SITI HARTINAH (TIEN SOEHARTO) SALAM PRAMUKA
Selamat Hari Pramuka ke-61 tepatnya tanggal 14 Agustus 2022.
Tumbuhlah menjadi tunas Bangsa yang selalu berkarya dan berprestasi bersama seluruh elemen Bangsa untuk siap sedia mempertahankan keutuhan dan memajukan NKRI jaya sakti.
Mikul Dhuwur Mendem Jero.
Siti Hartinah atau Ibu Tien Soharto lahir di Desa Jaten pada tanggal 23 Agustus 1923 dari pasangan RM Soemoharjomo dan R. Aj. Hatmanti. Ia merupakan anak kedua dari 10 bersaudara. Beliau meninggal di Jakarta, Minggu 28 April 1996 Dimakamkan di Astana Giribangun, Surakarta Ibu Tien menikah dengan Pak Harto, pada tanggal 26 Desember 1947.
Ibu Tien Menghabiskan masa remaja di Wonogiri dan berhasil menyelesaikan sekolahnya di HIS. Pada waktu itu jarak antara rumah dengan sekolah sekitar 5 Km, untuk mencapai sekolah, ia dan kakaknya selalu naik andong. Selama bersekolah ia selalu memakai kebaya, bukan memakai rok. Hanya pada kegiatan kepanduan ia diijinkan oleh ayahnya untuk memakai rok seragam JPO (Javaanche Padvinder Organisatie). Ibu Tien remaja sangat rajin mengikuti latihan-latihan di kepanduan di JPO, oleh sebab itu tidak mengherankan jika dalam dirinya tumbuh tunas-tunas idealisme yang terus berkembang. Fungsi kepanduan yang universal berupa pembinaan budi pekerti, watak, dan karakter sejak usia muda, disiplin dan solidaritas serta tolong menolong, saling hormat menghormati serta saling menyayangi sangat melekat pada diri Siti Hartinah remaja hingga dewasa.
Pada saat menjadi Ibu Negara, Ibu Tien sangat memberikan perhatian dan dukungan kepada Gerakan Pramuka. Beliau beberapa kali menjabat Waka Kwarnas Gerakan Pramuka pada masa bakti 1970 - 1974, 1974 - 1978, 1978 - 1983, 1983 - 1988 dan 1988 - 1993
Salah satu karya Ibu Tien Soeharto untuk Gerakan Pramuka adalah mendorong agar lahan seluas ± 210 hektar di Cibubur Jakarta Timur yang sebelumnya adalah perkebunan karet menjadi bumi perkemahan bagi anggota pramuka di tanah air. Upaya itu tidak sia-sia, karena lokasi ini kemudian menjadi tempat berkemah dengan fasilitasnya yang terbesar di Asia Pasifik.
Karya lain Ibu Tien untuk Gerakan Pramuka adalah prakarsanya membangun gedung Kwartir Nasional yang lama menjadi Gedung Baru berlantai tujuh belas yang megah yang hingga saat ini menjadi kantor pusat
Sumber : Kwartir Nasional Gerakan Pramuka. Salam Pramuka
PAHLAWAN REVOLUSI KEMERDEKAAN
Raden Ayu Hj. Siti Hartinah (23 Agustus 1923–28 April 1996), atau lebih dikenal dengan Ibu Tien Soeharto, adalah istri Presiden Indonesia kedua, Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto.
Raden Ayu Hj. Siti Hartinah dimakam Astana Giribangun Karanganyar.
Anak-anak :
1. Siti Hardijanti Rukmana (Tutut)
2. Sigit Harjojudanto (Sigit)
3. Bambang Trihatmodjo (Bambang)
4. Siti Hediati Hariyadi (Titiek)
5. Hutomo Mandala Putra (Tommy)
6. Siti Hutami Endang Adiningsih (Mamiek).
Orang tua :
K. P. H Soemoharjomo (bapak)
K. R. Ay. Hatmanti Hatmohoedojo (ibu)
Siti Hartinah merupakan anak kedua pasangan KPH Soemoharjomo dan Raden Ayu Hatmanti Hatmohoedojo. Ia merupakan canggah Mangkunagara III dari garis ibu. Tien menikah dengan Soeharto pada tanggal 26 Desember 1947 di Surakarta.
