Adigang, Adigung lan Adiguna ing Serat Wulangreh (28:32)
꧋ꦄꦣꦶꦒꦁ꧈ꦄꦣꦶꦒꦸꦁꦭꦤ꧀ꦄꦣꦶꦒꦸꦤꦆꦁꦱꦼꦫꦠ꧀ꦮꦸꦭꦔꦿꦺꦃ(꧇꧒꧘꧇꧇꧇꧓꧒꧇)
Wonten (bait) ke-28 ngantos 32, Pupuh ke-3 Gambuh, Serat Wulangreh dening :
꧋ꦮꦺꦴꦤ꧀ꦠꦺꦤ꧀ (ꦧꦻꦠ꧀)ꦏꦼ꧇꧒꧘꧇ꦔꦤ꧀ꦠꦺꦴꦱ꧀꧇꧓꧒꧇꧈ꦥꦸꦥꦸꦃꦏꦼ꧇꧓꧇ꦒꦩ꧀ꦧꦸꦃ꧈ꦱꦼꦫꦠ꧀ꦮꦸꦭꦔꦿꦺꦃꦣꦼꦤꦶꦁ꧇
Raden Mas Subadya (Sri Susuhunan Pakubuwana IV)
Nama takhta :
Sahandhap Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng kaping Sakawan ing Nagari Surakarta Hadiningrat.
꧋ꦫꦣꦺꦤ꧀ꦩꦱ꧀ꦱꦸꦧꦣꦾ(ꦱꦿꦶꦱꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀ꦥꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧔꧇)
ꦤꦩꦠꦏ꦳꧀ꦠ꧇
꧋ꦱꦲꦤ꧀ꦝꦥ꧀ꦝꦊꦩ꧀ꦱꦩ꧀ꦥꦼꦪꦤ꧀ꦝꦊꦩ꧀ꦆꦁꦏꦁꦱꦶꦤꦸꦲꦸꦤ꧀ꦏꦁꦗꦺꦁꦱꦸꦱꦸꦲꦸꦤꦤ꧀ꦥꦏꦸꦧꦸꦮꦤꦱꦺꦤꦥꦠꦶꦆꦁꦄꦭꦒꦄꦧ꧀ꦝꦸꦂꦫꦃꦩꦤ꧀ꦱꦪꦾꦶꦣꦶꦤ꧀ꦥꦤꦠꦒꦩꦏ꦳ꦭꦶꦥ꦳ꦠꦸꦭ꧀ꦭꦃꦆꦁꦏꦁꦗꦸꦩꦼꦤꦼꦁꦏꦥꦶꦁꦱꦏꦮꦤ꧀ꦆꦁꦤꦒꦫꦶꦱꦸꦫꦏꦂꦠꦲꦣꦶꦤꦶꦔꦿꦠ꧀꧈
Nalika nyemak lan nyinaoni 5 bait kasebut, manunggaling teges tetep diugemi amarga telung istilah ing ndhuwur asring digunakake bebarengan. Alesan liyane yaiku diskusi babagan ciri-ciri saben paraga sing saling gegandhengan nganti angel dipisahake. Malah watak adigang lan adigung nduweni sipat kang tumpang tindih.
