BAGAIMANA DITANAM, BEGITULAH DITUAI
(APA YANG DITANAM BEGITULAH YANG DITUAI)
Bagaimana ditanam, begitulah dituai artinya tiap orang yang berbuat jahat, maka akan dibalas dengan kejahatan, begitu juga sebaliknya.
Makna lain dari peribahasa apa yang ditanam begitulah yang dituai adalah tiap-tiap orang berbuat jahat, jahat pula balasannya, demikian pula orang yang berbuat baik akan menuai kebaikkan.
SIAPA YANG MENANAM DIA YANG AKAN MENUAI
Segala puji itu hanyalah milik Allah. Dialah zat yang telah menyempurnakan nikmat-Nya untuk kita dan secara berturut-turut memberikan berbagai pemberian dan anugerah kepada kita.
Semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan untuk Nabi kita Muhammad, keluarganya yang merupakan manusia pilihan dan semua sahabatnya yang merupakan manusia-manusia yang bertakwa seiring silih bergantinya malam dan siang.
Kita pasti pernah mendengar peribahasa ini, “Siapa yang menanam, Dia yang akan menuai.” Maksudnya, jika seseorang menanam kebaikan, maka ia akan menuai kebaikan pula. Dan jika seseorang menanam kejelekan, maka ia akan menuai hasil yang jelek pula. Berikut beberapa contoh dalam Al Qur’an dan hadits yang menceritakan maksud dari peribahasa ini :
1. Menjaga Hak Allah, Menuai Penjagaan Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan pada Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma sebuah kalimat,
احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ
Artinya :
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu.
Yang dimaksud menjaga Allah di sini adalah menjaga batasan-batasan, hak-hak, perintah, dan larangan-larangan Allah. Yaitu seseorang menjaganya dengan melaksanakan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, dan tidak melampaui batas dari batasan-Nya (berupa perintah maupun larangan Allah). Orang yang melakukan seperti ini, merekalah yang menjaga diri dari batasan-batasan Allah. Yang utama untuk dijaga adalah shalat lima waktu yang wajib. Dan yang patut dijaga lagi adalah pendengaran, penglihatan dan lisan dari berbagai keharaman. Begitu pula yang mesti dijaga adalah kemaluan, yaitu meletakkannya pada yang halal saja dan bukan melalui jalan haram yaitu zina.
Barangsiapa menjaga diri dengan melakukan perintah dan menjauhi larangan, maka ia akan mendapatkan dua penjagaan.
Penjagaan pertama.
Allah akan menjaga urusan dunianya yaitu ia akan mendapatkan penjagaan diri, anak, keluarga dan harta.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, Barangsiapa menjaga (hak-hak) Allah, maka Allah akan menjaganya dari berbagai gangguan.
Sebagian salaf mengatakan, Barangsiapa bertakwa pada Allah, maka Allah akan menjaga dirinya. Barangsiapa lalai dari takwa kepada Allah, maka Allah tidak ambil peduli padanya. Orang itu berarti telah menyia-nyiakan dirinya sendiri. Allah sama sekali tidak butuh padanya.
Jika seseorang berbuat maksiat, maka ia juga dapat melihat tingkah laku yang aneh pada keluarganya bahkan pada hewan tunggangannya. Sebagaimana sebagian salaf mengatakan, “Jika aku bermaksiat pada Allah, maka pasti aku akan menemui tingkah laku yang aneh pada budakku bahkan juga pada hewan tungganganku.
Penjagaan kedua.
Penjagaan yang lebih dari penjagaan pertama, yaitu Allah akan menjaga agama dan keimanannya. Allah akan menjaga dirinya dari pemikiran rancu yang bisa menyesatkan dan dari berbagai syahwat yang diharamkan.
Semoga dengan menjaga hak-hak Allah, kita semua bisa menuai dua penjagaan ini.
2. Berlaku Jujur, Menuai Kebaikan.
Dari sahabat ‘Abdullah bin Mas’ud, ia menuturkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ صِدِّيقًا وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى الْفُجُورِ وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ وَمَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا
Artinya :
Hendaklah kalian senantiasa berlaku jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.
