UDAN SALAH MONGSO, SALAH MONGSO & MUHASABAH (INSTROSPEKSI DIRI)
Bulan-bulan seperti, Maret - April - Mei Juni - Juli - Agustus seharusnya ada di musim kemarau.
Namun sekarang yang terjadi hujan turun dan bahkan di berbagai wilayah banjir.
Seandainya kita semua sadar. Bahwa Alam saat ini sedang BERINTERAKSI menegur kita. Memberikan peringatan.
Agar kita memperbaiki sistem dibumi.
Terjadinya bencana alam merupakan bagian dari penyeimbang alam. Alam sedang memperbaiki diri. Mungkin saat ini manusia terlalu para merusak bumi ini. Sehingga alampun murka.
UDAN SALAH MONGSO
Akeh udan salah mongso (banyak hujan salah musim)
Ini benar-benar terjadi, musim kemarau dan penghujan yang tidak sesuai dengan waktunya dan bencana terjadi dimana-mana.
-- Lindu ping pitu sedina (getaran gempa 7 kali sehari)
-- Lemah Lemah bengkah (tanah tanah pecah)
-- Manungsa pating galuruh, akeh kang nandang lara Banyak yang terkena penyakit)
Pagebluk rupa-rupa penyakit.
-- banjir bandang.
-- gunung bergetar.
Dari pemahaman Jayabaya Udan salah Mongso, merupakan pertanda ketidak seimbangan Alam semesta saat ini.
Tidak heran jika bencana terjadi dimana-mana dan banyak penyakit.
Hati hati para sedulur seleksi Alam sedang berlangsung Eling Nang Gusti mu
Beberapa hari lalu alam memberikan
petunjuk, agar berhati-hati waspada
alam sedang begejolak.
Ektensi Energinya cukup kuat.
Seleksi alam yang sedang berlangsung.
SALAH MONGSO
Para leluhur kita disadari ataupun tidak, nyatanya memiliki tata bahasa yang unik dalam memberi peringatan ataupun nasehat. Cara yang lembut dan halus selalu diutamakan. Seperti salah satunya adalah ungkapan tentang Salah Mongso.
‘Salah Mongso’ setelah di Indonesiakan menjadi Salah Musim. Padahal mongso dalam bahasa Jawa memiliki dua artinya musim, dan mangsa.
Apa kaitan musim dengan mangsa ? Keduanya berhubungan dengan kadar kekhalifahan.
Musim adalah kesadaran waktu, kondisi, dan situasi.
Mangsa.adalah fenomena kelalaian memperlakukan hidangan, yakni meyerakahi, membabi buta, dan penuh pelampiasan.
Mangsa dan pemangsa ibarat Kijang dan Singa. Ketika kijang dimakan singa, singa tidak bisa disalahkan karena memang demikian fitrahnya. Bahkan pada satu dua kasus, justru bisa kijang yang disalahkan karena terlalu lalai dan ceroboh sehingga tidak cukup peduli dengan bahaya yang mengintai. Kijang dalam hal seperti itu bisa sedang mengalami salah mongso karena ia sibuk memangsa rumput segar hingga terkurung pada zona nyaman yang ternyata berisiko fatal. Singa sebagai pemangsa tetap punya aturan, sehingga memberi efek pada habitat yang tetap terjaga. Namun, singa juga tetap bisa saja mengalami salah mongso jika ia tak lagi punya ukuran dan kesadaran diri sebagai singa. Salah mangsa tersebut adalah ketika singa juga memangsa rumput, umbi-umbian, serangga, getah, batu, kotoran, dan lain sebagainya.
Jika singa itu adalah manusia, maka sesungguhnya yang salah, bukan musimnya apalagi menyalahkan kalender dan hitungan-hitungan manusia yang bukan Maha Benar. Adalah keserakahan manusia dalam memangsa segala hal, persoalan mendasar pemicu ketidakseimbangan tersebut.
Dengan demikian, Salah Mongso yang sering diterjemahkan oleh manusia yang menganggap dirinya baik-baik saja sebagai Salah Musim adalah hasil terjemahan yang masih pandai melihat keluar diri dan enggan melihat dirinya sendiri. Para leluhur kita sudah memberi pager dan pepiling, Ojo rumongso biso, nanging bisoa rumongso (jangan merasa bisa namun bisalah merasa) bahwa apabila manusia salah RU-MONGSO, ia akan menjadi pihak yang lupa diri, lupa pada fitrah pengabdian dan kekhalifahannya. Ia merasa bisa dan boleh memangsa apa saja, maka tidak aneh jika terjadi silang sengkarut ketidakseimbangan yang menyebabkan mekanisme bumi bekerja sesuai kapasitas pegawai tata kelolanya yakni manusia.
