PERANG PAREGREG / REGREG
Perang saudara Kerajaan Majapahit antara istana barat yang dipimpin Wikramawardhana dan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi.
Paregreg adalah perang antara istana barat Majapahit yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Perang ini terjadi tahun 1404–1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit. Kekalahan Bhre Wirabhumi disebabkan oleh Penghianatan Patihnya Yaitu Raden Gajah/Minak Jinggo yang membelot ke Wikramawardhana dan akhirnya Raden Gajah/Minak Jinggo dihukum Mati oleh Suhita cucu Bhre Wirabhumi (diabadikan dalam cerita Minak Jinggo vs Damarwulan).
Konflik ini biasanya disebut sebagai Paregreg, tetapi istilah itu didasarkan pada kesalahpahaman linguistik. Dalam kronik Pararaton, di mana istilah untuk perang ini ditemukan, suatu peristiwa diberi label dengan menambahkan awalan pa- ke satu atau beberapa kata kunci. Misalnya, penyerangan Jawa terhadap Malayu di Sumatra pada tahun 1275 disebut pamalayu, pemberontakan Rangga Lawe pada tahun 1295 disebut paranggalawe, dan pembantaian orang Sunda di Bubat pada tahun 1357 disebut pasuṇḍabubat. Oleh karena itu terjemahan yang lebih baik dari parĕgrĕg adalah "peristiwa Regreg".
PERANG PAREGREG KEMUNDURAN MAJAPAHIT
Sejarah setidaknya telah mencatat bahwa peperangan yang pada gilirannya meruntuhkan Majapahit adalah perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregreg. Sejak kekuatan Bhre Wirabhumi dihancurkan Wikramawardhana dalam Perang Paregreg, daerah Wirabhumi seperti terlepas dari kontrol Majapahit.
Perang Paregreg merupakan peperangan yang terjadi antara Majapahit istana barat yang dipimpin Wikramawardhana, melawan istana timur yang dipimpin BhreWirabhumi. Perang ini terjadi pada 1404-1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran Majapahit.
Pada 1295, Raden Wijaya pendidiri Majapahit untuk menepati janjinya semasa perjuangan menyerahkan wilayah sebelah timur Majapahit kepada Arya Wiraraja dengan ibukota di Lumajang. Janji inilah penyebab terjadinya Perang Paregreg kelak.
Sejak kejayaan Majapahit ditopang oleh keperkasaan sang Mahapatih Gajah Mada, yang pernah menyelamatkan Prabu Jayanegara, raja kedua, dari rongrongan peberontak, sebenarnya benih pemberontakan telah tumbuh di kalangan pejabat sekitar istana. Setelah pemberontakan selesai dipadamkan, Gajah Mada berhasil membangun angkatan perang yang tangguh, termasuk angkatan lautnya. Oleh karena itu segera Majapahit berkembang menjadi negara yang makmur, karena teknologi pertanian sawah di kalangan masyarakat Jawa telah berkembang sejak sebelum kedatangan Aji Saka pada 68 Masehi. Tetapi setelah Hayam Wuruk, Majapahit tidak pernah memiliki raja yang kuat, dan akhirnya runtuh karena perang saudara tersebut.
Pada 1316 Jayanagara putra Raden Wijaya menumpas pemberontakan Nambi di Lumajang. Setelah peristiwa tersebut, wilayah timur kembali bersatu dengan wilayah barat. Menurut Pararaton, pada 1376 muncul sebuah gunungbaru. Peristiwa ini dapat ditafsirkan sebagai munculnya kerajaan baru, karena menurut kronik Cina dari Dinasti Ming, pada 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama mengirim duta ke Cina. Kerajaan Barat dipimpin Wu-lao-po-wu, dan Kerajaan Timur dipimpin Wu-lao-wang-chieh. Wu-lao-po-wu adalah ejaan Cina untuk Bhre Prabu, nama lain Hayam Wuruk (menurut Pararaton), sedangkan Wu-lao-wang-chieh adalah Bhre Wengker alias Wijayarajasa, suami Rajadewi.
Wijayarajasa rupanya berambisi menjadi raja. Sepeninggal Gajah Mada, Tribhuwana Tunggadewi, dan Rajadewi, ia membangun istana timur di Pamotan, sehingga dalam Pararaton, ia juga bergelar Bhatara Parameswara ring Pamotan.
