AJINING DHIRI ANA LATHI
Lathi, nadjan wujude mung satemlik bisa gawe bilahi. Satemene lathi minangka srana kanggo nekakake gagasaning pikiran murih dimangerteni liyan. Kamangka pikirane dhewe kawangun saka pengalamane urip. Manawa sajroning urip kebak pengalaman kang pait, biasane pikirane kebak ing pangati-ati. Mung alane gampang duwe rasa cubriya marang apa kang disawang. Banjur kawetu ing lisan kanthi panyana ala. Manawa pengalaman uripe kebak rasa manis, biasane gampang percaya marang sapa wae. Ora gampang rasa cubriya. Opo kang kawetu saka lisane adat saben tansah gawe ayem. Alane, kurang pangati-ati, malah kepara gampang diapusi kanthi ucap manis.
Anjaga lisan iku perkara kang wigati, ngucap tanpa wewaton tundhone bakal gawe bilahi sabanjure dadi wirang. Lisan iku minangka wakil saka penggalihe. Penggalih, saka tembung galih tegese barang kang wus menep. Galihing kayu tegese aten-atene kayu, lumrahe ireng. Tumrap ati tegese pangrasaning ati. Dadi galih iku luwih jero, tinimbang mung alaming pikir, nanging pikiran kang wus menep ing pangrasa. Mulane, sapa wae kang ngenggoni jejering wong Jawa mesthi bisa anjaga lisan. Malah kepara tansah ngugemi unen-unen ajining dhiri gumantung ana ing lathi, ajining sarira gumantung ing busana, ajining awak gumantung ana ing tumindak. Lisan, busana, tumindak, telu-telune tan pinisah nuduhake sejatine wong Jawa. Wusanane, manawa awake dhewe isih ngugemi kapribaden Jawa kang adiluhung mangga tansah njaga alusing lisan, tumataning busana, lan trapsilaning tumindak. Muga tansah slamet, ingedohna ing sambekala.
Dadi Wong Jawa aja ilang jawane, kudu ngerti marang sangkan paran dumadine.
(Jadi orang Jawa jangan hilang jati dirinya, harus mampu memahami dari mana asal dan akan kemana perjalanan akhir).
Marang Ibu Pertiwi kudu rumangsa melu handarbeni, wajib melu hangrungkebi, mulat sarira hangrasa wani.
(Terhadap tanah air harus merasa ikut memiliki, wajib ikut mempertahankan kehormatannya, mawas diri dan berani mengambil tindakan demi kebaikan).
Elinga ajining raga ana ing busana, ajining diri dumunung ana ing lathi, tumindak kudu empan papan. Manungsa bakal ngunduh wohing pakerti.
(Ingatlah bahwa raga manusia dihargai kesopanan dalam berpakaian, sedangkan jiwa manusia dihargai dari ucapan dan kepribadian. Dalam bertindak harus tahu etika (tata krama) sesuai tempat, waktu dan keadaan. Bahwa manusia pasti akan memetik buah dari perbuatannya sendiri.
Ajining Raga Ana Busana, Ajining Diri Ana Ing Lathi, Tumindak Kudu Weruh Empan Papan merga Manungsa Mesthi Bakal Ngunduh Wohing Pakarti.
(Raga manusia dihargai dari kesopanan dalam berpakaian, sedangkan jiwa manusia dihargai dari ucapan dan kepribadian, dalam bertindak harus tau menjaga tata krama sesuai tempat, waktu dan keadaan karena manusia pasti akan memetik buah dari perbuatanya sendiri).
Ajining Diri Dumunung Ana Ing Lathi
Artinya kualitas diri tercermin dari tutur kata.
Pesan ini, bisa kita ungkapkan bahwa pribadi diri, harga diri, sangat tercermin pada kata-kata yang kita ucapkan.
Seorang bijak pernah berkata kalau kamu sudah baik,maka tingkatkan kwalitas diri dengan cara jaga tata bahasa lan tata laku.
AJINING DIRI ANA ING LATHI
Ajining dhiri saka lathi, mengandung makna bahwa seseorang dapat dihargai itu berdasarkan ucapannya atau lidahnya. Contohnya adalah orang akan lebih dihargai di masyarakat ketika tidak bersikap sombong,atau dia dapat bertata krama dengan baik. Kalau Anda adalah orang yang berilmu,ya jangan sombong, sebaliknya cobalah menyebarkan ilmu Anda itu dengan bahasa yang santun dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Bisa juga diartikan bahwa dalam setiap kehidupan kita harus selalu menjaga setiap ucapan agar senantiasa berucap benar dan tidak berkata dusta. Dengan kata lain hal ini sama dengan INTEGRITAS, yaitu kesesuaian antara ucapan dan tindakan.
Kehormatan seseorang terletak pada tutur katanya. Dipercaya/tidaknya seseorang tergantung dari lisan, ucapan, dan perkataannya secara langsung atau lewat literasinya
Nasihat dari leluhur agar semua keturunannya senantiasa berhati-hati dalam bertutur kata.
