KAYA SURUH LUMAH KUREBE BEDA, YEN GINEGED PADHA RASANE
Kaya Suruh Lumah Kurebe Beda, Yen Gineged Padha Rasane
Artinya seperti daun sirih yang bagian atas dan bawahnya memiliki warna dan bentuk berbeda, tetapi jika digigit sama pula rasanya. Peribahasa ini menggambarkan situasi yang berbeda, tetapi sesungguhnya memiliki kesamaan dalam banyak hal.
Selain itu, peribahasa ini juga sering digunakan untuk menggambarkan kerukunan dan keserasian hubungan antara suami istri.
Contohnya sang suami bekerja sebagai pegawai negeri dan istrinya berdagang di pasar, tetapi kalau bicara dan membuat keputusan mengenai keluarga, dua-duanya memiliki pertimbangan yang sama. Pikiran dan ucapan keduanya selalu seiring sejalan.
Versi 2
Kaya suruh lumah-kurebe beda, nanging yen gineget padha rasane. (Seperti daun sirih, warna atas dan bawahnya beda, tapi kalau digigit sama rasanya).
Misalnya, penilaian terhadap Belanda dan Jepang. Meski yang satu dari Eropa dan yang lain dari Asia, dulu tujuan datang ke Indonesia adalah sama, yaitu menjajah.
Peribahasa (pepatah) Kaya Suruh, Lumah Kurebe Beda, Yen Gineged Padha Rasane
Artinya, kaya suruh (seperti sirih atau Piper betle), lumah kurebe beda (bagian atas dan bawahnya berbeda), yen gineged (kalau digigit), padha rasane (rasanya sama). Terjemahan bebasnya, meskipun sisi atas dan sisi bawah daun sirih berbeda warna (sisi atas berwarna hijau tua, sedangkan sisi bawah berwarna hijau keputihan), jika digigit akan sama rasanya.
Menggambarkan situasi yang berbeda, tetapi sesung guhnya memiliki kesamaan yang esensial dalam banyak hal. Contohnya, meskipun Belanda dari Eropa dan Jepang dari Asia, namun kedatangannya ke Indonesia mempunyai tujuan sama.
Yaitu, menjajah !
Ingin mengeruk kekayaan bumi pertiwi yang melimpah ruah.
Selain itu, peribahasa tersebut juga dapat menggambarkan kerukunan dan keserasian hubungan suami istri. Meskipun sang suami sebagai pegawai negeri, dan istrinya berdagang di pasar, tetapi kalau bicara dan membuat keputusan mengenai keluarga, keduanya memiliki visi, pertimbangan, dan keputusan yang sama. Di Jawa, kesamaan sikap dan perbuatan sebagaimana digambarkan peribahasa tersebut dinilai baik, sepanjang tidak digunakan untuk tujuan buruk. Misalnya, ada saudara yang bersalah, namun malah dilindungi mati-matian. Itu tidak benar, karena sama saja kita ikut bersalah. Di lain sisi, apabila ketahuan, kita pun pasti akan menerima sanksi yang sepadan