Konflik (Pro & Kontra) Keraton Surakarta Hadiningrat
BACA JUGA :
.
..
*Tumenggung Balitar Tumapel Adipati Madiun yang Membentuk Dinasti Raja-Raja Jawa*
≈=====================
Adalah tokoh penting dalam sejarah Jawa. Ia memerintah sebagai Adipati ke-7 Madiun dari tahun 1677 hingga 1703.
Dilahirkan dari keluarga bangsawan, Tumenggung Balitar Tumapel merupakan putra dari Adipati Balitar dan cucu dari Panembahan Juminah, sosok yang dihormati sebagai keturunan langsung dari Panembahan Senopati Mataram pendiri Kesultanan Mataram, dan Retno Dumilah, seorang putri dari Trah Demak.
Perkawinan Panembahan Senopati dengan Retno Dumilah menyatukan dua trah kerajaan besar, Mataram dan Demak. Sebagai keturunan langsung dari pernikahan ini, Tumenggung Balitar Tumapel tidak hanya mewarisi darah bangsawan, tetapi juga peran penting dalam sejarah kekuasaan Jawa.
Di masa pemerintahannya, ia berhasil memperkokoh kekuatan wilayah Madiun sebagai bagian dari kekuasaan Mataram, dan melalui putrinya, Ratu Mas Blitar, ia menyumbang keturunan langsung kepada raja-raja Mataram.
Tumenggung Balitar Tumapel, sebagai bupati Madiun pada masa pemerintahan Sunan Amangkurat II, menjadi salah satu bagian dinamika ⁷politik Jawa saat itu. Selain sebagai mertua dari Pangeran Puger, yang nantinya naik takhta menjadi Sunan Pakubuwono I, ia turut menjadi saksi pergolakan kekuasaan di Mataram.
Hubungan pernikahan ini mempererat posisi Tumenggung Balitar Tumapel dalam lingkaran istana, terutama saat Pangeran Puger mulai mendapat dukungan dari berbagai pihak untuk menggantikan Amangkurat III yang kurang disukai VOC.
Sementara itu, Amangkurat II yang dikenal sebagai Sunan Amral, memimpin Mataram dalam masa yang penuh gejolak. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Trunajaya dengan bantuan VOC, ia membangun Keraton Kartasura sebagai pusat pemerintahan baru. Namun, hubungannya dengan VOC memburuk karena ia mencoba bersekongkol dengan kerajaan-kerajaan lain untuk melawan mereka. Situasi ini memperlemah posisinya, terutama menjelang akhir hayatnya pada tahun 1703.
Sepeninggal Susuhunan Amangkurat II, terjadi konflik internal antara Sunan Amangkurat III dan Pangeran Puger. Ketidakpuasan terhadap Sunan Amangkurat III yang anti-VOC menyebabkan dukungan terhadap Pangeran Puger semakin kuat. Dengan bantuan VOC, Pangeran Puger akhirnya berhasil menduduki takhta Kartasura pada 1705, menjadi Susuhunan Pakubuwono I, dan memulai era baru dalam sejarah Mataram.
Peran Tumenggung Balitar Tumapel, meski tidak terekspos dalam babad, tetap signifikan melalui hubungannya dengan Pangeran Puger, memperlihatkan betapa kompleksnya hubungan politik dan keluarga dalam perebutan kekuasaan di Mataram pada masa itu.
Ratu Mas Balitar: Ibu Para Raja Mataram
Salah satu tokoh penting dalam sejarah Tumenggung Balitar Tumapel adalah putrinya,yg bernama. Ratu Mas Blitar. Ratu Mas Blitar, yang juga dikenal sebagai Raden Ayu Puger dan kemudian bergelar Ratu Pakubuwono, memiliki peran sentral dalam kesinambungan kekuasaan Mataram. Ia menjadi istri dari Susuhunan Pakubuwono I, dan dari pernikahan ini lahir sejumlah putra yang nantinya memimpin kerajaan-kerajaan besar di Jawa hingga sekarang ,
Termasuk Susuhunan Amangkurat IV ,yg berputera antara lain menurunkan trah
Surakarta,Jogjakarta,Mangkunegaran,Pakualaman
Peran Ratu Mas Blitar dalam kehidupan keraton tidak terbatas pada urusan spiritualitas. Ia juga terlibat dalam urusan pemerintahan dan bahkan sempat menjabat sebagai Bupati Madiun pada tahun 1703-1704, menggantikan ayahnya, meskipun jabatan ini hanya berlangsung sebentar. Setelah suaminya, Pangeran Puger, naik tahta sebagai Pakubuwono I, Ratu Mas Blitar terus memainkan peran penting dalam menentukan arah kebijakan kerajaan.
