KERAJAAN KALINGGA
Kalingga adalah sebuah kerajaan bercorak Hindu di Jawa Tengah.
Ibu kota Kerajaan Kalingga adalah Kediri Kartikeya Singha Jepara Ratu Shima.
Kerajaan Kalingga (Jawa: ꦏꦫꦠꦺꦴꦤ꧀ꦏꦭꦶꦔ꧀ꦒ) atau Kerajaan Ho-ling (Hanzi: 訶陵; Hēlíng atau 闍婆; She-pó / She-bó, juga Dūpó / Dūbó dalam sumber-sumber berita Tiongkok) atau kerajaan Keling adalah kerajaan bercorak Hindu-Buddha yang pertama muncul di Keling /Kediri/kalinggapura lalu berlanjut pemindahan ibukota di Pekalongan - pantai utara Jawa Tengah pada abad ke-6 Masehi, sebelum era Kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sriwijaya.
Historiografi
Letak pusat kerajaan ini belumlah jelas, kemungkinan berada di suatu tempat antara Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Jepara sekarang. Kerajaan ini pernah diperintah oleh Ratu Sima, yang dikenal memiliki peraturan barang siapa yang mencuri, akan dipotong tangannya.
Temuan arkeologis dan catatan sejarah dari kerajaan ini langka, dan lokasi persis ibu kota seblumnya Di Keling /Kediri lalu adanya pemindahan ke jawa tengah pada masa Ratu Shima. Diperkirakan ada di suatu daerah antara Pekalongan dan Jepara saat ini. Sebuah tempat bernama Kecamatan Keling ditemukan di pantai utara Kabupaten Jepara, namun beberapa temuan arkeologis di dekat Kabupaten Pekalongan dan Batang menunjukkan bahwa Kabupaten Pekalongan adalah pelabuhan kuno, nama Pekalongan mungkin merupakan nama yang diubah dari Pe-Kaling-an. Kalingga ada antara abad ke-6 dan ke-7, dan itu adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha paling awal yang didirikan di Jawa Tengah.
Silsilah
Shima adalah ratu penguasa Kerajaan Kalingga yang terletak di Jawa tengah bagian utara sekitar tahun M. Beliau merupakan istri Raja Kartikeyasinga yang menjadi raja Kalingga saat berpusat di kediri Jatim (Wikipedia)
Tempat ibukota kerajaan : Kecamatan Keling
Meninggal : 732 M, Kecamatan Keling
Anak : Parwati
Lahir : Shima; 611 M; Musi Banyuasin
Pengganti: wangsa sanjaya, wangsa isyana
Suami/istri : Raja Kartikeyasinga Kediri
Tempat tinggal : Jepara, Jawa Tengah
Beberapa nama raja yang memimpin Kalingga sebelum takhta diduduki Ratu Shima, antara lain Prabu Wasudewa, Prabu Wasukawi dan Prabu Kirathasingha. Hingga raja yang paling terkenal pada masa kerajaan Kalingga adalah Ratu Shima resmi diangkat sebagai raja pada 674 masehi. Sosoknya menggantikan sang suami, Prabu Kirathasingha yang sebelumnya meninggal dunia.
Raja dan Ratu Kalingga :
1. Prabu Wasumurti (594-605 M)
2. Prabu Wasugeni (605-632 M)
3. Prabu Wasudewa (632-652 M)
4. Prabu Kirathasingha (632-648 M)
5. Prabu Wasukawi (652 M)
6. Prabu Kartikeyasingha (648-674 M)
7. Ratu Shima (674-695 M)
Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota kerajaan Galuh yang bernama Mandiminyak yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh.
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/ Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno.
Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara puteri Dewa Singa, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran. Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban.
Asal mula penyebutan Holing
Nama Holing sebenarnya muncul ketika terjadi perubahan dengan mulai meluasnya kekuasaan Wangsa Sailendra. Sebelum perluasan ini, berita Cina dari Dinasti Sung Awal menyebut Jawa dengan sebutan She-p’o. Akan tetapi kemudian berita-berita Cina dari Dinasti T’an menyebut Jawa dengan sebutan Ho-ling sampai tahun 818. Namun penyebutan Jawa dengan She-p’o kembali muncul pada 820-856 M.
