PRANOTO MONGSO (KALENDER PERTANIAN JAWA)
Secara umum Pranata Mangsa terbagi menjadi empat musim (mangsa), yaitu :
1. Musim hujan (rendheng).
2. Pancaroba akhir musim hujan (mareng).
3. Musim kemarau (ketiga), dan.
4. Musim pancaroba menjelang hujan (labuh).
Tujuan masyarakat dahulu untuk menciptakan negara dengan semboyan gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja, cukup sandang pangan papan dapat tercapai.
Pranata Mangsa adalah sistem penanggalan yang menjadikan alam sebagai petunjuk tentang apa yang harus dilakukan oleh petani pada saat ingin pertanaman. Sistem ini melatih kecermatan dan kepekaan indra petani untuk mengamati, merasakan, dan membaca alam.
Untuk memahami Pranata Mangsa indra harus cermat menanggapi berbagai macam perubahan yang terjadi di alam.
Kicau burung, desir angin, maupun cahaya matahari dapat menjadi petunjuk bagi petani.
Penggunaan sistem penanggalan ini adalah sebuah teknologi yang benar-benar brilian. Pranata mangsa mengenal siklus tahunan dalam bertani.
Pranata Mongso merupakan sistem penanggalan atau kalender yang dikaitkan dengan aktivitas pertanian, khususnya bercocok tanam, disusun berdasarkan peredaran matahari, memuat berbagai aspek fenologi dan gejala alam lainnya yang dimanfaatkan sebagai pedoman dalam kegiatan usaha tani maupun antisipasi bencana banjir atau kekeringan, wabah penyakit dan serangan OPT (Organisme Penganggu Tanaman). Hubungan iklim dan pertanian adalah : keragaman hasil tanaman pangan dari musim ke musim sangat erat kaitannya dengan keragaman iklim.
Curah hujan yang cukup tinggi masih sering terjadi. Kebanyakan petani menyebutnya hujan salah mongso atau hujan tidak tepat waktunya sehingga sangat mempengaruhi pola tanam bagi petani terutama komoditas hortikultura dan palawija yang sangat peka akan kelebihan air.
Iklim merupakan peluang statistik keadaan cuaca rata-rata atau keadaan cuaca jangka panjang pada suatu daerah, meliputi kurun waktu beberapa bulan atau beberapa tahun.
Perubahan Iklim adalah berubahnya baik pola dan intensitas unsur iklim pada periode waktu yang dapat dibandingkan (biasanya terhadap rata rata 30 tahun).
Perubahan iklim global akan mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat kaitannya dengan pertanian yaitu: naiknya suhu udara yang juga berdampak terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, berubahnya pola curah hujan, makin meningkatnya intensitas kejadian iklim ekstrim. Adaptasi Perubahan Iklim adalah kemampuan suatu sistem (termasuk ekosistem, sosial-ekonomi, dan kelembagaan) untuk menyesuaikan dengan dampak perubahan iklim, mengurangi kerusakan, memanfaatkan kesempatan, dan mengatasi konsekuensinya.
Peran negara dan pemangku pemerintahan melalui kegiatan SL (Sekolah Lapang), Iklim berbasis pronoto mongso ini diharapkan para petani mampu memahami tentang cuaca, iklim, perubahan iklim dan adaptasi atau upaya untuk menghadapi dampak adanya perubahan iklim yang terjadi.
Pengertian Pranoto Mongso Pranata mangsa (penentuan musim) adalah semacam penanggalan yang berkaitan dengan musim menurut pemahaman suku Jawa, khususnya dari kalangan petani dan nelayan. Pemahaman seperti ini juga dikenal oleh suku-suku lainnya di Indonesia, seperti suku Sunda dan suku Bali (dikenal sebagai Kerta Masa).
Pranata Mangsa berasal dari dua kata, yaitu Pranata yang berarti aturan dan Mangsa yang berarti musim atau waktu. Jadi Pranata Mangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan. Sejarah Pranoto Mongso Pada awalnya sebelum ada kalender jawa, masyarakat masih menggunakan sistem penanggalan saka hindu yang berdasarkan pergerakan matahari. Kemudian pada tahun saka hindu 1554 atau bertepatan dengan tahun 1633 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar sistem penanggalan matahari menjadi sistem bulan seperti kalender hijriah. Perubahan penanggalan tersebut berlaku untuk seluruh pulau Jawa dan Madura, kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Blambangan). Hal tersebut terjadi karena ketiga daerah tersebut tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini. Perubahan kalender jawa dilakukan pada hari Jumat Legi saat tahun baru saka 1555 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M.