Perang Paregreg diawali dengan pemberontakan Bhre Wirabumi atau Urubisma, Adipati Blambangan, yang masih putra Prabu Brawijaya dari selir. Pemberontakan Urubisma ini melahirkan legenda Damarwulan yang sangat terkenal sebagai salah satu lakon kethoprak yang populer. Urubisma tidak berhasil menegakkan panji kerajaan di kadipatennya, namun setelah itu meletuslah pemberontakan oleh adipati yang lain. Karena tentara dan dana kerajaan banyak tersedot untuk memadamkan pemberontakan-pemberontakan, akhirnya raja-raja di luar Jawa dengan mudah lalu memisahkan dari ketergantungan terhadap Majapahit. Terjadilah disintegrasi di Jawa.
Perang Paregreg adalah perang yang identik dengan tokoh Bhre Wirabhumi. Nama asli Bhre Wirabhumi tidak diketahui. Menurut Pararaton, ia adalah putra Hayam Wuruk dari selir, dan menjadi anak angkat Bhre Daha istri Wijayarajasa, yaitu Rajadewi. Bhre Wirabhumi kemudian menikah dengan Bhre Lasemsang Alemu, putri Bhre Pajang (adik Hayam Wuruk). Menurut Nagarakretagama, istri Bhre Wirabhumi adalah Nagarawardhani, putri Bhre Lasem alias Indudewi. Indudewi adalah putri Rajadewi dan Wijayarajasa. Berita dalam Nagarakretagama lebih dapat dipercaya daripada Pararaton karena ditulis pada saat Bhre Wirabhumi masih hidup. Jadi, Bhre Wirabhumi yang lahir dari selir Hayam Wuruk, menjadi anak angkat Rajadewi (bibi Hayam Wuruk), dan kemudian dinikahkan dengan Nagarawardhani, cucu Rajadewi.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan timur belum menegang, mengingat Wijayarajasa adalah mertua Hayam Wuruk. Wijayarajasa meninggal pada 1398. Ia digantikan anak angkat sekaligus suami cucunya, yaitu Bhre Wirabhumi, sebagai raja istana timur. Sementara itu, Hayam Wuruk meninggal pada 1389. Ia digantikan keponakan sekaligus menantunya, yaitu Wikramawardhana.
Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diserahkan pada putrinya, yaitu Nagarawardhani. Tapi Wikramawardhana juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre Lasem. Itulah sebabnya, dalam Pararaton terdapat dua orang Bhre Lasem, yaitu Bhre Lasem Sang Alemu istri Bhre Wirabhumi, dan Bhre Lasem Sang Ahayu istri Wikramawardhana.
Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menciptakan perang dingin antara istana barat dan timur, sampai akhirnya Nagarawardhani dan Kusumawardhani sama-sama meninggal pada 1400. Wikramawardhana segera mengangkat menantunya sebagai bhre Lasem yang baru, yaitu istri Bhre Tumapel.
KISAH PERANG PAREGREG
Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dengan timur berubah menjadi perselisihan. Menurut Pararaton, Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana bertengkar pada 1401 dan kemudian tidak saling bertegur sapa.
Perselisihan antara kedua raja meletus menjadi Perang Paregreg pada 1404. Paregreg artinya “perang setahap demi setahap dalam tempo lambat”. Pihak yang menang pun silih berganti. Kadang pertempuran dimenangkan pihak timur, kadang pihak barat.
Akhirnya, pada 1406 pasukan barat dipimpin Bhre Tumapel putra Wikramawardhana menyerbu pusat kerajaan timur. Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam hari. Ia dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah alias Bhra Narapati yang menjabat sebagai ratu angabhaya istana barat. Raden Gajah membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat. Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.
Setelah kekalahan Bhre Wirabhumi, kerajaan timur kembali bersatu dengan kerajaan barat. Akan tetapi, daerah-daerah bawahan di luar Jawa banyak yang lepas tanpa bisa dicegah. Misalnya, tahun 1405 daerah Kalimantan Barat direbut Kerajaan Cina. Lalu disusul lepasnya Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar-bandar perdagangan ramai, yang merdeka dari Majapahit. Kemudian lepas pula daerah Brunei yang terletak di Kalimantan sebelah utara.