Setiap kata dan kalimat yang keluar dari mulut kita akan didengar dan diperhatikan oleh orang lain.
Ada baiknya setiap bertutur kata diiringi dengan pertimbangan yang matang. Karena perkataan yang tidak baik akan merugikan diri sendiri dan orang lain.
Ajining diri soko lathi
Harga diri seorang dari lidahnya.
Menghargai orang lain, berawal dari bagaimana menghargai diri sendiri, Bagaimana mengemas diri sendiri. Tentunya bukan untuk berbangga diri, sekedar bergaya namun lebih untuk menghargai dan menghormati orang lain.
Orang Jawa umumnya tidak ingin orang lain atau dirinya mengalami sakit hati atau tersinggung oleh perkataan dan perbuatan yang dilakukan orang lain.
Tidak banyak ngumbar curahan hatinya tentang keadaan dirinya dengan mengharap belas kasihan pada orang lain atau mengumbar kehebatannya agar dikagumi orang lain.
Ajining diri ana ing lathi,
Baik buruknya seseorang dapat dilihat dari apa yang dia katakan/dia ucapkan. Ucapan yang dimaksud adalah ucapan yang baik, dapat dipercaya, tidak menyinggung perasaan orang lain.
Terlebih dalam budaya Jawa, dalam hal menjaga lisan terdapat aturan yang mengikat yaitu unggah-ungguh (sopan santun dalam berbicara), undha-usuk (memperhatikan siapa yang diajak berbicara, jika yang diajak bicara lebih tua maka bahasa yang digunakan adalah bahasa krama, sedangkan jika yang diajak bicara lebih muda bisa menggunakan bahasa ngoko), dan empan papan (sesuai dengan tempat dan keadaan).
Ajining diri ana ing lathi"
"Nilai (keberhargaan) seseorang terletak pada lidah (ucapan)"
"Ucapan" tidak terbatas pada suara, kata-kata, frase, kalimat yang diucapkan seseorang, lalu didengar oleh telinga orang lain. "Ucapan" juga bermakna "rasa". Sejalan dengan budaya ajaran leluhur yang tidak hanya mementingkan laku lahir, tetapi juga laku batin / spiritual.
Rasa disini bisa berarti kedalaman makna ucapan, bagaimana suatu ucapan mempengaruhi pikiran atau hati pendengarnya, nilai intelektual orang yang mengucapkan menggambarkan kepribadiannya.
Ucapan juga dapat berkonteks penghinaan kepada orang lain , tanpa disadari dapat merendahkan martabat diri sendiri. Dengan mengucapkan satu kata itu, secara kasar dapat tergambar level intelektualnya setinggi / serendah apa, seberapa jauh dia mampu memanajemen emosinya, dan kata itu mampu menyakiti hati orang yang dituju.
Orang yang banyak bicara tapi sangat sedikit kandungan nilai filosofisnya, tentu nilainya berbeda dengan orang yang tak terlalu banyak bicara, tapi sekali bicara maknanya sangat mendalam.
Seseorang bisa dinilai dari ucapannya. Orang yang kalau ngomongnya suka ngelantur, ngumbar cerita, kasar, penuh dusta, maka sudah dapat dinilai bahwa orang tersebut itu buruk hatinya dan suka bersembunyi dibalik toleng kepalsuan.
Ajining diri ono ing lathi Harga diri, nilai seseorang terletak pada ucapannya. Terletak pada apa yang disampaikan lewat mulutnya atau literasinya.
Nasehat leluhur memang banyak benarnya,
Bahwa apa yang diucapkan/literasikan oleh seseorang sedikit banyak merupakan representasi dari gambaran kepribadian orang tersebut.
Tutur kata/literasi yang baik, sopan, lemah lembut, umumnya diucapkan/dituliskan oleh orang yang memang memiliki kepribadian yang baik juga.
Orang yang ucapannya sama dengan tindakannya, adalah pribadi unggul yang berkarakter yang mempunyai kualitas spiritual ,intlektual,emosional yang mumpuni.
Dia adalah orang yang mempunyai keutuhan rumah tangga dan keluarga yang terjaga kualitasnya.Terjaga hubungan baiknya sesama sahabat dan kehidupan bermasyarakat sebagai wujud kesholehan sosial.
Ajining raga ana ing busana.
Ajining raga saka busana,mengandung makna bahwa berharganya seseorang itu dinilai dari penampilan atau busana yang ia pakai. Jangan karena alasan ingin bersikap sederhana meski kaya dan pintar,lalu Anda mengenakan baju lucek,bahkan pakai kaos oblong di acara-acara resmi. Berpenampilanlah sesuai tempatnya. Kalau di rumah, Anda bolehlah mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Tetapi kalau di acara resmi, misal rapat, kurang tepat jika mengenakan pakaian seperti itu. Juga selain baju, tubuh Anda harus diperhatikan.
Itulah indahnya budaya adat jawa, mulai berbaju dan ber penampilan sudah komplit aturan pakemnya.