BANK PLECIT / BANK KELILING / BANK THITHIL
(RENTENIR / NGANAKE DUIT / LINTAH DARAT)
Bank Plecit / Bnak Keliling / Bank Thihil / Nganake Duit adalah sebutan bagi lembaga bukan bank atau perseorangan yang meminjamkan uang, biasanya dengan bunga tinggi dan penagihannya dilakukan setiap hari.
Hutang piutang sudah menjadi kebiasaan di dalam masyarakat dan di dalam pasar tradisional. Yang terjadi saat ini adalah maraknya hutang piutang pada bank Plecit yang dilakukan oleh para pedagang di pasar tradisioanl. Bank Plecit ini merupakan bank yang tidak berlabel dan tidak bernama khusus, akan tetapi Bank Transaksi hutang piutang ini termasuk urf fasid dan bukan termasuk keadaan darurat karena masih ada transaksi lain yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya. Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Praktik hutang piutang pada bank Plecit di pasar tradisional ini sudah menjadi kebiasaan sebagian besar pedagang yang ada di pasar tradisional, selain itu bank plecit ini menerapkan sistem bunga hutang. Jika ada jalan lain untuk bermualah selain berhutang kepada bank plecit hendaknya memilih jalan yang lain dan berpedomna pada peraturanperaturan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan Hadis.
Bahwa bank Plecit merupakan akses keuangan informal yang diklasifikasikan sebagai Lembaga Keuangan Bukan Bank informal. Kegiatan ekonomi yang dijalankan oleh bank plecit adalah utang piutang. Praktik utang piutang antara bank plecit dengan nasabahnya didasarkan atas kesepakatan perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian pinjam meminjam tersebut akan sah keberlakuannya apabila memenuhi syarat sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1320 KUHPer. Meskipun perjanjian pinjam meminjam antara bank plecit dengan nasabahnya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan namun, keunggulan ekonomi yang dimiliki oleh bank plecit dapat menyebabkan ketidakseimbangan posisi para pihak dalam perjanjian. Maka dari itu, perlindungan hukum yang diberikan adalah melalui proses pengadilan. Selain itu, pemerintah mengambil peran untuk memberikan akses keuangan formal kepada masyarakat melalui program nasional dan melalui lembaga independen Otoritas Jasa Keuangan melalui UU RI Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan.
BANK KELILING
Bagi masyarakat menengah ke bawah yang ingin mengelola sebuah usaha mikro atau ultra mikro, mendapatkan modal usaha dari lembaga keuangan tidaklah mudah karena berbagai faktor.
Faktor tersebut antara lain tingkat literasi keuangan yang masih rendah hingga keberadaan lembaga keuangan yang belum merata. Situasi itu membuat sebagian kalangan masyarakat kesulitan untuk mendapatkan pendanaan untuk usaha.
Dalam situasi itu, masyarakat di sejumlah daerah mengandalkan jasa bank keliling atau pihak yang menawarkan pinjaman dengan bunga hingga belasan atau puluhan persen per bulan.
Bank keliling sering menyebut dirinya sebagai koperasi simpan pinjam dimana masyarakat dapat meminjam uang dengan jumlah ratusan ribu hingga jutaan Rupiah lalu mengembalikannya dengan cara dicicil setiap pekan atau bulan.
Penyaluran pinjaman oleh bank keliling biasanya sangat cepat dibandingkan dengan lembaga keuangan formal. Keberadaan bank keliling ini biasanya diketahui dari mulut ke mulut di komunitas masyarakat tertentu.
Bank keliling yang dikenal juga dengan nama bank harian ini memiliki nama yang berbeda-beda di setiap daerah. Berikut ini penjelasan mengenai fenomena bank keliling yang masih menggeliat di tengah masyarakat:
ARTI BANK KELILING
Pada umumnya, bank keliling adalah jasa pembiayaan informal dari pihak tertentu kepada masyarakat menengah ke bawah. Bank keliling biasanya bukan bagian dari lembaga keuangan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Disebut sebagai bank keliling karena orang yang biasa menyalurkan pinjaman atau menagih angsuran pinjaman biasanya berkeliling dari satu rumah ke rumah, dari satu kampung ke kampung ,dari satu gang ke gang lainnya untuk menemui nasabahnya.
Berbekal sepeda motor, bank keliling tersebut biasanya tampak membawa buku catatan yang berisi catatan penyaluran pembiayaan atau angsuran pinjaman dari para nasabah.
PERUNTUKAN PINJAMAN
Uang yang disalurkan oleh bank keliling kepada masyarakat biasanya digunakan untuk modal usaha mikro atau ultra mikro seperti toko kelontong, berjualan makanan atau jasa lain seperti usaha jahit baju atau reparasi elektronik.
Namun, tidak jarang pula pinjaman yang disalurkan oleh bank keliling itu digunakan oleh debitur untuk membiayai kehidupan sehari-hari karena minimnya atau tiadanya penghasilan. Kondisi ekonomi yang sulit seringkali memaksa masyarakat menengah ke bawah untuk mengambil pilihan berutang kepada bank keliling.
IDENTITAS BANK KELILING
Di sejumlah daerah, bank keliling memiliki sebutan yang beragam. Di sejumlah daerah di Jawa Tengah, bank keliling disebut sebagai bank titil atau bank plecit. Sementara itu, bank keliling di daerah tertentu Jabar dikenal dengan nama bank emok.
Bank keliling seringkali tidak memiliki badan hukum yang jelas. Usaha ini biasanya dilakukan oleh individu atau sekelompok orang yang memiliki uang berlebih untuk disalurkan sebagai pinjaman kepada pihak yang membutuhkan.