Selain itu Wikramawardhana juga berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming penguasa Cina. Sebagaimana disebutkan di atas, pihak Cina mengetahui kalau di Jawa ada dua buah kerajaan, barat dan timur. Laksamana Cheng Ho dikirim sebagai duta besar mengunjungi kedua istana. Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Cheng Ho sedang berada di istana timur. Sebanyak 170 orang Cina ikut menjadi korban. Atas kecelakaan itu, Wikramawardhana didenda ganti rugi 60.000 tahil. Sampai 1408 ia baru bisa mengangsur 10.000 tahil saja. Akhirnya, Kaisar Yung Lo membebaskan denda tersebut karena kasihan. Peristiwa ini dicatat Ma Huan (sekretaris Cheng Ho) dalam bukunya, Ying-ya-sheng-lan.
Setelah Perang Paregreg, Wikramawardhana memboyong Bhre Daha putri Bhre Wirabhumi sebagai selir. Dari perkawinan itu lahir Suhita yang naik takhta tahun 1427 menggantikan Wikramawardhana. Pada pemerintahan Suhita inilah, dilakukan balas dendam dengan cara menghukum mati Raden Gajah pada 1433.
PERANG PAREGREG MENURUT SASTRA JAWA
Peristiwa Paregreg tercatat dalam ingatan masyarakat Jawa dan dikisahkan turun temurun. Pada zaman berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, kisah Paregreg dimunculkan kembali dalam Serat Kanda, Serat Damarwulan, dan Serat Blambangan.
Dikisahkan dalam Serat Kanda, terjadi perang antara Ratu Kencanawungu penguasa Majapahit di barat melawan Menak Jingga penguasa Blambangan di timur. Menak Jingga akhirnya mati di tangan Damarwulan utusan yang dikirim Ratu Kencanawungu. Setelah itu, Damarwulan menikah dengan Kencanawungu dan menjadi raja Majapahit bergelar Prabu Mertawijaya. Dari perkawinan tersebut kemudian lahir Brawijaya yang menjadi raja terakhir Majapahit.
TERJADINYA PERANG PAREGREG
Perang Paregrek adalah perang antara Majapahit Istana Barat yang dipimpin oleh Wikramawardhana melawan Majapahit istana timur yang dipimpin Bhre Wirabhumi. Terjadi pada tahun 1404-1406 dan menjadi penyebab utama kemunduran kerajaan Majapahit.
BERDIRINYA KERAJAAN MAJAPAHIT TIMUR
Kerajaan Majapahit berdiri tahun 1293 berkat kerja sama Raden Wijaya dan Arya Wiraraja. Pada tahun 1298, Raden Wijaya membagi dua wilayah Majapahit untuk menepati janjinya semasa perjuangan. Sisi timur diserahkan kepada Arya Wiraraja dengan Ibukota Lumajang.
Pada tahun 1316 Wilayah Majapahit timur dan barat bersatu.
Terjadi setelah Jayanegara Putra dari Raden Wijaya menumpas pemberontakan Nambi di Lumajang.
Menurut Pararaton pada tahun 1376 muncul kerjaan baru. Menurut Sejarah China dari Dinasti Ming, pada tahun 1377 di Jawa ada dua kerajaan merdeka yang sama-sama memngirimkan duta ke cina. Kerajaan Barat dipimpin oleh WU Lao Po Wu, dan Kerajaan Timur oleh Wu Lao Wang Chiech.
Wu Lao Po Wu sendiri adalah ejaan Cina untuk Bhra Prabu, nama lain Hayam Wuruk sedangkan Wu Lau Wang Chieh adalah Bhre Wengker atau biasa dikenal dengan nama Wijayarajasa, suami dari Rajadewi. Sepeninggal Gajah Mada, Thribuwana, Tunggadewi dan Rajadewi, Wijayarajasa berambisi menjadi raja, ia membangun istana timur di Pamotan
SILSILAH BHRE WIRABHUMI
Ketika membicarakan perang paregrek maka kita akan identik dengan tokoh Bhre Wirabhumi ? Siapakah dia ?
