MAKNA IDUL FITRI
by : R. Syehha Agem Manumayasya
Ketika mendengar kata Idul Fitri, tentu dalam
benak setiap orang yang ada adalah kebahagiaan dan kemenangan. Dimana pada hari
itu, semua manusia merasa gembira dan senang karena telah melaksanakan ibadah
puasa sebulan penuh.
Dalam Idul Fitri juga ditandai dengan adanya
”mudik (pulang kampung)” yang notabene hanya ada di Indonesia. Selain itu, hari
raya Idul Fitri juga kerap ditandai dengan hampir 90% mereka memakai sesuatu
yang baru, mulai dari pakaian baru, sepatu baru, sepeda baru, mobil baru, atau
bahkan istri baru (bagi yang baru menikah). Maklum saja karena perputaran uang
terbesar ada pada saat Lebaran. Kalau sudah demikian, bagaimana sebenarnya
makna dari Idul Fitri itu sendiri. Apakah Idul Fitri cukup ditandai dengan
sesuatu yang baru, atau dengan mudik untuk bersilaturrahim kepada sanak saudara
dan kerabat?.
Idul Fitri (kembali ke fitrah), ya suatu hari
raya yang dirayakan setelah umat Islam melaksanakan ibadah puasa Ramadhan satu
bulan penuh. Dinamakan Idul Fitri karena manusia pada hari itu laksana seorang
bayi yang baru keluar dari dalam kandungan yang tidak mempunyai dosa dan salah.
Idul Fitri juga diartikan dengan kembali ke
fitrah (awal kejadian). Dalam arti mulai hari itu dan seterusnya, diharapkan
kita semua kembali pada fitrah. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam
keadaan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Dalam istilah sekarang
ini dikenal dengan ”Perjanjian Primordial” sebuah perjanjian antara manusia
dengan Allah yang berisi pengakuan ke Tuhan an, sebagaimana yang terekam dalam
surah al-A’raf (7) ayat 172 :
وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي ءَادَمَ مِنْ
ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَى أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ
بِرَبِّكُمْ قَالُوا بَلَى شَهِدْنَا أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا
كُنَّا عَنْ هَذَا غَافِلِينَ
(Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
(Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”).
Seiring dengan perkembangan itu sendiri, banyak
di antara manusia dalam perjalanan hidupnya yang melupakan Allah serta telah
melakukan dosa dan salah kepada Allah dan kepada sesama manusia. Untuk itu,
memahami kembali makna Idul Fitri (kembali ke fitrah) dengan membangun kembali
pengabdian hanya kepada Allah adalah sebuah keharusan sehingga kita semua dapat
menjadi hamba-hamba muttaqin dan hamba yang tidak mempunyai dosa. Dosa kepada Allah
terhapus dengan jalan bertaubat dan dosa kepada sesama manusia dapat terhapus
dengan silaturrahim.
Cara Menghapus Dosa Kepada Allah Adalah dengan Taubat
Dosa merupakan catatan keburukan di sisi Allah
yang telah dilakukan oleh setiap manusia karena mereka tidak menjalankan
perintah atau karena mereka melanggar larangan Allah dan RasulNya.
Bulan Ramadhan merupakan bulan khusus yang
dikhususkan Allah untuk Umat Islam. Di bulan ini terdapat maghfirah, rahmah dan
itqun minan nar. Selain itu, bulan Ramadhan juga menjadi sarana umat manusia
untuk memohon dan meminta pengampunan dari Allah dengan jalan melaksanakan
ibadah puasa dan shalat tarawih. Sebagaimana hadis Rasul:
أخرج البخاري: حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلاَمٍ
قَالَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ فُضَيْلٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ
عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ
لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
(Dari Muhammad bin Salam dari Muhammad bin Faudhail dari Yahya bin Sa’id dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang berpuasa pada bulan ramadhan dengan kepercayaan bahwa perintah puasa itu dari Allah dan hanya mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosanya).