꧋ꦤꦭꦶꦏꦚꦼꦩꦏ꧀ꦭꦤ꧀ꦚꦶꦤꦎꦤꦶ꧇꧕꧇ꦧꦻꦠ꧀ꦏꦱꦺꦧꦸꦠ꧀ꦩꦤꦸꦁꦒꦭꦶꦁꦠꦼꦒꦼꦱ꧀ꦠꦼꦠꦼꦥ꧀ꦝꦶꦈꦒꦼꦩꦶꦄꦩꦂꦒꦠꦼꦭꦸꦁꦆꦱ꧀ꦠꦶꦭꦃꦆꦁꦤ꧀ꦝꦸꦮꦸꦂꦄꦱꦿꦶꦁꦣꦶꦒꦸꦤꦏꦏꦺꦧꦼꦧꦫꦺꦔꦤ꧀꧈ꦄꦭꦺꦱꦤ꧀ꦭꦶꦪꦤꦺꦪꦻꦏꦸꦣꦶꦱ꧀ꦏꦸꦱꦶꦧꦧꦒꦤ꧀ꦕꦶꦫꦶꦕꦶꦫꦶꦱꦧꦼꦤ꧀ꦥꦫꦒꦱꦶꦁꦱꦭꦶꦁꦒꦼꦒꦤ꧀ꦝꦺꦔꦤ꧀ꦔꦤ꧀ꦠꦶꦄꦔꦺꦭ꧀ꦝꦶꦥꦶꦱꦲꦏꦺ꧉ꦩꦭꦃꦮꦠꦏ꧀ꦄꦣꦶꦒꦁꦭꦤ꧀ꦄꦣꦶꦒꦸꦁꦤ꧀ꦝꦸꦮꦺꦤꦶꦱꦶꦥꦠ꧀ꦏꦁꦠꦸꦩ꧀ꦥꦁꦠꦶꦤ꧀ꦝꦶꦃ꧉
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung.
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
adiguna ula iku.
Telu pisan mati sampyuh.
ꦄꦤꦥꦺꦴꦕꦥꦤꦶꦥꦸꦤ꧀
ꦄꦣꦶꦒꦸꦤꦄꦣꦶꦒꦁꦄꦣꦶꦒꦸꦁ꧉
ꦥꦤ꧀ꦄꦣꦶꦒꦁꦏꦶꦣꦁꦄꦣꦶꦒꦸꦁꦥꦤ꧀ꦄꦼꦱ꧀ꦛꦶ꧈
ꦄꦣꦶꦒꦸꦤꦈꦭꦆꦏꦸ꧉
ꦠꦼꦭꦸꦥꦶꦱꦤ꧀ꦩꦠꦶꦱꦩ꧀ꦥꦾꦸꦃ꧉
Si kidang ambegipun,
angandelaken kebat lumpatipun.
Pan si gajah angandelken gung ainggil,
Ula ngandelaken iku,
mandine kalamun nyakot.
ꦱꦶꦏꦶꦣꦁꦄꦩ꧀ꦧꦺꦒꦶꦥꦸꦤ꧀
ꦄꦔꦤ꧀ꦝꦺꦭꦏꦺꦤ꧀ꦏꦼꦧꦠ꧀ꦭꦸꦩ꧀ꦥꦠꦶꦥꦸꦤ꧀꧈
ꦥꦤ꧀ꦱꦶꦒꦗꦃꦄꦔꦤ꧀ꦝꦺꦭ꧀ꦏꦺꦤ꧀ꦒꦸꦁꦍꦁꦒꦶꦭ꧀
ꦈꦭꦔꦤ꧀ꦝꦺꦭꦏꦺꦤ꧀ꦆꦏꦸ꧈
ꦩꦤ꧀ꦝꦶꦤꦺꦏꦭꦩꦸꦤ꧀ꦚꦏꦺꦴꦠ꧀꧈
Iku upamanipun,
aja ngandelaken sira iku,
suteng nata iya sapa kumawani,
Iku ambeke wong adigang.
Ing wasana dadi asor.
ꦆꦏꦸꦈꦥꦩꦤꦶꦥꦸꦤ꧀
ꦄꦗꦔꦤ꧀ꦝꦺꦭꦏꦺꦤ꧀ꦱꦶꦫꦆꦏꦸ꧈
ꦱꦸꦠꦺꦁꦤꦠꦆꦪꦱꦥꦏꦸꦩꦮꦤꦶ꧈
ꦆꦏꦸꦄꦩ꧀ꦧꦺꦏꦺꦮꦺꦴꦁꦄꦣꦶꦒꦁ꧉
ꦆꦁꦮꦱꦤꦣꦝꦶꦄꦱꦺꦴꦂ꧉
Adiguna puniku,
ngandelaken kapinteranipun.
