SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR & CERITA VERSI
Karya sastra Jawa tentang ramalan Raden Ngabehi Ronggowarsito yang hidup pada catur wulan pertama abad kesembilan belas masehi (1800-an) merupakan murid ideologis Sri Aji Joyoboyo yang hidup pada abad keduabelas masehi (1100-an). Raja Kediri Joyoboyo hingga jaman modern ini masih pantas menyandang gelar seorang ahli nujum utama di Nusantara, tatkala itu meninggalkan warisan berbentuk manuscript yang tersebar dan tercecer di daerah Jawa Timur, dan berkat ketekunan Ronggowarsito dalam mencari serta mengumpulkan dan selanjutnya mempelajari rontal kuno warisan leluhur yang sebagian besar adalah peninggalan semasa Joyoboyo memerintah di Kediri. Maka tidaklah mengherankan R. Ng. Ronggowarsito pantas disebut sebagai pewaris utama Joyoboyo. Sudah menjadi hal biasa bahwa seorang murid adakalanya memiliki kemampuan melebihi gurunya. Demikianlah Ronggowarsito meramalkan satrio piningit kedua yang kelak memimpin wilayah Nusantara yakni Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar.
KESANDUNG KESAMPAR
Kesampar kesandung merupakan bahasa Jawa bermakna sangat menderita, penuh cobaan hidupnya, hidupnya dihinakan orang, sengsara dan dipermalukan.
Satrio Mukti Wibowo kesandung kesampar yaitu Kesatria/Pemimpin terhormat berwibawa yang tersandung dan tersisihkan.
Untuk ke 2 ada ke 3 presiden yang tergolong mengalami kesandung kesampar adalah :
1. Soeharto
2. BJ Habibie
3. Gus Dur (Abdurrahman Wahid)
Dari ketiga mantan presiden ini semua adalah orang yang terkenal tidak hanya di Indonesia tapi di dunia internasional tapi perjalanannya tersandung oleh mahasiswa dan MPR dan setelah itu tersisihkan.
PENAFSIRAN SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR
Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar.
Tokoh pemimpin yang berharta dunia (Mukti) juga berwibawa / ditakuti (Wibowo), namun akan mengalami suatu keadaan selalu dipersalahkan, serba buruk dan juga selalu dikaitkan dengan segala keburukan / kesalahan (Kesandung Kesampar). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia dan pemimpin rezim orde baru yang ditakuti. Berkuasa pada tahun 1967-1998.
CERITA SOEHARTO DIHUBUNGKAN DENGAN SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR
Soeharto, Suharto, atau Pak Harto, memiliki asal-usul yang misterius, sama juga dengan Rajasanegara atau Arok. Keduanya sama-sama seorang panglima perang yang berpengalaman di berbagai medan perang. Pak Harto memulai kariernya sebagai anggota militer KNIL, Tentara Kerajaan Hindia-Belanda. Soeharto ini juga seorang tokoh yang menguasai bidang intelijen dengan sangat baik. Ia hampir selalu hadir di dalam peristiwa penting mulai dari Peristiwa Juli 1946 yakni kudeta Mayor Jendral Soedarsono, Peristiwa Madiun September1948 yakni Peristiwa pembasmian PKI dalam rangka memenuhi persyaratan "Red Drive Proposal" pihak Amerika guna memenangkan pertempuran dalam perang dingin antara blok Amerika Serikat melawan Sovyet Uni. Soeharto sejauh itu memiliki kemampuan merangkul semua pihak yang bertikai tanpa melibatkan dirinya dalam konflik tersebut. Perannya