Kisah Nama Balun dan Tawangalun sebagai Desa Pancasila di Lamongan
Desa Balun adalah salah satu desa di Lamongan yang syarat dengan nilai sejarah.
Di Desa Pancasila ini, ada makam Sunan Tawang Alun I atau Mbah Sin Arih yang konon adalah Raja Blambangan.
Nama Sunan Tawang Alun I atau Mbah Alun ini lah yang lambat laun menjadi nama Balun.
Kepala Desa Balun, Kusyairi mengatakan, kata Balun berasal dari nama Mbah Alun, seorang tokoh yang mengabdi dan berperan besar terhadap terbentuknya Desa Balun sejak tahun 1.600-an.
Sebutan Mbah Alun, berasal dari Sunan Tawang Alun yang konon adalah Raja Blambangan bernama Bedande Sakte Bhreau Arih.
Mbah Alun atau Mbah Sin Arih ini belajar mengaji di bawah asuhan Sunan Giri IV (Sunan Prapen).
Selesai mengaji dia kembali ke tempat asalnya untuk menyiarkan agama Islam sebelum diangkat menjadi Raja Blambangan.
Selama pemerintahan di Blambangan, Tawang Alun I mendapatkan serangan dari Mataram dan Belanda. Dan akhirnya beliau turun tahta kerajaan diserahkan pada anaknya Tawang Alun II.
Serangan ini membuat Kedaton Blambangan hancur hingga Sunan Tawang Alun melarikan diri ke arah barat menuju Brondong, Lamongan untuk mencari perlindungan ke anaknya, Ki Lanang Dhangiran.
Mbah Sin Arih kemudian diberi tempat di desa kuno bernama Candipari yang kini menjadi Desa Balun.
Di sini lah Mbah Alun mulai mengajar mengaji dan menyiarkan ajaran Islam sampai wafat tahun 1654 berusia 80 tahun sebagai seorang waliyullah pemuka agama Islam.
Mbah Alun sebagai ulama hasil gemblengan Giri Kedaton, Mbah Alun dikenal menguasai ilmu Laduni, Fiqh, Tafsir, Syariat dan Tasawuf.
Sehingga, Mbah Alun dikenal sebagai sosok yang tegas, ksatria, cerdas, alim, arif, persuasif dan yang terkenal adalah sifat toleransinya terhadap orang lain.
Tempat makam pesarehan Mbah Alun terdapat di desa Balun Lamongan
Desa tempat di mana makam Mbah Alun ini kemudian disebut Desa Mbah Alun menjadi Balun. Hingga saat ini, makam Mbah Alun kerap diziarahi masyarakat, terutama pada Jumat Kliwon akan banyak ditemui rombongan peziarah di sini.
Sementara saat ini, Desa Balun di Lamongan dijuluki sebagai Desa Pancasila karena keragaman agama yang dianut oleh warganya. Di Desa Balun, Kecamatan Turi ini ada tiga agama, yaitu Islam, Kristen dan Hindu. Meskipun begitu, para warganya bisa hidup berdampingan. Desa Balun selalu menjadi contoh bagaimana kebhinekaan bisa terawat hingga sekarang.
Desa Balun terletak tidak jauh dari Jalur poros nasional Lamongan.
Di desa ini 3 rumah ibadah, yaitu masjid, gereja dan pura.
Tiga tempat ibadah ini berdampingan dan hanya dipisahkan oleh jalan kecil dan lapangan desa.
Kisah Menak Seruyu / Tawang Alun I
Menak
Seruyu / Tawang Alun I, (tahun 1633 M – tahun 1639 M) Bergelar Pangeran
Singosari, memerintah daerah Lumajang, Kedawung dan Blambangan Banyuwangi Jawa
Timur.
Pada
masa ini tahun 1633 Kerajaan Blambangan diserang oleh Sultan Agung tetapi
gagal, dan memang setelah Kerajaan Majapahit runtuh pada abad ke 15 Kerajaan
Blambangan menjadi rebutan kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram
untuk expansi/memperluas atau mengislamkan Jawa bagian timur, tetapi selalu
gagal.
Menak
Lumpat raja Blambangan ke-9 (1600-1636) gugur saat Blambangan ditaklukkan
Mataram tahun 1636.
Dia
memiliki beberapa putera diantaranya adalah Menak Seruyu alias Tawangalun I
yang menggantikannya di tahta Blambangan (1639-1645).
Menak Seruyu/Tawangalun I Madeg Pandito tahun 1645 untuk digantikan puteranya Mas Kembar (Tawangalun II)
Setelah
Madeg Pandito Menak Seruyu/Tawangalun I didampingi putranya Ki Ageng Brondong /
Pangeran Lanang Dangiran / Sunan Boto Putih, pindah menjadi penyebar Islam di Lamongan. Ki Ageng
Brondong / Pangeran Lanang Dangiran / Sunan Boto Putih yang mempunyai saran
agar ayahdanya bertempat tinggal di Lamongan tepatnya desa Balun (sebagai desa
Pancasila).
Sumber referensi :
- Eko Sudjarwo - Pemberitaan detikJatim
- Jajah melangkori / Kluyuran
Imajiner Nuswantoro