(Dari Muhammad bin Salam dari Muhammad bin Faudhail dari Yahya bin Sa’id dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda : Barangsiapa yang berpuasa pada bulan ramadhan dengan kepercayaan bahwa perintah puasa itu dari Allah dan hanya mengharap pahala dari Allah akan diampuni dosanya).
Begitu juga Allah menyediakan Qiyam Ramadhan
(Tarawih) sebagai sarana penghapusan dosa apabila dilakukan karena Allah dan
hanya mengharap pahala dari Allah. Sebagaimana ditegaskan dalam hadis shahih
pada kitab Sunan Abi Dawud
أخرج ابي داود : حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ
وَمُحَمَّدُ بْنُ الْمُتَوَكِّلِ قَالاَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ
أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ قَالَ الْحَسَنُ فِي حَدِيثِهِ وَمَالِكُ بْنُ أَنَسٍ عَنْ
الزُّهْرِيِّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَغِّبُ فِي قِيَامِ رَمَضَانَ مِنْ
غَيْرِ أَنْ يَأْمُرَهُمْ بِعَزِيمَةٍ ثُمَّ يَقُولُ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ فَتُوُفِّيَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ
ثُمَّ كَانَ اْلأَمْرُ عَلَى ذَلِكَ فِي خِلاَفَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ وَصَدْرًا مِنْ خِلاَفَةِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
(Dari al-Hasan bin Ali dan Muhammad bin al-Mutawakkil keduanya dari Abd al-Razaq dari al-Ma’mar dari al-Hasan dan Malik bin Anas dari al-Zuhri dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW senang melaksanakan Qiyam Ramadhan (Tarawih) meskipun tidak mewajibkannya. Kemudian bersabda :”Barangsiapa melaksanakan Qiyam ramadhan (tarawih) karena Allah dan mencari pahala dari Allah akan diampuni dosanya yang telah lalu. Kemudian Rasulullah wafat, sedang masalah Qiyam Ramadhan tetap seperti sediakala pada pemerintahan Abu Bakar dan pada awal pemerintahan Umar bin Khattab).
(Dari al-Hasan bin Ali dan Muhammad bin al-Mutawakkil keduanya dari Abd al-Razaq dari al-Ma’mar dari al-Hasan dan Malik bin Anas dari al-Zuhri dari Abi Salamah dari Abi Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW senang melaksanakan Qiyam Ramadhan (Tarawih) meskipun tidak mewajibkannya. Kemudian bersabda :”Barangsiapa melaksanakan Qiyam ramadhan (tarawih) karena Allah dan mencari pahala dari Allah akan diampuni dosanya yang telah lalu. Kemudian Rasulullah wafat, sedang masalah Qiyam Ramadhan tetap seperti sediakala pada pemerintahan Abu Bakar dan pada awal pemerintahan Umar bin Khattab).
Dengan rajin dan tekun melaksanakan puasa dan
shalat tarawih dengan tulus mencari ridho dan pahala dari Allah, niscaya dosa
dan kesalahan kita kepada Allah telah terampuni kecuali dosa syirik sehingga
kita menjadi hamba yang bersih dari dosa. Setelah dosa kita diampuni Allah,
maka tahapan selanjutnya adalah membersihkan dosa kita kepada sesama manusia.
Idul Fitri atau kembali ke fitrah akan sempurna
tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah diikuti dengan terhapusnya dosa kita
kepada sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama manusia dengan jalan kita
memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Nah, dengan momentum Idul Fitri ini kita mari
jadikan sebagai sarana meminta maaf dan memaafkan orang lain dengan
bersilaturrahim (menyambung kasih sayang) baik kepada suami atau istri, kedua
orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga serta teman dan relasi kita
ketika ada kebencian terhadap mereka. Sebab kasih sayang merupakan lawan dari
kebencian. Sehingga orang yang dalam dirinya ada kebencian pada suami atau
istri, orang tua, anak, keluarga, sanak kerabat, tetangga, teman dan relasi
disebut dengan pemutus kasih sayang (Qathiul Rahim). Orang yang memutuskan
kasih sayang (Qathiul Rahim) dalam hadis shahih dijelaskan bahwa mereka ini
tidak akan masuk surga. Sebagaimana sabda Rasul:
أخرج البخاري: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ بُكَيْرٍ
حَدَّثَنَا اللَّيْثُ عَنْ عُقَيْلٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّ مُحَمَّدَ بْنَ
جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ قَالَ إِنَّ جُبَيْرَ بْنَ مُطْعِمٍ أَخْبَرَهُ أَنَّهُ
سَمِعَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لاَ يَدْخُلُ
الْجَنَّةَ قَاطِعٌ
(Dari Yahya bin Bukair dari al-Lais dari Uqail dari Ibn Syihab bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth’im berkata bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda : pemutus kasih sayang tidak akan masuk surga).