dalam peristiwa Juli 1946 sebagai salah satu pimpinan batalyon pengawal Istana Yogyakarta, peran Pak Harto dalam bulan September 1948 adalah sebagai utusan terpercaya daripada Panglima Jenderal Soedirman sebagai kepala tim pencari fakta situasi politik di Madiun. Dan selanjutnya peran Pak Harto dalam Serangan Maret 1949 adalah sebagai orang kepercayaan Sri Sultan Hamengkubuwono IX ditugaskan untuk menggempur Belanda dan membuktikan kepada dunia luar bahwa TNI masih eksis selama beberapa jam menguasai Yogyakarta. Konon Soeharto memang bukan aktor utama dalam serangan umum atas Yogyakarta tersebut. Selanjutnya pengalaman tempurnya yang sangat baik tatkala diangkat sebagai Panglima Mandala, dalam perjuangan Trikora merebut Irian Barat. Dan juga berperan dalam Dwikora, yakni menggagalkan negara Malaysia. Sama seperti Arok yang hidup pada abad keduabelas masehi, Pak Harto juga dalam bertempur melawan musuhnya sesuai perintah atasan bertindak lebih kreatif lagi dengan melakukan semacam infiltrasi intelijen yang ujung-ujungnya ialah bekerja sama dengan musuh untuk melakukan pertempuran pura-pura. Sehingga tidak timbul korban di antara kedua belah pihak. Begitu juga dalam peristiwa G30S, maka Soeharto berdiri di sisi kedua belah pihak yang bertikai: PKI dan Angkatan Darat, sehingga di mata PKI, Pak Harto mendapat julukan "orang baik". Jika di masa sebelumnya sejak perang kemerdekaan hingga perjuangan merebut Irian Barat, Pak Harto selalu taat pada atasan, maka sejak 11 Maret 1966, beliau memutuskan untuk menunjukkan jatidiri beliau yang sebenarnya dengan jalan membangkang pada atasan yakni Presiden Soekarno. Dalam hukum militer, membangkang perintah atasan hukumannya adalah mati, kata seorang pengikut setia Bung Karno. Soeharto dengan jatidiri yang sebenarnya mulai marak ke panggung politik dan kekuasaan sejak itu, dan pada 12 Maret 1966 mengumumkan pembubaran Partai Komunis Indonesia. Bagi Pak Harto yang mengenal baik tokoh-tokoh semacam Letkol. Untung Syamsuri, Kolonel Abdul Latief, yang memimpin gerakan 30 September 1965 maka tidak peduli pada sahabat dekat, jika perlu mereka semua harus disingkirkan dengan segala macam cara halus maupun kasar. Sejarah kemudian mencatat bahwa keputusan Pak Harto terhadap seluruh anggota dan pimpinan politbiro PKI adalah hukuman mati, hukuman buang, dan hukuman penjara. Tak ada kecuali bagi seorang pun, termasuk kawan beliau sendiri. Dan juga bagi pengikut Bung Karno, tak ada ampun juga, karena dianggap merintangi langkah selanjutnya maka mereka semua harus disingkirkan dari pemerintahan. Akan tetapi dalam memberi hukuman terhadap lawan politiknya semua dilakukan tanpa melalui proses pengadilan. Perbandingan di antara dua satrio piningit: Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro dalam mempersatukan Nusantara tanpa menumpahkan satu tetes darah pun. Sedangkan Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar mempersatukan Nusantara di atas genangan darah, dan penderitaan lima juta manusia akibat daripada perang saudara yang sengaja dikipasi oleh militer terjadi antara gologan komunis dan golongan agama.