Ambil contoh sederhana, hujan adalah hasil akhir pada suatu proses panjang yang kemudian terjadi fenomena jatuhnya air dari langit turun ke bumi.
Apakah manusia sekarang masih menjaga dengan baik alur-alur yang menjadi jalannya hujan tersebut ?
Apakah dijaga lautnya ?
Apakah dijaga hutannya ?
Apakah dijaga langitnya ?
Apakah dijaga orientasi manfaat-maslahatnya ?
Apakah dijaga aliran-aliran sungainya ?
Jika tidak, apakah itu tidak berarti manusia secara berjamaah sedang salah rumongso ?
Oleh sebab itu, sebaiknya manusia mulai introspeksi diri dengan lebih cermat, jangan salah rumongso (salah sangka).
Introspeksi diri artinya adalah berpikir serius dan cermat atau merenungkan tentang karakter, perilaku, emosi, dan motif yang ada pada diri sendiri.
Menyangka pihak luar yang salah. Menyangka yang salah adalah musim, padahal yang salah adalah diri sendiri tidak pernah memperhatikan perkataan langit dan bumi.
MUHASABAH (INSTROSPEKSI DIRI)
Muhasabah adalah Introspeksi Diri dalam Islam.
Muhasabah adalah istilah yang patut dipahami setiap muslim, bahkan perlu dipraktikkan siapa saja. Muhasabah merupakan bahasa Arab dari introspeksi diri. Hal ini dilakukan dengan merenungkan hal-hal baik maupun buruk yang pernah kamu lakukan.
Muhasabah diri setiap hari, setiap bulan, hingga setiap tahun sangat penting dilakukan agar kamu senantiasa menjadi orang yang lebih baik. Muhasabah adalah salah satu cara untuk memperbaiki hati, melatih, menyucikan, dan membersihkannya.
Faktor utama yang menyebabkan seseorang mau melakukan muhasabah adalah keimanan dan keyakinan bahwa Allah SWT akan menghitung amal semua hamba-Nya. Jika amalannya baik, maka Allah SWT akan memberikan balasan yang baik pula. Sebaliknya jika amalannya buruk, maka ia akan mendapatkan balasan yang buruk pula.
Makna Muhasabah
Menurut (KBBI), muhasabah adalah bahasa Arab dari introspeksi. Muhasabah adalah peninjauan atau koreksi terhadap (perbuatan, sikap, kelemahan, kesalahan, dan sebagainya) diri sendiri. Muhasabah adalah salah satu cara membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan yang pernah dibuat.
Secara etimologis, muhasabah adalah bentuk mashdar (bentuk dasar) dari kata hasaba-yuhasibu yang kata dasarnya hasaba-yahsibu atau yahsubu yang berarti menghitung. Sementara itu, menurut Ahmad Warson Munawir dalam Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, muhasabah adalah perhitungan atau introspeksi.
Kata-kata muhasabah berasal dari satu akar yang menyangkup konsep-konsep seperti menata perhitungan, mengundang (seseorang) untuk melakukan perhitungan, menggenapkan (dengan seseorang) dan menetapkan (seseorang untuk) bertanggung jawab.
Muhasabah adalah introspeksi, mawas, atau meneliti diri. Hal ini berarti menghitung-hitung perbuatan pada tiap tahun, tiap bulan, tiap hari, bahkan setiap saat.
Berikut pengertian muhasabah menurut para ahli, seperti :
- Imam Al-Ghozali. Menurut Imam Al-Ghozali, muhasabah adalah upaya i’tisham dan istiqomah, seperti dikutip dalam buku yang berjudul Rekonsiliasi Psikologi Sufistik dan Humanistik pengarang Abdullah Hadziq I’tisham merupakan pemeliharaan diri dengan berpegang teguh pada aturan-aturan syariat. Sedangkan istiqomah adalah keteguhan diri dalam menangkal berbagai kecenderungan negatif.
- KH. Toto Tasmoro. Muhasabah adalah melakukan perhitungan hubungan antara orang-orang di dunia dan akhirat atau di lingkungannya dan tindakan mereka sebagai manusia. karena manusia selalu berinteraksi dengan lingkungan di kehidupannya.
