Kisah Jaka Sengkala (AJI SAKA)
Dahulu
kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja
bernama Prabu Dewata Cengkar yang buas dan suka memakan manusia. Setiap hari
sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian
kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah
lain.
Di
dusun Medang Kawit ada seorang pemuda bernama Aji Saka yang sakti, rajin dan
baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang
dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya diangkat ayah oleh
Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan. Mendengar cerita tentang
kebuasan Prabu Dewata Cengkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan.
Dengan mengenakan sorban (ikat kepala) di kepala Aji Saka berangkat ke Medang
Kamulan.
Perjalanan
menuju Medang Kamulan tidaklah mulus. Aji Saka sempat bertempur selama tujuh
hari tujuh malam dengan setan penunggu hutan, karena Aji Saka menolak dijadikan
budak oleh setan penunggu selama sepuluh tahun sebelum diperbolehkan melewati
hutan itu.
Tapi
berkat kesaktiannya, Aji Saka berhasil mengelak dari semburan api si setan.
Sesaat setelah Aji Saka berdoa, seberkas sinar kuning menyorot dari langit
menghantam setan penghuni hutan sekaligus melenyapkannya.
Aji
Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Di istana, Prabu Dewata Cengkar sedang
murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang Prabu.
Dengan
berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cengkar dan menyerahkan diri untuk
disantap oleh sang Prabu dengan imbalan tanah seluas sorban (ikat kepala) yang
digunakannya. Sang Prabu pun mengabulkan permintaan Aji Saka.
Aji
Saka dibawa ke alun-alun, sorbannya pun dibuka dan dibentangkan. Saat mereka
sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang dan
melebar sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cengkar. Prabu
marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya adalah untuk mengakhiri
kelalimannya.
Sorban
pun semakin meluas. Sang Prabu pun makin terdesak. Semakin lama samakin mundur
tersudut sampai ke pinggir laut Selatan. Ketika Prabu Dewata Cengkar sedang
marah, sorban Aji Saka melilit kuat di tubuh sang Prabu. Tubuh Prabu Dewata
Cengkar dilempar Aji Saka dan jatuh ke laut selatan. Pada saat itu pula berubah
menjadi buaya putih. Dewata Cengkar memerintah di kerajaan laut selatan bersama
putri Angin-angin.
Aji
Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan dan bergelar Prabu Jaka.
Ia memboyong ayahnya ke istana. Berkat pemerintahan yang adil dan bijaksana, Aji
Saka menghantarkan Kerajaan Medang Kamulan ke jaman keemasan, jaman dimana
rakyat hidup tenang, damai, makmur dan sejahtera.
Prabu
Jaka ingat akan dua pengawalnya yang ditinggalkan di pulau Majheti, bernama
Dora dan Sembada. Dua pengawal yang lain, Yaksai, Duga dan Prayoga diutus ke
pulau Majheti untuk menyampaikan perintah Prabu Jaka agar Dora dan Sembada
datang ke Medang Kamulan.
Berita
tentang Aji Saka naik tahta di Medang Kamulan sebenarnya telah didengar oleh
Dora dan Sembada. Mereka akan datang ke Medang Kamulan karena takut melanggar
perintah Raja. Namun pesan Aji Saka dulu bahwa ia akan datang sendiri untuk
menjemput Dora dan Sembada, sehingga mereka berdua menjadi ragu-ragu dan
gelisah.
Tanpa
berunding dangan Sembada, Dora berangkat sendiri ke Medang Kamulan. Dalam
perjalanan Dora bertemu dengan Duga dan Prayoga. Dora pun diajak kembali
menghadap Prabu Jaka di Medang Kamulan.
Dora
diperintahkan Prabu Jaka kembali ke pulau Majheti untuk memanggil Sembada,
sekaligus meminta kembali keris Aji Saka yang dahulu dititipkan padanya.
Apabila Sembada berkeras mempertahankan keris tersebut hendaknya diambil paksa
sjs. Pesannya, dalam waktu satu minggu Dora harus telah kembali di Medang
Kamulan.
Dora
telah sampai di Majheti dn bertemu dengan Sembada. Dora mengatakan bahwa ia
mengemban tugas Prabu Jaka agar Sembada datang ke Medang Kamulan sekaligus
menyerahkan kembali keris titipan sang Prabu. Sembada tetap bertahan pada pesan
Prabu dahulu bahwa keris hanya diberikan kepadanya, saat ia sendiri yang menjemput
untuk mengambilnya.
Oleh
karena masing-masing bertahan pada perintah sang Prabu, akhirnya terjadilah
pertikaian dan perkelahian yang sengit. Pertikaian yang seru berakhir dengan
tewasnya Dora dan Sembada, dua orang pengawal kepercayaan Prabu Jaka.