Pergantian sistem ini tidak mengganti hitungan tahun saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun pertama, tetapi meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung sampai saat ini. Pada tahun 1855 M, karena penanggalan bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani untuk bertanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan matahari yang disebut sebagai pranata mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV.
Musim dapat dikaitkan pula dengan perilaku hewan, perkembangan tumbuhan, situasi alam sekitar, dan dalam praktik amat berkaitan dengan kultur agraris.
Berdasarkan ciri-ciri ini setahun juga dapat dibagi menjadi empat musim utama dan dua musim kecil :
1. Terang (langit cerah, 82 hari).
2. Semplah (penderitaan, 99 hari) dengan mangsa kecil paceklik pada 23 hari pertama.
3. Udan (musim hujan, 86 hari), dan.
4. Pangarep-arep (penuh harap, 98/99 hari) dengan mangsa kecil panèn pada 23 hari terakhir.
Dalam pembagian yang lebih rinci, setahun dibagi menjadi 12 musim (mangsa) yang rentang waktunya lebih singkat namun dengan jangka waktu bervariasi, sesuai dengan yang tercantum dalam prisma pranoto mongso.
Ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam kurun waktu dlm Pranoto Mongso sebagai berikut :
1. MANGSA KASA/SURA
Candrane : Sotya murca saking embanan. Sotya (mutiara / daun) murca(hilang). Pindhane mutiara coplok saka embane. Akeh godhong padha rontok, wit-witan padha ngarang. Awal mangsa ketiga.
Umur : 41 hari, 22 Juni – 1 Agustus.
Kondisi meteorologi : Masa terang yang biasanya kering : sinar matahari 76 % kelembaban udara 60,1 %, curah hujan 67,2 mm, suhu udara 27,4 oC. Pada masa ini manusia merasa ada sesuatu yang hilang dalam alam, walau cuaca sedang terang.
Peristiwa yang terjadi : Belalang masuk ke tanah, daundaun berjatuhan
Kegiatan yang di lakukan petani : Membersihkan jerami yang tersisa di sawah.
Komodity yang bisa di tanam : Palawija dan umbi-umbian.
2. MANGSA KARO
Candrane : Bantala rengka. Bantala =lemah, rengka = pecah. Lemah-lemah padha nela.Mangsane paceklik larang pangan.
Umure : 23 dina. 2 Agustus – 24 Agustus.
Kondisi meteorologi : Hawa menjadi panas, curah hujan menjadi 32,2 mm. Pada masa ini manusia mulai resah, karena suasana kering dan panas, bumi seperti merekah, memasuki alam paceklik.
Peristiwa yang terjadi : Pohon randu dan mangga mulai bersemi.
Kegiatan yang di lakukan petani : Pengairan pada lahan karena kondisi kering.
Komoditi yang bisa di tanam : Tanaman palawija.
3. MANGSA KATELU
Candrane : Suta manut ing bapa. Suta = anak. Pindhane anak manut marang bapake. Pungkasane mangsa ketiga.Lung-lungan, bangsane gadung, uwi, gembili padhamrambat.
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September.
Kondisi meteorologi Sama denngan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan naik lagi menjadi 42.2 mm. Sumursumur mulai kering dan angin yang berdebu, manusia cuma bisa pasrah, tanah tidak dapat di tanami sebab panas dan tidak ada air.
Peristiwa yang terjadi : Berbagai jenis bambu tumbuh.
Kegiatan yang dilakukan petani : Persiapan memanen palawija.
Komoditas yang bisa di tanam : Tidak ada.
4. MANGSA KAPAT
Candrane : Waspa kumembeng jroning kalbu. Waspa = eluh, kumembeng = kembeng, kebak, kalbu = ati. Pindhane eluh kebak ing jerone ati. Sumber padha garing. Awal mangsa labuh.
Umure : 25 dina. 18 Sptember – 12 Oktober.
Kondisi meteorologi : Kemarau mulai berakhir, sinar matahari 72 %, kelembaban udara 26,7 oC.