Nama Asli dari Bhre Wirabhumi sendiri tidak diketahui. Namun menurut buku kerajaan di tanah jawa ia adalah putra Hayam Wuruk dari selir. Dan menjadi anak angkat Bhre Daha Istri dari Wijayarajasa yaitu Rajadewi. Bhre Lasem sang alemu, putri Bhre panjang (adik Hayam Wuruk)
Atau singkatnya Bhre Wirabhumi lahir dari selir Hayam Wuruk, menjadi anak angkat Rajadewi yang mana dia adalah bibi Hayam Wuruk, setelahnya dinikahkan dengan Nagarawardhani cucu Rajadewi
PERANG DINGIN TIMUR DAN BARAT
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk dan Wijayarajasa, hubungan antara Majapahit istana barat dan istana timur, mereka masih saling segan. Mengingat Wijayarajasa adalah Mertua Hayam Wuruk.
Wijayarajasa meninggal tahun 1398 kemudian digantikan anak angkat yang juga suami dari cucunya yakni Bhre Wirabhumi sebagai Raja di Majapahit Timur. Sementara itu Hayam Wuruk meninggal tahun 1389 dan digantikan oleh keponakan yang juga menantunya yakni Wikramawardhana.
Ketika Indudewi meninggal dunia, jabatan Bhre Lasem diberikan kepada putrinya yakni Nagarawardhani. Tetapi Raja Majapahit Timur juga mengangkat Kusumawardhani sebagai Bhre lasem. Menyebaban terdapat dua orang Bhre Lasem yakni Bhre Lasem Sang Halemu Istri dari Bhre Wirabhumi dan Bhre Lasem Sang Ahayu Istri Wikrawardhana.
Sengketa jabatan Bhre Lasem ini menyebabkan perang dingin antara Majapahit istana barat dan timur. Sampai pada akhirnya kedua Bhre ini meninggal pada Tahun 1400. Wikramawardhana segera megangkat menantunya sebagai Bhre Lasem yang baru yakni Bhre Tumapel. Darisinilah Penyebab terjadinya Perang Paregreg
TERJADINYA PERANG PAREGREG
Setelah pengangkatan Bhre Lasem baru, perang dingin antara istana barat dan timur berubah menjadi perselisihan. Menurut sejarah Wikrawardhana dan Bhre Wirabhumi mulai bertengkar tahun 1401 dan kemudian tidak saling bertegur sapa.
Pada tahun 1404 perselisihan antara keduanya meletus menjadi perang paregreg, yang berarti perang setahap demi setahap dengan tempo lambat. Pihak yang menangpun bergantian. Kadang pihak timur kadang juga pihak barat.
Puncak perang paregrek terjadi pada tahun 1406 ketika pasukan barat yang dipimpin Bhre Tumapel menyerbu pasukan kerajaan timur. Penyerbuan itu menyebabkan Bhre Wirabhumi menderita kekalahan dan melarikan diri menggunakan perahu pada malam harinya.
Bhre Wirabhumi dikejar dan dibunuh oleh Raden Gajah yang menjabat sebagai Ratu Angabhaya istana barat. Raden Gajah alias Bhra Nrapati membawa kepala Bhre Wirabhumi ke istana barat. Pada akhirnya Bhre Wirabhumi kemudian dicandikan di Lung bernama Girisa Pura.
DAMPAK PERANG PAREGREG
Setelah kekalahan Bhre Wirabhumi, kerajaan timur dan barat kembali bersatu. Tetapi daerah bawahan di luar jawa banyak yang lepas dan tidak bisa dihentikan. Misalnya pada tahun 1405 Kalimantan Barat direbut kerajaan cina lalu disusul lepasanya Melayu, Palembang dan Malaka yang kemudian tumbuh menjadi bandar-bandar ramai yang merdeka dari kerajaan Majapahit
Selain itu wikrawardhana juga berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming penguasa Cina. Ketika itu, mengetahui di Jawa terdapat dua kerajaan barat dan timur. Maka diutuslah laksamana Ceng Ho sebagai duta besar mengunjungi kedua istana. Pada waktu kematian Bhre Wirabhumi, rombongan laksamana Cheng Ho sedang berada di Istana Timur, menyebabkan 170 orang Cina ikut menjadi korban.