Ibu Tien Soeharto dianugerahi gelar pahlawan nasional Indonesia tak lama setelah kematiannya.
MASA KECIL DAN PENDIDIKAN
Waktu kecil, hidupnya berpindah-pindah mengikuti penempatan tugas bapaknya sebagai pamong praja, mulai dari Klaten ke Jumapolo, lalu ke Matesih, Solo, dan Kerjo. Ia juga sempat diadopsi oleh teman bapaknya, Abdul Rachman, tetapi karena sakit-sakitan, dikembalikan ke keluarga asal.
Terkait pendidikan, Siti Hardianti mengaku hanya mengikuti Sekolah Dasar Dua Tahun (Ongko Loro), tetapi sebenarnya masih mengikuti HIS Siswo hingga tahun 1933. Sambil sekolah, ia ikut les membatik dan mengetik. Saat tentara Jepang datang, ia ikut serta dalam Barisan Pemuda Putri di bawah Fujinkai. Setelah kemerdekaan, Barisan Pemuda Putri ini menjadi Laskar Putri Indonesia, di mana ia menjadi salah satu pelopornya. Ia ikut serta membantu perang kemerdekaan di dapur umum dan palang merah, yang menjadi alasan pengangkatannya sebagai pahlawan nasional pada 1996.
PERAN DALAM KARIER SOEHARTO
Soeharto adalah pribadi yang sangat mempercayai keyakinan diri dan masukan keluarganya. Karena itu posisi Siti Hartinah sangat menentukan dalam beberapa keputusan penting. Antara lain saat Soeharto memutuskan terus menjadi tentara saat ia merasa mengalami badai fitnah pada tahun 1950-an. Soeharto nyaris berhenti dan ingin menjadi petani atau sopir taksi pada saat itu. Ia memberikan saran,
Saya dulu diambil istri oleh seorang prajurit dan bukan oleh supir taksi. Seorang prajurit harus dapat mengatasi setiap persoalan dengan kepala dingin walaupun hatinya panas.
Siti Hartinah juga berpengaruh dalam pelarangan poligami bagi pejabat di Indonesia. Sebagai penggerak Kongres Wanita Indonesia, ia mendesak perlunya larangan poligami yang akhirnya keluar dalam wujud Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1983 yang tegas melarang PNS untuk berpoligami dan juga UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Soeharto sendiri menegaskan kesetiaan kepadanya
Hanya ada satu Nyonya Soeharto dan tidak ada lagi yang lainnya. Jika ada, akan timbul pemberontakan yang terbuka di dalam rumah tangga Soeharto.
Ia juga mempengaruhi rencana sukses Soeharto pada akhir tahun 1990-an, dengan menyarankan petinggi Golkar agar tidak lagi mencalonkan suaminya.Walaupun saran ini akhirnya terlambat dilakukan. Siti Hartinah meninggal pada tahun 1996 dan Soeharto kembali dicalonkan.
Meski demikian ada peninggalan dan gagasannya yang terwujud untuk bangsa, sebagai contoh Taman Mini Indonesia Indah, Taman Buah Mekarsari , perpustakaan nasional, RSAB harapan kita , Museum dan lainnya.
TILAR NDONYO
Berawal saat Siti Hartinah terbangun akibat sakit jantung yang menimpanya, lalu ia dilarikan ke RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Siti Hartinah meninggal dunia pada Minggu, 28 April 1996, jam 05.10 WIB yang bertepatan dengan peringatan Hari Raya Idul Adha 1416 Hijriyah.
