K.G.P.A.A MANGKUNAGARA I
KGPAA Mangkunagara I terlahir dengan nama RM Said di Kraton Kartasura pada hari Minggu Manis kaping 6 Ruwah tahun Djimakir Windu Kuntara 1650 atau 7 April tahun 1725 Masehi.
Nama Said adalah pemberian dari Eyangnya yaitu Sinuhun Amangkurat IV yang berarti Sang Raja telah menyaksikan kelahiran bayi mungil itu.
RM Said adalah putra sulung KPA Mangkunagara Kartasura (putra sulung Sinuhun Amangkurat IV dengan Mas Ayu Sumosunarso Nglaroh) dengan RAy Wulan (putri RMG Sudhama / Pangeran Blitar). Orang tua RM Said adalah saudara sepupu karena Pangeran Balitar dan Sinuhun Amangkurat IV adalah Putra Sinuhun Pakubuwana I dari garwa Ratu Mas Blitar.
Masa kecil RM Said dijalani dalam suasana prihatin dan penuh kesedihan karena pada masa itu Kraton Kartasura penuh gejolak, Eyang beliau yaitu Sinuhun Amangkurat IV wafat dan digantikan oleh adik ayahnya yang bergelar Sinuhun Pakubuwana II, Ibunya wafat ketika RM Said masih kecil disusul kemudian sang ayahanda di buang ke Srilangka karena fitnah Patih Danureja. Rumah kediaman ayahnya di bakar dan dijarah.
RM Said dan dua adiknya RM Ambiya dan RM Sabar hidup terlantar tidak ada yang memperhatikan. Mereka keseharian tidur dan makan bersama panakawan, abdi rendahan di Kraton Kartasura. Dalam keseharian dianggap sebagai rakyat biasa dengan kedudukan yang rendah, padahal beliau adalah putra dari KPH Mangkunegara, sulung Sunan Amangkurat IV yang sudah dipersiapkan sebagai pengganti sebagai raja Kraton Kartasura.
Hingga pada bulan Oktober 1740 terjadi peristiwa yang disebut “geger Pecinan“ yaitu sekumpulan etnis Cina yang menyerang dan menguasai Kraton Kartasura dan melantik Mas Garendi seorang cucu Amangkurat III sebagai Raja dengan sebutan Sunan Kuning.
Sunan Kuning adalah cucu Amangkurat III dari putri China asal Semarang. Sinuhun Pakubuwana II diselamatkan dan dibawa lari ke Ponorogo oleh Kapten Hogendorp.
Para bangsawan berlarian menyelamatkan diri. Suasana saat itu sangat mencekam, RM Said bersama dua adiknya masih mencari jalan keluar tiba tiba sang nenek memanggilnya dari jendela dan memberinya sebilah keris pusaka.
RM Said teringat keris pusaka Kyai Bedudak warisan ayahandanya masih tertinggal di kamar, akhirnya dengan rasa khawatir ditengah amukan orang orang Cina , Keris Kyai Bedudak bisa diambilnya.
Kemudian RM Said dan dua adik adiknya melarikan diri dari Kraton Kartasura .
Setelah suasana mulai reda, RM Said dan adiknya menghadap Sunan Kuning dan diterima sebagai Punggawa Kraton. Sunan Kuning hanya berkuasa selama sembilan bulan kemudian diusir tentara VOC dan Sinuhun Pakubuwana II menduduki tahtanya kembali.
Pada usia 16 tahun RM Said diangkat oleh Sinuhun Pakubuwana II sebagai Mantri Gandek dengan nama RM Ngabei Suryakusumo dan mendapat tanah seluas 354.850 m2. RM Ambiya dan RM Sabar pun memperoleh tanah masing masing 177.425 m2.
Meski demikian tapi harga diri kemuliaan dianggap lebih tinggi daripada harta yang mereka miliki.
Saat itu banyak putra putra bangsawan yang tidak bisa menggantikan kedudukan orangtuanya karena peraturan kraton yang baru.
Mereka memendam kekecewaan karena sudah tidak ada lagi keadilan di Kraton Kartasura hingga kemudian mereka sepakat untuk keluar dari Kraton Kartasura.