Peristiwa yang terjadi : Pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil ( Pipit dan manyar) Mulai bertelur.
Kegiatan yang di lakukan petani : Persiapan mengolah lahan untuk di tanami padi gogo · Komoditi yang bisa di tanam : Padi gogo.
5. MANGSA KALIMA
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat. Mas pindane udan. Wiwit ana udan. Para among tani wiwit padha nggarap sawah.
Umure : 27 dina. 13 Oktober – 8 Nopember.
Kondisi meteorologi : Curah hujan naik menjadi 151,1 mm, mangsa ini di tandai dengan hujan pertama.
Peristiwa yang tejadi : mulai ada hujan, pohon asam mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar
Kegiatan yang di lakukan petani : Memperbaiki saluran air dan mulai menebar benih padi.
Komoditi yang di tanam : Padi (Pembibitan).
6. MANGSA KANEM
Candrane : Rasa mulya kasucian. Pindhane mulya-mulya rasa kang suci. Woh-wohan bangsane pelem lsp wiwit padha awoh. Pungkasane mangsa labuh. Udan wiwit akeh lan deres.
Umure : 43 dina. 9 Nopember – 21 Desember.
Kondisi meteorologi sama dengan mangsa kanem, hanya curah hujan meninggi menjadi 402,2 mm, alam menghijau karena tumbuhan sudah banyak yang bertunas.
Peristiwa yang terjadi : banyak buah-buahan berbuah (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya), burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair.
Kegiatan yang di lakukan petani : Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan.
Komoditi yang di tanam : Padi
7. MANGSA KAPITU
Mangsa Kapitu : · Candrane : Wisa kentir ing maruta. Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ; maruta = angin. Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
Umure : 43 dina. 22 Desember – 2 Pebruari. · Kondisi meteorologi : Sinar matahari 67 %, kelembaban udara 80 %, curah hujan 501,4 mm dan suhu udara 26,2 oC.
Peristiwa yang terjadi : Hujan deras, sungai banjir, angin kencang, musim datangnya penyakit, kucing musim kawin.
Kegiatan yang dilakukan petani : Merawat padi di sawah, waspada terhadap serangan hama dan penyakit tanaman.
Komoditi yang di tanam : Padi ( masa perawatan )
8. MANGSA KAWOLU
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti. Pindhane akeh pangarep-arep. Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran. Wit pari padha mbledug.
Umure : 26 hari (dlm 4 tahun sekali berumur 27 hari ) 3 Pebruari – 28 Pebruari.
Kondisi meteorolis : curah hujan 371,8 mm, meski mendung dan kilat, hujan menyapu segala kekeringan.
Peristiwa yang terjadi : uret banyak berkembang.
Kegiatan yang dilakukan petani : Menjaga tanaman padi karena sudah menjelang berbunga dan berbulir, menjaga dari serangan ulat dan sejenis larva lainya.
Komoditi yang di tanam : Padi.
9. MANGSA KASANGA
Candrane : Wedharing wacana mulya. Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara, uni; mulya = mulia, endah. Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak. Garengpung padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Umure : 25 dina. 1 Maret – 25 Maret.
Kondisi meteorologi : curah hujan menurun menjadi 252,5 mm. Alam memasuki magsa terakhir dalam satu tahun, yaitu mangsa mareng yang di bagi dalam mangsa aksepupuh, Desta dan saddha.
Peristiwa yang terjadi : jangkrik mulai muncul, cenggerek mulai berbunyi.
Kegiatan yang di lakukan petani : perawatan tanaman padi yang sudah berbulir dan menjelang panen.
Komoditi yang di tanam : Padi yang sudah berbulir menjelang panen. Ø Mangsa Kasepuluh/Kasadasa :
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu. Pindhane akeh kewan padha meteng. Kucing padha gandhik. Manuk padha ngendhog.
Umure : 24 dina. 26 Maret – 18 April.
Kondisi meteorogis : sinr matahari 60 %, kelembaban udara 74 % curah hujan 1816,6 mm, suhu udara 27,8 o C.
Peristiwa alam yang terjadi : burung-burung membuat sarang dan beberapa jenis burung kecil telur-telurnya mulai menetas, banyak binatang yang bunting, manusia mengalami kondisi kurang baik, gampang lesu dan pusing-pusing karena pengaruh kondisi alam.