Di mata pemimpin Besar Revolusi Bung Karno, "Soeharto itu koppig! Koppig, Koppig!" "Soeharto itu seorang yang keras kepala atau kepala batu, dan sulit untuk diatur ....". Dengan kemampuannya di bidang militer dan intelijen, maka tidak mengherankan Pak Harto mampu menguasai wilayah terirorial Timor Leste dan menjadikan wilayah bekas jajahan Portugis itu menjadi provinsi keduapuluh tujuh dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kepiawaian Soeharto setelah marak sebagai Presiden sungguh luarbiasa, ia memiliki lidah, mata, telinga, dan lainnya di setiap sudut bahkan dari Sabang hingga Merauke, sehingga wajar saja tak seorang pun berani bersuara sumbang terhadap segala macam kebijakannya. Begitu mencekamnya suasana semasa pemerintahan beliau, bak menjadi kawula alit daripada kekuasaan maharaja besar yang wajib ditaati segala aturan dan perintahnya, sekalipun itu juga perintah tidak boleh berpikir lain daripada yang dicanangkan penguasa. Maka segala polah tingkah Soeharto dalam menduduki singgasana tertinggi Republik itu dianggap fasis, otoriter, tidak demokratis, dan sebagainya oleh lawan politiknya yang cuma bisa tiarap terus. Kewibawaan Soeharto memang luar biasa, namun setiap langkahnya selalu panen dua macam hal, menguntungkan satu golongan, dan di sisi lain merugikan golongan lain, itulah makna daripada Kesandung Kesampar. Selama masa pemerintahan Orde Baru sebagai pimpinan tertinggi Pak Harto lebih tepat disebut seorang raja Indonesia karena segalanya bisa diatur dalam genggaman tangannya dan berkat kelihaian dalam mengatur taktik dan strategi militer yang diimplementasikannya dalam praktek memerintah negeri, maka seperti diketahui sejak perang kemerdekaan hingga mencaplok Timor Leste maka tak diragukan lagi kemampuan Soeharto dalam bidang militer sangat mumpuni. Salah satu strategi jitu dalam politik daripada Soeharto ialah membikin kembaran Partai Demokrasi Indonesia versi Mega dan versi bukan Mega. Oleh epigon Pak Harto dilanjutkan dengan kembaran partai PKB Gus Dur, atau Matori, dan hingga sekarang dalam segala bidang organisasi taktik daripada Soeharto ini terus dijalankan dengan baik oleh para epigon yang setia. Soeharto yang sudah diramalkan oleh Ronggowarsito pada abad kedelapan belas itu sebagai Satrio Piningit kedua, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, cocok sekali karena begitu banyak orang yang dendam sekaligus yang berterimakasih padanya. Begitu besarnya kesalahan Soeharto terhadap mereka yang melawannya sampai mengatakan, "Kesalahan Soeharto tidak mungkin bisa dimaafkan! Kejahatannya, serta kekejamannya terhadap kemanusiaan tidak seimbang dengan segala macam jasa besarnya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia." Memang Pak Harto selalu Kesandung Kesampar alias dianggap bertanggung jawab atas segala macam kesalahan yang dilakukan baik oleh bawahannya maupun yang beliau perbuat sendiri. Kekayaan keluarga Soeharto beserta kroninya memang fantastis seiring Orde Baru berkuasa maka modal asing dipersilahkan masuk dalam jumlah luarbiasa yang digunakan untuk mengelola sektor pertambangan emas, tembaga, minyak, dan lainnya, itu pun berada di bawah bendera perusahaan multinasional. Di samping itu juga perusahaan asing bebas membikin segala macam pabrik, mulai sabun hingga mobil. Perbuatan Soeharto yang memperkaya keluarga dan kroninya tentu saja hal tersebut terjadi setelah mengorbankan Indonesia yang mandiri, menjadi Indonesia yang tergantung pada asing! Jasa besar Soeharto membangun berbagai sarana dan prasarana terutama menyetujui pembangunan tempat ibadah bagi umat Islam. Sementara di sisi lain ia memerintahkan pembasmian golongan Islam tertentu yang menentang pemerintah Orde Baru. Tidak sedikit epigon atau pengikut Soeharto yang tetap memujanya sampai hari ini sebagai Bapak Pembangunan. Dan juga sebagian pemujanya menganggap jaman Soeharto kehidupan masih lebih baik daripada hari ini. Hal ini cocok dengan sebutan sebagai Satrio Mukti Wibowo. Kewibawaannya di lingkungan Asean jangan ditanya lagi, kapal perang Singapura maupun kapal perang Malaysia akan berpikir seribu kali untuk melanggar teritori laut Indonesia. "Menghadapi orang semacam Soeharto, lebih baik kami tidak berulah macam-macam atau diam saja. Cari gara-gara dengan dia sama saja membangunkan macan tidur," demikian kira-kira pikiran para petinggi negara jiran. Bertolak belakang dengan Bung Karno yang di masa akhir hayatnya menderita sakit parah dan tidak memperoleh perawatan semestinya dan berstatus tahanan rumah, Soeharto setelah lengser berstatus tidak dapat memenuhi panggilan daripada pengadilan untuk sebuah kasus korupsi karena alasan sakit, namun beliau mendapatkan perawatan kesehatan dengan tenaga medis dan rumah sakit kelas vvip dari pemerintah Republik Indonesia.