BATARA ANTABOGA
Batara Antaboga
Kayangan : kayangan Saptapratala atau Saptabumi
Anak : Dewi Nagagini
Batara Antaboga adalah dewa ular maka disebut juga ujud naga besar. Hyang Antaboga mempunyai putri cantik jelita yang diperistri raden Werkudara. Peristiwa ini terjadi pada saat Pandawa ditipu Kurawa diajak berkumpul dan pesta. Tiba-tiba tempat tersebut dibakar oleh para Kurawa dalam pedalangan dalam lakon Balesigalagala. Pandawa tidak mati karena ditolong oleh garangan putih yaitu kajadian dari Hyang Antaboga. Akhirnya Pandawa selamat Werkudara dikimpoikan dengan dewi Nagagini mempunyai keturunan raden Hanantareja.
Antaboga adalah tokoh wayang cerita Mahabarata, Sanghyang Antaboga atau Sang Hyang Nagasesa atau Sang Hyang Anantaboga atau Sang Hyang Basuki adalah dewa penguasa dasar bumi. Dewa itu beristana di Kahyangan Saptapratala, atau lapisan ke tujuh dasar bumi. Dari istrinya yang bernama Dewi Supreti, ia mempunyai dua anak yaitu Dewi Nagagini dan Naga Tatmala. Dalam pewayangan disebutkan, walaupun terletak di dasar bumi, keadaan di Saptapratala tidak jauh berbeda dengan di kahyangan lainnya
Sang Hyang Antaboga adalah putra Anantanaga. Ibunya bernama Dewi Wasu, putri Anantaswara. Walaupun dalam keadaan biasa Sang Hyang Antaboga serupa dengan ujud manusia, tetapi dalam keadaan triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga besar. Selain itu, setiap 1000 tahun sekali Sang Hyang Antaboga berganti kulit (mrungsungi).
Dalam pewayangan, dalang menceritakan bahwa Sang Hyang Antaboga memiliki Aji Kawastrawam, yang membuatnya dapat menjelma menjadi apa saja sesuai dengan yang dikehendakinya. Antara lain ia pernah menjelma menjadi garangan putih (semacam musang hutan atau cerpelai) yang menyelamatkan Pandawa dan Kunti dari amukan api pada peristiwa Bale Sigala-gala.
Putrinya, Dewi Nagagini menikah dengan Bima, orang kedua dalam keluarga Pandawa. Cucunya yang lahir dari Dewi Nagagini bernama Antareja atau Anantaraja.
Sang Hyang Antaboga mempunyai kemampuan menghidupkan orang mati yang kematiannya belum digariskan, karena ia memiliki air suci Tirta Amerta. Air sakti itu kemudian diberikan kepada cucunya Antareja dan pernah dimanfaatkan untuk menghidupkan Dewi Wara Subadra yang mati karena dibunuh Burisrawa dalam lakon Subadra Larung.
Sang Hyang Antaboga pernah dimintai tolong Batara Guru menangkap Bambang Nagatatmala, anaknya sendiri. Waktu itu Nagatatmala kepergok sedang berkasih-kasihan dengan Dewi Mumpuni, istri Batara Yamadipati. Namun para dewa gagal menangkapnya karena kalah sakti. Karena Nagatatmala memang bersalah walau itu anaknya, Sang Hyang Antaboga terpaksa menangkapnya. Namun Dewa Ular itu tidak menyangka Batara Guru akan menjatuhkan hukuman mati pada anaknya dengan memasukkannya ke Kawah Candradimuka. Untunglah Dewi Supreti istrinya, kemudian menghidupkan kembali Bambang Nagatatmala dengan Tirta Amerta. Batara Guru juga pernah mengambil kulit yang tersisa sewaktu Sang Hyang Antaboga mrungsungi dan menciptanya menjadi makhluk ganas yang mengerikan. Batara Guru menamakan makhluk ganas itu Candrabirawa.
