ANA POCAPANIPUN
ADIGUNA ADIGANG ADIGUNG
PAN ADIGANG KIDANG
ADIGUNG PAN ESTI
ADIGUNA ULA IKU
TELU PISAN MATI SAMPYUH
________
(Sekar Gambuh = 28 )
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung,
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
adiguna ula iku,
telu pisan mati sampyuh.
Aksara Jawanipun :
(ꦱꦼꦏꦂꦒꦩ꧀ꦧꦸꦃ = ꧇꧒꧘꧇)
ꦄꦤꦥꦺꦴꦕꦥꦤꦶꦥꦸꦤ꧀
ꦄꦣꦶꦒꦸꦤꦄꦣꦶꦒꦁꦄꦣꦶꦒꦸꦁ꧈
ꦥꦤ꧀ꦄꦣꦶꦒꦁꦏꦶꦣꦁꦄꦣꦶꦒꦸꦁꦥꦤ꧀ꦄꦼꦱ꧀ꦛꦶ꧈
ꦄꦣꦶꦒꦸꦤꦈꦭꦆꦏꦸ꧈
ꦠꦼꦭꦸꦥꦶꦱꦤ꧀ꦩꦠꦶꦱꦩ꧀ꦥꦾꦸꦃ꧉
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ada istilah yang berbunyi adiguna, adigang, adigung, Adigang dikiaskan seperti kijang,adigung dikiaskan seperti gajah, adiguna adalah ular. Tiga sekalian mati bersamaan.
Prithilan
Salah sijine bait ing serat Wulangreh pupuh Gambuh yoiku "pan adigang kidang adigung pan esthi". Ukara esthi nduweni tegese yoiku gajah. Yen sakkabehe tembung tegese yoiku watak adigang kalebu kidang lan watak adigung kalebu gajah.
Salah satu bait dalam serat Wulangreh pupuh Gambuh adalah "pan adigang kidang adigung pan esthi". Salah satu katanya yaitu esthi memiliki arti gajah. Sedangkan keseluruhan kalimat memiliki arti sifat adigang menyerupai seperti kijang dan sifat adigung menyerupai gajah.
Pembahasan :
Serat Wulangreh merupakan salah satu serat yang diciptakan oleh Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Serat ini berasal dari kata "serat" yang artinya tulisan, "wulang" yang artinya ilmu/ajaran, dan "reh" yang berarti jalan atau aturan. Sehingga pengertian dari serat wulangreh adalah ilmu yang dipelajari oleh manusia yang berisi tata cara aturan kehidupan yang baik dan benar. Pada soal diatas merupakan salah satu potongan bait ke-28 pupuh Gambuh pada Serat Wulangreh yang berjudul "Adigang, Adigung dan Adiguna". Bait ini menjelaskan tentang 3 watak buruk pada manusia yang saling berkaitan dan sulit terpisahkan. Adapun isi dari bait ke-28 pupuh Gambuh pada Serat Wulangreh, adalah :
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung,
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
adiguna ula iku,
telu pisan mati sampyuh.
Makna Sekar Gambuh diatas menurut pendapat dalam diskusi Imajiner Nuswantoro :
Telu pisan mati sampyuh tegesipun telu pisan mati bareng. Awit saunggul-unggulipun ngelmi sarta watak ingkang awon temtu badhe kewon kaliyan ngelmi utawi wawatakan ingkang sae sarta leres.
"Sura Dira Jayaningrat lebur Dening Pangastuti"
Hadigang ngendelaken bandha
Hadigung ngaendelaken kalenggahan
Hadiguna ngendelaken kapinteran
menika sampun kawedhar wonten
Pada candhakipun Bapa
Iku upamanipun,
aja ngandelaken sira iku,
suteng nata iya sapa kumawani,
Iku ambeke wong adigang.
Ing wasana dadi asor.
Adiguna puniku,
ngandelaken kapinteranipun.