Kegiatan yang di lakukan petani : persiapan panen karena padi sudah mulai menguning. · Komoditi yang di tanam : Padi yang sudah mulai panen Ø Mangsa Dhesta :
Candrane : Sotya sinarawedi. Sotya = mutiara; sinarawedi = banget ditresnani (?). Pindhane kaya mutyara kang banget ditresnani. Mangsane manuk ngloloh anake. Mangsa mareng.
Umure : 23 dina. 19 April – 11 Mei.
Kondisi meteorologi : curah hujan turun menjadi 129,1 mm.
Peristiwa alam yang terjadi : aliran air sungai mulai jernih karena tidak membawa erosi tanah, burungburung mulai mengeram dan jenis burung kecil sudah banyak yang menetas.
Kegiatan yang di lakukan petani : memanen padi (musim panen).
Komoditi yang di tanam : tidak ada.
10. MANGSA SADA
Candrane : Tirta sah saking sasana. Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan. Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem). Akhir mangsa mareng.
Umure : 41 dina. 12 Mei – 21 Juni.
Kondisi meteorologi : curah hujan naik lagi menjadi 149,2 mm, suhu udara mulai dingin.
Peristiwa alam yang trjadi : air sungai mulai menyusut, hawa menjadi dingin, menjelang musim kemarau.
Kegiatan yang di lakukan petani : menjemur gabah dan menyimpan padi dalam lumbung.
Komodity yang di tanam : tidak ada.
PRANOTO MONGSO (VERSI 2)
Pranoto Mongso, arti harfiahnya: pengaturan musim, suatu budaya yg mulai dilupakan oleh kita. Dengan Pranoto Mongso manusia dapat mempunyai pedoman yg jelas untuk bertani, berdagang, menjalankan pemerintahan dll.
1. Mangsa kasa : 22 juni - 1 agustus (41 hari)
Masa terang yg biasanya kering: sinar matahari 76%, kelembaban udara 60,1%, curah hujan 67.2 mm, suhu udara 27,4°C. Pada masa ini manusia merasa ada sesuatu yg hilang dalam alam, walau cuacanya sedang terang.
Para petani membakar batang padi yg masih tersisa di sawah, pada masa ini petani mulai menanam palawija, ubi dll, daun mulai rontok, belalang bertelur.
2. Mangsa karo : 1 agustus - 24 agustus (23 hari)
Hawa menjadi panas: kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa kasa, kecuali curah hujan menjadi 32.2 mm. Pada masa ini manusia mulai resah, karena suasana kering dan panas, bumi seperti merekah, memasuki alam paceklik.
Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga mulai bersemi. Sawah dan palawija harus berair dapat dari irigasi. Tanah banyak yg retak.
3. Mangsa katelu : 25 agustus - 17 september (24 hari)
Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan naik lagi jadi 42.2 mm. Sumur-sumur mulai kering dan angin yg berdebu. Manusia cuma bisa pasrah. Tanah tidak dapat ditanami sebab panas dan tidak ada air. Saat mulai panen palawija, ubi dll.
4. Mangsa kapat : 18 september - 12 oktober (25 hari)
Kemarau mulai berakhir, harapan mulai cerah: sinar matahari 72%, kelebaban udara 75,5%, curah hujan 83.3 mm, suhu udara 26,7°C. Disini manusia masih harus menunda kegembiraannya.
Petani mulai menggarap tanahnya untuk menanam padi gaga. Pohon kapuk sedang berbuah, burung pipit dan burung manyar membuat sarang.
5. Mangsa kalima : 23 oktober - 8 november (27 hari).
Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, hanya curah hujan naik menjadi 151.1 mm.Mangsa ini ditandai dengan hujan pertama. Suka cita manusia atas turunnya air hujan seperti pancuran mas yg membasahi bumi.
Petani mulai membetulkan sawah dan membuat pengairan dipinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asam berdaun muda, ulat-ulat mulai keluar.
6. Mangsa kanem : 9 november - 21 desember (43 hari).
Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan meninggi jadi 402.2 mm. Alam menghijau, hati tenteram, tapi tidak menjadikan manusia serakah, justru menjadi penuh syukur.