Keturunan Amangkurat IV: Dinasti Penguasa Jawa
Dari pernikahannya dengan Pakubuwono I, Ratu Mas Blitar memiliki sejumlah putra yang memainkan peran penting dalam sejarah Jawa. Putra tertua mereka, Sunan Amangkurat IV, menjadi penerus tahta Kasultanan Mataram dan melahirkan garis keturunan yang sangat berpengaruh dalam sejarah Jawa.
Dari garis keturunan inilah muncul dinasti-dinasti besar di Jawa, termasuk Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman. Para penguasa ini membawa warisan Tumenggung Balitar Tumapel dan Ratu Mas Blitar ke masa depan, menjadikan trah mereka sebagai salah satu yang paling berpengaruh dalam sejarah politik dan budaya Jawa.
Salah satu dampak besar dari keturunan Tumenggung Balitar Tumapel adalah lahirnya para pemimpin yang cakap dan bijaksana.
Semuanya memainkan peran penting dalam sejarah Jawa, masing-masing me mimpin wilayah mereka dengan kebijaksanaan dan visi yang diwarisi dari leluhur mereka. Keturunan mereka juga melanjutkan tradisi ini, memastikan bahwa trah Tumenggung Balitar Tumapel tetap hidup dan berpengaruh hingga kini.
Dengan memahami kisah Tumenggung Balitar Tumapel, kita tidak hanya mempelajari sejarah keluarga kerajaan, tetapi juga memahami bagaimana hubungan keluarga, politik, dan budaya saling berkaitan dalam membentuk masa depan kerajaan-kerajaan di Jawa.
Warisan mereka terus hidup melalui keturunan yang masih berkuasa hingga hari ini, serta melalui budaya dan tradisi yang masih dipraktikkan di wilayah Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualaman.
Alurnya sbb:
Radèn Ayu Retno Dumilah Madiun
kagarwa Kangjêng Panêmbahan Senapati Ngalogo
Peputra 3 (telu)
1. Radèn Mas Julig.
2. Radèn Bagus, nama Pangeran Adipati Juminah, banjur nama Panêmbahan. Juminah (sumare giriloyo)
3. Radèn Mas Kanitrèn, nama Pangeran Adipati Martalaya ing Madiun.
I.Panêmbahan Juminah
pêputra nênêm:
1. Pangeran Adipati Balitar.
2. Radèn Arya Suralaya.
3. Radèn Ayu Kajoran.
4. Radèn Arya Wangsèngsari.
5. Radèn Ayu Wanabaya.
6. Radèn Ayu Săntadirja.
I. Pangeran Adipati Balitar
pêputra:
1. Pangeran Tumênggung Balitar Tumapel
*Pangeran Tumênggung Balitar Tumapel*
pêputra loro:
1. Radèn Ayu Pugêr, banjur nama Kangjêng Ratu Pakubuwana, garwa dalêm Kangjêng Susuhunan Pakubuwana kaping I ing Mataram Kartasura.
2. Pangeran Arya Balitar, salin nama Pangeran Balatèr.
I. Kangjêng Ratu Pakubuwana
pêputra wolu:
1. Radèn Ayu Mangkubumi ing Sangkung.
2. Kangjêng Susuhunan Prabu Mangkurat Jawi/ Prabu Hamangkurat lV Mataram Kartosuro
3. Kakung seda timur.
4. Radèn Ayu Wulan, seda timur.
5. Panêmbahan Purbaya.
6. Radèn Mas Trênggana, seda timur.
7. Pangeran Arya Balitar.
8. Putri, seda timur
Kausalistik: Suksesi Amangkunrgara *)
Kangjeng Gusti Pangeran Arya Adipati (KGPAA) Mangkunegoro IX alias ‘mas Jiwa’ Gusti Pangeran Harjo (GPH) Sujiwakusuma wafat Agustus 2021. Namun hingga kini belum ditentukan siapa yang akan meneruskan takhtanya.