Samubarang kabisan dipun dheweki,
sapa bisa kaya ingsun,
Toging prana nora enjoh.
ꦄꦣꦶꦒꦸꦤꦥꦸꦤꦶꦏꦸ꧈
ꦔꦤ꧀ꦝꦺꦭꦏꦺꦤ꧀ꦏꦥꦶꦤ꧀ꦠꦺꦫꦤꦶꦥꦸꦤ꧀꧈
ꦱꦩꦸꦧꦫꦁꦏꦧꦶꦱꦤ꧀ꦝꦶꦥꦸꦤ꧀ꦝꦼꦮꦼꦏꦶ꧈
ꦱꦥꦧꦶꦱꦏꦪꦆꦁꦱꦸꦤ꧀
ꦠꦺꦴꦒꦶꦁꦥꦿꦤꦤꦺꦴꦫꦄꦼꦚ꧀ꦗꦺꦴꦃ꧉
Ambek adigung iku,
angungasaken ing kasuranipun.
Para tantang candhala anyenyampahi.
Tinemenan nora pecus,
satemah dadi geguyon.
ꦄꦩ꧀ꦧꦼꦏ꧀ꦄꦣꦶꦒꦸꦁꦆꦏꦸ꧈
ꦄꦔꦸꦔꦱꦏꦺꦤ꧀ꦆꦁꦏꦱꦸꦫꦤꦶꦥꦸꦤ꧀꧈
ꦥꦫꦠꦤ꧀ꦠꦁꦕꦤ꧀ꦝꦭꦄꦚꦺꦚꦩ꧀ꦥꦲꦶ꧉
ꦠꦶꦤꦺꦩꦺꦤꦤ꧀ꦤꦺꦴꦫꦥꦼꦕꦸꦱ꧀
ꦱꦠꦺꦩꦃꦣꦝꦶꦒꦼꦒꦸꦪꦺꦴꦤ꧀꧈
_________
Adigang, Adigung dan Adiguna dalam Serat Wulangreh (28:32)
Pada (bait) ke-28 sampai 32, Pupuh ke-3 Gambuh, Serat Wulangreh karya :
Raden Mas Subadya (Sri Susuhunan Pakubuwana IV)
Nama takhta :
Sahandhap Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Pakubuwana Senapati ing Alaga Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah Ingkang Jumeneng kaping Sakawan ing Nagari Surakarta Hadiningrat.
Dalam kupasan dan kajian 5 bait ini agar kesatuan makna tetap terjaga karena tiga istilah di atas seringkali dipakai secara bersamaan.
Alasan lain adalah pembahasan ciri-ciri masing-masing watak tersebut saling berkaitan sehingga sulit dipisahkan. Bahkan watak adigang dan adigung mempunyai ciri-ciri yang saling tindih.
Ana pocapanipun,
adiguna adigang adigung.
Pan adigang kidang adigung pan esthi,
adiguna ula iku.
Telu pisan mati sampyuh.
Si kidang ambegipun,
angandelaken kebat lumpatipun.
Pan si gajah angandelken gung ainggil,
Ula ngandelaken iku,
mandine kalamun nyakot.
Iku upamanipun,
aja ngandelaken sira iku,
suteng nata iya sapa kumawani,
Iku ambeke wong adigang.
Ing wasana dadi asor.
Adiguna puniku,
ngandelaken kapinteranipun.
Samubarang kabisan dipun dheweki,
sapa bisa kaya ingsun,
Toging prana nora enjoh.
Ambek adigung iku,
angungasaken ing kasuranipun.
Para tantang candhala anyenyampahi.
Tinemenan nora pecus,
satemah dadi geguyon.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia :
Ada istilah yang berbunyi adiguna, adigang, adigung, Adigang dikiaskan seperti kijang,adigung dikiaskan seperti gajah, adiguna adalah ular. Tiga sekalian mati bersamaan.
Si kijang wataknya mengandalkan kecepatan melompatnya. Kalau si gajah mengandalkan tubuh yang besar dan tinggi. Ular mengandalkan sesuatu, yakni ampuhnya racun ketika menggigit.
