MUNCULNYA GOLONGAN RUWAIBIDLAH TANDA AKHIR ZAMAN
Pemahaman Ruwaibidhah menurut sabda Nabi SAW yaitu golongan orang-orang bodoh yang turut campur dalam urusan publik (HR. Ibnu Majah).
Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT sebagai pembawa kabar gembira sekaligus peringatan bagi umat manusia. Dan salah satu peringatan tersebut adalah merajalelanya ruwaibidhah sebagai salah satu tanda akhir zaman.
Di masa tersebut umat manusia dibutakan oleh tipu daya hingga orang-orang yang benar dan berakhlak mulia terpinggirkan. Mengutip buku Fitnah Para Sahabat karya Abu Ahmad Muhammad Bin Hassan (2016: 77), dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah bersabda :
Akan datang kepada manusia masa bertahun-tahun yang penuh tipuan. Pada waktu itu si pendusta dikatakan benar dan orang yang benar dikatakan pendusta. Pengkhianat akan disuruh memegang amanah dan orang yang amanah dikatakan pengkhianat. Dan yang berkesempatan berbicara hanyalah golongan Ruwaibidhah.
RASULULLAH MENYEBUT SEBAGAI GOLONGAN RUWAIBIDLAH
Istilah ruwaibidhah dalam hadits diterjemahkan secara beragam. Mengutip Abu Ahmad Muhammad Bin Hassan (2016), Rasulullah menjelaskan bahwa ruwaibidhah adalah orang yang kerdil jiwanya, hina, dan tidak mengerti bagaimana mengurus banyak orang.
Sedangkan dalam buku Tamasya ke Negeri Akhirat tulisan Syaikh Mahmud Al-Mishri (2014: 351), ruwaibidhah merupakan laki-laki yang rusak dan ikut berbicara tentang masyarakat umum. Senada dengan ini, dalam The Harmony of Humanity karya Raghib As-Sirjani, ruwaibidhah didefinisikan sebagai orang pandir yang berbicara perihal urusan orang banyak.
Dengan demikian ruwaibidhah dapat dipahami sebagai orang bodoh yang tidak memiliki ilmu memadai, namun ikut campur dalam urusan masyarakat luas.
Menafsirkan fenomena Ruwaibidhah tulisan artikel blog ini, orang-orang tersebut mencitrakan diri sebagai seorang pakar dan berdusta tentang kebenaran yang disampaikannya. Karena kehebatannya dalam beretorika dan membangun citra, ia tampil sebagai maestro pada bidangnya.
Apa yang mereka katakan dianggap benar oleh para pengikutnya sehingga memiliki dampak yang luas. Padahal Allah secara jelas memperingatkan agar umat-Nya tidak mengikuti orang-orang yang tidak berilmu.
"Janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak punya ilmu tentangnya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, itu semua akan dimintai pertanggung-jawabannya" (QS al-Israa’: 36).
Terkadang kemunduran suatu kelompok masyarakat disebabkan karena mereka menaruh kepercayaan pada orang yang sebenarnya tidak memiliki kualitas ilmu dan akhlak yang baik. Misalnya mengagung-agungkan seseorang yang memusuhi Islam dan kaum muslimin dan tidak mau lagi mengikuti nasehat para ulama.
Oleh sebab itu dalam memilih pemimpin, hendaknya umat Muslim mempertimbangkan kualifikasi yang dimiliki orang yang bersangkutan, baik dari segi ilmu, amanah, dan kejujurannya.
GENERASI RUWAIBIDLAH
Peringatan akan datangnya masa di mana manusia dipenuhi berbagai intrik.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَيَأْتِي عَلَى النَّاسِ سَنَوَاتٌ خَدَّاعَاتُ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الرَّجُلُ التَّافِهُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه ابن ماجة)
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara.” Lalu beliau ditanya, “Apakah al-ruwaibidhah itu?” Beliau menjawab,“Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum” (HR Ibnu Majah).
Hadits ini diriwayatkan Ibnu Majah dalam Sunan-nya, bab syiddatu al-zaman (kerasnya zaman) nomor 4026. Sanadnya muttashil (bersambung), namun pada kualitas rawinya terdapat dua orang rawi bermasalah, yaitu Ishaq bin Abi Al-Furat dari kalangan kibar al-tabi’in (generasi tabi’in tua) yang dikomentari oleh Maslamah bin Qasim, Ibnu Hajar al-Asqalani dan Al-Dzahabi sebagai rawi majhul (tidak dikenal identitasnya). Juga rawi yang bernama Abdul Malik bin Qudamah bin Ibrahim dari kalangan generasi tabi’ at-tabi’in, yang dikomentari oleh Abu Hatim sebagai dha’if al-Hadits (Haditsnya lemah), pun Al-Nasa’i mengomentarinya laisa bi al-qawi (tidak kuat). Imam Al-Dzahabi dan Ibnu Hajar al-Asqalani menilainya dha’if (lemah). Maka, secara kualitas Hadits ini terkategori Hadits dha’if.