Sempat beredar kabar ada tiga calon yang potensial. Selain Bhre Cakrahutomo, ada GPH (Gusti Pangeran Haryo, identik gelar nobility Duke) Paundrakarna, putra sulung KGPAA Mangkunegoro IX dengan Sukmawati Soekarnoputri. Kemudian ada Riya Hinggil (vide: sejajar gelar nobility Marquess; dibawahnya Raden Mas Haryo RMH yang seklas gelar Earl) Kanjeng Raden Mas Haryo (KRMH) Roy Rahajasa Yamin yang merupakan cucu sulung Mangkunegoro VIII. Roy juga merupakan cucu Mr Moh Yamin, salah satu sahabat Bung Karno. Tapi sebagaimana diberitakan, Pengageng Wedhana Satrio Pura Mangkunegaran Solo, KRMT Lilik Priarso Tirtodiningrat, mengatakan bahwa nama calon KGPAA Mangkunegoro X sudah mengerucut kepada GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo.
Disebut Nggung Lilik, penentuan penerus atau pemimpin Pura Mangkunegaran masih memegang ‘paugeran’ - Adat Istiadat tradisi Kerajaan Mataram. Berdasarkan adat tersebut, ada beberapa syarat bagi seseorang untuk menjadi penerus pemimpin. Pertama, penerus harus lah keturunan MN IX. Keturunan yang dimaksud harus lah laki-laki. Urutannya paling atas yakni laki-laki putra Prameswari atau Permaisuri. Selanjutnya, kalau Permaisuri tak memiliki putra laki-laki, barulah putra garwa ampil atau selir (concubine). “Putra setelah jumeneng. Kalau sekarang kan enggak ada garwa ampil. Kalau zaman dulu ada garwa ampil, nanti anak laki-lakinya tertua juga,” demikian penjelasan Wedhana Satrio.
Kedua, Pura Mangkunegaran juga memiliki tradisi ‘kerapatan agung’ trah. Saat ini yang dikenal adalah HKMN -Himpunan Kekerabatan Mangku Negara yang merupakan ‘paran para’ - lembaga penasehat tak resmi (?) yang terdiri dari para ‘sentana dalem’ - bangsawan dari tingkatan Earl, Viscount dan Baron. Contoh order (urutan gelar) nobility (kebangsawanan) Mataram urutan bermula RMH kebawah termasuk gelar Sir, yaitu bangsawan klas dibawah Raden Mas (RM) atau commoners (orang biasa) pejabat kerajaan yang diangkat Raja (ditahbiskan) sebagai Tumengung (Bupati Keparak, Adipati zonder wilayah) termasuk Bupati ‘mancanegara’ (Vide: vassal, kepala wilayah dibawah jurisdiksi Kerajaan). Bupati pun juga ada klasifikasi Anom (Raden Adipati) dan Tua (Kanjeng Raden Adipati).
Wasiat Mangkunegara IV:
Dalam “Serat Paliatma” KGPAA Mangkunegoro IV sebut wasiat terkait penerusnya sebagai pemimpin baru di Pura Mangkunegaran.Isinya “Wahai anak-anakku, sewaktu aku masih jadi prajurit jangan punya mimpi jadi penerus MN V. Karena penerus Mangkunegara nanti adalah anak saya yang saat saya sudah Jumeneng.
Vademecum sejarah Pura mencatat anomali suksesi. Pura Mangkunegaran tak selalu dipimpin oleh putra pertama. Tahta Mangkunegara II dan III diteruskan para cucu. Sementara Mangkunegoro IV yakni KPH Gandakusuma (RM Sudira) adalah menantu sekaligus adik sepupu Mangkunegoro III. Namun Sudira juga dipersiapkan sebagai Kanjeng Pangeran. Prangwadana III. Kausalistik diangkatnya cucu sebab bapaknya meninggal. Mengapa Sudira sebagai menantu yang diangkat, sebab Mangkunegara III tidak punya anak lelaki. Sedangkan pengganti Mangkunegaran VI adalah Raden Mas Soerjosoeparto - anak ketujuh, anak lelaki ketiga dari 28 bersaudara dari anak Mangkunegara V.
Sebagai pembanding, di Kraton Kasunanan suksesi juga tak semulus orang kira. Akibat memberontak pada penjajah Belanda dibuang (abdicated/ diturunkan secara paksa oleh kolonial) Sinuhun Pakubuwono VI digantikan pamanya RM Malikis Solikin bergelar Pangeran Purubaya, sebagai Pakubuwono VII. Selanjutnya digantikan oleh Pakubuwono VII, saudara lain Ibu Pakubuwonon VII. Saat itu, garwa ampil (selir, concubine Pakubuwono VI) yang sedang mengandung ‘jabang bayi’ Raden Mas Duksino disembunyikan oleh KRMAA Mangkupraja, Mahapatih (Perdana Menteri) Kasunanan yang merupakan menantu Pakubuwono V. Oom-nya Pakubuwono IX ini khawatir bayi RM Duksina dihabisi penjajah Belanda. Pasca Raden Mas Kuseini wafat, RM Duksina ditahbiskan sebagai Pakubuwono IX. Adapun Mahapatihnya adalah KRMAA Sosrodiningrat II, putra KRMAA Mangkupraja yang akibat insubordinasi (baca: mengkhianati Belanda) juga dicopot jabatannya oleh Gubernur Jenderal Belanda dan dibuang ke Kedu Bagelen. Pakubuwono V (RM Sugandi), putra Pakubuwono IV lahir dari permaisuri KRAy. Handaya (vide: wafat bergelar GKR Pakubuwana), putri Adipati Cakraningrat dari Madura.
