnya
sederajat dengan dewa, sama dengan anak-anaknya yang lain. Dengan demikian, ia
bergelar Batara Kala.
Setelah
mendapat nama, Batara Kala lalu minta diberi istri dan tempat tinggal.
Kebetulan, sesaat sebelumnya Batara Guru dan Dewi Uma baru saja bertengkar
sehingga mereka saling mengutuk. Dewi Uma yang tadinya cantik jelita dikutuk
menjadi raseksi (raksasa wanita) dan diberi nama Batari Durga. Batari Durga
lalu dijadikan istri Batara Kala, karena
memang di dunia raksasa tidak mengenal norma-norma perkawinan. Mereka diberi tempat
di Kahyangan Setra Gandamayit, di telatah Hutan Krendawahana. Perkawinan ini
kemudian membuahkan dua orang anak. Yang sulung bernama Kala Gotana berujud
raksasa mengerikan, sedangkan anaknya yang kedua bernama Dewasrani yang tampan.
Selain yang dua itu, dalam beberapa lakon carangan, mereka masih mempunyai
beberapa anak lagi.
Karena
Bathara Kala makhluk yang amat rakus dan ganas, Batara Guru khawatir kalau-kalau
manusia di bumi akan punah dimangsanya. Oleh sebab itu Bathara Guru lalu
berusaha mengurangi kerakusan anaknya itu. Sebagai ayahnya, Batara Guru minta
agar Batara Kala mendekat dan sungkem (berjongkok dan menyembah) di hadapannya.
Batara Kala melaksanakan permintaan ayahnya itu. Namun ketika sampai ke dekat
Batara Guru, pemuka dewa itu tiba-tiba memotong kedua taring dan lidah Bathara Kala
yang mengandung bisa.
Oleh
Bathara Guru, potongan lidah Batara Kala kemudian dicipta menjadi senjata ampuh
berupa anak panah dan diberi nama Pasupati. Anak panah ini kelak menjadi milik
Arjuna. Sedangkan taring kirinya menjadi keris bernama Kaladite, yang kemudian
menjadi milik Adipati Karna. Potongan taring kanan Batara Kala dicipta menjadi
keris yang diberi nama Kalanadah. Keris ampuh ini kelak akan dianugerahkan
kepada Arjuna, kemudian Arjuna memberikannya kepada Gatotkaca sebagai kancing
gelung.
Bathara Guru juga memberi ketentuan, hanya anak sukerta saja yang boleh dimangsa Batara
Kala. Namun anak sukerta itu pun tidak boleh dimangsa, bilamana si anak telah
diruwat oleh orang tuanya.
Beberapa daftar anak yang tergolong sukerta :
1.
Ontang-anting, anak tungal, baik lelaki maupun
perempuan.
2.
Kedana-kedini, dua bersaudara, yang satu lelaki yang
satu perempuan.
3.
Uger-uger, dua bersaudara, lelaki semua.
4.
Lumunting, anak yang lahir tanpa ari-ari.
5.
Sendang kapit pancuran, tiga anak yang sulung
laki-laki, yang tengah perempuan, dan yang bungsu laki-laki.
6.
Pancuran kapit sendang, kebalikan dari nomor 5.
7.
Kembang sepasang, dua perempuan semua.
8.
Sarimpi, empat orang perempuan semua.
9.
Pandawa, lima orang lelaki semua.
10. Pandawi, lima
orang perempuan semua.
11. Pandawa ipil-ipil,
lima anak, empat perempuan, yang bungsu lelaki, dll.
Untuk
menghindari jadi mangsa Batara Kala harus diadakan upacara ruwatan. Maka untuk
lakon-lakon seperti itu di dalam pedalangan disebut lakon Murwakala atau lakon
ruwatan. Di dalam lakon pedalangan Batara Kala selalu memakan para pandawa
karena dianggapnya Pandawa adalah orang ontang anting. Tetapi karena Pandawa
selalu didekati titisan Wisnu yaitu Bathara Kresna. Maka Bathara Kala selalu
tidak berhasil memakan Pandawa.
Bathara Kala, sebagaimana halnya golongan dewa dalam pewayangan lainnya, tidak pernah
mati. Pada zaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kediri, Bathara Kala yang
menjelma di dunia sebagai Prabu Yaksadewa, membunuh Anoman. Pada Wayang Bali,
Batara Kala menjadi repertoar satu-satunya dalam pergelaran Wayang Sapuh Leger,
kalau di Pulau Jawa, lakon Murwakala.