BANK PLECIT BENARKAH MENYELESAIKAN MASALAH
Setiap orang mempunyai kebutuhan dasar, sehingga termotivasi untuk dapat memenuhinya. Menurut Abraham Maslow dalam Frank G.Goble (1992:71) kebutuhan yang paling dasar (fisiologis), paling kuat dan paling jelas adalah kebutuhan untuk mempertahan hidupnya secara fisik, yaitu kebutuhannya akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, tidur dan oksigen.
Teori Abraham Maslow yang sangat terkenal yaitu hierarchy of needs (hirarki kebutuhan), yaitu tingkatan kebutuhan manusia yang paling rendah (bersifat dasar/fisiologis) sampai yang paling tinggi (aktualisasi diri). Antara kebutuhan dasar dan aktualisasi diri ada kebutuhan rasa aman dan tenteram, kebutuhan untuk dicintai dan disayangi dan kebutuhan untuk dihargai.
Kebutuhan dasar manusia juga terjadi perubahan, yang disesuaikan dengan perkembangan peradaban. Kalau dulu kebutuhan dasar hanya pangan, papan dan sandang, saat ini bertambah kesehatan dan pendidikan. Selain itu, masih ada yang hakiki yaitu kebutuhan spiritual. Wajar bila setiap orang berusaha memenuhi dan menyeimbangkan kebutuhan fisik, psikis dan spiritualnya. Untuk memenuhinya diperlukan biaya yang dinilai secara nominal dengan mata uang yang berlaku.
Uang sangat berarti bagi kehidupan, karena menjadi nilai tukar untuk memenuhi kebutuhannya, walaupun ada yang tanpa uang alias gratis. Biaya kebutuhan hidup diperoleh dengan bekerja yang menjalani profesinya, sehingga mendapat penghasilan.
Masalahnya, tidak semua orang mempunyai penghasilan yang layak untuk memenuhi standar hidup minimum. Padahal setiap hari harus memenuhi kebutuhan pokok/primer khususnya makan, untuk mempertahankan hidupnya. Kalau tidak mempunyai uang, salah satu jalan yang ditempuh adalah pinjam ke orang lain.
Bank plecit ini memberi pinjaman uang bagi yang membutuhkan dengan syarat ringan (tidak ribet) seperti di bank resmi, cair, sehingga menjadi daya tarik bagi yang mempunyai kebutuhan mendesak. Namun dibalik kemudahan dan "rayuan maut", ini terselip niat mencari keuntungan sebesar-besarnya, dengan bunga tinggi yang ditarik setiap hari. Bunga yang ditawarkan bisa mencapai 5 - 10 persen setiap bulan, jauh diatas bank resmi ataupun pegadaian, yang besarnya antara 9,5 persen sampai 18,75 persen per tahun.
Bank plecit, biasanya menyasar orang-orang yang mempunyai kebutuhan mendesak, kepepet, dan tidak mempunyai agunan/jaminan berupa sertifikat, BPKB, Surat Keputusan (SK), sebagai obyek untuk mencari keuntungan. Atau orang-orang yang mudah terhipnotis bujuk rayu para pemilik modal yang sering disebut rentenir yaitu orang yang mencari nafkah dengan membungakan uang, tukang riba, pelepas uang, lintah darat.
Daerah operasi biasanya di pasar-pasar tradisional, di desa-desa yang jauh dari keramaian, di gang-gang kecil yang padat penduduk dari kelas ekonomi menengah kebawah. Kalau sudah terlilit hutang melalui bank plecit, biasanya susah untuk melepaskan, karena sebelum lunas sudah ditawari untuk meminjam lagi. Begitu seterusnya, dan bila sering nunggak, semakin menumpuk serta "debt collector/penagih hutang tidak segan-segan untuk bertindak keras, kasar, menteror serta tega mengambil barang berharga yang dimiliki debitur.
Kondisi mencekam, bingung, dikejar-kejar kreditur setiap hari dapat menimbulkan traumatik bagi anak-anaknya yang melihat suasana menegangkan dan memilukan. Kalau sudah begini apakah bank plecit dapat menyelesaikan masalah.
Memang dapat menyelesaikan masalah sementara untuk memenuhi kebutuhan mendesak dan mendadak.
Namun, harus segera membayar ketika jatuh tempo, dan jangan coba-coba untuk menunggak walaupun hanya sekali. Ketika menunggak hutang semakin bertambah banyak, karena yang dibayar setiap hari/minggu itu baru bunga, belum pokoknya.
Bila sampai menunggak, ada kreditur baru yang menawarkan pinjaman baru untuk membayar kreditur lama. Ada jaringan rapi antara para kreditur untuk terus mencari korban baru, walau pemerintah sudah melarang praktek rentenir. Apalagi di tingkat desa, saat ini ada Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), yang memberi peluang usaha bagi warga desa.
BAGAIMANA UPAYA MENGHINDARKAN DARI BANK PLECIT
1. Pertama, jangan mudah tergiur rayuan gombal pihak kreditur yang sangat piawi meruntuhkan pendirian seseorang.
2. Kedua, para tokoh masyarakat dan pemerintah desa sampai tingkat rukun tetangga/RT melawan bank plecit masuk diwilayahnya.
3. Ketiga, pimpinan pasar dan jajarannya membuat koperasi pasar untuk memerangi bank plecit yang sering beroperasi di pasar-pasar.
4. Keempat, usahakan menjadi anggota koperasi simpan pinjam, yang kegiatannya dari, oleh dan untuk anggota, serta berkeadilan. Semakin sering pinjam semakin mempunyai Sisa Hasil Usaha/SHU besar, yang dibagikan setiap ada Rapat Anggota Tahunan/RAT.
5. Kelima, meminjam di bank/lembaga keuangan resmi pemerintah atau swasta dibawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keenam, meminjam kepada orangtua, saudara, teman baik asal tetap mempunyai niat untuk mengembalikan, jangan pernah menyepelekan pinjaman dari keluarga, apalagi berniat tidak membayar (kecuali sudah dikhlaskan). Ketujuh, selalu mensyukuri nikmat, karunia, rejeki dari Alloh SWT, sehingga merasa dicukupkan dan dilapangkan rejeki untuk memenuhi kebutuhan bukan keinginan.