Mengundang reaksi:
Informasi terbaru suksesi kepemimpinan Pura Mangkunegaran disebut mengerucut pada nama GPH Bhre Cakrahutomo Wira Sudjiwo memancing reaksi GPH Paundrakarna Suryojiwonagoro, putra sulung KGPAA Mangkunagoro IX.
Paundra berkomentar terkait unggahan berita Harian Solopos berjudul “Berusia 24 Tahun, Ini Sosok Bhre Calon Terkuat Penerus Mangkunagoro IX” di akun Instagram Kamis (20/1/2022). Dalam komentarnya, Paundra menyebut terang-terangan adik tirinya adalah ‘boneka‘ ibunya, GKP Prisca Marina Yogi Supardi. Bahkan, Paundra menuding gara-gara GKP Prisca hubungannya dengan Bhre jadi tidak baik. “Ibunya Bhre itu Post Power Syndrome, gila harta, gila hormat, gila kuasa, gila sembah dan lupa diri/ngga’ sadar diri,, Dia Bangsawan palsu, Sejarah asal-usul keluarganya tidak ada Bukti-Bukti/Fiktif,, Ibunya Bhre ngaku-ngaku trah dari Kraton HB Yogyakarta dan juga tidak ada Bukti-Bukti,,” tulis Paundra lewat akun Instagramnya @gphpaundrakarna1.
Lebih lanjut, dalam kolom komentar unggahan berita tentang suksesi Mangkunegaran Solo itu, Paundra menulis ia “tidak bisa mendukung Bhre karena Bhre dipengaruhi dan dikendalikan oleh ibunya dan membuat saya makin membenci dan marah pada Ibunya Bhre karena Ibunya adalah pembuat ulah, perusak tatanan Mangkunegaran, trouble maker, disaster dan jelas-jelas bukanlah Ratu yang seharusnya dan bukan pula Pribadi yang baik,, Tugas dia sebagai Ibu Tiri untuk saya dan adik saya saja sudah gagal Total”.
Pada sisi lain, Paundra mengungkapkan simpatinya terhadap Bhre. Lagi-lagi ia menuding ibu tirinya sebagai penyebab hubungannya dengan Bhre menjadi tidak baik. “Aku mrasa kasihan sama kamu Bhre. Ibu tiri sayalah yang membuat hubungan baik saya dengan Ayahanda saya, dengan Sura dan dengan Bhre jadi tidak baik dan tidak sehat”.
Komentar Paundra itu mendapat respons dari warga Surakarta yang memintanya untuk bersabar. Sebagaimana diberitakan, suksesi kepemimpinan di Pura Mangkunegaran Solo disebut sudah mengerucut ke GPH Bhre Cakrahutomo sebagai calon KGPAA Mangkunagoro.
Dissenting opinion:
Salah satu kerabat keluarga Pura Mangkunegaran, Irawati Kusumorasri, mengatakan bakal menyetujui apa pun hasil musyawarah keluarga inti (vide: Sentana Dalem) terkait calon penerus KGPAA Mangkunagoro IX yang wafat pada Agustus 2021 lalu. Siapa pun yang dipilih, Ira, sapaan akrabnya, bakal turut membantu mendukung dan nyengkuyung perkembangan Pura Mangkunegaran. Mengenai GPH Bhre Cakrahutomo yang disebut sebagai calon terkuat Mangkunagoro (MN) X, Ira, melihatnya sebagai sosok yang visioner.
Ira meyakini putra bungsu Mangkunegoro IX ini bisa menjalankan tugas dengan baik jika dipilih sebagai MN X nantinya. “Gusti Bhre sosok muda yang visioner. Punya jaringan yang luas. Saya yakin bisa menjaga dan mengembangkan Pura Mangkunegaran dengan baik,” kata Ira kepada Solopos.com di Solo, Rabu (19/1/2022).
