KASAMPURNAN AJARAN KEJAWEN (TAPANING KEJAWEN)
1. Tapaning Raga.
Sikap ini berarti mengendalikan/menghentikan daya gerak tubuh atau kegiatannya. Disini seseorang seharusnya jangan merasa iri, dengki, sakit hati atau menaruh dendam kepada siapapun. Segala sesuatu itu, baik ataupun buruk, harus bisa diterima dengan kesungguhan hati dan sikap yang ikhlas.
Tapaning jasad, yang berarti mengendalikan/menghentikan daya gerak tubuh atau kegiatannya. Janganlah hendaknya merasa sakit hati atau menaruh balas dendam, apalagi terkena sebagai sasaran karena perbuatan orang lain, atau akibat suatu peristiwa yang menyangkut pada dirinya. Sedapat-dapatnya hal tersebut diterima saja dengan kesungguhan hati.
2. Tapaning Nafsu
Sikap ini berarti mengendalikan hawa nafsu atau sifat angkara murka yang ada di dalam diri pribadi. Pada tahap ini seseorang itu hendaknya selalu bersikap sabar, ikhlas, murah hati, berperasaan mendalam (tenggang rasa, welas asih), suka memberi maaf kepada siapa pun, Selain itu, ia juga sudah bisa memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh, dan berusaha sekuat tenaga kearah ketenangan (heneng), yang berarti tidak dapat diombang-ambingkan oleh siapa atau apapun juga, serta berada dalam kewaspadaan (hening).
Tapaning hawa nafsu, yang berarti mengendalikan/melontarkan jauh-jauh hawa nafsu atau sifat angkara murka dari diri pribadi. Hendaknya selalu bersikap sabar dan suci, murah hati, berperasaan dalam, suka memberi maaf kepada siapa pun, juga taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Memperhatikan perasaan secara sungguh-sungguh, dan berusaha sekuat tenaga kearah ketenangan (heneng), yang berarti tidak dapat diombang-ambingkan oleh siapa atau apapun juga, serta kewaspadaan (hening).
3. Tapaning Budhi.
Sikap ini berarti selalu mengingkari perbuatan yang hina, tercela dan segala hal yang bersifat tidak jujur (munafik). Pada tahap ini, seseorang itu harusnya sudah berbudi pekerti yang luhur, memiliki sopan santun, sikap rendah hati dan tidak sombong, tidak pamer dan pamrih, serta selalu berusaha untuk bisa berbuat baik kepada siapapun.
Tapaning budi, yang berarti mengelakkan/mengingkari perbuatan yang terhina dan segala hal yang bersifat tidak jujur.
4. Tapaning Suksma.
Sikap ini berarti memenangkan jiwanya. Jadi pada tahapan ini hendaknya kedermawanan seseorang itu diperluas. Pemberian sesuatu kepada siapapun juga harus berdasarkan keikhlasan hati, seakan-akan sebagai persembahan khusus, sehingga tidak mengakibatkan kerugian bagi siapapun. Singkat kata, ia tidak lagi pernah menyinggung perasaan orang lain.
Tapaning sukma, yang berarti memenangkan jiwanya. Hendaknya kedermawanannya diperluas. Pemberian sesuatu kepada siapapun juga harus berdasarkan keikhlasan hati, seakan-akan sebagai persembahan sedemikian, sehingga tidak mengakibatkan sesuatu kerugian yang berupa apapun juga pada pihak yang manapun juga. Pendek kata tanpa menyinggung perasaan.
5. Tapaning Cahyo.
Sikap ini berarti seseorang itu selalu eling lan waspodho (ingat dan waspada) serta mempunyai daya meramal/ memprediksikan sesuatu secara tepat. Jangan sampai kabur atau mabuk, karena keadaan cemerlanglah yang dapat mengakibatkan penglihatan yang serba samar (tidak jelas) dan saru (tidak baik, tidak sopan, tidak tepat, tercela) menjadi jelas. Lagi pula setiap kegiatannya harus selalu ditujukan untuk kebahagiaan dan keselamatan umum. Jauh dari urusan materi duniawi.
Tapaning cahya, yang berarti hendaknya orang selalu awas dan waspada serta mempunyai daya meramalkan sesuatu secara tepat. Jangan sampai kabur atau mabuk karena keadaan cemerlang yang dapat mengakibatkan penglihatan yang serba samar dan saru. Lagi pula kegiatannya hendaknya selalu ditujukan kepada kebahagiaan dan keselamatan umum.
6. Tapaning Gesang.
Sikap ini berarti selalu berusaha sekuat tenaga dan hati-hati untuk bisa menuju pada kesempurnaan hidup. Hal ini bisa terjadi, ketika seseorang sudah melalui ke lima jenis tapa sebelumnya.
Tapaning gesang, yang berarti berusaha berjuang sekuat tenaga secara berhati-hati, kearah kesempurnaari hidup, serta taat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Mengingat jalan atau cara itu berkedudukan pada tingkat hidup tertinggi, maka ilmu Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu itu dinamakan pula Benih seluruh semesta alam.
7. Tapaning Sampurna.
Sikap ini berarti menyempurnakan seluruh aspek yang berada dalam diri manusia itu sendiri, sempurna dalam artian memmpergunakan sebagaimana mestinya, sebagaimana tuntunan dan tuntutan manusia untuk menjadi pemimpin di muka bumi,bagian bagian dalam diri itu sepeerti halnya panca indra,dijaga itikad, perkataan dan perbuatan agar tidak melukai dan merusak pagar-pagar kehidupan yang telah ditentukan.
Dengan demikian seseorang akan sempurna , sifat raksasa dan riseksi dalam dirinya akan lenyap, seperti iri, dengki, amarah, serakah, hasud, takabur, sombong dan sifat-sifat buruk lainnya.
Jadi semakin jelas bahwa Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu hanya sebagai kunci untuk dapat memahami isi Rasa Jati, dimana untuk mencapai sesuatu yang luhur diperlukan mutlak perbuatan yang sesuai. Rasajati memperlambangkan jiwa atau badan halus ataupun nafsu sifat tiap manusia, yaitu keinginan, kecenderungan, dorongan hati yang kuat, kearah yang baik maupun yang buruk atau jahat. Nafsu sifat itu ialah; Lumamah (angkara murka), Amarah, Supiyah (nafsu birahi). Ketiga sifat tersebut melambangkan hal-hal yang menyebabkan tidak teraturnya atau kacau balaunya sesuatu masyarakat dalam berbagai bidang, antara lain: kesengsaraan, malapetaka, kemiskinan dan lain sebagainya. Sedangkan sifat terakhir yaitu Mutmainah (nafsu yang baik, dalam arti kata berbaik hati, berbaik bahasa, jujur dan lain sebagainya) yang selalu menghalang-halangi tindakan yang tidak senonoh.
Mencapai ketenangan dan kejernihan lahir dan batin. Manunggaling Roso Lan Cipta.