Holing (Chopo) adalah nama lain dari kerajaan Kalingga ibukota kerajaan Kalingga bernama Chopo (nama China), menurut bukti-bukti China pada abad 5 M. Mengenai letak Kerajaan Kalingga Atau Holing ini secara pastinya belum dapat ditentukan. Ada Beberapa argumen mengenai letak kerajaan ini, ada yang menyebutkan bahwa negara ini terletak di Semenanjung Malaya, di Jawa Barat dan di Jawa Tengah. Tetapi letak yang paling mungkin ada didaerah antara Pekalongan dan Plawanagan di Jawa Tengah. Hal ini berdasarkan catatan perjalanan dari Cina.
Kerajaan Kalingga Atau Holing Adalah Kerajaan Yang Terpengaruh Oleh Ajaran Agama Budha. Sehingga Holing Menjadi Pusat Pendidikan Agama Budha. Nama Kerajaan Ho-ling sempat tercatat dalam kronik dinasti T’ang yang memerintah Cina pada 618-906 M. Menurut catatan kronik tersebut, penduduk Holing biasa makan tanpa menggunakan sendok atau cupit, melainkan dengan jari-jari tangannya saja, dan gemar minum semacam tuak yang mereka buat dari getah bunga pohon kelapa (aren). Ibukota Kerajaan Ho-ling dikelilingi pagar dari kayu.
Tentang Ratu Shima (pemerintahan)
Pada 674-675 M (tepatnya tahun 674 M) rakyat Ho-ling memilih dan mengangkat seorang ratu bernama Shima. Konon ratu ini memerintah dengan sangat kerasnya, namun bijaksana sehingga Holing menjadi negara yang aman. Pemerintahan Ratu Shima ditandai oleh terlaksananya pemerintahan dengan segala disiplin tinggi. Peraturan ditegakkan dengan sebenar-benarnya.
Alkisah tak ada kerajaan yang berani berhadap muka dengan Kerajaan Kalingga, apalagi menantang Ratu Shima nan perkasa. Bak Srikandi, Sang Ratu Panah. Konon, Ratu Shima, justru amat resah dengan kepatuhan rakyat, kenapa wong cilik juga para pejabat Mahapatih, Patih, Mahamenteri, dan Menteri, Hulubalang, Jagabaya, Jagatirta, Ulu-Ulu, begitupun segenap pimpinan divisi kerajaan sampai tukang istal kuda, alias pengganti tapal kuda, kuda- kuda tunggang kesayangannya, tak ada yang berani menentang sabda pandita ratunya.
Sistem Administrasi Kerajaan Kalingga
Kerajaan Kalingga sendiri memiliki seorang pendeta yang terkenal bernama Janabadra. Sebagai pusat pendidikan Budha, menyebabkan seorang pendeta Budha dari Cina, menuntut ilmu di Holing (Kerajaan Kalingga). Pendeta itu bernama Hou Ei- Ning ke Holing, Ia ke kerajaan Kalingga untuk menerjemahkan Kitab Hinayana dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina pada 664-665. Sistem administrasi kerajaan ini belum diketahui secara pasti. Tapi beberapa bukti menunjukkan bahwa pada tahun 674-675, Kerajaan ini diperintah oleh seorang raja wanita yang bernama Shima.
Prasasti peninggalan Kerajaan Kalingga
Prasasti peninggalan Kerajaan kalingga atau Ho-ling adalah Prasasti Tukmas. Prasasti ini ditemukan di Desa Dakwu daerah Grobogan, Purwodadi di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India. Pada prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga teratai yang merupakan lambang keeratan hubungan Hindu.
Mata pencaharian penduduk Kerajaan Kalingga
Kerajaan Ho-ling mempunyai hasil bumi berupa kulit penyu, emas dan perak, cula badak dan gading. Ada sebuah gua yang selalu mengeluarkan air garam yang disebut sebagai bledug. Penduduk menghasilkan garam dengan memanfaatkan sumber air garam yang disebut sebagai bledug tersebut.