Atas kecelakaan itu Wikrawardhana didenda 60.000 tahil sebagai ganti rugi. Namun sampai 1408 ia baru bisa membayar 10.000 tahil saja. Pada akhirnya kaisar Yung Lo membebaskan denda tersebut karena kasihan.
PERANG PAREGREG DAN WANGSA ARYA DI TANAH JAWA
(Versi Perang Paregreg dan Negara Kertagama)
Perang Paregreg. terjadi setelah Prabu Hayamwuruk wafat.
Perkawinannya dengan permaisuri Dewi Sori, hanya melahirkan putri sedang perkawinannya dengan selir (Kedaton Wetan/majapahit Timur) melahirkan seorang putra. yang kemudian bernama Bhre Wirabumi dan diangkat sebagai raja Majapahit Timur atau Blambangan dan Bali, sedang Majapahit Pusat tetap ditangan Prabu Hayamwuruk. Ketika Prabu Hayamwuruk wafat, pewarisan tahta tidak tertata dengan baik dan jatuh ke putrinya Dyah Kusumawardhani yang tidak memiliki kecakapan memerintah, maka suaminya Wikramawhardana secara perlahan dan pasti mengambil alih kekuasaan, dan kekuasaan inipun nanti diwariskan kepada putrinya Dewi Suhita. Sejak diambil alih oleh Wikramawardana, sebenarnya telah timbul masalah, apakah menantu lebih berhak dari putra dari selir, apalagi ketika mahkota diserahkan kepada putrinya Dewi Suhita padahal dasar pewarisan adalah Patrilineal. Patrilinealitas adalah suatu adat masyarakat yang mengatur alur keturunan berasal dari pihak ayah. Kata ini sering kali disamakan dengan patriarkat atau patriarki, meskipun pada dasarnya artinya berbeda. Patrilineal berasal dari dua kata Bahasa Latin, yaitu pater yang berarti ayah, dan linea yang berarti garis.
Disamping itu Negara Kertagama mengungkap fakta lain, sejak Wikramawardana menjadi raja, kedudukan para pendeta Hindu Siwa mulai tersingkir. Seperti diketahui Wikramawardana adalah seorang penganut Budha, dan diakhir pemerintahannya malah menjadi Bhiksu. Sedangkan prabu Hayamwuruk adalah seorang Hindu Siwa dan telah dinobatkan sebagai Sang Hyang Giri Nata Bathara Siwa( perwujudan dewa Siwa di bumi) sedang Bhree Wirabumi adalah seorang Hindu Siwa yang teguh.
Perselisihan tersebut akhirnya memuncak menjadi Perang Paregreg (Perang yg terjadi berkali kali). Bhree Wirabumi tak terkalahkan.Karena itu Wikramawardhana akhirnya berjanji akan mengangkat Bhree Wirabhumi menjadi raja Majapahit setelah pemerintahan beliau dan sebagai tanda keseriusan janji Wikramawardhana menikahkan adiknya dengan Bhre Wirabhumi. Tetapi rupanya Wikramawarhana tidak memenuhi janji tersebut dan malahan mengangkat putrinya Dewi Suhita menjadi raja Majapahit. Tentu hal ini tidak diterima oleh Bhree Wirabhumi. Tetapi rupanya Dewi Suhita, telah mempersiapkan pewnyerbuan ke Blambangan dengan mengerahkan seluruh kekuatan tempurnya yang dipimpin Bhre Narapati. Dalam versi lain penyerbuan ini dipercepat karena Panglima Cheng Ho mengunjungi Blambangan. Padahal kunjungan ini dilaksanakan semata mata karena panglima Cheng Ho , mendengar kemakmuran Blambangan ,dan berkeinginan menambah perbekalan, tetapi oleh Bhree Narapati ditafsirkan sebagai dukungan panglima Cheng Ho kepada Blambangan, sampai ketemu ditulisan wajah Mongolid, orang Using)
Bhre Narapati tidak hanya mengalahkan Bhree Wirabumi tetapi juga memancung kepala Bhre Wirabumi.