RM Said yang saat itu berpangkat Mantri Gandek merasa malu dengan pangkatnya yang rendah, kemudian menghadap ke Kepatihan.
Tapi tanggapanya malah terlalu hina, sang Patih menyuruh punggawa untuk memberikan sekantung uang kepada RM Said.
Peristiwa itu sangat memukul perasaan RM Said dan harga dirinya merasa terinjak injak.
Kemudian RM Said menceritakan kejadian tersebut kepada sahabatnya yaitu R Sutawijaya III dan Beliau sangat malu jika tetap tinggal di Kraton Kartasura. Kemudian bersama sahabatnya tersebut RM Said menemui kerabatnya yang berasal dari Nglaroh yaitu Kyai Wiradiwangsa dan menyatakan niatnya untuk meninggalkan Kartasura.
Dan Kyai Wiradiwangsa mendukung keinginan RM Said sembari berkata bahwa tidak ada yang mau membela RM Said kecuali para kerabatnya dari Nglaroh.
Mendengar nasehat Kyai Wiradiwangsa tersebut RM Said seperti mendapat semangat kembali apalagi Kyai Wiradiwangsa dan R Sutawijaya III bersedia membantunya.
Akhirnya RM Said dan adik adiknya serta para abdi setia keluar dari Kraton Kartasura pada 3 Rabi’ ulawal 1666 atau tahun 1741 M
Di desa Nglaroh kedatangan RM Said disambut hangat warga Nglaroh.Kemudian RM Said menghimpun kekuatan dengan melatih penduduk Nglaroh menjadi prajurit dengan latihan perang dan olah kanuragan.Beliau juga laku prihatin di Sendang Sri Nangka, Sendang Sriwani setelah dirasa pendukung sudah banyak dan latihan keprajuritan dirasa cukup, serta setelah ada petunjuk yang menuntun, RM Said mengadakan persiapan perang.
R Sutawijaya diganti nama menjadi Rangga Panambang.
Ki Wiradiwangsa diganti nama menjadi Kyai Ngabehi Kudanawarsa.
40 Punggawa baku diberi nama dengan awalan Jaya yang berati unggul atau menang.
Ketika bergabung dengan Sunan Kuning di Randulawang dengan membawa 300 prajurit yang berasal dari Nglaroh , kemudian beliau diangkat sebagai senopati dengan gelar Kanjeng Pangeran Prangwadana.
Ketika Pasukan Sunan Kuning bergabung dengan Tg Martapura ke daerah timur,kemudian pada tahun 1743 M di Madjarata, atas kesepakatan para bupati di Sukawati RM Said diangkat sebagai Raja dengan gelar Kanjeng Pangeran Adipati Mangkunagara.
Untuk beliau dibangunkan Dalem Ageng di desa Madjarata Dan dalam kesehariannya tetap melatih para pengikutnya ilmu perang.
Beliau dibantu oleh 40 punggawa lebet yang terpercaya.
Pengangkatan RM Said menjadi raja terdengar pihak kraton Kartasura dan Mayor Hogendorp.
Pihak pasukan Kraton Kartasura yang dipimpin P Mangkubumi menyerbu ke Madjarata, perang seru terjadi dengan kekalahan di pihak pasukan RM Said yang kemudian menyingkir ke Segawe ( Matesih disana pasukan bertambah karena dukungan rakyat Matesih.
Tahun 1745 bertepatan dengan perpindahan Kraton Kartasura ke Surakarta, RM Said dan pasukannya pindah ke daerah tanah Panambangan Nglaroh.
Disana RM Said mengangkat diri sebagai Raja dengan gelar Kanjeng Sultan Hadiprakosa Lelana Djayamisesa.
Tapi ketika selesai memberitahu kepada pasukan dan rakyat tentang pengangkatannya menjadi Raja tiba tiba datang petir dan membakar singgasana beliau, sementara itu RM Said terlempar jatuh pingsan. Mengingat keadaan tersebut sebagai firasat buruk tidak ada restu leluhur, kemudian RM Said menarik ucapannnya dan kembali memakai nama KPA Mangkunegara atas nasehat Tg Kudanawarsa.
