Primbon Jawa
ꦥꦿꦶꦩ꧀ꦧꦺꦴꦤ꧀ꦗꦮ
Primbon oleh masyarakat jawa digunakan untuk penujuman tradisional, primbon merupakan ilmu titen / ilmu melihat ketetapan alam yang berlaku dalam kondisi kebiasaan, berbagai perhitungan memang masih relevan dengan kondisi jaman sekarang, namun penerapannya mungkin sedikit banyak memang harus disesuaikan dengan kebutuhan dan keyakinan.
Hitungan Neptu dino
-Senin (4)
-Selasa (3)
-Rabu (7)
-Kamis (8)
-Jum’at (6)
-Sabtu (9)
-Minggu (5)
Hitungan Neptu Pasaran
-Pahing (9)
-Pon (7)
-Wage (4)
-Kliwon (8)
-Legi (5)
Hitungan di bawah ini biasanya digunakan seseorang apabila akan mempunyai hajad, seperti ;
- Duduk Ris (awal membangun Pondasi rumah) hitungannya : BUMI, JALMO, wono, praloyo.
- Ngedeg’ake Griyo (mendirikan rumah) hitungannya : KERTO, yoso, CANDI, rogoh, sempoyong.
- Buka Usaha, Hitungannya : SANDANG, PANGAN, loro, pati.
- Membeli Barang / Bibit, hitungannya : SRI, kitri, GONO, liyeh, pokah.
- Bersihan / Tingkepan, hitungannya : KERTO, WILOBO, uruhan, unen.
- Orang Sakit, hitungannya : BEJO, BANYU, petak, tangis.
- Tetandur (menanam) hitungannya : Oyot, Wit, Godong, Uwoh.
- Bepergian, hitungannya : kliyek, MENTEK, jolo, KEMIL.
- Membeli Hewan Ternak, hitungannya : SUKU, watu, GAJAH, sungu.
- Mimpi, hitungannnya : titi, YONI, puspo, tajem.
- Orang Mati, hitungannya : GUNUNG, guntur, SEGORO, asat.
- Manten / Jodoh, hitungannya : pegat, JODHO, wayuh.
Nogo Tahun
- Bulan : Besar, Suro, Sapar (nogo tahun ada di sebelah BARAT)
- Bulan : Mulud, Ba’da Mulud, Jumadil Awal ( ada di sebelah UTARA)
- Bulan : Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah (ada di sebelah TIMUR)
- Bulan : Poso, Sawal, Selo (ada di sebelah SELATAN)
Kalender Spiritual Jawa
Kalender Jawa sama halnya dengan kalender-kalender yang lain menunjukkan tahun, bulan, tanggal dan hari dari suatu saat. Dalam kalender ini selain ada tujuh hari, minggu sampai dengan sabtu juga ada lima hari pasaran : kliwon, legi, pahing, pon dan wage.
Di Jawa kedua macam hari itu digabungkan untuk mengingat kejadian-kejadian yang penting, misalnya seseorang lahir hari Minggu - Kliwon atau Minggu - Wage; seseorang meninggal hari Jumat - Legi atau Jumat - Pon.
Sultan Agung yang terkenal, ratu binatara kerajaan Mataram kedua lahir dan wafat pada Jumat-Legi. Beliau itu dihormati sebagai ratu bijak di tanah Jawa. Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 adalah juga pada Jumat-Legi. Orang tradisional biasanya tidak akan kawin atau melakukan hal-hal yang penting, pada saat yang dianggap “Hari Jelek” antara lain hari kematian orang tuanya.
Simbol Perputaran Hidup.
Kalender Jawa menunjukkan perputaran hidup antara manusia dimana hidup itu diciptakan oleh Gusti, pencipta Jagad Raya, Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tahun
Terdapat delapan nama dari tahun Jawa, misalnya tahun internasional 1999 sama dengan tahun Jawa, Ehe 1932 yang dimulai sejak bulan Sura, bulan pertama. Nama-nama tahun tersebut adalah sebagai berikut :
1. Purwana • Alip, artinya ada-ada (mulai berniat)
2. Karyana • Ehe, artinya tumandang (melakukan)
3. Anama • Jemawal, artinya gawe (pekerjaan)
4. Lalana • Je, artinya lelakon (proses, nasib)
5. Ngawana • Dal, artinya urip (hidup)
6. Pawaka • Be, artinya bola-bali (selalu kembali)
7. Wasana • Wawu, artinya marang (kearah)
8. Swasana • Jimakir, artinya suwung (kosong)
Kedelapan tahun itu membentuk kalimat: ada-ada tumandang gawe lelakon urip bola-bali marang suwung. Terjemahan bebasnya kurang lebih : mulai melaksanakan aktifitas untuk proses kehidupan dan selalu kembali kepada kosong.