AL-QARDH
1. Pengertian Hutang-piutang.
Secara etimologis qardh merupakan bentuk masdar dari qaradha-asy-syai’-yaqridhu, yang berarti memutuskan. Al-qardh adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik untuk dibayar.
Qardh secara terminologis adalah memberikan harta kepada orang yang akan memanfaatkannya dan mengembalikan gantinya dikemudian hari.
Menurut kompilasi hukum ekonomi syariah, qardh adalah penyediaan dana atau tagihan antara lembaga keuangan syariah dengan pihak peminjam yang mewajibkan pihak peminjam untuk melakukan pembayaran secara tunai atau cicilan dalam jangka waktu tertentu.
Menurut pengikut mazhab Hanafi, Ibn Abidin mengatakan bahwa suatu pinjaman adalah apa yang dimiliki satu orang lalu diberikan kepada yang lain kemudian dikembalikan dalam kepunyaannya dalam baik hati.
Menurut Mazhab Maliki, qardh adalah pembayaran dari sesuatu yang berharga untuk pembayaran kembali tidak berbeda atau setimpal.
Menurut Mazhab Hambali, qardh adalah pembayaran uang ke seseorang siapa yang akan memperoleh manfaat dengan itu dan kemudian sesuai dengan padanannya.
Menurut Mazhab Syafi’i qardh adalah memindahkan kepemilikan sesuatu kepada seseorang,yang kemudian ia perlu membayar kembali kepadanya. Qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
2. Landasan Hukum Al-Qardh.
Quran Surat Al-Baqarah Ayat 245
مَّن ذَا ٱلَّذِى يُقْرِضُ ٱللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَٰعِفَهُۥ لَهُۥٓ أَضْعَافًا كَثِيرَةً ۚ وَٱللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُۜطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
Man żallażī yuqriḍullāha qarḍan ḥasanan fa yuḍā'ifahụ lahū aḍ'āfang kaṡīrah, wallāhu yaqbiḍu wa yabṣuṭu wa ilaihi turja'ụn.
Artinya :
Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.
QS. Al-Hadid Ayat 11
مَنۡ ذَا الَّذِىۡ يُقۡرِضُ اللّٰهَ قَرۡضًا حَسَنًا فَيُضٰعِفَهٗ لَهٗ وَلَهٗۤ اَجۡرٌ كَرِيۡمٌ
man zal lazii yuqridul laaha qardan hasanan fa yudaa'ifahuu lahuu wa lahuuu ajrun kariim.
Artinya :
Barangsiapa meminjamkan kepada Allah dengan pinjaman yang baik, maka Allah akan mengembalikannya berlipat ganda untuknya, dan baginya pahala yang mulia, Juz ke-27.
QS. Al-Ma'idah Ayat 2
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُحِلُّوْا شَعَاۤىِٕرَ اللّٰهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ وَلَا الْهَدْيَ وَلَا الْقَلَاۤىِٕدَ وَلَآ اٰۤمِّيْنَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ يَبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنْ رَّبِّهِمْ وَرِضْوَانًا ۗوَاِذَا حَلَلْتُمْ فَاصْطَادُوْا ۗوَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَاٰنُ قَوْمٍ اَنْ صَدُّوْكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اَنْ تَعْتَدُوْۘا وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوٰىۖ وَلَا تَعَاوَنُوْا عَلَى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ ۖوَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ شَدِيْدُ الْعِقَابِ
Artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu melanggar syiar-syiar kesucian Allah, dan jangan (melanggar kehormatan) bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) hadyu (hewan-hewan kurban) dan qala'id (hewan-hewan kurban yang diberi tanda), dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka mencari karunia dan keridaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram, maka bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian(mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-halangimu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.
Ibnu mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW.
Berkata : bukan seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah. (H.R. Ibnu Majah).
Secara ijma’ juga para ulama menyatakan bahwa Qardh diperbolehkan. Qardh bersifat mandhub (dianjurkan) bagi muqarid (orang yang memberi hutang) dan mubbah bagi muqtaridh (orang yang berhutang). Kesepakatan ulama ini didasari dari tabiat manusia yang tidak bisa hidup tanpa bantuan dari saudara ataupun orang disekitarnya. Oleh karena itu hutang piutang sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini.
3. Rukun Dan Syarat Al-Qardh.
a. Dua pihak yang melakukan akad (Aqidain).
1) Syarat pihak pemberi hutang adalah ahli tabaru’ yaitu orang yang secara hukum mepunyai hak untuk berderma, yaitu orang tersebut merdeka, baligh, berakal sehat, dan mumayis.
2) Syarat bagi pihak yang berhutang adalah pihak yang mempunyai kelayakan melakukan transaksi dan kelayakan membelanjakan harta secara lisan, yakni merdeka, baligh, dan berakal sehat.
b. Harta yang dihutangkan.
Syarat harta yang dihutangkan adalah :
1) Harta yang ada padanya dipasaran ( al-maal al misli), yang tidak terdapat perbedaan yang mengakibatkan perbedaan nilai, seperti uang, barang yang bisa ditakar, ditimbang dan dihitung. Madzhab Hanafi berpendapat qardh dibenarkan pada harta yang memiliki kesepadanan, yaitu harta yang perbedaan nilainya tidak menyolok, seperti barang-barang yang ditakar, ditimbang, biji-bijian yang memiliki ukuran serupa seperti kelapa, telur.
4. Persyaratan Tambahan Nilai Dalam Akad Al-Qardh.
Ada dua macam penambahan pada Qardh yaitu sebagai berikut :
a. Penambahan yang disyaratkan.