Dikisahkan dahulu tahun 1744 apabila Pangeran Mangkubumi mampu mengalahkan RM Said akan diberikan tanah, tapi ternyata tanah yang dijanjikan tidak diberikan oleh Sinuhun PB II karena bujukan dari Patihnya serta pihak VOC.
Kemudian tahun 1746 P Mangkubumi dan keluarga serta pengikut setianya keluar dari Kraton Surakarta dan bertempat tinggal di Sukowati (Sragen). Kemudian P Mangkubumi menyuruh utusannya untuk mengundang PA Mangkunegara atau RM Said untuk datang ke Sukawati dengan tujuan menyusun kekuatan bersama melawan VOC, RM Said menyambut baik undangan dari pamannya tersebut.
Ternyata dukungan RM Said kepada P Mangkubumi tercium pihak VOC yang kemudian menyerbu ke Panambangan dan pasukan RM Said kalah kemudian menyingkir ke naik ke Gunung Gambar semalam tidak makan dan tidak tidurdan ketika tengah malam berusaha ke daerah selatan, terlanjur diketahui dan dikejar VOC maka kemudian RM Said dan pasukan naik ke Gunung Sewu, keesokannya menuju ke desa Ngepringan dan ternyata kabar tersebut terdengar oleh musuh 2000 prajurit yang segera melakukan pengejaran.Pasukan RM Said kocar kacir, RM Said sempat ditembak oleh Mayor Hogendorp tapi tidak kena dan akhirnya bisa meloloskan diri masuk hutan naik turun jurang keadaan RM Said saat itu sangat menyedihkan.
Ditengah hutan RM said bertemu dengan istrinya R Ay Patahati dan putrinya RA Sombrong serta Tg Kudanawarsa serta para pengiring yang selama ini berdiam ditengah hutan hanya makan umbi umbian yang tumbuh dihutan.Setelah berhari hari di hutan, Rombongan RM Said berani keluar hutan melewati hutan Tirtamaya sampai di desa Mlendungan naik ke gunung Tulakan turun ke desa Jajar melewati sungai Dlepih yang airnya baru banjir dan arusnya deras naik ke pegunungan hingga sampai disebuah perbukitan di desa Bubakan RM Said mendirikan rumah yang kemudian dinamakan Rumah Bubakan.
RM Said dan keluarga dan rombongan beristirahat disana selama beberapa bulan.setelah beristirahat agak lama dan dirasa tenang, RM Said bermaksud menemui pamannya di Sukawati dan ternyata di desa setempat diketahui bahwa pihak kompeni masih mencarinya.Kemudian RM Said bersembunyi di desa Blada dan menjalankan laku prihatin dan puasa siang malam dan akhirnya mendapat petunjuk atau wangsit supaya berjalan ke arah Timur Laut disana akan ditemukan sesuatu yang akan membuat hatinya terang dan kelak akan merubah garis hidupnya.
Akhirnya RM Said diiringi 7 pengikutnya untuk menuju arah yang ditunjukan sekalian menghadap pamannya. Ketika sampai di desa Honggobayan ada orang yang mengenalinya sambil berteriak tangkap dia tangkap dia, ternyata Kompeni telah memasang sayembara siapa yang dapat menangkap RM Said akan diangkat sebagai Mantri dan mendapat uang 500 real.
Akhirnya Rombongan RM Said yang bermaksud menemui pamannya yaitu KPA Mangkubumi yang bertempat tinggal di Sukowati dalam perjalanannya sampai di desa Druju (Matesih) RM Said menitipkan istri dan putrinya serta eyangnya di desa tersebut, selanjutnya melanjutkan perjalanan, sampai di desa Samakaton perasaan RM Said merasa tenang, damai dan tenteram.
RM Said bertanya kepada penduduk setempat siapa Pemuka yang berdiam disana, kemudian beliau diantar untuk bertemu dengan dua orang Kyai yaitu Kyai Ajar Hadirasa dan Kyai Ajar Hadisana, kepada dua Kyai tersebut RM Said menceritakan semua kisah hidup yang dijalaninya serta pengalaman berat menghadapi Kompeni Belanda dan dari dua Kyai tersebut RM Said mendapatkan nasehat dan pitutur tentang pedoman hidup dan kemudian diperintahkan untuk semedi, tapa brata di Gunung Adeg untuk memohon petunjuk dari Sang Maha Pencipta yaitu Allah SWT, Ki Ajar berharap RM Said untuk mencamkan nasehattnya dengan didasari hati yang yakin dan mantap seperti yang dimaksudkan dalam kalimatt “Terlaksananya ilmu karena laku“ ketika semedi memperoleh tiga bulan tiba tiba RM Said memperoleh pusaka yang dinamakan Kyai Duda dan sebuah Tambur yang dinamakan Kyai Slamet.