Tahun dalam bahasa Jawa itu wiji (benih), kedelapan tahun itu menerangkan proses dari perkembangan wiji (benih) yang selalu kembali kepada kosong yaitu lahir-mati, lahir-mati selalu berputar
Nama-nama Bulan
Satu tahun terdiri dari 12 bulan yang menunjukkan Sangkan Paraning Dumadi (asalnya dari mana dan akan pergui kemana), disini ada 12 proses yaitu :
1. Warana • Sura, artinya rijal
2. Wadana • Sapar, artinya wiwit
3. Wijangga • Mulud, artinya kanda
4. Wiyana • Bakda Mulud, artinya ambuka
5. Widada •Jumadi Awal, artinya wiwara
6. Widarpa • Jumadi Akhir, artinya rahsa
7. Wilapa • Rejep, artiya purwa
8. Wahana • Ruwah, artinya dumadi
9. Wanana • Pasa, artinya madya
10. Wurana • Sawal, artinya wujud
11. Wujana • Sela, artinya wusana
12. Wujala • Besar, artinya kosong
Setiap eksistensi dari hidup manusia baru dimualai dengan Rijal (sinar hidup yang diciptakan oleh kekuatan gaib dari Gusti Tuhan). Perputaran hidup manusia adalah dari rijal kembali ke rijal melalui suwung (kosong). Dari bulan pertama sampai dengan bulan ke sembilan manusia baru tersebut berada di kandungan ibu dalam proses untuk mengambil bayi hidup yang sempurna, siap untuk lahir; dari bulan kesepuluh dia menjadi seorang manusia yang hidup didunia ini. Bulan kesebelas melambungkan akhir dari pada eksistensinya didunia ini yaitu, wusana artinya sesudahnya. Yang terakhir adalah suwung artinya kosong, hidup pergi kembali dari mana hidup itu datang. Dengan kehendak Gusti hidup itu kembali lagi menjadi rijal, inilah perputaran hidup karena hidup itu abadi.
Ada kalanya orang tua bijak memberikan nasihat sebaiknya setipa orang itu tahu inti dari Sangkan Paraning Dumadi atau purwa, madya, wusana. Sehingga orang akan selalu bertingkah laku yang baik dan benar selama diberi kesampatan untuk hidup didunia ini.
Dino pitu (hari tujuh)
Nama hari ini dihubungkan dengan sistem bulan-bumi. Gerakan (solah) dari bulan terhadap bumi adalah nama dari ke tujuh tersebut.
1. Radite • Minggu, melambangkan meneng (diam)
2. Soma • Senen, melambangkan maju
3. Hanggara • Selasa, melambangkan mundur
4. Budha • Rabu, melambangkan mangiwa (bergerak ke kiri)
5. Respati • Kamis, melambangkan manengen (bergerak ke kanan)
6. Sukra • Jumat, melambangkan munggah (naik ke atas)
7. Tumpak • Sabtu, melambangkan temurun (bergerak turun)
Hari Pasaran lima
Hari-hari pasaran merupakan posisi sikap (patrap) dari bulan
1. Kliwon • Asih, melambangkan jumeneng (berdiri)
2. Legi • Manis, melambangkan mungkur (berbalik arah kebelakang)
3. Pahing • Pahit, melambangkan madep (menghadap)
4. Pon • Petak, melambangkan sare (tidur)
5. Wage • Cemeng, melambangkan lenggah (duduk)
Tanggal
1. Tanggal pertama tiap bulan Jawa, bulan kelihatan sangat kecil-hanya seperti garis, ini dimaknakan dengan seorang bayi yang baru lahir, yang lama-kelamaan menjadi lebih besar dan lebih terang.
2. Tanggal 14 bulan Jawa dinamakan purnama sidhi, bulan penuh melambangkan dewasa yang telah bersuami istri.
3. Tanggal 15 bulan Jawa dinamakan purnama, bulan masih penuh tapi sudah ada tanda ukuran dan cahayanya sedikit berkurang.