Penambahan ini dilarang berdasarkan ijma’. Begitu juga manfaat yang disyaratkan, seperti perkataan :”Aku memberikan hutang kepadamu dengan syarat kamu harus memberi hak kepadaku untuk menempati rumahmu,” atau syarat manfaat lain.
b. Jika penambahan diberikan pada waktu membayar hutang tanpa adanya syarat maka demikian ini boleh dan termasuk pembyaran yang baik.
5. Hukum Al-Qardh.
a. Menurut konsep dasar al-qardh.
Akad qardh akan sah jika dilakukan orang yang memiliki kompetensi (ahlyah dan wilayah), karena akad ini identik dengan akad jual beli. Selain itu, harus dilakukan dengan adanya ijab qabul, karena mengandung pemindahan kepemilikan kepada orang-orang lain. Mayoritas ulama berpendapat, dalam akad al-qardh tidak boleh dipersyaratkan dengan batasan waktu untuk mencegah terjerumusnya dalam riba nasiah. Namun demikian, Imam Malik membolehkan akad qard dengan batasan waktu karena kedua pihak memiliki kebebasan penuh untuk menentukan kesepakatan dalam akad. Menurut Hanafiyah, setia pinjaman yang mmberikan nilai manfaat bagi muqaridh,maka hukumnya haram sepanjang dipersyaratkan dalam akad, jika tidak dipersyaratkan, maka diperbolehkan. Begitu juga dengan hadiah atau bonus yang dipersyaratkan. Muqtaridh diharamkan memberikan hadiahn kepada muqaridh, jika maksud pemberiannya itu untuk
menunda pembayaran. Adapun beberapa hukum hutang anatra
lain :
1) Islam menghalalkan hutang piutang sebagai jalan keluar bagi golongan yang mengalami kesemitan keuangan. Cara ini diambil untuk menjamin supaya golongan itu tidak kecewa dalam kehidupan sehari-hari untuk mencapai keperluan mereka.
2) Konsep hutang-piutang dalam Islam adalah semata-mata amal kebijakan diantara goongan yang mampu dengan yang tidak mampu supaya terjalin hubungan yang saling membeantu antar sesama.
3) Kreditur/yang memberikan hutang tidak boleh menjadikan hutang-piutang tersebut sebagai sumber keuntungan bagi dirinya sendiri.
4) Berdasarkan tujuan islam, berhubungan dengan hutang maka wajarlah islam mengharamkan riba, karena riba mengandung unsur penindasan yang berlandaskan tolong menolong diantara golongan yang mampu dengan yang tidak mampu dalam masyarakat.
5) Riba ialah pembayaran lebih atau manfaat yang disyaratkan penghutang atau dijanjikan oleh penghutang untuk kepentingn pemiutang, atau diebut dengan riba qardh.
b. Ketentuan qard menurut fatwa DSN-MUI
1) Al-qardh adalah pinjaman yang dibrikan kepada nasabahyang memerlukan.
2) Sumber dana qardh bersumber dari bagian modal qard, keuntungan LKS yang disisihkan dan lembaga lain atau individu yang mempercayakan pengeluaran infaq kepada LKS.
3) Nasabah qardh wajib mengembalikan uang pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati.
4) Biaya administrasi ditanggung oleh nasabah.
5) LKS dapat meminta jaminan kepada nasabah bilamana dipandang perlu.
6) Nasabah al-qard dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada LKS selama tidak dipersyaratkan didalam akad.
7) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan LKS memastikan ketidakmampuannya, LKS dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian.
c. Ketentuan akad qard menurut KHES.
1) Nasabah qard wajib mengembalikan pokok yang diterimadalam waktu yang disepakati.
2) Biaya administrasi dibebankan keada nasabah.
3) Pemberi pinjaman dapat meminta jaminan kepada nasabah apabila diperlukan.
4) Nasabah al-qard dapat memberikan tambahan (sumbangan) dengan sukarela kepada pemberi pinjaman selama tidak dipersyaratkan didalam transaksi.
5) Jika nasabah tidak dapat mengembalikan sebagian atau seluruh kewajibannya pada saat yang telah disepakati dan pemberi pinjaman memastikan ketidakmampuannya, pemberi pinajamn dapat memperpanjang jangka waktu pengembalian atau soft sebagian atau seluruh kewajibannya.
6) Sumber dana qardh berasal dari bagian modal lembaga keuangan syariah, keuntungan LKS yang disisihkan, dan lembaga lain atau individu yang mempercayakan penyaluran infaknya kepada lembaga keuangan syariah.
RIBA
Riba secara bahasa bermakna ziyadah yaitu tambahan. Dalam
pengertian lain, secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan
membesar. Adapun menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan
tambahan dari harta pokok atau modal secara batil. Ada beberapa
pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat
benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjammeminjam secara batil atau bertentangan dengan prinsip muamalah
dalam islam. Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil, Ibnu al-Arabi alMaliki dalam kitabnya, Ahkam Al-Qur’an menjelaskan pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam Qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Yaitu yang dimaksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. Mobil misalnya, sesudah dipakai maka nilai ekonomisnya pasti menurun jika dibandingkan sebelumnya. Dalam hal jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang diterimannya.
Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena disamping menyertakan modal juga turut serta menanggung risiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
Pengertian senada disampaikan oleh jumhur ulama sepanjang
sejarah Islam dari berbagai mazhahib fiqhiyyah.
Diantaranya nsebagai berikut :
1. Badr ad-Din al-Ayni, Pengarang Umdatul Qari Syarah Shahih al-Bukhari.
Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah, riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil.
2. Imam Sarakhsi dari Mazhab Hanafi. Riba adalah tambahan yang diisyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan) yang dibenarkan syariah atau penambahan tersebut.
3. Raghib al-Asfahani. Riba adalah penambahan atas harta pokok.
4. Imam an-Nawawi dari Mazhab Syafi’i. Salah satu bentuk riba yang dilarang Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsur waktu.