Setelah itu RM Said turun dari Gunung Adeg dan menemui Kyai Ajar Hadirasa dan Kyai Hadisana. Beliau disambut Kyai Ajar Kembar dan Kyai Ajar berkata bahwa itulah anugrah dari Allah SWT dan sekarang saatnya menghadap Paman P Mangkubumi karena kelak RM Said akan memperoleh Wahyu Kebesaran lantaran Pangeran Mangkubumi.
Kemudian Beliau berpamitan kepada Kyai kembar tersebut untuk melanjutkan perjalanan menghadap pamannya di Sukowati. Akhirnya sesampai di Sukowati di terima oleh KPA Mangkubumi, tidak lama kemudian oleh KPA Mangkubumi, RM Said diangkat sebagai Senapati dengan nama KPAdp Mangkunegara.
Tiga pertempuran dahsyat RM Said terjadi antara tahun 1752 – 1757 :
1. Pertempuran di desa Kasatriyan barat daya Ponorogo antara pasukan RM Said dan pasukan P Mangkubumi tangal 16 Syawal tahun Je 1678 atau tahun 1752 Masehi. Desa Kasatriyan adalah benteng pertahanan RM Said setelah menguasai Madiun, Magetan, Ponorogo.
2. Pertempuran di Hutan Sitakepyak selatan Rembang antara pasukan RM Said dan dua detasemen VOC yang dipimpin oleh Kapt Van Der Poll & Kapt Beiman, dalam pertempuran tersebut, pasukan RM Said yang relatif sedikit dibanding pasukan VOC berhasil memukul mundur lawan dan hanya kehilangan 3 orang prajurit tewas dan 29 prajurit luka luka.sementar pihak lawan kehilangan nyawa 600 prajuritnya. Bahkan Kapt Van Der Poll tewas dipenggal kepalanya oleh RM Said. Pada Senen Pahing 17 Sura tahun Wawu 1681 / th 1757 M.
3. Penyerbuan ke benteng Vredenburg milik Belanda pada Kamis 3 Sapar th Jumakir 1682 / 1757 M karena aksi VOC yang mengejar RM Said dengan membakar dan menjarah harta penduduk desa.
Mengingat peperangan melawan RM Said akan bertambah panjang yang akan berakibat yang tidak menguntungkan bagi Kompeni dan VOC dan juga mengingat banyak prajurit Kompeni yang tewas dipeperangan, akhirnya Deler Jan Hendrik Dewan Penasehat Kompeni di Semarang berkirim surat ke Gubernur Kompeni di Betawi yang intinya akan mengibarkan perdamaian dengan RM Said. Atas persetujuan Sinuwun Pakubuwana III akan meminta RM Said untuk pulang ke Kraton Surakarta atau ke Kraton Yogyakarta dan akan menetapkan hak RM Said berkenaan dengan penghasilan dan daerah kekuasaannya.
Kemudian Sinuwun Pakubuwana III berkenan menulis surat kepada RM Said yang saat itu sedang di desa Sukawati
Isi Surat sebagai berikut :
“Seterimanya surat ini, Kakangmas saya mohon pulang ke Surakarta agar berkenan mengemong saya dalam melaksanakan kewajiban sebagai Raja, saya serba kekurangan sebab Rama Pangeran Mangkubumi sekarang di Kraton Yogyakarta. Maka tidak ada lagi yang mengemong saya kecuali Kakangmas.Bilamana Kakangmas berkenan bertemu dengan saya, apa yang Kakangmas kehendaki niscaya akan saya setujui. Apalagi Tanah di Mataram dan di desa Sala yang sudah di tangan Kakangmas, baiklah saya tetapkan menjadi milik Kakangmas.”