Keesokan harinya tepat pada 29 April 1996, sekitar pukul 14.30 WIB, Siti Hartinah dimakamkan di Astana Giri Bangun, Jawa Tengah. Upacara pemakaman tersebut dipimpin oleh inspektur upacara yaitu Ketua DPR/MPR saat itu, Wahono dan Komandan upacara Kolonel Inf G. Manurung, Komandan Brigif 6 Kostrad saat itu.
Sedangkan sebelumnya saat pelepasan almarhumah, bertindak sebagai inspektur upacara, Letjen TNI (Purn) Achmad Tahir dan Komandan Upacara Kolonel Inf Sriyanto Muntasram, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura zaman itu.
Berita miring / saru (tidak pantas).
Namun banyak rumor dan beberapa bocoran dari mantan Ajudan Sorharto dan mantan Pekerja rumah tangga bahwa Beliau meninggal dunia karena terkena peluru dari tembakan senjata Tommy Soeharto saat bertikai dengan kakak kandungnya Bambang Trihatmodjo, pada saat beliau melerai sayangnya peluru tembakan itu mengenai dada kiri beliau hingga meninggal dunia. Hal ini ditutupi dan tidak ter ekspos ke publik.
ASTANA GIRIBANGUN
Astana Giribangun adalah sebuah mausoleum bagi keluarga Presiden Republik Indonesia ke-2, Soeharto. Kompleks makam ini terletak di lereng Gunung Lawu pada ketinggian 660 meter di atas permukaan laut, tepatnya di desa Girilayu kecamatan Matesih kabupaten Karanganyar provinsi Jawa Tengah, sekitar 35 km di sebelah timur kota Surakarta.
Makam ini dibangun di atas sebuah bukit, tepat di bawah Astana Mangadeg, komplek pemakaman para penguasa Mangkunegaran, salah satu pecahan Kesultanan Mataram. Astana Mangadeg berada di ketinggian 750 meter dpl, sedangkan Giribangun pada 660 meter dpl. Di Astana Mangadeg dimakamkan Mangkunegara (MN) I alias Pangeran Sambernyawa, MN II, dan MN III.
Pemilihan posisi berada di bawah Mangadeg itu bukan tanpa alasan, untuk tetap menghormat para penguasa Mangkunegaran, mengingat Ibu Tien Soeharto adalah keturunan Mangkunegoro III. Komplek makam ini memiliki tiga tingkatan cungkup (bangunan makam): cungkup Argo Sari teletak di tengah-tengah dan paling tinggi, di bawahnya, terdapat cungkup Argo Kembang, dan paling bawah adalah cungkup Argo Tuwuh.
Pintu utama Astana Giribangun terletak di sisi utara. Sisi selatan berbatasan langsung di jurang yang di bawahnya mengalir Kali Samin yang berkelok-kelok indah dipandang dari areal makam. Terdapat pula pintu di bagian timur kompleks makam yang langsung mengakses ke Astana Mangadeg.
Selain bangunan untuk pemakaman, terdapat sembilan bangunan pendukung lainnya. Di antaranya adalah masjid, rumah tempat peristirahatan bagi keluarga Soeharto jika berziarah, kamar mandi bagi peziarah utama, tandon air, gapura utama, dua tempat tunggu atau tempat istirahat bagi para wisatawan, rumah jaga dan tempat parkir khusus bagi mobil keluarga.
Di bagian bawah, terdapat ruang parkir yang sangat luas. Pada masa Soeharto berkuasa, di areal ini terdapat puluhan kios pedagang yang berjualan suvenir maupun makanan untuk melayani peziarah dan wisatawan. Namun kini di tempat itu tidak diizinkan lagi menjadi tempat berjualan dengan alasan keamanan dan ketenangan.
ARGOSARI
Makam yang luas itu terdiri dari beberapa bagian. Di antaranya adalah bagian utama yang disebut Cungkup Argosari yang berada di dalam ruangan tengah seluas 81 meter persegi dengan dilindungi cungkup berupa rumah bentuk joglo gaya Surakarta beratap sirap. Dinding rumah terbuat dari kayu berukir gaya Surakarta pula.