Sang Hyang Antaboga, ketika masih muda disebut Nagasesa. Walaupun ia cucu Sang Hyang Wenang, ujudnya tetap seekor naga, karena ayahnya yang bernama Antawisesa juga seekor naga. Ibu Nagasesa bernama Dewi Sayati, putri Sang Hyang Wenang. Suatu ketika para dewa berusaha mendapatkan Tirta Amerta yang membuat mereka bisa menghidupkan orang mati. Guna memperoleh Tirta Amerta para dewa harus membor dasar samudra. Mereka mencabut Gunung Mandira dari tempatnya dibawa ke samudra, dibalikkan sehingga puncaknya berada di bawah, lalu memutarnya untuk melubangi dasar samudra itu. Namun setelah berhasil memutarnya, para dewa tidak sanggup mencabut kembali gunung itu. Padahal jika gunung itu tidak bisa dicabut, mustahil Tirta Amerta dapat diambil. Pada saat para dewa sedang bingung itulah Nagasesa datang membantu. Dengan cara melingkarkan badannya yang panjang ke gunung itu dan membetotnya ke atas, Nagasesa berhasil menjebol Gunung Mandira, dan kemudian menempatkannya di tempat semula. Dengan demikian para dewa dapat mengambil Tirta Amerta yang mereka inginkan. Itu pula sebabnya, Nagasesa yang kelak lebih dikenal dengan nama Sang Hyang Antaboga juga memiliki Tirta Amerta.
Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan Tirta Amerta, para dewa bukan membor samudra, melainkan mengaduk-aduknya. Ini didasarkan atas arti kata ngebur dalam bahasa Jawa, yang artinya mengaduk-aduk, mengacau, membuat air samudra itu menjadi kacau.
Jasa Nagasesa yang kedua adalah ketika ia menyerahkan Cupu Linggamanik kepada Bathara Guru. Para dewa memang sangat menginginkan cupu mustika itu. Waktu itu Nagasesa sedang bertapa di Guwaringrong dengan mulut terbuka. Tiba-tiba melesatlah seberkas cahaya terang memasuki mulutnya. Nagasesa langsung mengatupkan mulutnya, dan saat itulah muncul Bathara Guru. Dewa itu menanyakan kemana perginya cahaya berkilauan yang memasuki Guwaringrong. Nagasesa menjawab, cahaya mustika itu ada pada dirinya dan akan diserahkan kepada Bathara Guru, bilamana pemuka dewa itu mau memeliharanya baik-baik. Bathara Guru menyanggupinya, sehingga ia mendapatkan Cupu Linggamanik yang semula berujud cahaya itu.
Cupu Linggamanik sangat penting bagi para dewa, karena benda itu mempunyai khasiat dapat membawa ketentraman di kahyangan. Itulah sebabnya semua dewa di kahyangan merasa berhutang budi pada kebaikan hati Nagasesa.
Karena jasa-jasanya itu para dewa lalu menghadiahi Nagasesa kedudukan yang sederajat dengan para dewa dan berhak atas gelar Bathara atau Sang Hyang. Sejak itu ia bergelar Sang Hyang Antaboga. Para dewa juga memberinya hak sebagai penguasa alam bawah tanah. Tidak hanya itu, oleh para dewa Nagasesa juga diberi Aji Kawastram yang membuatnya sanggup mengubah ujud dirinya menjadi manusia atau makhluk apa pun yang dikehendakinya.
*) Sebagian orang menyebutnya Aji Kemayan. spertinya sebutan itu kurang pas, karena Kemayan yang berasal dari kata ‘maya’ adalah aji untuk membuat pemilik ilmu itu menjadi tidak terlihat oleh mata biasa. Kata ‘maya’ artinya tak terlihat. Jadi yang benar adalah Aji Kawastram.
Untuk membangun ikatan keluarga, para dewa juga menghadiahkan seorang bidadari bernama Dewi Supreti sebagai istrinya. Perlu diketahui, cucu Sang Hyang Antaboga, yakni Antareja hanya terdapat dalam pewayangan di Indonesia. Dalam Kitab Mahabarata, Antareja tidak pernah ada, karena tokoh itu memang asli ciptaan nenek moyang orang Nusantara.
Sang Hyang Antaboga pernah berbuat khilaf ketika dalam sebuah lakon carangan terbujuk hasutan Prabu Boma Narakasura cucunya, untuk meminta Wahyu Senapati pada Bathara Guru. Bersama dengan menantunya, Prabu Kresna yang suami Dewi Pertiwi, Antaboga berangkat ke kahyangan. Ternyata Bathara Guru tidak bersedia memberikan wahyu itu pada Boma, karena menurut pendapatnya Gatotkaca lebih pantas dan lebih berhak. Selisih pendapat yang hampir memanas ini karena Sang Hyang Antaboga hendak bersikeras, tetapi akhirnya silang pendapat itu dapat diredakan oleh Bathara Narada. Wahyu Senapati tetap diperuntukkan bagi Gatotkaca.