Samubarang kabisan dipun dheweki,
sapa bisa kaya ingsun,
Toging prana nora enjoh.
Ambek adigung iku,
angungasaken ing kasuranipun.
Para tantang candhala anyenyampahi.
Tinemenan nora pecus,
satemah dadi geguyon.
Adigang wataking kidang, ngendelake dumeh banter playune anggepe sapa kang bisa nututi
Adigung wataking gajah, ngendelake gedhe dhuwur dedeg piadege sarta unggul karosane, anggepe sapa kang bisa nyembadani/nandhingi
Adiguna wataking ula, ngendelake dumeh mandi wisane anggepe sapa kang bisa ngalahake,
Mekaten werdinipun menggah cariyos ingkang sampun nate kula tampi.
Kula tak nyobi Bapa menawi lepat nyuwun pangapunten:
Pan Adigang dados tetiyang punika ampun ngegungaken dupeh limpat, pinter, lir kadya playune kidang.
Adigung pan haesti : ugi ampun ngantos ngegungaken dupeh gagah , dhuwur, sugih pan yayah gedhene Gajah.
Adiguna ula iku, ugi ampun ngantos ngegungaken dupeh pintere sundul langit, kados upasing sawer.
Tetiganipun bakal sampyuh bilih namung kagem dora dhateng sesami.
gatra ingkang pungkasan gurulagunipun kedahipun o utawi A Bapa.
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung.
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
adiguna ula iku.
Telu pisan mati sampyoh.
AJA ADIGANG ADIGUNG ADIGUNA
Ungkapan "aja adigang adigung adiguna" sangat populer dalam masyarakat jawa. Ungkapan ini berisi nasehat agar seseorang tidak berwatak angkuh atau sombong sebagaimana watak binatang yang tersirat dalam ungkapan ini. Adigang adalah gambaran watak kijang yang menyombongkan kecepatan atau kekuatan larinya. Adigung menggambarkan watak kesombongan binatang gajah yang karena besar tubuhnya selalu merasa menang di bandingkan hewan lainnya. Adigung sebagai gambaran watak ular yang menyombongkan diri karena memiliki racun yang ganas dan mematikan.
Sebagai orang jawa yang sangat mementingkan watak andhap asor atau lembah manah (rendah hati), maka tidak selayaknya orang jawa memiliki watak sombong dan angkuh. Dan sebagai manusia yang mengakui bahwa hidup memerlukan orang lain, maka seseorang harus menjauhi watak menyombongkan kekuatan, kebesaran tubuh, dan kewenangannya.
Seseorang yang memiliki kekuatan atau kemampuan fisik tidak sepatutnya berwatak sombong seperti sombongnya kijang, dan memanfaatkan kekuatan itu untuk merugikan orang lain. Demikian pula, orang yang memiliki tubuh besar tidak selayaknya meniru gambaran sombongnya gajah yang menggunakan kebesaran tubuhnya untuk memasaksakan kehendak kepada yang bertubuh kecil. Juga, tidak pada tempatnya seseorang yang memiliki kekuasaan-sehingga ucapanya dijadikan panutan dan pedoman bagi orang lain, bawahanya atau anak buah- bersikap menyombongkan diri sebagaimana watak sombong binatang ular, yang dengan racun miliknya dapat mencelakakan orang lain.
Ungkapan "aja adigang adigung adiguna" merupakan peringatan kepada siapapun yang memiliki kelebihan (kekuatan, kedudukan, atau kekuasaan) agar tidak bersikap sewenang-wenang terhadap orang lain, apalagi terhadap orang kecil. Sebagai orang yang memiliki kekuatan, kedudukan dan kekuasaan, ia seharusnya memahami bahwa semua hal terebut adalah amanat yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, kedudukannya yang semakin tinggi, penguasaan ilmu yang semakin luas, dan kekuasaan yang semakin besar janganlah menjadikan kita semakin sombong di hadapan orang lain.