Namun, selain riwayat di atas dari jalur sahabat Abu Hurairah ra, Imam Ahmad juga meriwayatkan matan Hadits tersebut dari dua jalur yang berbeda, yaitu dari sahabat Abu Hurairah ra dalam bab Musnad Abi Hurairah no. 7571 dan dari Anas bin Malik ra dalam bab Musnad Anas bin Malik. Hadits dari jalur Abu Hurairah ra sebagai berikut:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّهَا سَتَأْتِي عَلَى النَّاسِ سِنُونَ خَدَّاعَةٌ يُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيَنْطِقُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ السَّفِيهُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه أحمد)
“Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya akan datang kepada manusia tahun-tahun penipuan, di dalamnya orang yang berdusta dipercaya sedang orang yang jujur didustakan, orang yang berkhianat diberi amanah, sedang orang yang amanah dikhianati, dan di dalamnya juga terdapat al-ruwaibidhah.” Ditanya, “Apa itu al-ruwaibidhah wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Yaitu orang bodoh yang berbicara (memberi fatwa) dalam urusan manusia” (HR Ahmad).
Hadits ini diriwayatkan dari Abu Hurairah ra dengan kualitas yang sama, sekalipun beberapa rawi yang terdapat dalam sanad Hadits ini berbeda dengan jalur Hadits pertama.
Bahkan dinilai sebagai rawi-rawi yang tsiqah (kredibel) dan dhabit (kuat hafalannya), namun dijumpai adanya dua rawi yang divonis dha’if sebagaimana penjelasan di atas.
Sedang Hadits riwayat Imam Ahmad dari jalur Anas bin Malik ra sebagai berikut :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ أَمَامَ الدَّجَّالِ سِنِينَ خَدَّاعَةً يُكَذَّبُ فِيهَا الصَّادِقُ وَيُصَدَّقُ فِيهَا الْكَاذِبُ وَيُخَوَّنُ فِيهَا الْأَمِينُ وَيُؤْتَمَنُ فِيهَا الْخَائِنُ وَيَتَكَلَّمُ فِيهَا الرُّوَيْبِضَةُ قِيلَ وَمَا الرُّوَيْبِضَةُ قَالَ الْفُوَيْسِقُ يَتَكَلَّمُ فِي أَمْرِ الْعَامَّةِ. (رواه أحمد)
“Dari Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw bersabda, “Sebelum munculnya Dajjal akan ada beberapa tahun munculnya para penipu, sehingga orang jujur didustakan, sedang pendusta dibenarkan. Orang yang amanat dikhianati, sedang orang yang suka berkhianat dipercaya, dan para al-ruwaibidhah angkat bicara,” ada yang bertanya, apa itu ruwaibidhah? Rasulullah saw bersabda, “Orang fasik yang berbicara tentang persoalan publik” (HR Ahmad).
Selain Hadits tersebut di atas, terdapat Hadits lain yang berbicara hal ini, sehingga menurut kajian dan analisa dengan pembanding sumber data-data yang lain, maka penulis artikel blogger ini, dengan melihat beberapa jalur yang ada, maka Hadits yang berbicara tentang hal ini dapat dikategorikan sebagai Hadits hasan li–ghairihi (Hasan karena dukungan dari jalur lain).
Hal senada dikemukakan oleh kritikus Hadits, Syu’aib Al-Arnauth, dalam Ta’liq Musnad Ahmad no. 7912, yang menilai riwayat Ibnu Majah sebagai Hadits hasan, pun Ibnu Hajar al-Asqalani mengomentari sanadnya dengan jayyid (bagus).
Bahkan kritikus Hadits lain, Nashirudin al-Albani, men-shahih-kan riwayat Ibnu Majah sebagaimana termaktub dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibni Majah no. 4036.
Maka, Hadits ini dapat dijadikan sebagai dalil-argumentasi. Terlebih lagi, hal yang dibicarakan terkait dengan pesan moral dan perintah menjauhkan diri dari sifat-sifat tercela.