Di ruangan ini hanya direncanakan untuk lima makam. Saat ini paling barat adalah makam Siti Hartini, di tengah terdapat makam pasangan Soemarharjomo (ayah dan ibu Tien) dan paling timur adalah makam Ibu Tien Soeharto. Tepat di sebelah barat makam Ibu Tien terdapat makam Soeharto.
Masih di bagian Argosari, tepatnya di emperan cungkup seluas 243 meter persegi, terdapat tempat yang direncanakan untuk makam 12 badan.
Di beranda cungkup seluas 405 meter persegi terdapat areal untuk 48 badan. Yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah penasihat, pengurus harian serta anggota pengurus Yayasan Mangadeg yang mengelola pemakaman tersebut. Termasuk yang berhak dimakamkan di tempat itu adalah pengusaha Sukamdani Sahid Gitosardjono beserta istri.
ARGOKEMBANG
Bagian yang berada di luar lokasi utama adalah Cungkup Argokembang seluas 567 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 116 badan. Yang dapat dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus pleno dan seksi Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang dianggap berjasa kepada yayasan yang mengajukan permohonan untuk dimakamkan di astana tersebut.
ARGOTUWUH
Paling luar adalah Cungkup Argotuwuh seluas 729 meter persegi. Tempat ini tersedia tempat bagi 156 badan. Seperti halnya Cungkup Argo Kembang, yang berhak dimakamkan di lokasi itu adalah para pengurus Yayasan Mangadeg ataupun keluarga besar Mangkunegaran lainnya yang mengajukan permohonan.
CERITA
Astana Giri Bangun dibangun pada tahun 1974 oleh Yayasan Mangadeg Surakarta, dan diresmikan penggunaannya pada tahun 1976. Peresmian itu ditandai dengan pemindahan sisa jenazah Soemaharjomo (ayah Tien Soeharto) dan Siti Hartini Oudang (kakak tertua Ibu Tien), yang keduanya sebelumnya dimakamkan di Makam Utoroloyo, salah satu makam keluarga besar keturunan Mangkunegaran yang berada di Kota Solo.
ASTANA GIRIBANGUN (VERSI 2)
Karanganyar memang kaya akan wisata alam seperti beberapa objek wisata di kawasan Tawangmangu. Namun, masih di sekitar kaki Gunung Lawu, ada sebuah situs wisata ziarah yang dinamakan Astana Giribangun Solo.
Mungkin diantara Anda cukup familiar dengan nama tersebut? Iya tepat sekali. Ini adalah sebuah kompleks pemakaman mantan Presiden kedua Indonesia, Soeharto.
Kompleks pemakaman ini berupa bangunan megah yang terletak di salah satu bukit di kaki Gunung Lawu.
Jarak kompleks pemakaman ini tak begitu jauh dengan kompleks makam Raden Mas Said atau biasa disebut Pangeran Mangkunegara I.
Karena tampilannya yang megah, area makam ini menjadi daya tarik sekaligus lokasi wisata ziarah bagi masyarakat sekitar.
Astana Giribangun Karanganyar merupakan mausoleum untuk keluarga mantan Presiden Soeharto. Lokasi area pemakaman ini berada di Desa Girilayu, Matesih, Kabupaten Karanganyar. Tepatnya berada di ketinggian 660 mdpl.
Letak tempat wisata Solo khusus untuk ziarah ini dibangun di bawah kompleks Astana Mangadeg yang ada di ketinggian 750 mdpl. Peletakan ini bukan tanpa alasan.
Hal ini dikarenakan Almarhum Bu Tien Soeharto adalah keturunan dari Mangkunegara ke-3.
Secara umum, kompleks makam seluas 43 Ha ini terdiri dari 3 tingkatan atau cungkup yakni Cungkup Argo Sari, Cungkup Argo Kembang, dan Cungkup Argo Tuwuh.