Kenapa ular besar yang dijadikan penguasa bumi oleh orang Jawa ?
Sedangkan di India sana dikenal nama Dewi Pertiwi ?
Di wayang Jawa justru dikatakan bahwa sanya Dewi Pertiwi adalah penguasa Sap Pertama bumi dan ada 6 lagi penguasa dimana penguasa paling dasar adalah Antaboga.
Pertanyanya selanjutnya. kenapa tak banyak terdengar tentang tokoh satu ini ?
Dalam pemujaan pun lebih dikenal Dewi Sri, dan juga nama pratiwi untuk sebutan bumi masih dikenal dalam kosakata, tetapi kemana kah pemujaan kepada antaboga dan pemeranan tokoh ini dalam kebudayaan Jawa sendiri ?
Apakah antaboga merupakan tokoh baru ?
Atau justru antaboga adalah tokoh asli Jawa sebelum kemasukan unsur hindi dr india ?
Atau ini kisah carangan dari Sunan Kalijaga saja ?
Dewi pertiwi ala Hindi
penguasa bumi
Pertiwi (bahasa Sansekerta: pṛthvī, atau juga pṛthivī) adalah Dewi dalam agama Hindu dan juga Ibu Bumi (atau dalam bahasa Indonesia Ibu Pertiwi). Sebagai pṛthivī matā Ibu Pertiwi merupakan lawan daripada ‘dyaus pita Bapak Angkasa. Dalam Rgveda, Bumi dan Langit seringkali disapa sebagai pasangan, mungkin hal ini menekankan gagasan akan dua paruh yang saling melengkapi satu sama lain.
Pertiwi juga disebut Dhra, Dharti, Dhrthri, yang artinya kurang lebih yang memegang semuanya. Sebagai Prthvi Devi, ia adalah salah satu dari dua sakti Batara Wisnu. Sakti lainnya adalah Laksmi.
Prthvi adalah bentuk lain Laksmi. Nama lain untuknya adalah Bhumi atau Bhudevi atau Bhuma Devi.
Siapa itu Laksmi ?
Dalam agama Hindu, Laksmi (Sansekerta: लक्ष्मी ; Lakshmi, Laxmi) adalah dewi kekayaan, kesuburan, kemakmuran, keberuntungan, kecantikan, keadilan, dan kebijaksanaan.
Dalam kitab-kitab Purana, Dewi Laksmi adalah Ibu dari alam semesta, sakti dari Dewa Wisnu. Dewi Laksmi memiliki ikatan yang sangat erat dengan Dewa Wisnu. Dalam beberapa inkarnasi Wisnu (Awatara) Dewi Laksmi ikut serta menjelma sebagai Sita (ketika Wisnu menjelma sebagai Rama), Rukmini (ketika Wisnu menjelma sebagai Kresna), dan Alamelu (ketika Wisnu menjelma sebagai Wenkateswara).
Dewi Laksmi disebut juga Dewi Uang. Beliau juga disebut Widya, yang berarti pengetahuan, karena Beliau juga Dewi pengetahuan keagamaan. Beliau juga dihubungkan dengan setiap kebahagiaan yang terjadi di antara keluarga dan sahabat, perkimpoian, anak-anak, kekayaan, dan kesehatan yang menjadikannya Dewi yang sangat terkenal di kalangan umat Hindu.
Apakah disebutkan bahwa Dewi Pertiwi adalah anak dari Batara Antaboga yang berupa ular ?
Sepertinya tidak, terus kenapa kok di wayang Jawa disebutkan ada ular besar yang menjaga bumi ?
Sapta Pertala keratonnya ?
Kembali penulis bertanya-tanya dalam imajinernya, sebenernya ini adalah unsur “baru” yang masuk Jawa dibawa Sunan Kalijaga atau malah sebuah unsur yang sangat tua yang memuliakan penguasa bumi dalam rupa ular ?
melihat dan membaca dr uraian tentang Dewi Pertiwi atau laksmi dalam literatur hindi, dan juga mencoba membandingkan dengan Dewa Bumi versi Tiongkok. maka kita temukan satu benang merah. Bahwa Sanya Penguasa Bumi dipercaya oleh peradapan asia sebagai gerbang kekayaan di Nusantara pun sebenernya juga ada hal ini, bisa juga disebutkan Dewi Sri sebagai bentuk kemakmuran dalam bentuk padi, yang konon juga masih ada hubungan dengan bumi.