BATHARA GURU MENGAJAK BATARI UMA BERPESIAR
Meskipun
telah membangun Kahyangan Argadumilah yang tidak kalah indahnya dibanding
Kahyangan Tengguru, namun perasaan Bathara Guru masih sangat kecewa atas
kekalahannya melawan mukjizat Nabi Isa. Ia hanya bisa menyesali perbuatannya
yang telah menyerang Kerajaan Bani Israil dan melanggar nasihat Sanghyang
Padawenang.
Untuk
menghibur diri, Bathara Guru mengajak Batari Uma pergi berpesiar menikmati
keindahan Pulau Jawa. Batari Uma awalnya tidak bersedia karena ia mendapatkan
firasat akan terjadi hal yang tidak baik. Namun Batara Guru terus-menerus
mendesak sehingga Batari Uma akhirnya menurut juga.
LAHIRNYA KAMA SALAH
Batara
Guru dan Batari Uma pun berangkat dengan mengendarai Lembu Andini. Mereka
terbang di angkasa menikmati keindahan Pulau Jawa dari atas. Ketika melewati
Laut Selatan, saat itu hari sudah menjelang senja. Sinar matahari terbenam yang
kemerah-merahan menerpa tubuh Batari Uma sehingga membuatnya terlihat semakin
cantik.
Tiba-tiba
saja Batara Guru terbangkit nafsu birahinya. Maklum saja, sejak kelahiran
Batara Wisnu yang melalui ajian Asmaragama, Asmaracipta, dan Asmaraturida, ia
tidak pernah lagi melakukan persetubuhan dengan sang istri, sehingga kali ini
nafsunya bagaikan meledak dan berkobar-kobar.
Batara
Guru pun mengajak Batari Uma bersetubuh di atas punggung Lembu Andini saat itu
juga. Batari Uma menolak karena malu, namun Batara Guru terus memaksa dan
mengancam hendak menggunakan kekerasan. Batari Uma mengingatkan Batara Guru
selaku raja dewata tidak sepantasnya bersikap seperti raksasa. Ucapan Batari
Uma yang sedang terdesak itu berubah menjadi kutukan. Seketika, Batara Guru pun
mendapatkan cacat ketiga, yaitu memiliki dua buah taring panjang seperti
raksasa. Maka, sejak saat itu Batara Guru mendapatkan julukan baru, yaitu
Sanghyang Randuwana, yang bermakna "memiliki taring seperti buah randu
hutan".
Batara
Guru sangat murka atas kutukan yang menimpa dirinya. Keinginannya bersetubuh
pun berubah menjadi niat untuk memerkosa istri sendiri. Tubuh Batari Uma
kemudian diangkat dan didudukkan di atas pangkuannya. Karena nafsu birahi sudah
tak terkendalikan, air mani Batara Guru pun memancar keluar. Namun Batari Uma
meronta menghindarinya sehingga air mani tersebut jatuh ke laut. Tiba-tiba saja
air laut yang terkena tumpahan air mani sang raja dewata langsung mendidih dan
mengepulkan asap.
KAMA SALAH BERUBAH WUJUD MENJADI RAKSASA
Dengan
perasaan kecewa bercampur malu, Batara Guru memutuskan pulang ke Kahyangan
Argadumilah. Tiba-tiba datang dewa penjaga lautan yang bernama Batara Baruna
menghadap kepadanya. Batara Baruna ini adalah putra Batara Gangga, putra Batara
Hermaya, putra Sanghyang Hening, yaitu paman Batara Guru.
Batara
Baruna melaporkan bahwa di Laut Selatan telah tercipta api berkobar-kobar yang
menewaskan banyak ikan dan binatang air. Batara Baruna mengaku kesulitan
memadamkan api tersebut, karena semakin dipadamkan justru semakin bertambah
besar. Kedatangannya ke Kahyangan Argadumilah ini adalah untuk memohon bantuan
kepada Batara Guru supaya turun tangan menyelamatkan segenap binatang laut.
Batara
Guru paham bahwa api tersebut sesungguhnya berasal dari "kama salah",
yaitu luapan nafsu birahi salah tempat yang tadi tumpah dan membuat air laut
mendidih. Rupanya gelembung kama salah tersebut kini telah berkembang dan
tumbuh menjadi api yang berkobar-kobar. Batara Guru lalu memerintahkan Batara
Sambu supaya memimpin para adik dan para sepupu untuk memadamkan kobaran Kama
Salah tersebut.
Batara
Sambu dan pasukan dewata telah tiba di Laut Selatan dan mengepung api yang
berkobar-kobar itu. Mereka lantas mengerahkan segala cara untuk memadamkan api
Kama Salah. Namun, bukannya padam, api tersebut justru berkobar semakin besar.
Para dewa lantas melemparkan berbagai senjata pusaka ke dalam kobaran api.
Namun, secara ajaib api itu justru berubah wujud menjadi raksasa mengerikan.