Selain berisikan makam-makam, di kompleks ini juga terdapat bangunan-bangunan lainnya seperti masjid, tempat peristirahatan untuk keluarga Soeharto, dan lain sebagainya.
Meski terkesan lebih eksklusif jika dilihat dari fasilitas yang ada, namun ada juga fasilitas-fasilitas umum yang memang diperuntukan untuk peziarah umum. Fasilitas ini kurang lebih sama dengan fasilitas umum yang ada di kompleks Makam Sunan Giri di Surabaya.
DAYA TARIK ASTANA GIRIBANGUN
Walaupun hanya berupa area pemakaman, tempat ini memiliki daya tarik yang spesial.
1. KOMPLEKS MAKAM DIATAS BUKIT
Area makam Soeharto ini dibangun di atas sebuah bukit di Kabupaten Karanganyar. Lokasinya yang di atas bukit menjadikan tempat ini memiliki hawa yang sangat sejuk. Pemandangan alamnya juga sangat mempesona.
Sejauh mata memandang yang ada adalah hamparan pepohonan yang lebat dan hijau. Suasananya juga begitu tenang sehingga cocok untuk kegiatan ziarah.
2. OBYEK WISATA
Dengan balutan nilai sejarah yang kental, kini kompleks pemakaman ini menyandang status sebagai objek wisata ziarah sekaligus wisata religi.
Ingat dengan situs Batu Angkruk Dieng? Nah, situs wisata religi yang satu ini merupakan situs suci bagi para penganut aliran kepercayaan Kejawen.
Di hari-hari biasa, tempat ini terbuka untuk umum. Siapapun boleh berziarah ke sini.
3. WISATA SEJARAH
Kompleks pemakaman ini adalah milik Yayasan Astana Mangadeg, yaitu sebuah yayasan yang secara khusus mengelola area makam para raja di Istana Mangkunegaran.
Menurut sejarah, Istana Mangkunegaran adalah hasil pecahan dari Dinasti Mataram.
Sementara itu, Astana Mangadeg yang berisikan makam-makam raja ini menjadi tempat wisata terdekat Astana Giri Bangun. Jadi, para peziarah dapat berziarah ke dua tempat sekaligus.
4. FASILITAS DI ASTANA GIRIBANGUN
Deretan fasilitas tersedia secara lengkap di sini. Diantaranya adalah area parkir untuk kendaraan para peziarah. Area parkir di tempat ini tertata dengan rapi dan ada petugas yang mengatur dan menjaga.
Fasilitas lainnya yang juga tak kalah penting adalah kamar mandi dan toilet. Kemudian terdapat fasilitas masjid khusus untuk para peziarah yang ingin menunaikan sholat.
Dulu juga ada fasilitas warung makan dan juga kios-kios milik penjual bunga dan perlengkapan ziarah.
Namun kini kabarnya kompleks pemakaman ini sudah ‘bersih’ dari para pedagang. Baik pedagang di warung yang menjual makanan khas Solo maupun pedagang bunga.
Dulu juga ada banyak penjual souvenir yang menjajakan dagangannya kepada para wisatawan atau peziarah. Namun kini sudah tidak ada lagi penjual souvenir di sekitar kompleks pemakaman ini.
Alasannya adalah agar suasana tempat ini tenang dan juga aman. Di sisi lain, banyak peziarah yang menyayangkan akan hal ini karena souvenir yang mereka beli bisa mereka jadikan oleh-oleh khas Solo spesial.
Ada juga gapura utama sebagai penanda. Lalu ada dua ruang tunggu yang bisa digunakan untuk istirahat bagi para peziarah. Dan fasilitas umum yang terakhir adalah rumah jaga.
Selain beberapa fasilitas umum di atas, pihak pengelola kompleks makam ini juga menyediakan beberapa fasilitas khusus untuk Keluarga Cendana.
Misalnya sebuah rumah khusus untuk para anggota Keluarga Cendana beristirahat. Tak jauh dari rumah ini, ada area parkir khusus untuk kendaraan milik Keluarga Cendana.