Mari sejenak melihat bumi kita :
Iseng mencari ternyata ada juga sebuah bangunan di candi yang mengingatkan tentang kisah sumur jalatunda. yang berkaitan dengan cerita Hyang Anantaboga :
Sumur Jalatunda
Sumur ini merupakan sumur raksasa dengan garis tengah 96 m dan mempunyai kedalaman total ± 100
m, dahulunya lobang kepundan yang telah mengalami letusan maar. Karena pada dasar tebingnya
yang impermeable, maka memungkinkannya untuk menjadi sebuah waduk alam penampung air hujan.
Konon kabarnya seorang puteri yang sangat cantik bersemayam ditempat ini, yang berkaitan de
ngan Kerajaan Laut Selatan. Setiap tahun dimana ia bersemayam selalu akan bertambah penghuni baru.
Penduduk yang baru ini biasanya diangkat menjadi pembantu-pembantunya. ini berarti kematian
bagi tanggapan masyarakat umumnya Untuk menghindari hal ini berlangsung, maka diadakan se
macam sesajian dihampir setiap rumah penduduk pedesaan pada saat-saat tertentu.
Seorang pesinden bila ingin cepat terkenal karena suara dan wajahnya yang cantik rupawan dapat
pula bersemedi ditempat ini. Seyogyanya mengambil saat yang tepat, yaitu pada waktu tengah malam
dihari pertama malam asyura. Biasanya dia akan ditemui oleh Sang puteri dan setelah mengadakan per
janjian dia diharuskan bergabung menjadi satu dengan Sang Putri pada umur yang telah ditentukan.
Katanya mereka yang nyaris masuk kedalam sumur ini, seolah-olah dijemput oleh dayang-dayang
yang cantik dan diiringi dengan suara gamelan. Menurut kepercayaan sementara orang, bahwa barang
siapa dapat melemparkan batu hingga dapat mencapai pada percikan-percikan mata air dlarah se
berang dia akan berhasil dalam usahanya, begitu pula bagi yang menghendaki sesuatu.
Dalam ceritera pewayangan tempat ini juga merupakan jalan tembus kenegara dasar Bumi lapis ke
tujuh yaitu Kerajaan Sapta Pratala tempat Sang Hyang Antaboga bermukim dengan puterinya dewi
Antawati atau Nagagini dengan seorang cucunya manusia setengah dewa Raden Antareja putra
sulung Bima Satria Pendawa
terletak dis eputaran candi bima dieng, yang merupakan konon candi termuda.
MENURUT KITAB MAHABHARATA BUMI DIJAGA TUJUH DEWA
Angka tujuh (7), tampaknya memiliki nilai mistis tersendiri. Lihat saja, hari dalam satu minggu berjumlah tujuh. Keajaiban duniapun juga berjumlah tujuh. Langit pun disebutkan bershaf tujuh. Demikian pula bumi, juga bershaf tujuh.
Menurut Kitab Mahabharata, ketujuh shaf bumi tersebut masing-masing dijaga oleh dewa. Disebutkan, selain dewa keturunan Sang Hyang Nurrasa, ada juga dewa yang terjadi dari telur Mahadwipa (Hantiga Mahadwipa) yang pecah dan menjadi 10 dewa. Kesepuluh dewa inilah yang akhirnya menurunkan peran dan tokoh-tokoh penting dalam kehidupan.Sepuluh dewa dimaksud adalah Shang Hyang Brahmana, Pitamaha, Prajapati, Suraguru, Stanu, Ka, Manu, Pramesthi, Praceta dan Daksa.
Sementara itu, Shang Hyang Daksa mempunyai anak sebanyak 50 puteri, dan 13 diantaranya menjadi “bidadari” sehingga berhak mendapatkan sebutan “Bhathari”.
Ke-13 puteri yang berhak menyandang gelar Bhathari adalah Aditi, Diti, Danu, Kala, Danayu, Sihniki, Kroda, Prada, Wiswa, Kadru, Winata, Kapila, Winata, Kapila, dan Muni. Ke-13 bidadari ini semuanya diperisteri oleh Shang Hyang Bagavan Kasyapa yang berkedudukan di Khayangan Kasyapaloka.