Para petani mulai pekerjaannya di sawah, banyak buah-buahan, burung belibis mulai kelihatan di kolam. Musim orang membajak sawah.
Kemudian masuk kedalam mangsa rendheng, yg terdiri dari mangsa kapitu, kawolu, dankasanga.
7. Mangsa kapitu : 22 desember - 2 februari (43 hari)
Ketentraman manusia sejenak terganggu. Kondisi meteorologisnya: sinar matahari 67%, kelembaban udara 80%, curah hujan 501.4 mm dan suhu udara 26,2°C. Musim datangnya penyakit, alam ditandai dengan banjir. Alam yg terlihat kurang bersahabat sesungguhnya sedang menyimpan berkah panen yg demikian kaya. Kucing-kucing mulai kawin, itu adalah pratanda suka cita berada diambang mata.
Para petani mulai menanam padi. Sungai banjir, angin kencang.
8. Mangsa kawolu : 3 februari - 28 februari (26 hari).
Sesuatu sedang merebak dalam kehendak. Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsasebelumnya, kecuali curah hujan turun menjadi 371.8 mm. Meski mendung dan kilat, hujan menyapu segala kekeringan. Dalam 4 tahun sekali umurnya menjadi 27 hari.
Tanaman padi sudah menjadi tinggi, sebagian mulai berbuah, mulai banyak binatang uret.
9. Mangsa kasanga : 1 maret - 25 maret (25 hari).
Kondisi meteorologisnya sama dengan mangsa sebelumnya, hanya curah hujan menurun lagi jadi 252.5 mm.
Musim padi berbuah, musim kucing kawin, jangkrik dan tonggeret mulai keluar di atas pohon.
Alam memasuki mangsa terakhir dalam setahun, yaitu mangsa mareng, yg dibagi dalammangsa kasapuluh, dhesta, dan saddha.
10. Mangsa kasapuluh : 26 maret - 18 april (24 hari).
Mangsa ini menyimpan antisipasi yg sedikit muram, karena akan menghadapi musim kemarau lagi, orang gampang lesu dan pusing-pusing. Kondisi meteorologisnya: sinar matahari 60%, kelembaban udara 74%, curah hujan 181.6 mm, suhu udara 27,8°C.
Padi mulai menguning, panen padi gaga, banyak binatang bunting, burung-burung membuat sarang.
11. Mangsa dhesta (11): 19 april - 11 mei (23 hari).
Hujan mulai habis. Kondisi meteorologisnya sama dengan diatas, kecuali curah hujan menjadi 129.1 mm.
Para petani mulai panen raya, burung sedang mengeram.
12. Mangsa saddha : 12 mei - 21 juni (41 hari).
Air lenyap dari tempatnya, kemarau mulai tiba. Kondisi meteorologisnya masih sama, hanya curah hujan naik lagi menjadi 149.2 mm.
Petani mulai menjemur padinya dan dimasukkan ke lumbung, disawah tinggal batang padi kering.
Begitulah kurang lebih sketsa watak-watak mangsa. Pernyataan meteorologis yg dicantumkan kiranya memberi kita pengetahuan, bahwa watak mangsa itu berkaitan dengan kondisi empiris-meteorologis yang nyata.
PRANATA MANGSA (3)
Pranata mangsa (bahasa Jawa = penentuan musim) adalah semacam penanggalan yang berkaitan dengan musim menurut pemahaman suku Jawa, khususnya dari kalangan petani dan nelayan. Pemahaman seperti ini juga dikenal oleh suku-suku lainnya di Indonesia, seperti suku Sunda dan suku Bali (dikenal sebagai Kerta Masa), atau di beberapa tradisi Eropa, misalnya pada bangsa Jerman dikenal sebagai Bauern kalendar (penanggalan untuk petani).
Pranata Mangsa berasal dari dua kata, yaitu Pranata yang berarti aturan dan Mangsa yang berarti musim atau waktu. Jadi Pranata Mangsa adalah aturan waktu yang digunakan para petani sebagai penentuan atau mengerjakan sesuatu pekerjaan. Hal ini dipelopori oleh raja Pakoeboewono VII dan dimulai sejak 22 Juni 1856. Contohnya melaksanakan usaha tani bercocok tanam atau melaut para nelayan, merantau atau berperang. Biasanya digunakan oleh para petani pedesaan berdasarkan pada naluri saja, dari leluhur yang sebetulnya belum tentu dimengerti asal-usul dan bagaimana uraian satu-satu kejadian di dalam setahun, tetapi tetap dipakai dan sebagai patokan untuk mengolah pertanian.