Seseorang harus selalu menyadari bahwa-kekuatan yang dimiliki, kedudukan yang dicapai, kekuasaan yang melekat pada dirinya- semuanya sekedar sebagai gadhuhan (pinjaman). Yang meng-gadhuh-kan (meminjamkan) semua itu tidak lain adalah masyarakat dan Tuhan. Jika semua yang melekat pada diri kita telah diminta kembali oleh yang maha memberi pinjaman (yakni masyarakat dan Tuhan), maka status kita akan kembali menjadi manusia biasa.
Ungkapan ini menjadi wejangan atau nasihat yang pas dan baik bagi siapapun yang sedang memiliki kekuatan, kedudukan, dan kekuasaan. Dengan wejangan atau nasihat itu diharapkan seseorang dapat memegang kendali atas dirinya sehingga tidak terpeleset pada perilaku angkuh dan sombong. Seseorang yang memiliki kedudukan (entah kedudukan sosial, kedinasan, dan sebagainya) tidak pada tempatnya menyombongkan diri.
Orang yang bijak justru makin menyadari bahwa semakin tinggi kedudukannya maka akan semakin tampak kekurangan dirinya. Seorang sarjana pantas menyadari bahwa ilmunya belum sempurna. Seorang magister perlu semakin menyadari bahwa masih banyak hal yang belum diketahuinya. Seorang doktor pun harus merasa dirinya kecil lantaran lautan ilmu terlalu luas sementara ia hanya memahami sebagian kecil saja.
Oleh sebab itu, yang lebih baik adalah meniru ilmu padi yaitu semakin tua, semakin berisi, tapi ia semakin menunduk. Artinya, semakin tua usia seorang, semakin tinggi ilmu seseorang, semakin besar kekuasaan seseorang, seharusnya orang tersebut semakin rendah hati, suatu sikap yang dilandasi oleh keyakinan bahwa masih banyak kekurangannya.
Peribahasa jawa adigang adigung adiguna tertulis di dalam serat wulangreh karya sunan pakubuwana IV, pujangga sekaligus raja kasunanan surakarta. Serat wejangan pakubuwana IV tersebut di sampaikan dalam dua pada (bait) tembang gambuh seperti berikut ini:
Wonten pocapanipun
Adiguna adigung adiguna
Pan adigang kidang adigung pan esti
Adiguna ula iku
Telu pisan mati sampyuh
Si kidang ambegipun
Ngendelken kebat lumpatipun
Pan si gajah ngendelkan geng ainggil
Si ula ngendelken iku
Mandine wisa yen nyakot
Untuk menghindari watak adigang adigung adiguna, orang jawa juga dingatkan oleh ungkapan aja dumeh (jangan sok). Ungkapan yang sangat populer ini merupakan kendali agar seseorang tidak memiliki watak sombong dan sewenang-wenang. Ketika sedang mendapatkan kebaikan, janganlah sombong dan lupa diri; ketika menjadi orang pandai, jangan menyombongkan diri karena kepandaiannnya; ketika menjadi pemimpin, janganlah menyombongkan diri karena jabatannya; ketika menjadi penguasa, janganlah menyombongkan diri karena kekuasaannya; ketika kaya, janganlah menyombongkan diri karena kekayaannya; dan sebagainya.
Jadi, aja dumeh (jangan sok) perlu menjadi kendali agar seseorang tidak terjebak pada perilaku menyombongkan diri lantaran menyadari bahwa kekayaan, kepandaian, kedudukan, kekuasaan, jabatan dan sebagainya itu sekedar titipan atau gadhuhan yang sewaktu-waktu akan lepas jika Tuhan menghendaki. Semua milik itu sebaiknya dipandang sebagai amanah yang harus dipertanggung jawabkan secara baik. Dengan demikian, seseorang akan tumbuh sebagai pribadi yang semakin lama semakin arif dan lembah manah (rendah hati).