Dari perkimpoian ini Shang Hyang Bagavan Kasyapa menurunkan makhluk Arcapada berupa: manusia, jin, gandarwa, kera, raksasa dan raseksi, garuda, naga, serta binatang-binatang lain yang hidup di bumi.
Jauh sebelum bumi dihuni keturunan Shang Hyang Bagavan Kasyapa, disebutkan dalam Kitab Mahabharata telah ada 7 dewa yang menguasai bagian bumi, sebab bumi dipercaya bershaf Tujuh.
Tiap Shaf ini ada penguasanya, yaitu :
1. Bhathari Pretiwi, penguasa Shaf (lapisan) pertama / Eka Pratala.
2. Bhathari Kusika, penguasa Shaf kedua / Dwi Pratala.
3. Bhathari Ganggang, penguasa lapisan ketiga / Tri Bantala.
4. Bhathari Sindula, menguasai Shaf keempat / Catur Pratala.
5. Bhathari Darampalan, penguasa Shaf kelima / Panca Pratala.
6. Bhathari Manikem, menguasai Shaf keenam / Bumi Kanem.
7. Bhathari Hanantaboga, penguasa Shaf tujuh / Sapta Pratala.
Ke tujuh dewa dlm tulisan diatas dikoreksi bahwa antaboga adalah bhatara bukan betari. dalam versi lainya disebutkan bahwa Antaboga adalah ayah dari ke enam penjaga bumi lainya dan juga yang perlu di perhatikan adalah tak adanya nama dewi ayu naga gini, yang kelak akan digarwo Bimasena dan melahirkan tokoh yang hanya ada di Jawa yaitu Pangeran Ageng Janantareja.
Sang Hyang Antaboga
Sang Hyang Antaboga adalah Dewa penguasa bumi lapis ke tujuh (Saptapratala). Walaupun dalam keadaan biasa Sang Hyang Antaboga serupa dengan ujud manusia, tetapi dalam keadaan triwikrama, tubuhnya berubah menjadi ular naga besar. Selain itu, setiap 1000 tahun sekali, Sang Hyang Antaboga berganti kulit (mlungsungi).
Memiliki putri yang bernama Dewi Nagagini, yang bersuamikan Bima dan dari perkawinan ini akan melahirkan Antareja.
Antaboga atau Anataboga atau Anantaboga adalah seekor ular raksasa di mitologi Jawa dan Bali. Ia diceritakan pada awal mitologi, pada penciptaan dunia. Pada suatu saat Antaboga bermeditasi dan kemudian menjadi seekor penyu bernama Bedawang.
![]() |
Naga Antaboga |
Dalam pewayangan Jawa, Antaboga adalah raja ular yang hidup di dasar bumi yang mengasuh Wisanggeni. Perwujudannya adalah naga dengan mahkota memakai badhong berambut dan memakai baju (biasanya berwarna merah) serta mengenakan kalung emas.
Ada pula yang menyatakan bahwa Antaboga adalah tali energi yang menghubungkan manusia melalui cakra mahkota dengan Sang Maha Pencipta. Pemahaman ini dikenal dikalangan para penganut spiritual kejawen.
KISAH ANTABOGA
![]() |
Anataboga dan Antanaga |
Antaboga, sang hyang ketika muda bernama Nagasesa. Ia juga sering disebut dengan Hanantaboga. Putra Antanaga dengan Dewi wasu, putri Sang Hyang Anantaswara, merupakan keturunan keempat dari Sang Hyang Wenang dengan Dewi Sayati. Antaboga menikah dengan Batari Supreti atau Dewi Supreti dan beranak dua orang, masing - masing bernama Nagagini dan Batara Nagatatmala. Walaupun menyandang nama 'naga' tetapi Batari Nagagini dan Batara Nagatatmala berwujud manusia.
Dalam keadaan biasa, Sang Hyang Antaboga berwujud manusia.Tetapi dalam keadaan Tiwikrama dalam bahasa Indonesianya adalah marah atau menggugat, tubuhnya berubah menjadi ular naga raksasa.Setiap 1.000 tahun, Sang Hyang Antaboga melungsungi (berganti kulit) kulitnya ini oleh Raja para Dewa yaitu Sang Hyang Batara Guru di cipta dipuja sebagai raksasa bajang yang artinya raksasa kecil, raksasa ini diberi nama Candrabirawa raksasa -raksasa ini diperintah Sang Hyang Batara Guru untuk menyerang membunuh Resi Bagaspati yaitu Pandhita raksasa berdarah putih dari pertapaan Argabelah yang akhirnya raksasa bajang teluk mungkur yang artinya kalah takluk karena kesabaran kebijaksanaan sang resi dan raksasa bajang mengabdi pada sang resi sampai akhir hidupnya.