Pranata mangsa adalah aturan waktu musim, yang berdasar pada solar kalender. Mungkin kalender Pranata Mangsa ini termasuk dari 40 sistem kalender yang oleh sebuah studi tahun 1987 digunakan di dunia dan dikenal dalam pergaulan internasional dan lebih spesifikasiknya hanya dikategorikan ke dalam tiga mazhab besar, yaitu sistem kalender masehi/syamsiah (solar calendar), kalender qomariah (lunar calendar), dan lunisolar, sehingga dengan kata lain kalender Pranata Mangsa mengacu pada sistem kalender yang perhitungannya berdasarkan pada perjalanan bumi saat melakukan revolusi mengorbit matahari. Kalender Pranata Mangsa juga mengenal tahun kabisat dan basithah yang dikenal dengan wastu dan wuntu. Hal itu dilakukan sama persis dengan sistem kalender syamsiah agar tetap sinkron dengan tahun tropis (musim). Untuk menjaga sinkronisasi inilah, jumlah harinya disisipi dalam bentuk tahun kabisat (leap year) sebagai tambahan pada jumlah hari rata-rata kalender tersebut.
Menurut sumber aslinya, yaitu Kitab Primbon Qamarussyamsi Adammakna, Pranata Mangsa puniku petangan mangsa wawaton lampahing suz. Petangan punika dede barang enggal, wiwit kina-makina inggih sampun wonten. Ing taun masehi 1855 potongan wau kabangun malih saking mangsa kasa (mangsa 1, dhawah ing suraya 22 juni 1855. menggah jengkapi sataun wonten ing wekasaning mangsa : Sadha (mangsa 12), dhawah surya 20 juni 1856. Dados pranata mangsa taun : 1 jangkep umur dinten.
Peteangan taun pranata mangsa wau, manawi dhawah taun wastu (taun lak) umur 365 dinten (mangsanipun kawolu umur 26 dinten), dene dhawah taun wuntu (taun panjang), umur 366 dinten dene pratelan kados ing ngandhap punika.
Dari uraian bahasa Jawa di atas dapat pahami bahwa Pranata Mangsa diambil dari sejarah para raja di Surakarta, yang tersimpan di musium Radya-Pustaka. Menurut sejarah, sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh Pakoeboewono VII yang memberi patokan bagi para petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1855 titik balik matahari pada musim panas, penanggalan ini dipakai di daerah tropis seperti di jawa dan bali.
Pada awalnya sebelum ada kalender jawa, masyarakat masih menggunakan sistem penanggalan saka hindu yang berdasarkan pergerakan matahari. Kemudian pada tahun saka hindu 1554 atau bertepatan dengan tahun 1933 M, Raja Mataram Sri Sultan Agung Prabu Hanyokrokusumo mengganti konsep dasar sistem penanggaln matahari menjadi sistem bulan seperti kalender hijriah. Perubahan penanggalan tersebut berlaku untuk seluruh pulau Jawa dan Madura, kecuali Banten, Batavia dan Banyuwangi (Blambangan). Hal tersebut terjadi karena ketiga daerah tersebut tidak termasuk dalam wilayah kekuasaan Sultan Agung. Pulau Bali dan Palembang yang mendapatkan pengaruh budaya jawa, juga tidak ikut mengambil alih kalender karangan Sultan Agung ini.
Perubahan kalender jawa dilakukan pada hari Jumat Legi saat tahun baru saka 1555 dan bertepatan dengan 1 Muharram 1043 H atau 8 Juli 1633 M. Pergantian sistem ini tidak mengganti hitungan tahun saka 1555 yang sedang berjalan menjadi tahun pertama, tetapi meneruskannya. Hitungan tahun tersebut berlangsung sampai saat ini.
Pada tahun 1855 M, karena penanggalan bulan dianggap tidak memadai sebagai patokan para petani untuk bertanam, maka bulan-bulan musim atau bulan-bulan matahari yang disebut sebagai pranata mangsa diperbaharui oleh Sri Paduka Mangkunegara IV.