Sejarah Dari Sumber lokal
Nama Ho-ling diperkirakan muncul pada abad ke-5 (kemudian disebut Keling) yang diperkirakan terletak di utara Jawa Tengah. Keterangan tentang Kerajaan Ho-ling didapat dari catatan dari Tiongkok. Pada tahun 752, Kerajaan Ho-ling menjadi pesaing Kedatuan Sriwijaya dikarenakan kerajaan ini menjadi bagian jaringan perdagangan, bersama Kerajaan Melayu dan Kerajaan Tarumanagara Ketiga kerajaan tersebut menjadi pesaing kuat jaringan perdagangan Sriwijaya. Tidak ada bukti peperangan antara sriwijaya dan kalingga.
Kisah Ratu Shima
Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah mengenai seorang ratu legendaris yang menjunjung tinggi prinsip 'keadilan' dan 'kebenaran' dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah legenda ini bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur dan menindak tegas kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang tegas yaitu pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri.
Pada suatu ketika seorang raja dari seberang lautan mendengar mengenai kemasyhuran rakyat Kalingga yang terkenal jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantung uang emas di persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada seorang pun rakyat Kalingga yang berani menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya. Dewan menteri memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah yang menyentuh barang yang bukan miliknya, maka sang pangeran dijatuhi hukuman potong kaki.
Berita Tiongkok
Berita keberadaan Ho-ling juga dapat diperoleh dari berita yang berasal dari zaman dinasti Tang dan catatan I-Tsing, seorang biksu Buddha yang berkelana lewat laut ke India melalui jalur sutra.
Catatan dari zaman Dinasti Tang
Catatan pada zaman Dinasti Tang, memberikan keterangan tentang keberadaan Ho-ling sebagai berikut.
Ho-ling atau Jawa terletak di seberang lautan selatan. Di sebelah utaranya terletak Ta Hen La (Kamboja), di sebelah timurnya terletak Po-Li (Bali) dan di sebelah barat terletak Sumatra.[6]
Ibu kota Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
Raja tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan singgasananya terbuat dari gading.
Penduduk Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa.
Daerah Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
Catatan dari berita Tiongkok ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh penguasa perempuan yang disebut Hsi-mo (Ratu Shima). Ia adalah seorang ratu yang sangat adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Ho-ling sangat aman dan tentram.
Catatan I-Tsing
Catatan I-Tsing (tahun 664/665 M) menyebutkan bahwa pada abad ke-7 tanah Jawa telah menjadi salah satu pusat pengetahuan agama Buddha. Di Ho-ling ada pendeta Tionghoa bernama Hwining, yang menerjemahkan salah satu kitab agama Buddha ke dalam bahasa Tionghoa. Ia bekerjasama dengan pendeta Jawa bernama Janabadra. Kitab terjemahan itu antara lain memuat cerita tentang Nirwana, tetapi cerita ini berbeda dengan cerita Nirwana dalam agama Buddha Hinayana.
KERAJAAN KALINGGA / HO-LING MATARAM KUNO
Dalam kronik China, Kerajaan Kalingga disebut sebagai Holing (Ho-ling). Kalingga . Kehidupan diJawa khususnya dari periode Dinasti Tang (618-906).
Sejak tahun 640 sampai tahun 818, menyebut Jawa dengan sebutan Ho-ling. Letak kekuasaan diperkirakan berada di laut selatan. Di sebelah timurnya terletak Po-li dan di sebelah baratnya terletak To-po-teng. Di sebelah selatannya adalah lautan, sedang di sebelah utaranya terletak Chen-la.
WP Groeneveldt sejahrawan belanda, mengidentifikasi Po-li sebagai Bali, sementara To-po-teng dianggap sebagai suatu tempat di Sumatera. JL Moens berargumen bahwa To-po-teng berada di Semenanjung Tanah Melayu.