Sang Hyang Antaboga mempunyai Ajian yang bisa membuat siapa yang memakainya akan menjelma menjadi wujud apa saja sesuai dengan pemakai yang menghendakinya, Ajian ini bernama Kanjeng Kyai Kawastrawan, dari Ajian ini Sang Hyang Antaboga pernah menjelma menjadi Garangan putih atau musang putih yang menyelamatkan Para Pandawa dan Dewi Kuntitalibrata dari amukan api Pasanggarahan Pramonokoti (istana tempat peristirahatan atau sebuah tempat hiburan yang di bangun oleh para Sata Kurawa) di dalam cerita atau lakon Bale Sigala-gala, versi lain yang menjadi garangan putih / musang putih adalah Batara Nagatatmala yang menuntun Para Pandawa menuju Kahyangan Saptapratala (tempat tinggal atau tempat bersemayamnya Sang Hyang Antaboga yang berada di 7 lapisan Bumi) disana salah satu dari Lima Pandawa yaitu Bratasena (mudanya Werkudara / Bima) mendapatkan anugerah yaitu Batari Nagagini dikawinkan oleh Sang hyang Antaboga karena anak perempuannya ini bermimpi bertemu Bratasena dalam mimpi dan jatuh cinta karena ketampanan dan kegagahannya, dari perkawinan dengan Batari Nagagini, Bratasena mendapatkan seorang Putra bernama Antareja Ksatria Jangkarbumi.
Sang Hyang Antaboga mempunyai kemampuan untuk menghidupkan orang mati yang belum sampai kodratnya atau belum sampai ajalnya karena ia mempunyai Air Suci Tirta Amerta, Air sakti itu kemudian diberikan cucunya yaitu Antareja untuk menghidupkan Istrinya Adik dari Ayahnya Antareja yaitu :
Dewi Sumbadra / Bratajaya / Loro Ireng (Istri Arjuna bibinya Antareja) yang mati bunuh diri karena akan diperkosa oleh Putra Prabu Salyapati Raja Mandaraka (Burisrawa) di dalam lakon "Sumbadra Larung" versi lain yang menghidupkan Dewi Sumbadra adalah Prabu Sri Batara Kresna (Kakak Dewi Sumbadra sekaligus kakak Sepupu Arjuna/Janaka) dihidupkan menggunakan Cangkok Kembang Kanjeng Kyai Wijayakusuma yang berasal dari mulut Sang Hyang Batara Nagaraja dari Kahyangan Sumur Jalatunda yang ditemukan oleh Batara Wisnu dari Kahyangan Utarasegara.
Sang Hyang Antaboga dalam bentuk naga raksasa pernah bertapa dengan mulut terbuka. Tiba-tiba sebuah benda berupa Cupu Linggamanik melesat dari angkasa terbang lalu jatuh ke dalam mulutnya. ketika cupu dibuka oleh Sang Hyang Batara Guru, di dalamnya keluar Bidadari cantik, namanya Batari Sri Widowati atau dikenal dengan Batari Sri Sekar adalah bidadari yang kelak membuat geger jagad raya karena kecantikannya dan menjadi incaran buruan para Titah Angkara murka di Arcapada yang ingin memperistrinya khususnya Titah Arcapada yang termasuk mengincar memburu Batari Sri Widowati adalah Prabu Dasamuka rahwana raja Alengkapura. Batari sri Widowati diperistri oleh Batara Wisnu yang mempunyai tiga orang putra dan satu orang putri yaitu Batara Srigati, Batara Srinanda (Pendiri Kerajaan Wirata),dan Batari Srinadi.
Karena jasa jasanya kepada para dewa, Dewata lalu mengangkat Antaboga sebagai Dewa pelengkap Suralaya yang bertempat tinggal diberi kuasa untuk alam bawah tanah atau dunia bawah yaitu kahyangan Saptaratala.
Imajiner Nuswantoro