Penanggalan yang telah diperbaharui tersebut ditetapkan secara resmi dengan nama-nama pranata mangsa tersebut sebagai berikut :
Daur kalender baku Pranata Mangsa
Menggah dhuawahing taun wuntu punika katentokaken saben 4 taun sapisan; dene psangetangipun : menawi angkaning taun kapara 4 pinang ceples, dhawah taun wuntu, kajawi yen angkaning taun wau dhauh atau jejeg.
1. Kasa, mulai 22 Juni, berusia 41 hari. Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan di masa ini dimulai menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan berjatuhan. Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan (kayu-kayuan).
2. Karo, mulai 2 Agustus, berusia 23 hari. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga, tanah mulai retak/berlubang. Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka (retak). Musim kapok bertunas tanam palawija kedua.
3. Katiga, mulai 25 Agustus, berusia 24 hari. Musimnya/waktunya lahan tidak ditanami, sebab panas sekali, yang mana Palawija mulai di panen, berbagai jenis bambu tumbuh. Penampakannya/ibaratnya : suta (anak) manut ing Bapa (lanjaran). Musim ubi-ubian bertunas panen palawija.
4. Kapat, mulai 19 September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada (jarang) tanaman, sebab musim kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur. Penampakannya/ibaratnya : waspa kumembeng jroning kalbu (sumber). Musim sumur kering, kapuk berbuah, tanam pisang. . Pada masa ini kemarau berakhir.
5. Kalima, mulai 14 Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Penampakannya/ibaratnya : pancuran (hujan) emas sumawur (hujannya) ing jagad. Musim turun hujan, pohon asam bertunas, pohon kunyit berdaun muda.
6. Kanem, mulai 10 Nopember, berusia 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di pembenihan, banyak buah-buahan (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya), burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair. Penampakannya/ibaratnya : rasa mulya kasucian (sedang banyak-banyaknya buah-buahan). Musim buah-buahan mulai tua, mulai menggarap sawah.
7. Kapitu, mulai 23 Desmber, usianya 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan, banyak sungai yang banjir. Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta (bisa larut dengan angin, itu masanya banyak penyakit). Musim banjir, badai longsor mulai tandur.
8. Kawolu, mulai 4 Pebruari, usianya 26 hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, uret mulai banyak. Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam keinginan, musimnya kucing kawin). Musim padi beristirahat, banyak ulat, banyak penyakit.
9. Kasanga, mulai 1 Maret, usianya 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah, jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara. Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya ( binatang tanah dan pohon mulai bersuara). Musim padi berbunga, turaes (sebangsa serangga) ramai berbunyi.
10. Kasepuluh, mulai 26 Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan hamil, burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Penampakannya/ibaratnya : gedong minep jroning kalbu (masa hewan sedang hamil). Musim padi berisi tapi masih hijau, burung-burung membuat sarang, tanam palawija di lahan kering.
11. Desta, mulai 19 April, berusia 23 hari. Seluruhnya memanen padi. Penampakannya/ibaratnya: sotya (anak burung) sinara wedi (disuapi makanan). Masih ada waktu untuk palawija, burung-burung menyuapi anaknya.
12. Sadha, mulai 12 Mei, berusia 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di sawah hanya tersisa dami. Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah saking sasana (badan) (air pergi darisumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang berkeringat, sebab sangat dingin). Musim menumpuk jerami,tanda-tanda udara dingin pada pagi hari.
Dari Pranata Mangsa itu diketahui bahwa pada bulan Desember-Januari-Pebruari adalah musimnya badai, hujan, banjir dan longsor. Mendekati kecocokan dengan situasi alam sekarang dan jadwal itu sesuai dengan perubahan iklim yang telah disepakati bersama.
Selanjutnya pada musim Kawolu antara 2/3 Pebruari – 1/2 Maret, bersiap-siaga waspada menghadapi penyakit tanaman maupun wabah bagi manusia dan hewan, mungkin akibat dari banjir, badai dan longsor tersebut akan berdampak menyebarnya penyakit dan kelaparan. Hal tersebut masuk akal, karena manusia atau binatang bahkan tanamanpun belum siap mempertahankan diri dari serangan hama penyakit.
Kaitannya dengan para nelayan, mereka melaut sambil membaca alam dengan melihat letak bintang yang dianggap patokan yang selalu menemani saat melaut.