KRONIK CHINA DYNASTI TANG
1. Bangunan kerajaan dikelilingi tembok terbuat dari tonggak kayu, bangunannya beratap dari daun Palem. Singgasana sang ratu terbuat dari Gading, balai-balainya dilapisi tikar yang terbuat dari kulit bambu.
2. Penduduknya Ho-Ling saat itu sudah memiliki keahlian membuat minuman dari bunga kelapa, penghasilan lain dari kerajaan ini diantaranya; emas, perak, kulit penyu, cula badak dan gading gajah. Dalam catatan pun dijelaskan bahwa masyarakat Kerajaan Ho-ling sudah mengenal aksara pada saat itu. Penduduknya pun sudah paham sedikit tentang ilmu astronomi. Dan memiliki Ratu yang “berbisa “ mungkin seorang Ratu yang berkarakter kuat yang berwibawa dan tegas . Ratu Shima.
3. Ho-ling disebut sebagai kerajaan yang kaya raya. Di sana terdapat sebuah gua yang airnya keluar sendiri dan mengandung garam. Rajanya tinggal di Kota Jawa, ia juga dibantu oleh sekitar 32 menteri tinggi.
4. Pada sekitar abad ke-7 Masehi, disebutkan bahwa ada seorang pendeta Budha belajar di Ho-ling. Pendeta tersebut bernama Hui-ning. Ia belajar di Kerajaan Ho-ling selama 3 tahun. Kebada Biksu Bernama Janabadra.
5. It-Sing Seorang Biksu dari Tiongkok ,yang pernah tinggal di Sriwijaya menyebut Ho- Ling . memiliki biara Budha aliran Mahayana
PRASASTI KALINGGA
• Prasasti Tukmas Prasasti Tukmas atau Prasasti Dakawu ditemukan di sebelah barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Lebak, Grabag, Magelang,. menggunakan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Berdasarkan bentuk aksaranya, Prasasti Tukmas diperkirakan berasal dari abad ke-6, ketika Kerajaan Kalingga berdiri. Meski kondisinya tidak lagi utuh, sebagian pesan yang terpahat pada prasasti ini masih dapat dibaca. Isi Prasasti Tukmas menceritakan adanya mata air yang jernihnya seperti Sungai Gangga di India. Selain tulisan, terdapat gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra, dan bunga teratai. Pahatan gambar-gambar tersebut melambangkan latar belakang dari keagamaannya yaitu agama Hindu aliran Syiwa.
• Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Reban, Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini diperkirakan dibuat pada abad ke-7, menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu Kuno.
• Prasasti Rahtawun Prasasti Rahtawun ditemukan pada 1990 oleh Prasasti ini ditemukan di sekitar puncak Situs Puncak Sanga Likur
• Candi Angin, yang kini hanya berupa reruntuhan, terletak di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Jepara, Jawa Tengah. usia candi ini diduga kuat lebih tua dari Candi Borobudur. Oleh karena itu, Candi Angin diperkirakan menjadi salah satu peninggalan Kerajaan Kalingga..
• Situs Puncak Sanga Likur berada di Desa Rahtawu, Gebog, Kudus, Jawa Tengah. Di situs ini terdapat empat arca batu, yaitu arca Batara Guru, Narada, Togog, dan Wisnu.
Sumber Referensi :
"SEJARAH DAN PERISTIWA: KALINGGA dI KELING KEPUNG KEDIRI". SEJARAH DAN PERISTIWA. Diakses tanggal 2024-02-22.
"Perdebatan Kutukan Kartikea Singha - Radar Kediri". Perdebatan Kutukan Kartikea Singha - Radar Kediri. Diakses tanggal 2024-02-22.
Mengenal Kerajaan Kalingga
Munoz, Paul Michel (2006). Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet. hlm. pages 171. ISBN 981-4155-67-5.
Drs. R. Soekmono, (1973 edisi cetak ulang ke-5 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, 2nd ed. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. hlm. 37.
Groeneveldt, W.P (2018). Nusantara dalam Catatan Tionghoa. Depok: Komunitas Bambu. hlm. 17. ISBN 978-602-9402-92-6.
Koleksi Artikel Imajiner Nuswantoro