5. Qatadah. Riba jahiliah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabila telah datang saat pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, ia memberikan bayaran tambahan atas penagguhan.
DASAR HUKUM RIBA
1. AL-QUR’AN
Orang-orang yang memakan riba itu tidak dapat berdiri melainkan sebagaimana berdirinya orang yang dirasuki setan dengan terbuyung-buyung karena sentuhannya. Yang demikian itu karena mereka mengatakan: “perdagangan itu sama saja dengan riba”. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Oleh karena itu, barang siapa telah sampai kepadanya peringatan dari tuhannya lalu ia berhenti (dari memakan riba), maka baginya yang telah lalu dan barang siapa mengulangi lagi memakan riba maka mereka akan kekal di dalamnya.
Dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39 :
وَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ رِّبًا لِّيَرْبُوَا۠ فِيْٓ اَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوْا عِنْدَ اللّٰهِ ۚوَمَآ اٰتَيْتُمْ مِّنْ زَكٰوةٍ تُرِيْدُوْنَ وَجْهَ اللّٰهِ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُضْعِفُوْنَ
Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya).
2. AL-HADIST.
Dari Jabir ra, Rasulullah SAW mencela penerima dan pembayaran bunga orang yang mencatat begitu pula yang menyaksikan.
Beliau bersabda, “mereka semua sama-sama dalam dosa (HR. Muslim, Tirmidzi dan Ahmad) dari Abu Said AlKhudri ra, Rasulullah SAW bersabda, Jangan melebih lebihkan satu dengan lainnya, janganlah menjual perak dengan perak kecuali keduanya setara, dan janganlah melebih-lebihkan satu dengan lainnya, dan jangan menjual sesuatu yang tidak tampak (HR. Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Naza’I dan Ahmad).
Dari Ubada Bin Sami Ra, Rasulullah SAW bersabda “Emas untuk emas, perak untuk perak, gandum untuk gandum.Barang siapa yang membayar lebih atau menerima lebih dia telah berbuat riba, pemberi dan penerima sama dalam saja (dalam dosa) (HR. Muslim dan Ahmad). Emas dengan emas, perak dengan perak, bur dengan bur, gandum dengan gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, dengan ukuran yang sebanding secara tunai. Apabila kelompok ini berbeda-beda (ukurannya), maka juallah sesuka kalian, apabila tunai. (HR. Imam Muslim dan Ubdah bin Shamit). Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah SAW telah membagi makan di antara mereka dengan pembagian yang berbeda. Yang satu melebihi lain. Kemudian Sa’id berkata, Kami selalu (mengambil cara dengan) saling melebihkan diantara kami. Kemudian Rasulullah SAW melarang kami untuk saling memperjual belikannya selain timbangan (berat) yang sama, tidak melebihkan (HR. Ahmad). Dari Jabir, Rasulullah SAW bersabda, Hendaknya seonggok makanan tersebut tidak dijual dengan seonggok makanan, dan (hendaknya) tidak dijual seonggok makanan dengan timbangan makanan yang telah ditentukan (HR.Nasa’I). Dari Ubaidah Bin Shamit bahwa RAsulullah SAWbersabda, “Emas dengan emas, biji danzatnya harus sebanding timbanganya.49 Perak dengan perak, biji dan zatnya harus sebanding timbanganya, garam dengan garam, kuram dengan kurma, bur dengan bur, syair dengan syair, sama dan sepadan. Maka siapa saja yang menambah atau minta tambahan, maka dia telah melakukan riba” (HR. Imam Nasa’I). Dari Abu Said Al-Khudri Ra dan Abu Hurairah Ra, bahwasannya seorang yang bekerja untuk Rasulullah SAW di khaibar, membawakan Rasulullah janib ( kurma dengan kualitas istimewa). Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Apakah buah kurma di khaibar memiliki kwalitas ini semua ?” orang itu menjawab, “Tidak demi Allah ya Rasulullah (seraya menjelaskan) mereka menjual satu sha’ untuk ditukar dengan dua atau tiga sha’ dengan kwalitas seperti ini”. Maka Rasulullah bersabda “Jangan lakukan itu, jual satu sha’ kurma (yang kwalitasnya lebih rendah) dengan harga satu dirham dan gunakan hasil penjualan itu untuk membeli janib yang lain “(HR. Bukhori, Muslim, dan Nasa’i). Dari Abu Aaid Ra katanya pada suatu ketika Bilal datang kepada Rasulullah SAW membawa kurma bumi, lalu Rasulullah SAW bertanya kepadanya: Kurma siapa ini”. Jawab Bilal “Kurma kita rendah mutunya, karena itu kutukar dua gantung dengan satu gantung kurma ini untuk makan Nabi swa”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “inilah disebut riba jangan sekali kali engkau lakukan lagi. Apabila engkau ingin membeli kurma (yang bagus), jual lebih dahulu kurmamu (yang bagus) itu, kemudian dengan uang penjualan itu kurma yang lebih bagus” (HR. Muslim dan Ahmad).
PRINSIP-PRINSIP RIBA
Prinsip untuk menentukan adanya riba di dalam transaksi kredit atau barter yang diambil dari sabda Rasulullah SAW.
1. Penukaran barang yang sama jenisnya dan nilanya, tetapi berbeda jumlahnya, baik secara kredit maupun tunai, mengandung unsur riba, contohnya, adanya unsur riba di dalam pertukaran sau ons emas dengan setengah ons emas.
2. Pertukaran barang yang sama jenis jumlahnya, tetapi berbeda nilai atau harganya dan dilakukan secara kredit, mengandung unsur riba. Pertukaran semacam itu akan terbebas dai unsur riba apabila dijalankan dari tangan ke tangan secara tunai.