4. Tanggal 20 bulan Jawa dinamakan panglong, orang sudah mulai kehilangan daya ingatannya.
5. Tanggal 25 bulan Jawa dinamakan sumurup, orang sudah mulai diurus hidupnya oleh orang lain kembali seperti bayi layaknya.
6. Tanggal 26 bulan Jawa dinamakan manjing, dimana hidup manusia kembali ketempat asalnya menjadi rijal lagi.
7. Sisa hari sebanyak empat atau lima hari melambangkan saat dimana rijal akan mulai dilahirkan kembali kekehidupan dunia yang baru.
Proses perputaran hidup ini dinamakan cakramanggilingan (cakra = senjata berbentuk roda yang bergigi tajam, manggilingan = selalu berputar). Manusia yang berbudi baik selalu mengikuti jalan yang diperkenankan oleh Yang Kuasa orang terdebut akan dituntun mengetahui sanggkan paraning dumadi (datang ke dunia berawal suci hidup didunia berhati dan berperilaku suci dan kembali dalam keadaan suci lagi)
Dino : Neptu Warna, Pasaran : Neptu Warna
Minggu : 5 Hijau, Legi 8 Putih
Senin : 4 Biru, Paing 5 Abang
Selasa : 3 Cokelat, Pon 9 Kuning
Rabo : 7 Putih, Wage 7 Ireng
Kamis : 8 Abang, Kliwon 4 Ungu
Jumat : 6 Kuning
Sabtu : 9 Hitam
Sasi Neptu Tahun Neptu
Sura 7 Alip 1
Sapar 2 Ehe 5
Rabingulawal 3 Jimawal 3
Rabingulakir 5 Je 7
Rejeb 2 Wawu 6
Ruwah 4 Jimakir 3
Pasa 5
Sawal 7
Dulkaidah 1
Besar 3
Sasi merujuk pada nama bulan dalam penanggalan Jawa (misalnya Sura, Sapar) dan "Neptu" adalah nilai numerik dari hari dan pasaran dalam budaya Jawa, sementara "Tahun" dalam konteks ini mengacu pada penamaan tahun dalam siklus kalender Jawa, seperti siklus 8 tahunan yang disebut Windu (Alip, Ehe, Jimawal, dll). Jadi, secara keseluruhan, frasa tersebut merujuk pada elemen-elemen waktu dalam penanggalan Jawa.
Penjelasannya :
1. Neptu.
Adalah nilai hitungan untuk hari (Senin, Selasa, dst.) dan pasaran (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon) yang digunakan untuk menghitung weton.
2. Sasi.
Merujuk pada nama-nama bulan dalam kalender Jawa yang berjumlah 12 dan diambil dari bahasa Arab, seperti Sura, Sapar, dan lain-lain.
3. Tahun.
Kalender Jawa memiliki siklus tahunan, termasuk adanya siklus 8 tahunan yang disebut Windu. Setiap tahun dalam satu Windu memiliki nama tersendiri, yaitu Alip, Ehe, Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir.
Kalender Jawa (neptu dina, pasaran, sasi, taun)
Orang Jawa dikenal sebagai salah satu suku masyarakat yang memiliki kekayaan serta kompleksitas kebudayaan yang luar biasa. Salah satunya ialah kalender Jawa. Mereka memiliki pola penghitungan kalender tersendiri yang berbeda dengan kalender Masehi, kalender Islam, kalender Cina, ataupun kalender lainnya. Meskipun memiliki beberapa persamaan di antara kalender yang sudah ada, tetapi kalender Jawa memiliki keistimewaan tersendiri. Keistimewaan ini di antaranya bahwa dalam kalender Jawa, setiap dina (hari), pasaran (pekan), sasi (bulan), dan taun (tahun) memiliki neptu atau nilai. oleh karena itu, nilai yang berupa angka tersebut sering kali digunakan sebagai acuan atau dasar dari sebuah perhitungan, baik itu perhitungan pernikahan, punya hajat, mendirikan rumah, atau lain sebagainya. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat neptu di setiap rincian dina, pasaran, sasi, taun sebagai berikut.
