Angagemen rereh ririh ngatos-atos, den kawang-wang barang laku, ingkang waskitha solahing tiyang
Piwulang Wulangreh (33): Rereh, Ririh, Ngati-ati
Ing (bait) 33, Pupuh Gambuh kaping 3, Serat Wulangreh dening SISK Susuhunan Paku Buwana IV
Angagemen rereh ririh ngatos-atos, den kawang-wang barang laku, ingkang waskitha solahing tiyang.
Tegese kudu sabar, ngati-ati lan ngati-ati, nggatekake kabeh tumindake lan ngati-ati marang tindak-tanduke wong liya.
Kajian Wulangreh (33): Rereh, Ririh, Ngati-ati
Ing (bait) 33, Pupuh Gambuh kaping 3, Serat Wulangreh dening SISK Susuhunan Paku Buwana IV.
Ing wong urip puniku,
aja nganggo ambek kang tetelu.
Anganggowa rereh ririh ngati-ati.
Den kawangwang barang laku,
kang waskitha solahing wong.
Aksara Jawanipun :
ꦆꦁꦮꦺꦴꦁꦈꦫꦶꦥ꧀ꦥꦸꦤꦶꦏꦸ꧈
ꦄꦗꦔꦁꦒꦺꦴꦄꦩ꧀ꦧꦼꦏ꧀ꦏꦁꦠꦼꦠꦼꦭꦸ꧉
ꦄꦔꦁꦒꦺꦴꦮꦉꦉꦃꦫꦶꦫꦶꦃꦔꦠꦶꦄꦠꦶ꧉
ꦣꦺꦤ꧀ꦏꦮꦁꦮꦁꦧꦫꦁꦭꦏꦸ꧈
ꦏꦁꦮꦱ꧀ꦏꦶꦛꦱꦺꦴꦭꦲꦶꦁꦮꦺꦴꦁ꧉
Terjemahan bahasa Indonesia :
Dalam hidup seseorang itu,
jangan kau melakukan tiga watak tersebut.
Berlakulah sabar, cermat, dan hati-hati.
Diperhatikan dengan seksama dalam sembarang tindak-tanduk, yang tajam dalam mengamati perilaku orang lain.
Kajian per kata :
Ing (dalam) wong (orang) urip (hidup) puniku (itu), aja (jangan) nganggo (memakai, melakukan) ambek (watak) kang (yang) tetelu (tiga itu). Dalam hidup seseorang itu, jangan kau melakukan tiga watak tersebut.
Bait ini merujuk kepada bait sebelumnya tentang tiga watak buruk yang mencelakakan: adigang, adigung dan adiguna. Dalam hidup seseorang jangan sampai mengidap watak ketiganya itu. Mengenai buruknya tiga watak sudah dibahas dalam kajian sebelumnya. Bait ini menegaskan jangan sampai kita terkena tabiat buruk tersebut, tetapi upayakan agar mempunyai watak sebaliknya.
Anganggowa (berlakulah) rereh (pelan-pelan, sabar) ririh (halus, cermat) ngati–ati (hati-hati). Berlakulah sabar, cermat, dan hati-hati.
Pakailah sifat sabar dalam segala tindakan, cermat dalam berbuat dan berhati-hati dalam melangkah. Ini adalah langkah awal agar kita terhindar dari tiga watak buruk tadi. Apabila kita ingin menghindar dari sifat buruk, maka pakailah sifat lawannya.
Adigang, adigung dan adiguna timbul karena kurangnya pengendalian diri, maka sebagai penawarnya bertindaklah pelan-pelan agar diri terkontrol. Cermat dalam berbuat, tidak grusa-grusu (tak pakai pedoman), gegabah atau kemrungsung (tergesa-gesa). Juga harus penuh pertimbangan sebelum melangkah, hati-hati agar tidak terpeleset dalam tindak angkara.
Den (di) kawangwang (melihat dengan seksama) barang (sembarang) laku (tindak-tanduk), kang (yang) waskitha (tajam dalam mengamati) solahing (perilaku) wong (orang). Diperhatikan dengan seksama dalam sembarang tindak-tanduk, yang tajam dalam mengamati perilaku orang lain.
Kawangwang adalah melihat dengan seksama, detail sampai jelas. Artinya memperhatikan dengan seksama setiap perbuatan, setiap tindak-tanduk, perilaku kita. Selain itu juga harus waskitha, yakni tajam penglihatan atas perilaku orang lain. Boleh jadi orang lain menunjukkan gestur tak suka terhadap tindak-tanduk kita, maka ubahlah agar tidak menyakiti mereka. Asal bukan dalam soal yang prinsip, seyogyanya kita berusaha menyenangkan orang lain, membuat nyaman mereka yang bergaul dengan kita. Hal ini memerlukan pengamatan yang jeli agar perilaku kita dapat kita kontrol.
Inti dari penawar tiga sifat buruk tadi adalah menghargai orang lain. Apa yang kita tidak suka dari perlakuan orang, maka hendaklah kita tidak melakukan juga kepada orang lain. Inilah yang namanya tepa slira, yang bermakna berusaha menerapkan suatu perbuatan kepada diri sendiri sebelum melakukan kepada orang lain.
Catatan kecil :
Sri Susuhunan Pakubuwana IV adalah susuhunan ketiga Surakarta yang memerintah tahun 1788–1820. Ia dijuluki sebagai Sunan Bagus, karena naik takhta dalam usia muda dan berwajah tampan. Nama aslinya adalah Raden Mas Subadya, putra Pakubuwana III yang lahir dari permaisuri GKR. Kencana, keturunan Sultan Demak.
Imajiner Nuswantoro