- Isa Waley. Isa Waley dalam Meditasi Sufistik oleh Sudirman Tebba mengartikan istilah muhasabah sebagai pemeriksaan (atau ujian) terhadap diri sendiri dan mengemukakan kaitannya yang sangat penting dengan Haris bin Asad al-Muhasibi (781-857 M) dari Bagdad. Dia juga mengingatkan seseorang tentang ucapan sufi yang sering dikutip, yang sudah diterapkan kepada khalifah keempat yaitu Ali bin Abi Thalib, yang menyatakan bahwa orang harus memanggil dirinya untuk memperhitungkan sebelum Allah SWT mengundang orang untuk memperhitungkan.
- Al-Muhasibi. Al-Muhasibi percaya bahwa motivasi-motivasi manusia untuk melakukan pemeriksaan terhadap diri sendiri merupakan harapan-harapan dan kecemasan, dan pemeriksaan semacam itu merupakan landasan perilaku yang baik dan ketakwaan (taqwa).
- Nurbaksh. Menurut Nurbaksh yang dikutip dari buku yang berjudul Dunia Spiritual Kaum Sufi, pengertian muhasabah pada awalnya adalah suatu pertimbangan terhadap perhitungan antara tindakan-tindakan negatif dan positif. Pada akhirnya, ia merupakan aktualisasi kesatuan (ittihad), yang murni.
Dalil Tentang Muhasabah.
Muhasabah diri adalah salah satu amalan yang disebutkan dalam Alquran dan diajarkan oleh Rasulullah. Dalam surah Al Hasyr ayat 18, Allah berfirman;
"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hasyr: 18).
Dengan melakukan muhasabah diri, manusia akan membuka hati dan menyadari segala dosanya. Setelah itu, muslim yang taat akan bertaubat dan tak mengulangi kesalahannya. Sebab taubat adalah bentuk penyesalan seorang muslim. Sebagaimana dalam hadiss, Rasulullah bersabda "Menyesal adalah taubat." (HR. Ibnu Majah)
Umar bin Khattab pernah mengatakan, "Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, itu akan memudahkan hisab kalian kelak. Timbanglah amal kalian sebelum ditimbang kelak. Ingatlah keadaan yang genting pada hari kiamat"
Kemudian dia mengutip surah Al Haqqah ayat 18.
"Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Rabbmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)." (QS. Al-Haqqah: 18)
Apa yang dikatakan Umar bin Khattab juga sesuai dengan sabda Nabi dalam hadis yang diriwatkan Syadad bin Aus, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Orang yang cerdas (sukses) adalah orang yang menghisab (mengevaluasi) dirinya sendiri, serta beramal untuk kehidupan sesudah kematiannya, sedangkan orang yang lemah adalah orang yang mengikuti hawa nafsunya serta berangan-angan terhadap Allah SWT."
Jadi, hendaknya kita senantiasa melakukan muhasabah diri secara rutin. Pasalnya, introspeksi diri ini akan menjauhkan kamu dari sikap merasa paling suci, menjauhkan diri dari sifat sombong, menyadarkan diri untuk selalu memanfaatkan waktu untuk beribadah, dan dapat menenangkan hati agar mendapatkan petunjuk.
Tiga Makna Penting dari Proses Muhasabah.
Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim [14]: 7).
Muhasabah adalah meneliti perbuatan kita pada masa lalu dan masa kini, apakah ia merupakan perbuatan baik atau perbuatan buruk. Dengan muhasabah diri, perbuatan baik pada masa lalu bisa ditingkatkan pada masa depan, baik kualitasnya maupun kuantitasnya. Dengan muhasabah, perbuatan buruk pada masa lalu tidak perlu diulangi pada masa yang akan datang. Maka dengan muhasabah, hari esok kita akan lebih baik, di dunia juga di akhirat Insya Allah SWT. Sahabat Umar Ibnul Khaththab r.a. berkata:
Artinya : “Hendaklah kalian menghisab (mengintrospeksi) diri kalian sebelum kalian dihisab (oleh Allah subhanahu wata'ala)” (H.R. At-Tirmidzi-Ahmad).
Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Hasyr ayat 18,
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ ١٨
"Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan." (QS. al-Hasyr ayat 18)
Dari ayat di atas, kita bisa ketahui bahwasanya perbuatan yang bisa menghubungkan antara masa lalu dan masa depan sehingga lebih baik adalah introspeksi diri. Dalam istilah bahasa Arab disebut juga dengan “muhasabah diri.”
