DHAMPAR KENCANA / DAMPAR KENCANA
Pengertian dampar kencana adalah singgasana emas tempat sunan duduk dengan megahnya.
Dampar kencana pada zaman kerajaan demak dhampar kencana digunakan sebagai singgasana para sultan. Sekarang dhampar kencana digunakan sebagai mimbar khutbah.
Berhubungan tentang Dhampar Kencana :
1. Museum Karaton Surakarta Hadiningrat atau Museum Keraton Solo adalah museum khusus yang mengoleksi benda-benda budaya peninggalan Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Museum Keraton terbagi menjadi dua bangunan utama di bagian barat dan timur. Kedua bangunan memiliki ruangan-ruangan yang memuat hasil kriya Karaton Surakarta. Di bagian depan museum terdapat ruangan Sasana Sumewa yang berisi sebuah meriam perunggu yang bernama Kyai Rancawara. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat Pasewakan Agung, yaitu pertemuan antara raja dan para pesuruhnya. Di dalam ruangan bernama Siti Hinggil Lor terdapat singgasana raja yang bernama Dhampar Kencana. Benda-benda yang dikoleksi berupa peninggalan Keraton Kasunanan Surakarta dan beberapa pecahan candi yang ditemukan di Jawa Tengah. Bentuknya berupa alat masak abdi dalem, senjata-senjata kuno yang digunakan keluarga kerajaan dan peralatan kesenian. Selain itu, terapat juga kereta kencana, topi kebesaran Pakubuwana VI, Pakubuwana VII, serta Pakubuwana X. Bangunan museum sebelumnya digunakan sebagai gedung perkantoran. Tiap ruangan kemudian dipugar menjadi ruang pamer museum.
2. Replika dampar kencana sebagai tempat penobatan Raden Fattah diangkat menjadi Raja I Kasultanan Bintoro Demak (dhampar Asli berada di Masjid Agung Demak dan digunakan mimbar khotbah setiap Hari Jum’at) pagi ini tiba di pendopo Kabupaten Demak. Dhampar tersebut yang akan digunakan Bupati Demak sebagai singgasana perumpamaan raja pada saat itu. Karena prosesi upacara adat yaitu grebeg besar juga kian dekat maka jauh-jauh hari sudah dipersiapkan terlebih dahulu.
3. Dampar/Dhampar Kencana Kraton Yogyakarta.
Di kraton Yogyakarta terdapat empat buah Singgasana raja yang disebut sebagai Dhampar Kencana.
Menurut penuturan Gusti Bendoro Pangeran Haryo Joyokusumo, Dhampar Kencana yang pertama dibuat pada masa Sultan Hamengkubuwono 1 dan terus dipakai oleh Sultan I hingga Sultan ke VI (sekitar 1755 hingga 1877).
Dhampar Kencana yang kedua dibuat pada era Sultan Hamengkubuwono ke-VI pada abad ke-19 sedangkan dampar Kencana yang ketiga dibuat di era Sultan Hamengkubuwono ke-VII sekitar akhir abad ke-19.
Dhampar Kencana yang ditampilkan di Museum Keraton Yogyakarta saat ini adalah singgasana yang keempat dibuat pada era Sultan Hamengkubuwono ke-VIII abad ke-20.
Dhampar Kencana yg keempat ini merupakan kursi raja yang berukuran terbesar dibandingkan dengan tiga dhampar sebelumnya, dhampar Kencana ke-4 dan amparannya bisa dilihat di museum, tetapi hanya duplikatnya.
Bentuk Dhampar dan Amparan terakhir inilah yang digunakan sebagai Singgasana Raja oleh Sultan Hamengkubuwono ke-VIII, ke-IX dan ke-X pada saat upacara upacara resmi di Keraton terutama upacara penobatan raja.
Keempat Dhampar Kencana yang asli itu masih tersimpan di Bangsal Prabayaksa yang berada di lingkungan Keraton (Sudarsono 1997: 147 -148)
Pada era Sultan Hamengkubuwono ke-VIII banyak diciptakan desain kursi yang sesuai zamannya. Selain dhampar kencana ada 8 kursi yang dibuat atas perintah penguasa di Keraton Jogja. Salah satu keunikan dari 8 kursi itu semuanya memiliki amparan dengan gaya yang sama, tampaknya semua amparan kursi raja yang digunakan Sultan Hamengkubuwono ke-VIII, permaisuri maupun kursi tamunya mempunyai karakteristik desain yang diduga dipengaruhi gaya Regence dari Eropa yaitu stool design pada abad ke-17, juga ada kemiripan dengan gaya Inggris atau dalam tradisi Jawa disebut dhingklik, perbedaannya amparan dibuat lebih kecil dan pendek karena berfungsi sebagai bantalan telapak kaki orang yang duduk di kursi. Kedelapan kursi itu diberi warna emas simbol kemegahan dan kejayaan. Desain kursi Hamengkubuwono ke-8 memiliki desain kaki yang mengikuti bentuk Sulur dan daun Patran juga memiliki ukiran berikal. Keunikan dari kursi tersebut adalah sandaran punggungnya yang membentuk angka 8 dan menggunakan simbol Keraton, desain kursi tamu permaisuri juga mempunyai karakteristik fisik yang ditandai dengan bentuk angka 8 pada sandaran punggung dan diberi hiasan lambang Keraton Yogyakarta yaitu 8 sayap Garuda dan mahkota.