Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli
ꦱꦼꦥꦶꦆꦁꦥꦩꦿꦶꦃꦫꦩꦺꦆꦁꦒꦮꦺ꧈
ꦧꦤ꧀ꦠꦼꦂꦠꦤ꧀ꦩ꧀ꦧꦚ꧀ꦕꦔꦶ꧈
ꦣꦸꦮꦸꦂꦠꦤ꧀ꦔꦸꦁꦏꦸꦭꦶ
Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe,
Banter tan Mbancangi,
Dhuwur tan Ngungkuli
Aksara Jawanipun :
ꦱꦼꦥꦶꦆꦁꦥꦩꦿꦶꦃꦫꦩꦺꦆꦁꦒꦮꦺ꧈
ꦧꦤ꧀ꦠꦼꦂꦠꦤ꧀ꦩ꧀ꦧꦚ꧀ꦕꦔꦶ꧈
ꦣꦸꦮꦸꦂꦠꦤ꧀ꦔꦸꦁꦏꦸꦭꦶ
Maknanya :
Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih, Cepat tanpa harus mendahului, Tinggi tanpa harus melebihi.
Pembahasan :
Sepi ing Pamrih Rame ing Gawe, Banter tan Mbancangi, Dhuwur tan Ngungkuli, artinya Bekerja keras dan bersemangat tanpa pamrih, Cepat tanpa harus mendahului, Tinggi tanpa harus melebihi.
Sepi Ing Pamrih, Rame Ing Gawe.
Sepi ing pamrih rame ing gawe menanamkan pada kita bahwa bekeja keras itu tak boleh banyak pamrih. Pamrih boleh ada, asalkan sepi-sepi saja dan gawe-nya lebih banyak. Jadi, kalau mau bantu orang, tidak boleh memikirkan pamrih.
Dalam falsafah Jawa, ada istilah sepi ing pamrih rame ing gawe. Makna tersirat dari ungkapan sepi ing pamrih adalah bahwa ketika kita melakukan sesuatu hendaklah didasari oleh ketulusan niat, keikhlasan hati, bukan karena ada pamrih atau keinginan mendapatkan balasan atau pujian dari orang lain. Adapun kalimat rame ing gawe, maknanya adalah terus melakukan amal saleh dengan penuh semangat, kapan pun dan di mana pun, tidak peduli dengan komentar orang lain di kanan dan di kiri.
Dengan demikian, jika digabungkan kedua kalimat tersebut, yakni sepi ing pamrih rame ing gawe, makna filosofisnya adalah seseorang hendaknya mengawali segala aktivitas (amal)-nya dengan niat yang tulus, hati yang ikhlas tanpa berharap apa pun dari orang lain, baik itu berupa pujian atau balasan atas kebaikan yang dilakukannya. Pun, tidak akan mundur selangkah pun, ketika dihujat, di bully, dicaci dan dimaki. Dia hanya mengharap ridla Ilahi semata.
Orang-orang yang ikhlas menghayati betul makna ayat-ayat yang menerangkan balasan atau pahala orang-orang yang berbuat baik. Mereka haqqul yaqin, bahwa Allah pasti melihat dan membalas amalnya, meski orang lain tidak ada yang tahu, atau tidak mau tahu dengan apa yang dikerjakannya.
Mereka tidak ingin amal yang dilakukannya berakhir sia-sia, tidak mendapat apa-apa dari Allah, jika mereka hanya mengharap pujian dan balasan orang lain di dunia ini.
Mereka memahami betul makna ayat dalam Q.S. Asy-Syura: 20, “Barang siapa yang menghendaki keuntungan di akhirat akan Kami tambah keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagian pun di akhirat”.
Tafsir Asy-Syura · Ayat 20
مَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الْاٰخِرَةِ نَزِدْ لَهٗ فِيْ حَرْثِهٖۚ وَمَنْ كَانَ يُرِيْدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهٖ مِنْهَاۙ وَمَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ نَّصِيْبٍ ٢٠
mang kâna yurîdu ḫartsal-âkhirati nazid lahû fî ḫartsih, wa mang kâna yurîdu ḫartsad-dun-yâ nu'tihî min-hâ wa mâ lahû fil-âkhirati min nashîb
Artinya :
Siapa yang menghendaki balasan di akhirat, akan Kami tambahkan balasan itu baginya. Siapa yang menghendaki balasan di dunia, Kami berikan kepadanya sebagian darinya (balasan dunia), tetapi dia tidak akan mendapat bagian sedikit pun di akhirat.
Tafsir Wajiz / Tafsir Tahlili :
Pada ayat yang lalu, Allah menggambarkan orang-orang yang membantah terjadinya Kiamat, sedangkan dalam ayat ini Allah menggambarkan keuntungan di akhirat bagi orang-orang yang beriman. Barang siapa menghendaki keuntungan di akhirat melalui amal-amal yang dilakukannya di dunia ini dengan niat yang ikhlas, akan Kami tambahkan keuntungan itu baginya dengan melipatgandakan keuntungannya, dan barang siapa menghendaki keuntungan di dunia melalui usaha dan kegiatan yang hanya semata-semata ingin mendapatkan keuntungan dunia, Kami berikan kepadanya sebagian dari hasil usaha-Nya itu berupa keuntungan dunia sesuai dengan kehendak Kami, tetapi dia tidak akan mendapat bagian di akhirat kelak.
Bagi orang-orang yang memegang teguh prinsip sepi ing pamrih, rame ing gawe ini akan selalu mendasari amalnya karena Allah (lillahi ta’ala). Mereka tak peduli dipuji atau dicaci, dipuja atau dicerca. Bagi mereka yang terpenting adalah mengabdi sepenuh hati kepada Ilahi dan berbuat yang terbaik untuk sesama.
Banter tan mbancangi, dhuwur tan ngungkuli
- Banter tan mbancangi dhuwur tan ngungkuli merupakan sebuah prinsip hidup orang Jawa sarat makna jika diterapkan mengelola keluarga masyarakat ataupun bangsa akan menjadi kuat tahan banting “semedulur “ tanpa harus mengeluarkan senjata pamungkasnya orang Jawa yaitu keris.
- Banter tan mbancangi, dhuwur tan ngungkuli mengajarkan kita supaya “sakti” tapi tetap rendah hati. Kalau kita pinter jangan membuat orang lain merasa minder. Kalau hebat,kita dituntut tetap bisa merakyat. Kalau jago, jangan sampai membuat kawan terlihat bodoh.
Peribahasa ini mengajarkan kita supaya tetap rendah diri walaupun ilmu kita sudah setinggi langit, kita tidak boleh sombong dengan apa yang kita punya dan kita kuasai, karena tanda orang bodoh adalah salahsatunya kesombongan.
Imajiner Nuswantoro
ꦆꦩꦗꦶꦤꦺꦂꦤꦸꦱ꧀ꦮꦤ꧀ꦠꦺꦴꦫꦺꦴ