Perumpamaannya seperti itulah. Maka janganlah mengandalkan bahwa engkau anak raja hingga tak ada yang berani. Yang demikian itu adalah adigang, Pada akhirnya hanya akan menjadi rendah derajatnya.
Adiguna adalah mengandalkan kepintaran. Sembarang ketrampilan diaku sendiri seolah pamer, siapa sih yang bisa seperi saya? Jika kepentok keadaan akhirnya tak mampu.
Watak adigung yaitu memamerkan dalam hal ketangguhan, Banyak orang ditantang berkelahi, berwatak buruk dan suka mencaci maki. Ketika diladeni sungguhan dia tak becus, akhirnya menjadi bahan tertawaan.
Kajian per kata:
Ana (ada) pocapanipun (istilah), adiguna adigang adigung. Ada istilah adiguna, adigang dan adigung.
Istilah di atas sering dipakai secara bersamaan untuk menyebut perilaku buruk yang kerap mengidap orang-orang tertentu yang biasanya mempunyai posisi dalam masyarakat. Artinya bukan orang sembarangan.
pan (yang) adigang (adigang) kidang (kijang) adigung (adigung) pan (itulah) esthi (gajah), adiguna (adiguna) ula (ular) iku (itulah). Adigang dikiaskan seperti kijang, adigung dikiaskan seperti gajah, adiguna adalah ular.
Tiga hewan tersebut adalah kiasan bagi tiga watak buruk yang sering mengidap orang-orang tertentu. Seperti yang telah kami singgung di atas bahwa pengidap sifat buruk tersebut bukanlah sembarang orang melainkan orang-orang yang mempunyai kelebihan tetapi seringkali menyombongkan diri.
Telu (tiga) pisan (sekalian) mati (mati) sampyuh (bersamaan). Tiga sekalian mati bersamaan.
Kata sampyuh sering dipakai untuk menggambarkan sebuah akhir pertarungan yang seimbang sehingga kedua pihak mati bersamaan, tidak ada yang menang. Namun dalam gatra ini sampyuh bermakna tiga hewan (dan juga manusia) yang memelihara tiga sifat buruk itu akan sama-sama menemui celaka akibat sifat buruknya.
Si kidang (si kijang) ambegipun (wataknya, sifatnya, kelakuannya), angandelaken (mengandalkan) kebat (kecepatan) lumpatipun (melompatnya). Si kijang wataknya mengandalkan kecepatan melompatnya.
Kijang adalah hewan yang sangat gesit dan dapat melompat jauh. Meski kecil tenaganya sangat kuat, gerakannya sangat cepat. Berkesan hewan yang sangat tangkas dan terampil dalam bergerak. Dapat bermanuver dengan lincah.
Adigang dikiaskan sebagai kijang artinya orang yang adigang adalah orang yang menyombongkan ketrampilannya, kemampuannya, atau kekuasaannya atau kesaktiannya.
Pan (kalau) si gajah (si gajah) angandelken (mengandalkan) gung (tubuh besar) ainggil (dan tinggi). Kalau si gajah mengandalkan tubuh yang besar dan tinggi.
Gajah merupakan hewan yang besar dan juga kuat, namun gerakannya tak lincah seperti kijang. Berkesan sebagai hewan yang kuat dan pasti akan menang jika bertarung karena besarnya. Adigung dikiaskan dengan gajah artinya orang yang adigung adalah orang yang menyombongkan kekuatan dan kebesarannya.
Ula (ular) ngandelaken (mengandalkan iku (sesuatu), mandine (bisanya kuat) kalamun (ketika) nyakot (menggigit). Ular mengandalkan sesuatu, yakni ampuhnya racun ketika menggigit.
Bisa racun dapat melumpuhkan musuh dalam sekejap. Beberapa ular sanggup meracuni binatang yang jauh lebih besar dengan akibat fatal. Sangat berbahaya. Adiguna dikiaskan sebagai ular artinya menyombongkan sesuatu yang keluar dari lidahnya, dalam konteks manusia adalah perkataannya atau ilmunya.