Imam Al-Suyuthi menjelaskan, maksud dari kata al-khada’ dalam Hadits di atas adalah “Al-Khadda’ al-makru wa al-hilatu, wa idhafatu al-khadda’ ila as-sanawat majaziyah wal–muradu ahlu as-sanawati” (Al Khadda’ artinya makar dan muslihat. Dikaitkannya Al Khadda’ kepada al-sanawat (tahun-tahun) merupakan bentuk kiasan/majaz, maksudnya adalah orang yang hidup di tahun-tahun tersebut) (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292). Sedang kata al–ruwaibidhah, merupakan bentuk tashghir (pengecilan) dari al-rabidh yang berarti berlutut. Lalu kata al–rabidh yang makna aslinya berlutut, dipinjam penggunaannya (isti’arah) menjadi makna yang lain, yaitu posisi rendah (inferior). Seolah-olah menggambarkan orang yang berlutut itu sebagai orang yang rendah kemampuan dan keilmuannya, namun banyak berbicara dan mengeluarkan statement tanpa didasari ilmu yang memadai dan dipandang baik oleh para pengagumnya, sehingga memiliki pengaruh dan dampak yang luas.
Menurut Imam Al-Suyuthi menyatakan “Qauluhu wa yanthiqu fiha al-ruwaibidhah tafsiruhu ma marra min Haditsi Anas’; qulna ya Rasulallah ma zhahara fi al-umami qablana? qala al-malaku fi shigharikum wa al-fakhisyatu fi kibarikum wa al-‘ilmu fi rizdalatikum wa al-rajulu al-tafahu al-radzilu wa al-haqiru. Wa al-ruwaibidhah tasghiru rabidhah wahuwa al-‘ajizu allladzi rabadha ‘an ma’ali al-umuri wa qa’ada ‘an thalabiha”, (Sabdanya “Dan ar-ruwaibidhah berbicara”, penjelasannya adalah seperti yang disebutkan dalam Hadits Anas: “Kami berkata; Wahai Rasulullah, apa yang nampak dari umat-umat sebelum kita?” Beliau bersabda: “Raja (pemimpin)-nya justru datang dari orang kecil di antara kamu, para pelaku kekejian justru adalah orang-orang besar kalian, dan ilmu justru ada pada orang jahat dan hinanya kalian (al-rajul al-tafih). Al-Ruwaibidhah adalah bentuk tasghir (pengecilan) dari rabidhah, yaitu orang yang lemah, yang berlutut pada orang-orang mulia yang memahami urusan, lalu dia duduk untuk mendapatkan sesuatu darinya) (Syarh Sunan Ibni Majah, 1/292).
Penjelasan di atas menegaskan Hadits ini memberikan informasi beberapa hal :
Pertama, memberi peringatan tentang bahaya dan dampak berbicara tanpa landasan ilmu. Sebagaimana ditegaskan Allah SwT dalam Qs Al-Baqarah: 168-169 dan Qs Al-Isra’: 36.
Kedua, penjelasan pentingnya sifat jujur sekaligus peringatan keras bahaya dusta, yang selaras dengan sabda Rasulullah saw dari Abdullah bin Mas’ud ra yang artinya: “Hendaknya kalian bersikap jujur, karena kejujuran menuntun kepada kebaikan, dan kebaikan itu menuntun ke surga. Bila seseorang terus bersikap jujur dan berjuang keras melaksanakannya, ia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur (shidiq). Jauhilah kedustaan, karena ia menyeret kepada keburukan, dan keburukan menjerumuskan ke neraka. Bila seseorang terus berdusta dan mempertahankannya, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta” (HR Muslim).
Ketiga, Hadits ini menjelaskan, hendaknya seseorang memilih pemimpin yang memiliki kualifikasi dan kemampuan, baik ilmu, amanah, dan kejujuran, di samping pertimbangan lainnya. Keempat, Hadits ini menunjukkan jalan keluar ketika menghadapi situasi kacau semacam itu dengan kembali kepada ilmu (Al-Qur’an dan Al-Sunnah) dan ulama. Kelima, Hadits ini mengingatkan pentingnya menjaga amanah dan bahaya menyia-nyiakannya, di mana sejalan dengan penjelasan Imam Ibnu Rajab Al-Hanbali: ‘Wa madhmunu ma dzukira min asyrat al-sa’ah fi hadza al-Haditsi yarji’u ila al-umur tawassadu ila ghairi ahliha, kama qala al-Nabiyu Shallallahu ‘alaihi wa sallama liman sa‘alahu ‘an al-sa’ati; idza wusida al-amru ila ghairi ahlihi fantazhirri al-sa’ati’. (Kandungan yang tertera dalam Hadits ini berupa tanda-tanda datangnya kiamat kembali pada persoalan-persoalan banyaknya urusan yang diserahkan pada yang bukan ahlinya, seperti sabda Nabi saw pada orang yang bertanya tentang arti al-Sa’ah (kiamat-kehancuran): “(yaitu) Jika urusan diserahkan pada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya)” (Jami’ al-‘Ulum wa al-Hikam, 1/139).
Uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
Hadits ini memberi suatu peringatan akan datangnya suatu masa, di mana manusia dipenuhi berbagai intrik dan tipu-muslihat, serta kebohongan (hoax).
Gambaran ini dijadikan oleh Rasul saw sebagai tanda-tanda dekatnya hari kiamat, di mana banyak pembohong dicitrakan sebagai orang jujur. Sebaliknya, orang jujur dikriminalisasi sebagai pembohong, para pengkhianat dipandang amanah, disambut bak pahlawan. Sementara orang yang amanah dianggap pengkhianat dan dikriminalisasi, serta orang-orang bodoh dipercayai untuk mengurusi persoalan masyarakat. Akibatnya, terjadi ketidakpastian, kekacauan (chaos) dan kehancuran.
GOLONGAN RUWAIBIDHAH SAAT INI
Saat ini kita sudah berada di zaman media informasi tumbuh dengan cepat. Berbagai informasi dari belahan dunia mudah untuk kita dapatkan melalui website, media sosial dan televisi. Popularitas dan viralitas menjadi impian dan tujuan banyak orang, semua orang berlomba-lomba untuk menjadi pusat perhatian banyak orang. Sebab menjadi viral kita akan mendapatkan banyak keuntungan, salah satu dapat mengubah kondisi dan citra seseorang.
Ketika seseorang sering tampil di depan khalayak umum melalui berbagai media informasi maka saat itu pula ia dapat mengubah citranya yang buruk menjadi baik. Seperti akhir-akhir ini banyak capres (calon presiden) yang berlomba-lomba mendapatkan dukungan dan perhatian dari masyarakat. Berlomba-lomba untuk bersikap dan berbuat baik, namun menyimpan maksud dan tujuan tertentu.
Hal ini sudah lama diprediksi oleh Baginda Nabi Muhammad SAW dalam hadisnya yang berbunyi :
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: سيَأتي علَى النَّاسِ سنواتٌ خدَّاعاتُ يصدَّقُ فيها الكاذِبُ ويُكَذَّبُ فيها الصَّادِقُ ويُؤتَمنُ فيها الخائنُ ويُخوَّنُ فيها الأمينُ وينطِقُ فيها الرُّوَيْبضةُ قيلَ وما الرُّوَيْبضةُ قالَ الرَّجلُ التَّافِهُ في أمرِ العامَّةِ
Artinya: Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidlah turut bicara." Lalu Rasulullah SAW ditanya, "Apakah Ruwaibidlah itu?" Rasulullah SAW menjawab, "Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum". (Sunan Ibnu Majah)
Sedangkan dalam penjelasan hadis lain :
وفي حديث آخر فسر الرسول الرويبضة بأنه الرجل الفاسق فقد جاء في كنز العمال عن أنس بن مالك : إن أمام الدجال سنين خداعة! يكذب فيها الصادق ، ويصدق فيها الكاذب، ويخون فيها الأمين ، ويؤتمن فيها الخائن، ويتكلم فيها الرويبضة قيل: وماالرويبضة؟ قال:الفاسق يتكلم في أمر العامة. فكلمة الرويبضة لا يعدو معناها عن أن يتكلم في الأمر من لا يصلح ، أي أن الأمر يوسد لغير أهله
Artinya: Dan di hadis lain Rasulullah menerangkan bahwa yang dimaksud dengan Ruwaibidlah adalah seseorang yang Fasik. Dan dari kitab Kanzun Ummal, Anas bin Malik: Sesungguhnya di zaman Dajjal penuh dengan kedustaan. Pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat. Kemudian Rasulullah ditanya, apa itu Ruwaibidlah? Beliau menjawab seorang yang fasik berbicara tentang urusan umum.
Kalimat Ruwaibidlah maknanya tentang bagaimana orang itu berbicara urusan yang tidak benar atau perkara itu disandarkan (diserahkan) kepada yang bukan ahlinya.
Walhasil, semua tanda di atas sudah banyak bermunculan dan bertebaran di mana-mana, terutama di media sosial. Jadi alangkah baiknya bagi kita untuk bijak memilah-milih informasi kalau perlu kita teliti dari mana sumbernya, bisa dipertanggungjawabkan atau tidak ?
Mari kita amati fenomena golongan Ruwaibidhah di negara Indonesia tercinta ini, lihat dan amati agama sudah dijadikan alat untuk pemuas kelompok politik identitas.
Kita berharap pemerintah tegas menindak semua pelanggaran dengan unsur sara. Sudah tepatlah Pancasila, UUD 1945, NKRI, Toleransi dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai landasan dasar berbangsa dan bernegara di Indonesia tercinta. Maju Indonesiaku. Menuju Indonesia Emas.
Kawruh Islam - Imajiner Nuswantoro