3. Pertukaran barang yang sama nilainya atau harganya tetapi berbeda jenis dan kuantitasnya, serta dilakukan secara kredit, mengandung unsur riba. Tetapi apabila pertukaran dengan cara dari tangan ketangan tunai, maka pertukaran tersebut terbebas dari unsur riba. Contohnya jika satu ons emas mempunyai nilai sama dengan satu ons perak. Kemudian dinyatakan sah apabila dilakukan pertukaran dari tangan ke tangan tunai. Sebaliknya, transaksi ini dinyatakan terlarang apabila dilakukan secara kredit karena adanya unsur riba.
4. Pertukaran barang yang berbeda jenis, nilai dan kuantitasnya, baik secara kredit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari riba sehingga di perbolehkan. Contohnya, garam dengan gandum, dapat dipertukarkan, baik dari tangan ke tangan maupun secara kredit dengan kuantitas sesuai dengan yang disepakati oleh kedua belah pihak.
5. Jika barang itu campuran yang mengubah jenis dan nilainya, pertukaran dengan kuantias yang berbeda baik secara kredit maupun dari tangan ke tangan, terbebas dari unsur riba sehingga sah. Contoh, perhiasan emas ditukar dengan emas atau gandum ditukar dengan tepung gandum.
6. Di dalam perekonomian yang berazaskan uang, di mana harga barang ditentukan dengan standar mata uang suatu Negara pertukaran suatu barang yang sama dengan kuantitas berbeda, baik secara kredit maupun dari tangan, keduannya terbebas dari riba, dan oleh karenanya diperbolehkan. Contoh, satu grade gandum dijual seberat 10 kg per dolar, sementara grade gandum yang lain 15 kg per dolar. Kedua grade gandum ini dapat ditukarkan dengan kuantitas yang tidak sama tanpa merasa ragu adanya riba karena transaksi itu dilakukan berdasarkan ketentuan harga gandum, bukan berdasrkan jenis atau beratnya.
MACAM- MACAM RIBA
Riba dilihat dari asal transaksinya dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu riba yang berasal dari transaksi utang
piutang dan jual beli.
1. Riba Qard.
Adalah suatu tambahan atau kelebihan yang telah disyaratkan dalam perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dan peminjam. Dalam perjanjian disebutkan bahwa pihak pemberi pinjaman meminta adanya tambahan sejumlah tertentu kepada pihak peminjam pada saat peminjam mengembalikan pinjamannya. Misalnya, Annisa meminjam uang kepada Antony sebesar Rp. 10.000.000,- dalam waktu satu tahun. Dalam perjanjian Annisa harus mengembalikan sebesar Rp 11.000.000,- kepada Antony. Uang sebesar Rp 1.000.000,- yaitu selisih anatara Rp 11.000.000,- dan Rp 10.000.000,- adalah riba.
a. Riba Jahiliyah.
Merupakan riba yang timbul karena adanya keterlambatan pembayaran dari si peminjam sesuai dengan waktu pengembalian yang telah diperjanjikan. Peminjam akan membayar dengan jumlah tertentu yang jumlahnya melebihi jumlah uang yang telah dipinjamnya apabila peminjam tidak mampu mambayar pinjamannya sesuai dengan jangka waktu yang telah diperjanjikan. Kelebihan atas pokok pinjaman ini ditulis dalam perjanjian, sehingga mengikat pada pihak peminjam.
Misalnya, Annisa meminjam uang sebesar Rp 10.000.000,- kepada Antony dengan jangka waktu pengembalian satu bulan. Dalam perjanjian disebutkan bila Annisa tidak dapat mengembalikan pinjamannya dalam satu bulan, maka setiap bulan keterlambatan pembayarannya akan dikenakan tambahan 2% dari pokok pinjamannya. Dalam contoh lain, misalnya Annisa akan membayar sebesar Rp 10.200.000,- (102% x Rp 10.000.000,-). Kelebihan pembayaran dari pokok pinjaman sebesar Rp. 200.000,- adalah riba.
b. Riba Fadhl.
Adalah tambahan yang diberikan atas pertukaran barang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda. Barang yang menjadi obyek pertukaran ialah termasuk dalam jenis barang ribawi. Dua pihak melakukan transaksi pertukaran barang yang sejenis, namun satu pihak akan memberikan barang ini dengan jumlah, kadar, atau takaran yang lebih tinggi. Maka, kelebihan atas kadar atau takaran barang ribawi yang dipertukarkan merupakan riba. Misalnya, Annisa membutuhkan uang receh ribuan sebanyak 100 lembar atau sejumlah Rp 100.000,-.Annisa tidak memiliki uang receh, maka dia menukarkan uang satu lembar pecahan Rp 100.000,- dan Antony memberikannya 98 lembar uang pecahan Rp 1.000 sehingga Annisa hanya menerima uang sebesar Rp 98.000,-. Antony mendapat keuntungan atas pertukaran uang dengan mata uang yang sama sebesar Rp 2.000,-. Keuntungan atas pertukaran uang dengan uang pada mata uang yang sama dengan jumlah yang berbeda merupakan transaksi riba.
c. Riba Nasiah.
Merupakan pertukaran antara jenis barang ribawi yang satu dan yang lainnya. Pihak satu akan mendapatkan barang yang jumlahnya lebih besar disebabkan adanya perbedaan waktu penyerahan barang tersebut. Penerima barang akan mengembalikan dengan kuantitas yang lebih tinggi karena penerima barang akan mengembalikan barang tersebut dalam waktu yang akan datang. Misalnya, pada 01 Agustus 2009, Annisa meminjam beras kepada Antony 100 kg. pada 01 Agustus 2010, Annisa akan mengembalikan beras ini sebanyak 110 kg. perbedaan waktu ini yang membuat pihak penerima barang harus mengembalikan dengan jumlah yang lebih tinggi. Hal ini tergolong transaksi riba yang dilarang.