Neptu Dina
Akad (minggu) :: neptu 5
Senen (senin) :: neptu 4
Selasa (selasa) :: neptu 3
Rebo (rabu) :: neptu 7
Kemis (kamis) :: neptu 8
Jumuah (jumat) :: neptu 6
Setu (sabtu) :: neptu 9
Neptu Pasaran
Kliwon :: neptu 8
Legi :: neptu 5
Pahing :: neptu 9
Pon :: neptu 7
Wage :: neptu 4
Neptu Sasi
Sura :: neptu 7
Sapar :: neptu 2
Rabingulawal :: neptu 3
Rabingulakir :: neptu 5
Jumadilawal :: neptu 6
Jumadilakir :: neptu 1
Rejeb :: neptu 2
Ruwah :: neptu 4
Pasa :: neptu 5
Sawal :: neptu 7
Dulkaidah :: neptu 1
Besar :: neptu 3
Neptu Taun
Alip :: neptu 1
Ehe :: neptu 5
Jimawal :: neptu 3
Je :: neptu 7
Dal :: neptu 4
Be :: neptu 2
Wawu :: neptu 6
Jimakir :: neptu 3
Berdasarkan paparan tersebut tampak bahwa setiap hari, bulan, tahun memiliki nilainya masing-masing. Nilai-nilai yang berupa angka tersebutlah yang sering digunakan sebagai rumusan untuk melakukan kegiatan atau meramalkan nasib bagi Orang Jawa. Sebagai contoh, misalnya ketika akan meramalkan cocok atau tidaknya sepasang pengantin berdasarkan weton (hari kelahiran), pengantin pria lahir pada Jumat Kliwon (neptu 6 + 8 = 14, dibagi 9, sisa 5; pegantin wanita lahir pada Jumat Pahing (neptu 6 + 9 = 15, dibagi 9, sisa 6). Jadi 5 + 6 = 11 dalam perhitungan pernikahan artinya cepak rejekine atau lancar rejekinya. Contoh tersebut hanya sebagian kecil saja, sebab masih banyak lagi perhitungan-perhitungan lainnya. Perlu dimengerti pula bahwa orang Jawa sangat sering atau bisa dipastikan selalu melakukan perhitungan "hari baik "(petung dina) ketika akan melakukan kegiatan atau peristiwa penting.
Meskipun demikian, seiring berjalannya waktu kalender Jawa mulai tidak begitu digunakan oleh sebagian orang Jawa. Hal ini tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: (1) masyarakat Jawa banyak yang tidak mengenal kalender Jawa; (2) penggunaan kalender Masehi yang digunakan oleh mayoritas masyarakat di Indonesia menutup ruang berkembangnya kalender Jawa; (3) Kalender Jawa dipandang sebagai kalender yang memiliki perhitungan yang lebih rumit jika dibandingkan dengan kalender Masehi, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk mempelajarinya; (4) Kalender Jawa yang banyak perhitungan dipandang kurang sesuai dengan ajaran Islam, terlebih Islam sudah memiliki kalender sendiri. Beberapa alasan tersebutlah yang paling tidak mempengaruhi terhadap menurunnya eksistensi Kalender Jawa. Meskipun demikian, dalam realitanya masyarakat Jawa masih banyak yang menggunakan perhitungan kalender Jawa khususnya ketika akan melaksanakan perkawinan atau punya hajat. Menurut pengamatan saya, se-modern apapun tipe manusia Jawa, nyatanya hampir sebagian besar masih menggunakan perhitungan Jawa ketika akan melangsungkan perkawinan.
Terlepas dari percaya dan tidak percaya itu kembali lagi kepada keyakinan setiap individu masing-masing. Poin penting yang ingin saya sampaikan bahwa pada dasarnya kita (orang Jawa) wajib menjaga dan melestarikan pola perhitungan kalender Jawa sebagai aset kebudayaan yang memiliki nilai tinggi, sehingga jangan sampai ilmu pengetahuan yang sedemikian luar biasa ini kemudian hilang ditelan masa. Bagiamanapun juga untuk merumuskan kalender tersebut tentu bukan lah perkara yang mudah. Pada kesempatan yang lain, saya akan memaparkan tentang sejarah lahirnya kalender Jawa. Pada akhirnya, mari kita merenung dan mulai berbangga sebagai masyarakat Indonesia pada umumnya, serta masyarakat Jawa khususnya yang memiliki aneka kebudayaan yang sungguh luar biasa ini. Dan saya sangat yakin bahwa masih banyak pengetahuan-pengetahuan lainnya di luar (Jawa) sana di bumi nusantara ini.
Seperti biasa, saran, kritik, atau sanggahan saya persilahakan untuk memperbaiki informasi ini sehingga lebih akurat dan bermanfaat bagi banyak orang.
Imajiner Nuswantoro