Waktu
yang ditentukan satu pekan telah berlalu, namun Dora maupun Sembada tidak
kunjung datang. Maka Duga dan Prayoga diperintahkan menyusul ke pulau Majethi.
Setiba di sana mereka mendapatkan Dora dan Sembada telah tewas. Duga dan
Prayoga melaporkan kematian Dora dan Sembada kepada sang Prabu. Prabu Jaka pun
lanta ingat akan pesan yang pernah diperintahkan dahulu dan menyadari
kekhilafanya.
Sejak
peristiwa kematian Dora dan Sembada, Prabu Jaka merekayasa aksara sebanyak 20
aksara yang mengacu kepada kisah dua pengawalnya yang setia itu. Keduapuluh
aksara tersebut adalah :
Ha-na-ca-ra-ka
= ada utusan
Da-ta-sa-wa-la
= tidak menyangkal
Pa-dha-ja-ya-nya
= sama-sama kuat
Ma-ga-ba-tha-nga = berakhir menjadi mayat
Kisah Jaka Sengkala / Ajisaka
Kisah
Jaka Sengkala / Ajisaka ini menceritakan kelahiran dan kehidupan masa muda Jaka
Sengkala, putra Batara Anggajali. Ia kelak bergelar Ajisaka, yaitu orang yang
mengisi Pulau Jawa dengan penduduk dari bangsa manusia. Kisah ini disusun
berdasarkan sumber dari Serat Paramayoga karya Ngabehi Ranggawarsita dengan
sedikit pengembangan.
PRABU SAKIL BERTEMU BATARA ANGGAJALI
Tersebutlah
seorang raja keturunan Nabi Ismail bernama Prabu Sakil yang memerintah Kerajaan
Najran. Raja ini suka sekali berdagang ke seberang lautan dengan berdandan
sebagai saudagar. Pada suatu hari, kapal yang ditumpangi Prabu Sakil dan para
pengikutnya hancur dihantam badai. Seluruh penumpang tewas, kecuali Prabu Sakil
yang terapung-apung di lautan dengan berpegangan pada sebilah papan kayu.
Batara
Anggajali saat itu sedang duduk di atas ombak laut sambil mengerjakan perintah
Batara Guru untuk membuat senjata-senjata pusaka kahyangan. Ketika melihat
Prabu Sakil terapung-apung, ia pun bergegas menolong dan membawanya naik ke
daratan.
Setelah
sadar dari pingsan, Prabu Sakil berterima kasih atas pertolongan Batara
Anggajali. Mereka pun berkenalan dan saling menceritakan asal-usul
masing-masing. Sebagai ungkapan terima kasih, Prabu Sakil memohon dengan sangat
agar Batara Anggajali sudi singgah di Kerajaan Najran barang beberapa hari.
Batara
Anggajali tidak tega untuk menolak. Maka dengan kesaktiannya, ia pun
menggendong Prabu Sakil dan membawanya terbang di udara, sehingga dalam sekejap
saja mereka sudah sampai di ibu kota Kerajaan Najran.
BATARA ANGGAJALI MENIKAHI DEWI SAKA
Prabu
Sakil sangat menyukai pribadi Batara Anggajali dan berterus terang ingin
menjadikannya menantu. Saat itu ia telah memiliki seorang putri remaja bernama
Dewi Saka yang hendak dijodohkan dengan dewa pembuat senjata tersebut.
Batara
Anggajali menerima lamaran Prabu Sakil dengan senang hati. Maka
dilangsungkanlah pernikahan antara dirinya dengan Dewi Saka. Namun ia juga
tidak bisa lama-lama meninggalkan tugas yang diberikan Batara Guru. Setelah
sang istri mengandung, Batara Anggajali pun mohon pamit kembali ke tengah
lautan untuk melanjutkan pembuatan senjata-senjata pusaka.
KELAHIRAN JAKA SENGKALA
Sudah
lebih dari sembilan bulan mengandung, namun Dewi Saka belum juga melahirkan.
Segala macam pengobatan sudah diusahakan oleh Prabu Sakil namun belum juga
berhasil. Sampai akhirnya, usia kandungan mencapai dua tahun, barulah Dewi Saka
melahirkan bayi laki-laki berkulit putih bersih, dengan mata berwarna merah
berkilat-kilat. Bayi itu diberi nama Jaka Sengkala, karena kelahirannya
tergolong aneh dan tidak seperti bayi-bayi lain pada umumnya.
Sejak
kecil Jaka Sengkala sudah memiliki keistimewaan. Ia tidak minum air susu
ibunya, tetapi menghisap ujung jari sendiri. Ketika berusia delapan tahun ia
sudah menamatkan semua ilmu yang diajarkan para ulama. Setelah tumbuh dewasa ia
pun memiliki berbagai macam kesaktian, antara lain mampu terbang di angkasa.