(Dari Yahya bin Bukair dari al-Lais dari Uqail dari Ibn Syihab bahwa Muhammad bin Jubair bin Muth’im berkata bahwa ia mendengar Nabi SAW bersabda : pemutus kasih sayang tidak akan masuk surga).
Di hadis lain juga dijelaskan:
أخرج أحمد: حَدَّثَنَا يُونُسُ بْنُ مُحَمَّدٍ
قَالَ حَدَّثَنِي الْخَزْرَجُ يَعْنِي ابْنَ عُثْمَانَ السَّعْدِيَّ عَنْ أَبِي
أَيُّوبَ يَعْنِي مَوْلَى عُثْمَانَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَعْمَالَ بَنِي آدَمَ
تُعْرَضُ كُلَّ خَمِيسٍ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَلاَ يُقْبَلُ عَمَلُ قَاطِعِ
رَحِمٍ
(Dari Yunus bin Muhammad dari al-Khazraj (Ibn Usman al-Sa’diy dari Abi Ayub (Maula Usman) dari Abi Hurairah berkata : aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sungguh perbuatan Bani Adam (manusia) dilaporkan setiap kamis malam jum’at, maka tidak akan diterima perbuatan (baik) orang yang memutuskan kasih sayang).
(Dari Yunus bin Muhammad dari al-Khazraj (Ibn Usman al-Sa’diy dari Abi Ayub (Maula Usman) dari Abi Hurairah berkata : aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : Sungguh perbuatan Bani Adam (manusia) dilaporkan setiap kamis malam jum’at, maka tidak akan diterima perbuatan (baik) orang yang memutuskan kasih sayang).
Di samping kita meminta maaf dan memberi maaf, kita
juga harus dan wajib sebisa mungkin menjadi pribadi pemaaf. Memberi maaf
berbeda dengan pemaaf. Kalau memberi maaf itu terjadi ketika ada orang yang
meminta maaf, sedang pemaaf adalah orang yang memberi maaf atas kesalahan orang
lain sebelum orang tersebut meminta maaf kepadanya. Hal ini dengan tegas ada
dalam surah Ali-Imran (3) ayat 134 :
الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ
وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ
يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
(Penghuni surga adalah) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
(Penghuni surga adalah) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.
Dengan demikian, mari kita jadikan Idul Fitri
tahun ini berbeda dengan Idul Fitri di tahun-tahun sebelumnya karena kita telah
memahami akan makna Idul Fitri. Dengan kita maksimalkan bersilaturahim untuk
meminta maaf, memberi maaf dan menjadi seorang pemaaf. Jangan biarkan
kedengkian dan kebencian merasuk kembali ke jiwa kita yang telah fitri (suci).
Dengan momentum ini pula, saya Muhammad Makmun
sebagai mahluk yang banyak dan penuh dengan kesalahan dan dosa, baik yang saya
sengaja atau tidak, dengan tulus saya memohon maaf lahir batin atas semua
kesalahan dan dosa saya kepada anda semua. Begitu juga sebaliknya, jika ada
kesalahan dan dosa anda semua kepada saya, dengan lapang dada saya memaafkan
anda. Dengan harapan, semoga kita semua menjadi manusia bersih sebagaimana bayi
yang baru dilahirkan dari kandungan yang tak punya salah dan dosa.
من العائدين والفائزين, كل عام
وأنتم بخير“”