Ada 3 (tiga) makna penting yang terkandung dalam proses muhasabah ini, di antaranya :
1. Muhasabah Jadikan Kita Sosok Pembelajar.
Pertama, orang yang rajin melakukan muhasabah sesungguhnya merupakan sosok pembelajar, dan kita dituntut untuk menjadi pembelajar sejati sepanjang hayat. Banyak kisah dalam Al-Qur’an yang harus menjadi bahan pelajaran untuk peringatan ke depan, dan hanya sosok pembelajar yang bernama Ulul Albab yang mampu belajar dari kisah-kisah masa lalu tersebut.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur'an Surat Yusuf ayat 111,
لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ مَا كَانَ حَدِيْثًا يُّفْتَرٰى وَلٰكِنْ تَصْدِيْقَ الَّذِيْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَفْصِيْلَ كُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً لِّقَوْمٍ يُّؤْمِنُوْنَ ࣖ
Artinya : "Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat. (Al-Qur’an) bukanlah cerita yang dibuat-buat, melainkan merupakan pembenar (kitab-kitab) yang sebelumnya, memerinci segala sesuatu, sebagai petunjuk, dan rahmat bagi kaum yang beriman." (QS. Yusuf [12]: 111)
Sosok pembelajar sejati adalah sosok yang selalu berpikir dan berpikir, sehingga mampu mengakumulasi ilmu yang didapatkan untuk diamalkan. Itulah mengapa Allah SWT meningkatkan derajat orang-orang yang berilmu. Tidak lain karena orang-orang yang berilmu inilah yang diharapkan bisa terus menebar rahmat di muka bumi. Orang-orang yang berilmu lah yang bisa merancang arah perubahan sosial di masa depan. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Mujadalah ayat 11,
اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Artinya: “…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Mujadalah: 11).
Sosok ulul albab yang pembelajar ini semakin diharapkan perannya dalam transformasi bangsa. Oleh karena itu di era yang serba cepat dan penuh ketidakpastian ini, maka sosok pembelajar juga harus dimaknai sebagai sosok yang adaptif dengan pola pikir tumbuh (growth mindset), yang terus memacu skill dan kompetensi baru dengan learning agility yang tinggi. Kemampuan kecepatan belajar ini sangat penting agar bisa berperan menjadi trend setter perubahan.
2. Muhasabah, Ikhtiar Lebih Baik di Masa Depan.
Muhasabah juga mengandung makna perlunya orientasi pada masa depan. Tujuan evaluasi diri adalah untuk kelebihbaikan di masa depan. Ada dua dimensi masa depan, yaitu masa depan di dunia dan di akhirat. Ayat surat al-Hasyr ayat 18 yang tadi saya bacakan merupakan fondasi tentang visi masa depan. Visi besar seorang mukmin adalah menjadi hamba yang berbahagia di dunia dan akhirat. Keseimbangan masa depan di dunia dan akhirat adalah keniscayaan, sebagaimana doa kita sehari-hari yang artinya: “Wahai Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami kebajikan di dunia dan kebajikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.”
Dunia adalah jembatan menuju akhirat. Karena itu kehidupan dunia pun tidak boleh ditinggalkan. Marilah kita cermati ayat-ayat berikut ini :
فَاِذَا قُضِيَتِ الصَّلٰوةُ فَانْتَشِرُوْا فِى الْاَرْضِ وَابْتَغُوْا مِنْ فَضْلِ اللّٰهِ وَاذْكُرُوا اللّٰهَ كَثِيْرًا لَّعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ ١٠
Artinya : “Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyaknya supaya kamu beruntung” (QS. al-Jumu’ah [62]: 10).
اِنَّمَا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ اَوْثَانًا وَّتَخْلُقُوْنَ اِفْكًا ۗاِنَّ الَّذِيْنَ تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَا يَمْلِكُوْنَ لَكُمْ رِزْقًا فَابْتَغُوْا عِنْدَ اللّٰهِ الرِّزْقَ وَاعْبُدُوْهُ وَاشْكُرُوْا لَهٗ ۗاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ١٧
Artinya : “Maka carilah rezeki di sisi Allah, kemudian beribadah dan bersyukurlah kepada Allah. Hanya kepada Allah kamu akan dikembalikan” (QS. al-Ankabut [29]: 17).
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi” (QS. al-Qasas [28]: 77).