Pada
suatu hari Jaka Sengkala meminta ibunya untuk menceritakan siapa sebenarnya
ayah kandungnya. Setelah didesak terus-menerus, Dewi Saka akhirnya bercerita,
bahwa Jaka Sengkala sebenarnya adalah cucu seorang dewa pembuat senjata,
bernama Batara Anggajali, yang saat ini berada di atas Samudera Hindia.
Jaka
Sengkala sangat penasaran ingin bertemu ayahnya dan tidak bisa ditahan lagi. Ia
pun mohon pamit kepada kakek dan ibunya untuk pergi mencari Batara Anggajali.
Dengan berat hati Prabu Sakil dan Dewi Saka pun melepas kepergian Jaka Sengkala
yang sangat mereka kasihi itu dan mendoakannya supaya selalu mendapatkan
perlindungan Tuhan Yang Mahakuasa.
JAKA SENGKALA BERTEMU AYAHNYA
Jaka
Sengkala terbang meninggalkan Kerajaan Najran dan sampai di atas Samudera
Hindia. Di tengah lautan ia melihat Batara Anggajali sedang duduk tenang di
atas ombak lautan sambil tangannya bekerja membuat senjata-senjata pusaka. Jaka
Sengkala yakin orang itu adalah ayah kandungnya dan ia pun segera
memperkenalkan diri. Mengetahui pemuda itu adalah anak Dewi Saka, Batara
Anggajali sangat gembira dan menerimanya sebagai putra.
Jaka
Sengkala sangat kagum melihat kesaktian sang ayah dalam membuat senjata yang
tidak menggunakan api, namun cukup jarinya memijat-mijat besi saja. Ia pun
menyatakan ingin tinggal bersama sang ayah. Namun Batara Anggajali berkata
bahwa sebaiknya Jaka Sengkala pulang ke Najran saja supaya bisa hidup mulia di
sana sebagai raja yang kelak menggantikan kakeknya. Jaka Sengkala mengaku tidak
suka kemewahan dan ingin hidup sebagai murid sang ayah saja. Karena baginya,
Batara Anggajali adalah yang paling sakti di dunia.
Batara
Anggajali menolak anggapan itu. Ia mengatakan bahwa ayahnya, atau kakek dari
Jaka Sengkala yang bernama Batara Ramayadi jauh lebih sakti darinya. Jika
membuat senjata, Batara Ramayadi tidak perlu menggunakan tangan tapi cukup
dengan memandang saja, besi baja akan lunak dengan sendirinya.
Jaka
Sengkala pun mengurungkan niat untuk berguru kepada ayahnya dan menyatakan
ingin berguru kepada sang kakek saja. Batara Anggajali melepaskan kepergian
putranya itu dan menunjukkan arah yang harus ditempuh jika ingin bertemu Batara
Ramayadi.
JAKA SENGKALA BERTEMU KAKEKNYA
Jaka
Sengkala akhirnya berhasil menemukan Batara Ramayadi yang sedang duduk di atas
awan mega sedang sibuk membuat berbagai senjata pusaka. Tanpa perlu Jaka
Sengkala memperkenalkan diri, ternyata Batara Ramayadi sudah dapat menebak
kalau ia adalah cucunya sendiri, yaitu putra Batara Anggajali.
Jaka
Sengkala menyampaikan niatnya ingin berguru kepada sang kakek yang dianggapnya
paling sakti di dunia. Kini ia melihat dengan mata sendiri bagaimana sang kakek
membuat senjata tanpa perlu menggunakan tangan. Cukup dengan dipandang saja,
segala macam besi dan baja akan lunak dengan sendirinya. Namun, Batara Ramayadi
menolak sebutan paling sakti tersebut, karena ia hanyalah seorang empu pembuat
senjata. Para dewa di Kahyangan Tengguru jauh lebih sakti, dan yang paling
sakti adalah Batara Guru, sang raja para dewa. Adapun dewa lainnya yang
memiliki kesaktian setara dengan Batara Guru adalah putra bungsunya yang
bernama Batara Wisnu.
Jaka
Sengkala terlihat kecewa karena kakeknya ternyata bukan yang paling sakti. Ia
kemudian mohon pamit untuk berangkat menemui Batara Wisnu. Batara Ramayadi
mengizinkan dan menunjukkan arah yang harus ditempuh menuju tempat tinggal
Batara Wisnu tersebut.