RIBA DALAM PANDANGAN ISLAM
Islam dengan tegas melarang praktik riba. Hal ini terdapat
dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Al-Qur’an menyatakan haram
terhadap riba bagi kalangan masyarakat muslim. Allah SWT telah
mewahyukan adanya larangan riba secara bertahap, sehingga tidak
mengganggu kehidupan ekonomi masyarakat pada saat itu.
1. Larangan Riba Menurut Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an, perintah dan larangan turunnya wahyu tentang riba, terdiri dari beberapa kali. Pertama, secara implisit keharaman riba untuk pertama kali dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rum ayat 39 :
Artinya :
Dan sesuatu riba (tamabahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan”. Kedua, keharaman riba juga masih secara implisit diterangkan dalam Al-Qur’an Surah An-Nisa’ ayat 160-161.
Artinya :
Maka disebabkan kedzaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dank arena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil kami telah menyediakan untuk orag-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih”. Ketiga, keharaman riba sudah mulai diterangkan secara eksplisit dengan larangan memakan riba sebagaimana tercantum dalam AlQur’an Surat Ali-Imron ayat 130:
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamum kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan”. Keempat, keharaman riba sudah jelas secara sangan esplisit dengan adanya perintah meninggalkan riba sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 275.
Artinya :
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata, sesungguhnya jual-beli sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal didalamnya”.
2. Larangan Riba Menurut As-Sunnah.
Larangan riba juga dapat ditemukan dalam hadis Rasulullah SAW. Dalam hadis juga dijelaskan secara gamblang larangan riba bagi umat manusia. Beberapa hadis penting tentang riba antara lain :
a. Rasullah SAW telah mengutuk, baik bagi pembayar maupun penerima riba. (HR. Aun Ibn Hanifah yang meriwayatkan dari ayahnya).
b. Rasulullah SAW mengutuk orang-orang yang menerima dan memberi riba, orang yang mencatatkan urusan riba, dan menjadi saksi dan selanjutnya beliau mengatakan bahwa mereka semuanya sama (dalam melakukan perbuatan dosa). (HR. Abdullah Ibnu Mas’ud). Dari hadis Rasullah SAW, juga dengan tegas melarang praktik riba. Riba dalam suatu pinjaman tidak hanya ada apabila pemebri pinjaman menekankan pengembalian uang yang dipinjamkan dengan jumlah yang lebih besar juga keuntungan lain yang diperoleh dari pinjaman tersebut.
DAMPAK NEGATIF RIBA
1. Dampak Ekonomi yaitu ketergantungan ekonomi peminjam akan selalu membayar bunga kepada pemberi pinjaman. Pembayaran pinjaman pada umumnya tidak dilakukan secara sekaligus, akan tetapi dilakukan dengan cara angsuran. Angsuran pinjaman terdiri dari unsur pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran bunga selama jangka waktu tertentu. Pembayaran angsuran pinjaman akan menimbulkan kecenderungan bagi peminjam untuk melakukan pinjaman lagi setelah lunas, sehingga terdapat ketergantungan bagi pihak peminjam terhadap pemberi pinjaman. Pembayaran pinjaman pokok akan mengurangi sisa pinjamanya, namun pembayaran bunga merupakan beban dari pihak peminjam.
2. Dampak Sosial
a. Ketidak adilan.
Bunga akan diterima oleh pihak pemberi pinjaman, sedangkan pihak peminjam akan membayar bunga. Pemberi pinjaman akan menerima bunga sebagai pendapatan. Sebaliknya, peminjam akan membayar bunga sebagai pengeluran. Pemberi pinjaman akan selalu diuntungkan karena dibebani biayaa atas uang yang dipinjam.
b. Ketidak pastian.
Peminjam akan selalu membayar bunga sesuai dengan persentase yang telah diperjanjikan. Pemberi pinjaman tidak mempertimbangkan apakah dana yang dipinjamkan kepada peminjam telah digunakan untuk usaha menghasilkan keuntungan. Pemberi pinjaman selalu mendapatkan keuntungan meskipun peminjam menderita kerugian. Di dalam perjanjian, dipastikan bahwa peminjam akan mendapat keuntungan atas uang pinjamannya, padahal usaah yang dilakukan oleh peminjam masih mengandung unsur ketidakpastian apakah akan mendapatkan keuntungan atau menderita kerugian. Bila peminjam mendapat keuntungan, maka sepantasnya bila peminjam membagi hasil keuntungan. Sebaliknya, bila peminjam menderita kerugian, tentunya tidak perlu membayar tambahan kepada pemberi pinjaman.
AL-‘URF
PENGERTIAN AL-URF
Secara bahasa kata Urf berasal dari kata عرف– يعرف yang berarti mengetahui, kemudian dipakai dalam arti sesuatu yang diketahui, dikenal, dianggap baik, dan diterima oleh akal sehat. Juga berarti apa yang diketahui dan dikenal atau kebiasaan. Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan mengulang-ulangnya dalam ucapannya dan perbuatannya sampai hal tersebut menjadi biasa dan berlaku umum”. l urf adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau ketentuan yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Di kalangan masyarakat urf ini sering disebut sebagai adat. Secara bahasa al-a‟dah diambil dari kata al-„aud atau al-mua;wadah yang artinya berulang. “sesuatu ungkapan dari apa yang terpendam dalam diri, perkara yang berulang-ulang yang bisa diterima oleh tabiat (perangai ) yang sehat”.
Dari dua definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa ala‟dah ada unsur berulang-ulang dilakukan dan dalam al-urf ada unsur (al-ma‟ruf) dikenal sebagai sesuatu yang baik. Urf (tradisi) adalah bentuk-bentuk muamalah (hubungan kepentingan) yang telah menjadi adat kebiasaan dan telah berlangsung di tengah masyarakat, dan ini tergolong salah satu sumber hukum dari ushul fiqh yang diambil dari sabda Rasulullah. Apa yang dipandang baik kaum muslimin, maka menurut Allah pun digolongkan sebagai perkara yang baik.