Sudah tentu mereka mengetahui pada bulan-bulan berapa mereka saat yang baik melaut dan akan mendapatkan ikan banyak. Sebaliknya mereka mengetahui saat-saat tidak melaut, berbahaya dan tidak akan menghasilkan apa-apa. Pada saat-saat itulah mereka gunakan waktu untuk memperbaiki jaring-jaring yang rusak, memperbaiki rumah dan pekerjaan selain melaut, sehingga mereka dapat mengurangi risiko dan mencegah biaya produksi tinggi.
PRANOTO MONGSO (4)
Mangsa Kasa/Sura :
Candrane : Sotya murca saking embanan. Sotya = mutiara, murca = hilang. Pindhane mutiara coplok saka embane. Akeh godhong padha rontok, wit-witan padha ngarang. Awal mangsa ketiga.
Umure : 41 dina. 22 Juni – 1 Agustus.
Mangsa Karo :
Candrane : Bantala rengka. Bantala = lemah, rengka= pecah. Lemah-lemah padha nela.Mangsane paceklik larang pangan.
Umure : 23 dina. 2 Agustus – 24 Agustus.
Mangsa Katelu :
Candrane : Suta manut ing bapa. Suta = anak. Pindhane anak manut marang bapake. Pungkasane mangsa ketiga.Lung-lungan, bangsane gadung, uwi, gembili padhamrambat.
Umure : 24 dina. 25 Agustus – 17 September
Mangsa Kapat :
Candrane : Waspa kumembeng jroning kalbu. Waspa = eluh, kumembeng = kembeng, kebak, kalbu = ati. Pindhane eluh kebak ing jerone ati. Sumber padha garing.Awal mangsa labuh.
Umure : 25 dina. 18 Sptember – 12 Oktober.
Mangsa Kalima :
Candrane: Pancuran mas sumawur ing jagat. Mas pindane udan. Wiwit ana udan.
Para among tani wiwit padha nggarap sawah.
Umure : 27 dina. 13 Oktober – 8 Nopember.
Mangsa Kanem :
Candrane : Rasa mulya kasucian. Pindhane mulya-mulya rasa kang suci. Woh-wohan bangsane pelem lsp wiwit padha awoh. Pungkasane mangsa labuh. Udan wiwit akeh lan deres.
Umure : 43 dina. 9 Nopember – 21 Desember.
Mangsa Kapitu :
Candrane : Wisa kentir ing maruta. Wisa = racun, penyakit; kentir = keli, katut ; maruta = angin. Pindhane : Penyakit akeh, akeh wong lara.
Umure : 43 dina. 22 Desember – 2 Pebruari.
Mangsa Kawolu :
Candrane : Anjrah jroning kayun. Anjrah = sumebar, warata; kayun = karep, kapti. Pindhane akeh pangarep-arep. Para among tani padha ngarep-arep asile tanduran. Wit pari padha mbledug.
Umure : 26 dina. 3Pebruari – 28 Pebruari.
Mangsa Kasanga :
Candrane : Wedharing wacana mulya. Wedhar = wetu; wacana = pangandikan, swara, uni; mulya = mulia, endah. Pindhane akeh swara kang keprungu endah, kepenak. Garengpung padha muni, gangsir padha ngethir, jangkrik padha ngerik.
Umure : 25dina. 1 Maret – 25 Maret.
Mangsa Kasepuluh/Kasadasa :
Candrane : Gedhong mineb jroning kalbu. Pindhane akeh kewan padha meteng. Kucing padha gandhik. Manuk padha ngendhog.
Umure : 24 dina. 26 Maret – 18 April.
Mangsa Dhesta :
Candrane : Sotya sinarawedi. Sotya = mutiara; sinarawedi = banget ditresnani (?). Pindhane kaya mutyara kang banget ditresnani. Mangsane manuk ngloloh anake. Mangsa mareng.
Umure : 23 dina. 19 April – 11 Mei.
Mangsa Sada :
Candrane : Tirta sah saking sasana. Tirta = banyu; sah = ilang; sasana = panggonan. Pindhane wong-wong ora kringeten jalaran mangsa bedhidhing (adhem). Akhir mangsa mareng.
Umure : 41 dina. 12 Mei – 21 Juni.