JAKA SENGKALA BERTEMU BATARA WISNU
Berkat
petunjuk sang kakek, Jaka Sengkala berhasil menemukan Gunung Tengguru dan tiba
di kahyangan tempat tinggal Batara Wisnu. Tanpa harus memperkenalkan diri,
Batara Wisnu dapat menebak asal-usul Jaka Sengkala sekaligus mengetahui
perasaan kecewa dalam hati pemuda itu terhadap ayah dan kakeknya yang ternyata
bukan manusia paling sakti di dunia. Jaka Sengkala sangat senang melihat
kepandaian Batara Wisnu dalam menebak asal-usul serta isi hatinya. Ia pun
menyatakan ingin berguru kepadanya. Batara Wisnu mengatakan jika Jaka Sengkala
ingin menjadi murid maka harus bisa menyesuaikan diri dengan perilaku
kehidupannya.
Jaka
Sengkala menyatakan siap untuk menyesuaikan diri dengan perilaku Batara Wisnu.
Batara Wisnu pun menguji Jaka Sengkala. Dalam sekejap tubuh Batara Wisnu sudah
menghilang dari pandangan dan kemudian amblas ke dalam perut bumi, setelah itu
terbang ke angkasa, dan mendarat di Kutub Utara, kemudian menuju ke Kutub
Selatan dalam waktu sekejap. Anehnya, ke mana pun Batara Wisnu pergi, Jaka
Sengkala selalu dapat menyertainya.
Batara
Wisnu mengatakan bahwa Jaka Sengkala tidak perlu lagi belajar kesaktian karena
pada dasarnya ia telah sakti sejak lahir. Batara Wisnu juga menjelaskan bahwa
di dunia ini tidak ada makhluk yang memiliki kesaktian paling sempurna, karena
yang sempurna hanyalah Tuhan Yang
Mahasempurna. Maka, ilmu yang paling tinggi derajatnya bukanlah ilmu kesaktian
yang membuat manusia tidak terkalahkan, tetapi ilmu pengetahuan yang membuat
manusia semakin dekat dengan Tuhan Yang Mahakuasa. Itulah ilmu kesempurnaan
yang seharusnya dipelajari dan diamalkan.
Jaka
Sengkala pun memohon supaya Batara Wisnu mengajarkan ilmu kesempurnaan tersebut
agar ia dapat mendekati Tuhan Yang Mahakuasa. Batara Wisnu menyarankan supaya
Jaka Sengala berguru kepada sahabatnya saja yang bernama Pendeta Usmanaji di
Kerajaan Bani Israil. Jaka Sengkala menurut dan berangkat menuju arah yang
ditunjukkan kepadanya.
JAKA SENGKALA MENJADI MURID PENDETA USMANAJI
Jaka
Sengkala akhirnya bertemu dengan Pendeta Usmanaji dan menceritakan apa yang
disampaikan Batara Wisnu kepadanya. Pendeta Usmanaji berkenan menerimanya
sebagai murid dan mengajarinya berbagai macam ilmu pengetahuan dan hakikat
kebenaran.
Setelah
mempelajari semua ilmu dari sang guru, Jaka Sengkala berubah menjadi sosok
rendah hati dan tidak lagi angkuh seperti sebelumnya. Pendeta Usmanaji meramalkan
bahwa kelak Jaka Sengkala akan menjadi manusia yang dipilih Tuhan untuk mengisi
Pulau Jawa dengan penduduk manusia. Jaka Sengkala juga diramalkan kelak
berhasil memperoleh keabadian berkat meminum Tirtamarta Kamandanu di Tanah
Lulmat, namun waktunya masih lama.
Pendeta
Usmanaji menyarankan agar saat ini Jaka Sengkala pergi ke Kerajaan Surati untuk
bertemu ayahnya sambil menunggu takdir Tuhan lebih lanjut. Rupanya Pendeta
Usmanaji mendapatkan berita bahwa Batara Guru sangat senang melihat hasil kerja
Batara Anggajali dalam menciptakan senjata-senjata kahyangan, sehingga ayah
Jaka Sengkala itu pun mendapatkan hadiah berupa Kerajaan Surati.
Jaka
Sengkala menuruti nasihat sang guru. Dengan berat hati ia pun mohon pamit.
Pendeta Usmanaji melepas kepergian muridnya itu dan meramalkan kelak mereka
akan bertemu lagi di Pulau Jawa yang terletak di seberang tenggara.
JAKA SENGKALA TIBA DI KERAJAAN SURATI
Dari
Kerajaan Bani Israil menuju Kerajaan Surati, Jaka Sengkala tidak lagi terbang
di angkasa seperti yang sudah-sudah, tetapi lebih memilih berjalan kaki
menyusuri jalur darat. Sesampainya di tempat yang dituju, ia disambut dengan
hangat oleh sang ayah, yaitu Batara Anggajali. Adapun saat itu Batara Anggajali
telah menjadi raja dengan bergelar Prabu Iwasaka.
Jaka
Sengkala pun diangkat sebagai pangeran mahkota Kerajaan Surati dengan bergelar
Raden Ajisaka.