Khususnya, beliau memerintahkan kejujuran ini pada pedagang karena memang kebiasaan para pedagang adalah melakukan penipuan dan menempuh segala cara demi melariskan barang dagangan.
Dari Rifa’ah, ia mengatakan bahwa ia pernah keluar bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke tanah lapang dan melihat manusia sedang melakukan transaksi jual beli. Beliau lalu menyeru, Wahai para pedagang!” Orang-orang pun memperhatikan seruan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sambil menengadahkan leher dan pandangan mereka pada beliau. Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ التُّجَّارَ يُبْعَثُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فُجَّارًا إِلاَّ مَنِ اتَّقَى اللَّهَ وَبَرَّ وَصَدَقَ
Artinya :
Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat nanti sebagai orang-orang fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertakwa pada Allah, berbuat baik dan berlaku jujur.
Berlaku jujur juga akan menuai berbagai keberkahan. Yang dimaksud keberkahan adalah tetapnya dan bertambahnya kebaikan. Dari sahabat Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا – أَوْ قَالَ حَتَّى يَتَفَرَّقَا – فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا ، وَإِنْ كَتَمَا وَكَذَبَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا
Artinya :
Kedua orang penjual dan pembeli masing-masing memiliki hak pilih (khiyar) selama keduanya belum berpisah. Bila keduanya berlaku jujur dan saling terus terang, maka keduanya akan memperoleh keberkahan dalam transaksi tersebut. Sebaliknya, bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi, niscaya akan hilanglah keberkahan bagi mereka pada transaksi itu.
Inilah buah yang dipetik dari pedagang yang tidak berlaku jujur. Sedangkan sebaliknya jika pedagang bisa berlaku jujur, maka ia pun akan menuai berbagai kebaikan dan keberkahan.
3. Mudah Memaafkan dan Tawadhu’, Menuai Kemuliaan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ وَمَا زَادَ اللَّهُ رَجُلاً بِعَفْوٍ إِلاَّ عِزًّا وَمَا تَوَاضَعَ أَحَدٌ لِلَّهِ إِلاَّ رَفَعَهُ اللَّهُ
Artinya :
Sedekah tidak mungkin mengurangi harta. Tidaklah seseorang suka memaafkan, melainkan ia akan semakin mulia. Tidaklah seseorang bersikap tawadhu’ (rendah diri) karena Allah, melainkan Allah akan meninggikan derajatnya.
Seseorang yang selalu memaafkan akan semakin mulia dan bertambah kemuliaannya. Ia juga akan mendapatkan balasan dan kemuliaan di akhirat. Begitu pula orang yang tawadhu’ (rendah diri) karena Allah, ia akan ditinggikan derajatnya di dunia, Allah akan senantiasa meneguhkan hatinya dan meninggikan derajatnya di sisi manusia, serta kedudukannya pun akan semakin mulia. Di akhirat pun, Allah akan meninggikan derajatnya karena ketawadhu’annya di dunia.
4. Berperilaku Baik, Menjadi Teman Akrab.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ (34) وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ (35)
Artinya :
Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar.” (QS. Fushilat: 34-35)
Sahabat yg mulia, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Allah memerintahkan pada orang beriman untuk bersabar ketika ada yang membuat marah, membalas dengan kebaikan jika ada yang buat jahil, dan memaafkan ketika ada yang buat jelek. Jika setiap hamba melakukan semacam ini, Allah akan melindunginya dari gangguan setan dan akan menundukkan musuh-musuhnya. Malah yang semula bermusuhan bisa menjadi teman dekatnya karena tingkah laku baik semacam ini.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Namun yang mampu melakukan seperti ini adalah orang yang memiliki kesabaran. Karena membalas orang yg menyakiti kita dengan kebaikan adalah suatu yang berat bagi setiap jiwa.