Dengan beralihnya kekuasaan ke Dewi Suhita, dan kematian Bhre Wirabumi, sejarahwan Slamet Mulyana mencatat sebagai akhir dari wangsa Sanggramamawijaya, dan berakhir kerajaan Hindu di Jawa(Majapahit Timur atau Blambangan).
Pemancungan kepala Bhre Wirabumi oleh Narapati dianggap kesalahan besar. Dia tidak sepantasnya melakukan seperti itu, terhadap putra Sang Hyang Giri Nata Bathara Siwa atau Prabu Hayamwuruk, keturunan darah biru wangsa Sanggramawijaya, penganut dan pelindung brahmana Hindu Siwa. Maka tiga tahun kemudian Narapatipun dipancung dan jenazah Bhre Wirabhumi diagungkan kembali karena makamnya dicandikan yaitu Candi Lung.
Setelah pemancungan Bhre Wirabumi perebutan tahta dan dendam kesumat merontokkan Majapahit
WANGSA SANGGRAMAWIJAYA
Wangsa Sanggramawijaya menurut para sejarahwan adalah raja-raja yang keturunan Ken Dedes dan Ken Arok. Seperti diketahui Ken Arok merebut Ken Dedes dari Tunggul Ametung , seorang akuwu ( bupati) Tumapel.
Perebutan ini sepenuhnya mendapat restu dari Brahmana Hindu Siwa karena perkawinan antara Ken Dedes dan Tunggul Ametung, dianggap para brahmana Hindu Siwa, sebagai perkawinan yang tidak setara, dan merupakan pemaksaan dari Tunggul Ametung. Tunggul Ametung tidak memiliki kepantasan sedikitpun kawin dengan Ken Dedes karena kedudukan dan kastanya lebih rendah. Maka para Brahmana Hindu Siwa , memerintahkan Ken Arok, ksatrya Brahmana merebut kembali Ken Dedes dari Tunggul Ametung. Pramudya Ananta Toer mendeskripsikan, tentang kelompok Hindu Siwa ini, sebagai ras Arya yang sangat exclusive dan menjaga keturunan dengan ketat dan teguh terhadap agamanya.
KAPAN KELOMPOK INI DATANG KE TANAH JAWA
Sejarahwan mencatat mereka (Arya) telah berada di Jawadwipa (Pulau Jawa), sejak wangsa Sanjaya diabad ke tujuh. Malahan ada yang berpendapat wangsa Sanjaya, sebenarnya berasal dari Jambudwipa (India). Mereka adalah pembangun atau setidaknya terlibat secara langsung dengan pendirian candi Prambanan (Hindu Siwa) dan candi Borobudur (Budha) .
Ada sejarahwan yang berpendapat semula candi Borobudurpun dipersiapkan sebagai candi Hindu Siwa, seperti terlihat bentuk pada bangunan dasar dan konsep kontruksinya, tetapi karena wangsa Sanjaya (Hindu Siwa) kalah dengan wangsa Syailendra (Budha Mahayana), maka candi Borobudur diteruskan sebagai candi Budha.
Maka kelompok ini dengan jelas keberadaaannya terlacak mulai dari wangsa Sanjaya,Syaelendra, Singhasari, Majapahit, Blambangan dan Bali
Bagaimana nasib kelompok Arya (Hindu Siwa ) di Blambangan ,setelah perang Paregreg
TAMAN AYUN YANG DIBANGUN TJOKORDE SAKTI BLAMBANGAN
Setelah perang Paregreg , dengan sendirinya tamatlah kerajaan Hindu Siwa di Jawa. Dan seperti dicatat oleh Negara Kertagama , karena perlakuan yang tidak pantas raja-raja sesudah Hayamwuruk, terhadap Brahmana dan penganut Hindu Siwa maka mereka sebagian exodus ke Bali.
Meskipun begitu kerajaan Blambangan masih mampu menghadang expansi kerajaan Demak Islam, dan mengalahkan pasukan Demak di Penarukan, karena dalam pertempuran itu Sultan Tranggono gugur . Oleh karena itu peranan Blambangan dalam menjaga existensi Bali sangat besar .
Maka pantas kiranya pendiri kerajaan Mengwi (dari Bali Selatan), I Gusti Agung Anak Agung mengangkat dirinya dengan gelar kebesaran Tjokorde Sakti Blambangan. Beliau tidak saja mencantumkan Blambangan sebagai namanya tetapi juga membangun Pura Paibon ( yaitu Pura yang diperuntukan untuk ibu suri) yang dikenal sekarang sebagai Taman Ayun.