Lebih lanjut, pegiat budaya yang juga penggagas Solo International Performing Arts (SIPA) ini berharap pemimpin baru bisa mempertahankan posisi Pura Mangkunegaran sebagai pusat kebudayaan sekaligus kesenian. Seni dan kebudayaan tersebut juga bisa menjadi modal dasar agar pengelolaan Pura Mangkunegaran lebih mandiri.
Ira juga mengingatkan kepada pemimpin baru nanti untuk selalu mengayomi keluarga besar, kerabat, maupun abdi dalem. Kerabat Mangkunegaran perlu dikumpulkan lagi, digandeng bersama. “Selama ini banyak kerabat yang menjadi tokoh besar. Mereka bisa diajak diskusi membawa Praja Mangkunegaran lebih moncer dari sekarang,” ujar Ira.
Bhre Cakrahutomo yang berusia 24 tahun merupakan putra kandung KGPAA Mangkunagoro IX dengan permaisurinya, GKP Prisca Marina Yogi Supardi. Selanjutnya tinggal menunggu musyawarah dengan melibatkan keluarga inti yakni sedherek dalem serta putra MN IX untuk memutuskan nama tersebut. “Sudah mengerucut ke Gusti Bhre. Saya tidak berani mengatakan setuju atau tidak. Bagi saya itu [mengiyakan atau tidak] tidak boleh kalau belum pasti. Karena lembaga kami ini, institusi ini, bekerja sesuai sistem adat. Kami memberi tahu kepada beliau-beliau ini loh adatnya seperti ini,” ujar Nggung Lilik saat ditemui Solopos.com di kantornya, Selasa (18/1/2022).
Langkah selanjutnya, kata Lilik, adalah menunggu ‘dhawuh’ (sands) dari Permaisuri. Kalau berdasarkan adat di Pura Mangkunegaran, keputusan ada di tangan Permaisuri. Namun harus didahului dengan musyawarah dan mufakat dari ‘sedherek dalem’ yang merupakan keluarga inti, serta para putra Mangkunegara IX.
Jika terpilih nanti, pengukuhan saat jumenengan juga dilakukan Permaisuri. “Dulu sebelum 100 hari (100 hari meninggalnya MN IX), memang saya enggak jawab pas ditanya [soal suksesi]. Ini sudah 100 hari, makanya saya jawab. Saya merasa harus mengatakan. Ini sudah mau mengerucut lagi, jangan dienggokke (dibelokkan). Ada pakemnya (script),” terangnya lagi.
What if:
Seperti Kraton Kasunanan, Kesultanan Ngayogyakarta, atau kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara, dalam konteks NKRI Pura Mangkunegaran kini lebih berperan sebagai ‘the last frontier’ budaya Indonesia. Intinya bukan lagi wilayah berdaulat - states within the State (Vide: UU Swapraja). Sejak berlakunya UU no. 1 tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah (Pemda), reorganisasi Pemda secara efektif menghapus status swapraja (vide: self-government) dan membentuk "daerah yang berhak mengurus rumah tangganya sendiri ", yang juga disebut Daerah Swatantra dan Daerah Istimewa (Pasal 1). Nota bene berbeda dengan autonomi. Status Kerajaan tinggal sebagai cagar budaya fungsional (mental dan structural).
Buang jauh-jauh ‘politicking’, Itulah harapan Wong Solo. Semoga suksesi Mangkunegaran berjalan mulus tanpa ‘ontran-ontran, gegeran’ (bizarre - ribut internal), mewadahi semua Kepentingan (vested interest). Kontemporer, ‘umyeg’ (ribut internal) Kraton Kasunanan Surakarta sebagai penerus dinasti Mataram selesai dengan adanya jabatan Panembahan Agung Mahapatih yang diberikan kepada Kolonel INF (Ret) Soerjo Sutedjo aka GPH Tejowulan dan Pengageng Parentah Kraton GPH Dipokusuma dibantu Dewan Adat; semuanya dibawah Sinuhun Soerjo Partono aka Sampeyandalem Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan (ISKS) Pakubuwono XIII.
“Trah ing Kusuma rembesing madu, wijining Tapa tedhaking Andana warih, Sinatra datan kenging wirang”; nengandung arti bahwa sebagai bangsawan, seorang Raja (pemimpin) pewaris ‘nobility’ (trah kebangsawanan) selain smart, harus bijaksana dan menjunjung tinggi sikap Ksatrya. Godspeed
*) disarikan dari berbagai sumber & catatan sejarah
