5. Menolong dan Memudahkan Sesama, Menuai Pertolongan dan Kemudahan dari Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ وَاللَّهُ فِى عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِى عَوْنِ أَخِيهِ
Artinya :
Barangsiapa meringankan sebuah kesusahan (kesedihan) seorang mukmin di dunia, Allah akan meringankan kesusahannya pada hari kiamat. Barangsiapa memudahkan urusan seseorang yang dalam keadaan sulit, Allah akan memberinya kemudahan di dunia dan akhirat. Barangsiapa menutup ‘aib seseorang, Allah pun akan menutupi ‘aibnya di dunia dan akhirat. Allah akan senantiasa menolong hamba-Nya, selama hamba tersebut menolong saudaranya.
Di antara bentuk pertolongan di sini adalah seseorang memberikan kemudahan dalam masalah utang. Ini bisa dilakukan dengan dua cara. Cara pertama, memberikan tenggang waktu pelunasan dari tempo yang diberikan, ini hukumnya wajib. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ
Artinya :
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (QS. Al Baqarah: 280). Cara kedua, dengan memutihkan hutang tersebut, dan ini dianjurkan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
Artinya :
Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280).
Berkebalikan dari sikap baik ini adalah mengenakan riba pada saudaranya yang menunda utang. Ini adalah berkebalikan dari memberi kemudahan. Maka tentu saja orang yang memberi kesulitan pada saudaranya akan menuai hasil yang sebaliknya.
6. Usaha disertai Tawakkal akan Menuai Hasil.
Dari Umar bin Al Khoththob radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ ، تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً
Artinya :
Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang.”
Burung ini melakukan usaha dan bertawakkal pada Allah, akhirnya ia pun kenyang ketika pulang di sore hari. Ini berarti tanpa usaha, tidak akan memperoleh hasil apa-apa. Dan usaha tanpa tawakkal, hanya akan memperoleh sekadar yang Allah takdirkan. Yang tepat adalah usaha disertai tawakkal, niscaya hasil memuaskan yang akan dituai.
7. Berbuat Curang, Menuai Berbagai Musibah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلاَّ أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمَؤُنَةِ وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ
Artinya :
Dan tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan menimbangm melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya hidup dan kelaliman para penguasa.
Dan sebab curang dalam perniagaaan inilah sebab dibinasakannya kaum Madyan, umat Nabi Syu’aib ‘alaihis salam. Allah Ta’ala memerintahkan pada kaum Madyan,
أَوْفُوا الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ (181) وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ الْمُسْتَقِيمِ (182) وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ (183)
Artinya :
Sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu termasuk orang- orang yang merugikan; dan timbanglah dengan timbangan yang lurus. Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.” (QS. Asy Syu’ara: 181-183)
Jadi ingatlah, setiap yang kita tanam -baik kebaikan maupun kejelekan-, pasti kita akan menuai hasilnya. Oleh karenanya, bersemangatlah dalam menanam kebaikan dan janganlah pernah mau menanam kejelekan.
Para ulama seringkali mengutarakan, Balasan dari kebaikan adalah kebaikan setelahnya. Sedangkan balasan dari kejelekan adalah kejelekan setelahnya.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Semoga kita selalu dapat senantiasa menanam kebaikan sehingga kita akan memanen kebaikan juga.
APA YANG DITANAM, ITULAH YANG DITUAI
Berkata Ibnu Mas’ud Rodhiyaallahu anhu :
فَمَنْ زَرَعَ خَيْرًا يُوشِكُ أَنْ يَحْصُدَ رَغْبَةً ، وَمَنْ زَرَعَ شَرًّا يُوشِكُ أَنْ يَحْصُدَ نَدَامَةً ، وَلِكُلِّ زَارِعٍ مَا زَرَعَ
Artinya :
Barangsiapa yang menanam kebaikan maka ia akan menuai kebahagiaan. Barangsiapa yang menabur kejelekan maka ia akan menuai penyesalan. Setiap orang yang menanam akan menuai hasil apa yang ia tanam.