Semakin para dewa menghujaninya dengan senjata, raksasa itu justru semakin
bertambah besar dan kuat.
Raksasa
Kama Salah itu lalu mengamuk melakukan serangan balasan. Para dewa pun
kocar-kacir dibuatnya. Mereka berhamburan terbang kembali ke Kahyangan
Argadumilah. Si Kama Salah terus mengejar sambil menanyakan siapa dirinya, dan
siapa orang tuanya.
KAMA SALAH MENDAPAT NAMA BATARA KALA
Kama
Salah mengejar para dewa sampai memasuki Kahyangan Argadumilah. Batara Guru
dengan tenang menyambut kedatangannya dan menyuruhnya duduk di lantai. Kama
Salah heran melihat wujud Batara Guru yang jauh lebih kecil dari dirinya namun
berani memberikan perintah begitu saja. Batara Guru pun memperkenalkan diri
sebagai raja dewata, penguasa seluruh dunia. Kama Salah merasa kebetulan,
karena Batara Guru pasti bisa menceritakan siapa asal-usulnya, dan siapa orang
tuanya.
Batara
Guru bersedia menceritakan asal-usul Kama Salah apabila raksasa tersebut
memberikan sembah bakti yang tulus kepadanya. Kama Salah pun membungkuk
menghaturkan sembah. Pada saat itulah Batara Guru tiba-tiba memangkas rambut
raksasa itu. Kama Salah terkejut dan mendongak. Secepat kilat Batara Guru
memotong dua buah taringnya, dan menusuk lidahnya hingga semua bisa di dalam
mulut raksasa itu mengalir keluar. Begitu kehilangan dua buah taring dan bisa
di lidahnya, tubuh Kama Salah langsung lemas tak berdaya dan terkulai di
lantai.
Batara
Guru kemudian memperkenalkan dirinya sebagai ayah dari Kama Salah. Sejak hari
itu Kama Salah diakuinya sebagai putra, dan diberi nama Batara Kala, karena
lahir pada saat senjakala. Putra nomor enam itu lalu diperintahkan untuk
tinggal di Pulau Nusakambangan yang terletak di Laut Selatan. Batara Kala
berterima kasih dan berangkat menuruti perintah sang ayah.
Batara
Guru kemudian menyerahkan kedua taring Batara Kala yang dipotongnya tadi kepada
Batara Ramayadi dan Batara Anggajali supaya ditempa menjadi senjata. Kedua empu
kahyangan itu lalu mengubah taring-taring tersebut menjadi dua bilah keris
pusaka, yang diberi nama Keris Kalanadah dan Keris Kaladite.
BATARI UMA DIKUTUK MENJADI BATARI DURGA
Berita tentang Batara Guru memiliki anak berwujud raksasa besar dan mengerikan telah membuatnya merasa sangat malu. Ia pun menimpakan kesalahan kepada Batari Uma yang seharusnya tidak menolak sewaktu diajak bersetubuh di atas punggung Lembu Andini tadi. Batara Guru pun menemui Batari Uma dan menceritakan segalanya. Ia memarahi Batari Uma sebagai istri tidaklah pantas menolak perintah suami.
Batari
Uma balas mengatakan bahwa terciptanya Batara Kala tidak lain karena kesalahan
Batara Guru sendiri yang tidak dapat mengendalikan nafsu birahi. Jawaban ini
membuat Batara Guru tersinggung dan semakin marah. Batara Guru lalu menjambak
rambut sang istri dan memukuli badannya. Kedua kaki Batari Uma diangkat
sehingga tubuhnya pun tergantung dengan kepala di bawah.
Batari
Uma menjerit memohon ampun dengan suara yang melengking menyayat hati. Batara
Guru tidak peduli dan menyebut jeritan Batari Uma itu seperti suara raksasi.
Karena Batara Guru memiliki ajian Kawastrawam, membuat apa yang ia ucapkan
menjadi kenyataan. Seketika wujud Batari Uma pun berubah menjadi raksasi buruk
rupa.
Batara
Guru menyesali kutukannya, namun semua sudah terlambat. Sejak saat itu Batari
Uma diganti namanya menjadi Batari Durga dan diperintahkan untuk tinggal di
Hutan Setragandamayit, memimpin para hantu dan siluman. Kelak ia akan berubah
cantik kembali jika diruwat oleh seorang yang paling muda dari lima bersaudara
Pandawa.
Batari
Uma yang telah berganti nama menjadi Batari Durga itu pun menerima keputusan
sang suami dengan perasaan sedih. Ia lalu berangkat meninggalkan Kahyangan
Argadumilah dan pergi ke Hutan Setragandamayit untuk membangun kahyangan
pribadi di sana.
Imajiner
Nuswantoro