Namun demikian, berburu dunia pun tidak boleh melupakan akhirat. Marilah kita ingat kisah Qarun yang berlimpah harta namun akhirnya binasa. Qarun adalah orang saleh miskin yang kemudian minta tolong Nabi Musa agar didoakan kaya. Namun setelah kaya raya dia menjadi sombong dan meninggalkan ibadah serta tidak lagi peduli sesama. Jadi ayat tersebut mengingatkan kita perlunya keseimbangan dunia dan akhirat.
Sementara itu, dalam QS. Yasin ayat 12 Allah subhanahu wata'ala berfirman:
اِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتٰى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوْا وَاٰثَارَهُمْۗ وَكُلَّ شَيْءٍ اَحْصَيْنٰهُ فِيْٓ اِمَامٍ مُّبِيْنٍ ࣖ ١٢
Artinya : “Sungguh, Kamilah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kamilah yang mencatat apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka (tinggalkan). Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Yasin [36]: 12)
Ayat ini semakin menegaskan bahwa apa yang kita kerjakan di dunia adalah investasi untuk akhirat. Artinya, kehidupan akhirat kita akan sangat tergantung dari apa yang kita kerjakan dan investasikan di dunia ini.
Oleh karena itu di dunia ini kita dituntut untuk mampu menciptakan masa depan. Dengan mampu menciptakan masa depan berarti kita ini akan menjadi penentu kecenderungan perubahan di dunia. Bukankah misi rahmatan lil alamin sesungguhnya adalah sebuah misi mulia untuk menciptakan tatanan perubahan menuju kelebihbaikan dan kemajuan?
3. Muhasabah Mendorong Jiwa Berprestasi.
Muhasabah diri akan mendorong seseorang untuk mengasilkan kebaikan, kemanfaatan dan termotivasi untuk terus berprestasi karena terus berupaya belajar dari masa lalu untuk kelebihbaikan di masa depan. Orang yang berprestasi adalah orang yang mau belajar dari masa lalu, baik masa lalu dirinya maupun orang lain. Selain itu, juga karena orang yang berprestasi yakin bahwa Allah subhanahu wata'ala sangat detil dan akurat dalam mencatat setiap kabaikan hambanya, Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam Al-Qur'an surat al-Zalzalah ayat 7 sampai 8,
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ ٧ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ ࣖ ٨
Artinya: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula” (QS. al-Zalzalah: 7 - 8).
Orang yang berprestasi adalah orang yang ingin terus bergerak ke depan dan berada dalam rel kemajuan. Orientasi untuk bergerak maju tersebut didasari pada dua hal. Pertama, menjalankan fungsi manusia sebagai khalifah di muka bumi yang harus memakmurkan dan sekaligus menjaga kehidupan dunia dari kerusakan (QS. Hud: 61; QS. al-Anbiya: 107; QS. al-Baqarah: 30; QS. al-Baqarah:11).
Orientasi maju adalah konsekuensi dari tanggung jawab manusia yang memang diciptakan untuk menjaga bumi, karena manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang dikaruniai kelebihan daripada makhluk lainnya (QS. at-Tiin:4; QS. al-Isra’: 70). Kedua, sebagai bentuk syukur kita atas nikmat yang tak terhingga dari Allah subhanahu wata'ala (QS. an-Nahl : 4), baik nikmat kehidupan, nikmat kemerdekaan, dan nikmat iman. Nikmat Allah SWT kepada kita akan secara akumulatif membesar dan membesar manakala kita selalu mensyukurinya dengan jiwa dan tindakan nyata yang impactful. Apabila kita bersyukur akan bertambah nikmatnya, sebagaimana al-Qur'an Surat Ibrahim ayat 7:
وَاِذْ تَاَذَّنَ رَبُّكُمْ لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ٧
Artinya : (Ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), sesungguhnya azab-Ku benar-benar sangat keras.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Orang yang berprestasi adalah tanda orang yang pandai bersyukur. Oleh karena itu orang yang berprestasi pada akhirnya adalah orang yang memperoleh nikmat lebih. Apalagi kalau kita juga ingat kata-kata mutiara yang artinya: “Barangsiapa yang harinya sekarang lebih baik daripada kemarin maka dia termasuk orang yang beruntung. Barangsiapa yang harinya sama dengan kemarin maka dia adalah orang yang merugi. Barangsiapa yang harinya sekarang lebih jelek daripada harinya kemarin maka dia terlaknat”.
Orang yang beruntung adalah orang yang memperoleh nikmat lebih. Dan sebenarnya disinilah kita semakin memahami bahwa barang siapa yang bersyukur maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.