Salah satu bentuk sunnatullah atau aturan-aturan Allah yang berlaku di kehidupan dunia ini adalah yang menanam akan menuai. Artinya apa? Yang kita tanam itulah yang akan kita tuai. Apa yang kita lakukan itulah yang akan kita panen dalam kehidupan kita. Nah, prinsip ini begitu banyak Allah sebut dalam Al-Qur’an.
Seseorang yang selalu berbicara baik maka balasan yang akan dia terima juga kebaikan QS. Ar-Rahman Ayat 60 :
هَلْ جَزَاۤءُ الْاِحْسَانِ اِلَّا الْاِحْسَانُۚ
Artinya :
Tidak ada balasan untuk kebaikan selain kebaikan (pula).
Maka, kalau ada orang yang menanam keburukan, misalnya, dengan sering menyebarkan kebencian, berbicara yang isinya kebohongan atau melakukan hal tindakan yang dapat melukai dan menyakiti hati orang. Sebenarnya dia sedang melukai hatinya atau dirinya sendiri.
Surat Al-Isra ayat 7 yang lafalnya sebagai berikut :
اِنْ اَحْسَنْتُمْ اَحْسَنْتُمْ لِاَنْفُسِكُمْ ۗوَاِنْ اَسَأْتُمْ فَلَهَاۗ فَاِذَا جَاۤءَ وَعْدُ الْاٰخِرَةِ لِيَسٗۤـُٔوْا وُجُوْهَكُمْ وَلِيَدْخُلُوا الْمَسْجِدَ كَمَا
دَخَلُوْهُ اَوَّلَ مَرَّةٍ وَّلِيُتَبِّرُوْا مَا عَلَوْا تَتْبِيْرًا
In ahsantum ahsantum li`anfusikum, wa in asa`tum fa lahaa, fa iżaa jaa'a wa'dul-aakhirati liyasuu'u wujuhakum
wa liyadkhulul-masjida kamaa dakhaluhu awwala marratiw wa liyatabbiru maa 'alau tatbiiraa (QS. Al-Isra:7)
Artinya :
Jika kamu berbuat baik berarti kamu berbuat baik kepada dirimu sendiri, dan jika kamu berbuat keburukan berarti keburukan itu bagi dirimu sendiri...”
Makna yang tersirat di dalamnya adalah bahwa ketika kita berbuat baik, itu artinya kita sedang berbuat baik untuk diri sendiri.
Memang niatnya misal untuk membantu orang lain. Tapi ternyata Allah mengatakan berbuat baik itu untuk keselamatan kamu sendiri baik itu saat di dunia maupun di akhirat kelak
Amalan-amalan baik untuk diri sendiri, menjalankan perbuatan mulia untuk diri sendiri, melakukan sesuatu yang baik dan sesuatu yang baik itu untuk diri sendiri.
Allah tidak membutuhkan amalan-amalan baik tersebut. Yang membutuhkannya adalah diri kita sendiri.
Contohnya :
Kita sholat lima waktu, kebaikan sholat itu untuk kita sendiri
Kita berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan, kebaikannya akan kembali kepada diri kita sendiri
Kita membantu tetangga, bergotong royong membersihkan lingkungan , itu juga untuk kebaikan kita sendiri.
Sebaliknya, saat kita melakukan keburukan, maka keburukan yang kita lakukan itulah sesungguhnya yang akan kembali kepada diri kita sendiri.
Kita mencuri, keburukan mencuri itu akan kita rasakan sendiri, baik secara langsung atau tidak langsung, sekarang atau di akhirat kelak.
Kita tidak juga menjalankan sesuatu yang baik, maka keburukannya akan didapat oleh diri kita sendiri.
Karenanya Allah selalu mengingatkan manusia untuk selalu berbuat baik, karena itu demi diri kita sendiri.
Itulah arti In Ahsantum Ahsantum Lianfusikum, Ayat Surat Al-Isra berbuat baik itu baik untuk dirimu sendiri.