Hadits ini, baik dari segi ibarat maupun tujuannya, menunjukan bahwa setiap perkara yang telah mentradisi dikalangan kaum muslimin dan dipandang sebagai perkara baik, maka perkara tersebut juga dipandang baik dihadapan Allah.65
MACAM-MACAM URF
Secara umum, para ulama Ushul Fiqh membagi ragam Urf dari tiga perspektif, yakni :
Dari sisi bentuknya/sifatnya urf terbagi menjadi dua Urf lafzhi (العرف الفظى ( yakni kebiasaan masyarakat dalam mempergunakan lafal/ungkapan tertentu, sehingga ada makna khusus yang terlintas dalam pikiran mereka, meskipun sebenarnya dalam kaidah bahasa ungkapan itu bisa mempunyai arti lain. Beberapa contoh klasik yang akan kita temui dalam banyak literatur Ushul Fikih untuk, urf
dalam bentuk ini adalah kata walad, yang arti sebenarnya bisa berupa putra atau putri seperti dalam firman Allah SWT dalam al-Qur‟an surat
An-Nisa ayat 11
للذ كر مثل حظ النثيني صا يو صيكم اهلل ِف أولد كم
Kebiasaan orang arab memahami kata walad dengan arti anak laki-laki. Contoh lain yang berkenaan dengan hukum adalah kata thalaq dalam bahasa arab, yang berarti lepas atau melepaskan, tapi kemudian difahami dengan putusnya perkawinan. Maka seorang suami yang mengatakan kepada istrinya “thalaqtuki”, maka terjadi talak dalam pernikahan mereka.
Urf amali (العرف العملى( adalah kebiasaan masyarakat yang berkaitan dengan perbuatan atau mua‟malah, seperti jual beli tanpa ijab dan qabul, itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat. Atau memberikan mahar dalam pernikahan dikalangan masyarakat arab sebelum datangnya Islam.
Dari segi cakupannya, atau berlakunya dikalangan
masyarakat maka urf dibagi menjadi dua bagian yakni
urf yang umum dan urf yang khusus :
1. Urf yang umum adalah tradisi atau kebiasaan yang berlaku secara luas di masyarakat dan di seluruh daerah.
2. Urf yang khusus adalah kebiasaan yang berlaku pada masyarakat tertentu di daerah tertentu atau kalangan tertentu.63 Tradisi jenis ini bisa berubah dan berbeda disebabkan perbedaan tempat dan waktu.
Ditinjau dari keabsahannya menurut syari‟at, urf dibagi menjadi dua macam yaitu, urf shahih dan urf fasid. Konsepnya adalah apakah ia berjalan sesuai syariah
atau tidak.
1. Urf shahih adalah sesuatu yang telah saling di kenal oleh manusia dan tidak bertentangan dengan Al-Qur‟an ataupun sunnah Nabi, tidak menghilangkan kemaslahatan mereka dan tidak pula membawa mudharat bagi mereka. Misalnya bercadar bagi wanita yang merupakan kebiasaan wanita-wanita arab sebelum datangnya Islam atau seperti menetapkan konsep haram oleh masyarakat arab untuk beribadah dan berdamai.
2. Urf fasid yaitu sesuatu yang sudah dikenal manusia tetapi bertentangan dengan dalil-dalil syara‟. Seperti praktek riba yang sudah ada dalam kalangan bangsa Arab sebelum datangnya Islam, atau juga meminum minuman keras.68 Dan kebiasaan mengadakan sesajian untuk sebuh patung atau suatu tempat yang dipandang keramat. Hal ini tidak dapat diterima, karena berlawanan dengan ajaran tauhid yang diajarkan agama Islam.
DASAR HUKUM AL-URF
Para ulama sepakat bahwa urf shahih dapat dijadikan dasar hujjah selama tidak bertentangan dengan syara‟. Ulama Malikiyyah terkenal dengan pernyataan mereka bahwa amal ulama Madinah dapat dijadikan hujjah, demikian pula ulama Hanafiyah menyatakan bahwa pendapat ulama Kufah dapat dijadikan dasar hujjah. Imam Syafi‟i terkenal dengan qaul qadim dan qaul jadidnya. Ada suatu kejadian tetapi beliau menetapkan hukum yang berbeda di Mesir (qaul jadid). Hal ini menunjukan bahwa ketiga Madzhab itu berhujjah dengan „urf. Tentu saja urf fasid tidak dijadikan dasar hujjah.
Kaidah-Kaidah Yang Berhubungan Dengan ‘Urf
Diantara kaidah-kaidah fiqhiyah yang berhubungan dengan „urf
Ialah :
Adat kebiasaan itu dapat ditetapkan sebagai hukum.
استعمال الناس حجة جيباالعمل هبا
Perbuatan manusia yang telah tetap di kerjakannya wajib
beramal dengan
لينكر تغريا ال حكام بتغريا لرمان .c
Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan hukum
(berhubungan) dengan perubahan masa.
DARURAT
Darurat adalah suatu kebutuhan mendesak, sehingga jika kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi maka dikhawatirkan akan menimbulkan
kematian atau darurat berarti kebutuhan mendesak. Ada beberapa
standar untuk mengukur suatu kebutuhan bisa dikatakan sebagai
darurat, diantaranya :
1. Darurat harus terjadi secara langsung dan nyata.
2. Tidak ada solusi lain kecuali menerjang larangan.
3. Orang yang berada dalam kondisi darurat tidak boleh menerjang tujuan-tujuan pokok syariat untuk keluar dari kondisi tersebut.
4. Tidak melakukan tindak keharaman yang melebihi kadar kebutuhan.
5. Dalam masalah pembatalan transakssi yang dikarenakan darurat harus tetap menjaga keadilan kedua pihak.