Surat tersebut dikirim kepada RM Said, dan berikut balasan surat yang disampaikan lewat P. Mangkudiningrat :
Pada intinya RM Said akan pulang ke Sala dan janji Sinuwun supaya benar benar dipenuhi,
1. Mohon RM Said tetap dengan gelar sesebutan Kanjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara seperti Almarhum Ayahandanya.
2. Mohon semua tanah yang pernah dikuasainya tetap menjadi miliknya
3. Mohon untuk menempati Dalem Kepatihan Sindureja (daem Mangkuyudan) beserta perkampungan dan semua pagar temboknya.
Dan semua permintaan RM Said disetujui oleh Sinuwun Pakubuwana III , dan akhirnya kedatangan KGPAA Mangkunegara I dan keluarga serta pengikutnya dijemput oleh Sinuwun Pakubuwana III di desa Tunggon kemudian arak arakan kereta masuk Kraton pukul lima sore.
Selama beberapa jam dua keturunan Mataram tersebut melepas rasa kerinduan KGPAA Mangkunegara diterima Sinuwun PB III dan berbincang bincang.
Hingga kemudian malamnya KGPAA Mangkunegara dan keluarga meninggalkan Kraton menuju Dalem Sindureja menunjukan pada Hari malam Jumat Pon, 5 jumadilakir tahun Jimakir Windu Adi 1682 J tahun 1756 M.
Kemudian hak dan kekuasaan KGPAA Mangkunegara I disyahkan dalam perjanjian Salatiga, tanggal 5 Jumadilawal, Alip 1683 J atau 17 Maret 1757 disepakati bahwa RM Said diangkat sebagai Adipati Miji / Mandiri. Bergelar Kanjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara.Berkedudukan di Surakarta di Pura Mangkunegaran.
Dengan daerah kekuasaan pemerintahan meliputi wilayah Kedaung, Matesih, Honggobayan, Sembunyan, Gunung Kidul, Pajang Utara dan Kedu.
Para Putra KGPAA Mangkunagara I :
1. GBRAj Supiyah wafat usia 4 tahun
2. KPH Prabumijaya I (Ayahanda KGPAA MN II )
3. BRAy Angger Yudanagara
4. BRAy Temu Suryanagara
5. BRAy Sri Suryanagara
6. BRAy Semi Wongsodirja
7. BRAy Semu Suryadiprana III
8. KPH Purbanagara ( Bupati Kediri )
9. BRAy Candra Reksanagara VI
10. BRMH Suryaditruna
11. BRAy Srendel Mangkukusuman
12. BRAy Suliyah Puspakusuma
13. KPH Padmanagara
14. BRMH Suryamarjaya
15. BRM Tg H Suryakusuma
16. BRAy Satiyah Surahadimenggala
17. BRAy Wiryanagara
18 BRAy Satiyani Purwanagara
19. BRAy Sagotri Citrasoma V
20. BRAy Sari Wijayasatata.
21. BRMH Hamijayasarosa
22. BRM Tg H Suryakaskaya
23. BRMH Hamijayasantosa
24. BRMH Hamijayadimulya
25. BRMH Suryadilaga.
Keterangan :
Garwa Padmi Kanj Ratu Bandara peputra no.1
Garwa RAy Kusuma Patahati peputra no. 2, 3
Ampil 1. Nyai Aj Megatsari : 4, 5, 14, 21
Ampil 2. Nyai Aj Wirasari : 6, 7, 18, 22
Ampil 3. Nyai Aj Kertasari : 8, 12, 15, 19, 20
Ampil 4. Nyai Aj Wongsosari : 9,13,17
Ampil 5. Nyai Aj Puspasari : 10, 11, 16, 23, 24
Ampil 6 Nyai Aj Marliyah : 25
KGPAA Mangkunegara I memerintah selama 40 tahun. Wafat Senen Pon 28 Desember 1795.
Dimakamkan di Astana Mangadeg Matesih Karanganyar tempat dulu Beliau bertapa.
Al Fatihah kagem Alusipun K.G.P.A.A Mangkunagara I.
Foto : Bunga Cempaka Mulya, salah satu bunga kesayangan Beliau.