Para sejarahwan menganggap taman ini lebih bernuansa Jawa Kuno (Hindu Siwa Jawa) daripada Hindu Siwa Bali , Pura ditempat itu tidak menghadap ke Gunung Agung dan lebih dari itu ditaman ini terdapat 64 tugu leluhur (batu dengan permukaan halus atau Dolmen yang mirip dengan watu loso,yang ada di daerah Rogojampi ke barat).
Dengan itu saya agak ragu mengatakan bahwa kerajaan Mengwi menguasai Blambangan tetapi .mungkin ada istilah yang lebih tepat.atau barangkali sebenarnya Mengwi adalah peralihan kerajaan Majapahit Timur / Blambangan ke Bali.
Ini terbukti dengan keterlibatan Mengwi mengusir penjajah Belanda dari Bumi Blambangan sangat jelas dan intens.
Wong Agung Wilis yang menjadi adipati dan panglima perang di Blambangan dididik dan dibesarkan di kerajaan Mengwi. dan mendapat dukungan penuh dari kerajaan Mengwi ,sehingga mampu mengerahkan 4000 pasukan yang terdiri pasukan Blambangan, Bali , China,dan Bugis dalam satu perang frontal yang amat dahsyat yang kemudian kita kenal Perang Puputan Bayu.
BERAKHIRNYA PERANG PUPUTAN BAYU
Berakhirnya perang Puputan Bayu, berakibat fatal pada kelompkok Arya di Blambangan juga bagi kerajaan Mengwi di Bali.
Setelah perang Puputan Bayu pemusnahan orang Arya di Blambangan ( Banyuwangi)) dilakukan secara sistematis , Sir Stanfford Raffles dalam buku terkenalnya : History Of Java “ menulis From that moment , the provinces subjected to its authority, ceased to improve. Such were the effect of her desolating system that the population of the province of Banyuwangie,which 1750 is said to have amounted to upwards of 80.000, was in 1811 reduce to 8000.
Sebuah survey demographie setelah perang Puputan Bayu menjadi bukti tulisan Sir Stanford Raffles tsb Blambangan hanya memiliki 120 sampai 130 kampung asli,dan tiap kampong hanya dihuni paling banyak 35 keluarga, malahan ada kampong yang tidak berpenghuni ( antara lain Tabanan).
Desolating system yang dilakukan Belanda sendiri, maupun Penguasa Local (boneka Belanda) terhadap kelompok Arya Blambangan pada saat itu sungguh mengerikan,mulai dari kerja rodi, membentuk persepsi yang jelek melalui cerita Menakjinggo Damarwulan ( Serat Kanda, serat Blambangan, Serat Damarmulan) sampai perlakuan yang sadis terhadap para ksatrya Arya Blambangan( ada novel yang menceritakan masalah ini).
Akibat tindakan ini selain jumlah populasi yang menyusut drastis juga berakibat populasi perempuan kelompok Arya Blambangan lebih banyak dari kelompok laki laki.
Pemerintahan Sir Stanford Raflles 1811 sd1816,( ada bukti lain sebenarnya Inggris tetap menguasai Bengkulu dan Banyuwangi sampai Raffles menguasai Singapore yaitu 1819) memberi sedikit bernafas lega kelompok ini. Pembangunan mulai digerakkan , para pendatang dari segala suku dan bangsa berdatangan ke Banyuwangi. Maka terjadilah perkawinan campuran gadis Arya Blambangan yang cantik dengan para pendatang, demikian pula para prianya.
Tidak heran jumlah mereka yang asli semakin mengecil, dan penulis hanya menjumpai mereka yang sudah tua pada tahun 1950an. Mungkin zaman revolusi dan kemerdekaan telah mematahkan exclusive mereka , dan mereka sekarang malah menjadi pluralis kawin dengan suku Nusantara maupun dengan suku bangsa lainnya.
Sumber referensi :
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Muljana, Slamet. 2006. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Yogyakarta: LKiS.
Muljana, Slamet. 2005. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara. Yogyakarta: LKiS.