Iku (itulah) upamanipun (perumpamaannya), aja (janganlah) ngandelaken (mengandalkan) sira(engkau) iku (itu), suteng (anak) nata (raja) iya
(iya) sapa (siapa) kumawani (yang berani). Perumpamaannya seperti itulah. Maka janganlah mengandalkan bahwa engkau anak raja hingga tak ada yang berani.
Sudah menjadi jamak lumrah atau kelaziman jika anak pejabat mengandalkan kedudukan orangtuanya. Mereka mengira akan mendapat perlindungan sehingga seringkali menabrak hukum yang berlaku, meremehkan sesamanya dan kurang menghargai kemampuan orang lain.
Iku (yang demikian itu) ambeke (sifatnya) wong (orang) adigang (adigang). Yang demikian itu adalah adigang.
Itulah watak adigang, menyombongkan kedudukan, kekuasaan politik dan posisi sosialnya. Kelebihan yang ada padanya bukan dipakai untuk melindungi sesama, tetapi malah berkesan pongah dan berlagak.
Ing (pada) wasana (akhirnya) dadi (menjadi) asor (rendah). Pada akhirnya hanya akan menjadi rendah derajatnya.
Jika engkau berlagak demikian bukan rasa hormat yang kau peroleh, melainkan justru kehinaan. Bukan pujian yang akan dituai, melainkan cacian dan hujatan.
Adiguna (adiguna) puniku (adalah), ngandelaken (mengandalkan) kapinteranipun (kepintaran). Adiguna adalah mengandalkan kepintaran.
Inilah yang dikiaskan sebagai ular. Kelebihannya ada pada mulutnya, sama halnya manusia kelebihan terletak pada bicaranya atau ilmu yang dia miliki. Apabila dipakai untuk menyombongkan diri dengan meremehkan orang lain juga tidak baik.
Samubarang (Sembarang) kabisan (ketrampilan atau ilmu) dipun (dia) dheweki (aku sendiri), sapa (siapa) bisa (yang bisa) kaya (seperti) ingsun (saya). Sembarang ketrampilan diaku sendiri seolah pamer siapa sih yang bisa seperi saya?
Over acting dalam bertindak, semua hendak dilakukan seolah hanya dia sendiri yang bisa melakukan itu. Ini sikap pamer yang bercampur meremehkan orang lain. Serba tak puas dengan kerja orang lain sehingga mau dikerjakan sendiri.
Toging (kepentok) prana (keadaan) nora(tidak) enjoh (mampu). Jika kepentok keadaan akhirnya tak mampu.
Tidak ada orang yang berkemampuan super sanggup mengerjakan segala hal sendirian. Kita perlu bekerja sama agar hasil yang dicapai sempurna. Jika meremehkan orang lain dan hendak mengerjakan sendiri segala hal, pastilah tak mampu.
Ambek (watak) adigung (adigung) iku (yaitu), angungasaken (memamerkan) ing (dalam hal) kasuranipun (ketangguhan). Watak adigung yaitu memamerkan dalam hal ketangguhan.
Pamer kekuatan seolah tak ada yang mampu melawan. Bersikap congkak seolah-olah sudah akan menang. Meremehkan lawan dengan menghina kemampuannya. Petentang-petenteng seolah tak terkalahkan.
Para (orang banyak) tantang (ditantang) candhala (berwatak jahat) anyenyampahi (suka mencaci). Banyak orang ditantang berkelahi, bertwatak buruk dan suka mencaci maki.
Kesana kemari menantang orang banyak, berwatak buruk karena merasa tak bakal ada yang berani, suka mencaci maki orang lain.
Tinemenan (ketika diladeni sungguhan) nora (tidak) pecus (becus, tidak bisa), satemah (akhirnya) dadi (menjadi) geguyon (tertawaan). Ketika diladeni sungguhan dia tak becus, akhirnya menjadi bahan tertawaan.
Penulis blogger : Imajiner Nuswantoro