BABAD PANJALU & NASKAH BABAD PANJALU
Ing jaman
rumiyin wonten karajan ing tlatah Panjalu ingkang dipunperentah dening Prabu
Boros Ngora, Sang Prabu kagungan putra kalih inggih menika Raden Arya Kemuning
lan Raden Arya Kencana. Kelakuane raja loro kuwi beda banget. Kang rayi, Radèn
Arya Kemuning, rada angkuh lan males nyambut gawé. Dene ingkang rayinipun
inggih punika Radén Arya Kencana, sarwa endah lan remen dhateng tetanèn.
Ing
sawijining dina ana pacelathon antarane Raden Arya Kemuning lan Raden Arya
Kencana, Raden Arya Kemuning ngendika, “Ora ana gunane yen ramane Sang Prabu
yasa waduk Lengkong, amarga wis kesel, kudu dibendung. Sanadyan ora ana wadhuk,
aku iki dudu manuk sugih." , wong-wong uga katon seneng banget,"
ujare Radén Arya Kencana. "Ora, kakangku iki wong tani, nanging aku ora
gelem dadi wong tani lan aku kepengin dadi raja. Yen Rama Prabu seda, mbok
menawa dheweke sing nggenteni aku!" Arya Kemuning mringis kaya silet.
“Pancen bener, nanging...Raja uga kudu disengkuyung dening rakyate, kakang. Yen
rakyat kesed lan bandhane mlarat, mesthi bakal nandhang sangsara. Yen wis
nandhang sangsara, raja uga bakal mlarat. Sapa sing salah? Sang Prabu lan
Bongan ora bisa mimpin rakyate." wangsulane Arya Kencana. "Sawise
kopling! Ojo sok ngomong karo sedulurmu! mangga." ujare Arya Kemuning
katon jengkel. Sawetawis taun, Prabu Boros Ngora ngumumaken jabatanipun dados
Raja Panjalu. Panjenenganipun masrahaken karajan dhateng putra pambajengipun
Radén Arya Kemuning.
Mula
Raden Arya Kemuning dadi omahe Panjalu. Ing dina iki Prabu Boros Ngora lan
Raden Arya Kencana tindak menyang Jampang kanggo kelangan awit Arya Kemuning
dipateni, wong Panjalu padha mlarat. Jalaran sakehing hasil tetanen lan
kasugihane rakyat dirampas dening Raden Arya Kemuning, lan Kemuning lagi susah,
saya suwe saya kepenak, saya sangsara. Amarga kabeh wis siyap, Kemuning duwe
niat mbukak wadhuk Lengkong. Nanging saderengipun kula badhe matur dhateng
Prabu Boros Ngora ing Jampang rumiyin. Dhèwèké dhawuh marang pengawale menyang
Jampang matur marang Sang Prabu nanging Sang Prabu ora bisa sowan ing Panjalu
nanging ngutus wakilé, Radén Arya Kencana. Cepet carita, Radén Arya Kencana
sakancané wis dumugi ing Panjalu. Edan, sedhih banget ndeleng wadhuk Lengkong
sedhela, ora ana banyune malah sithik. Arya Kencana ngelih, badan gemeter,
mripate murub. “Heh cak! Kawula boten ngurmati Rama Prabu sanajan boten rawuh,
nanging kula minangka wakilipun. Kowe kok wani-wani mbedhah wadhuk Lengkong
tanpa idinku” ujare Arya Kencana. “Aku wiwit ngurmati kowe amarga kowe kuwi
sedulurku, dudu Rama Prabu” ujare Arya Kemuning. Bakat ngganggu, Arya Kencana
tiba Arya Kemuning. Nalika iku, dheweke kesel banget. Para wadyabala ugi sami
ing perang ragot, begja sanget menawi utusanipun Prabu Boros Ngora saking
Jampang rawuh.
CERITA BABAD
PANJALU
Babad
merupakan salah satu karya sastra jawa baru yang termasuk kedalam sastra
sejarah bukan sejarah sastra karena sebagai suatu karya sastra yang data
mengungkapkan cerita tentang sejarah-sejarah yang terjadi pada masa lampau
misal: tentang perjalanan suatu tokoh dari mulai awal sampai pada masa kejayaan
seorang raja, silsilah raja- raja, membuka wilayah yang merupakan tempat
berdirinya suatu kerajaan separti majapahit, pajang, mataram dan lain-lain.
Dalam karya sastra babad ini penulis artikel mencoba untuk membedah salah satu dari sekian banyak babad yang ada di tanah Jawa yaitu di tanah Sunda.
Dalam abad
ke-14 sebutan SUNDA itu sudah meliputi seluruh Jawa Barat, baik dalam
pengertian wilayah maupun dalam pengertian etnik. Menurut Pustaka Paratwan i
Bhumi Jawadwipa, Parwa I sarga 1, nama Sunda mulai digunakan oleh Purnawarman
untuk Ibukota Tarumanagara yang baru didirikannya, Sundapura. meskipun identik
tanah jawa itu hanyalah dikenal sebagai daerah di Jawa Tengah saja tetapi kita kurang setuju karena tanah sunda atau sekarang dikenal sebagai Jawa Barat
daerah itu juga merupakan salah satu bagian dari pulau jawa yang tidak
terpisahkan dari daerah Jawa Tengah hanya berbatasan dengan batas provinsi
darat bukan dengan laut yang bahasanya terkenal dengan bahasa sunda bahasa yang
khas dari provinsi Jawa Barat. Dengan Babad yang berjudul Babad Panjalu.
A.
Unsur Legitimasi / Pengukuhan / Pengesahan
Babad
Panjalu ini merupakan salah satu koleksi naskah kuno di Perpustakaan Museum
Pusat Jakarta dalam peti nomor 121 yang merupakan koleksi CM. Pleyte wah! Dan menjadi koleksi seseorang yang namanya orang asing ya! Bukan nama dari bangsa
kita sendiri orang Indonesia, hal itu perlu diluruskan dan disadari oleh kita
sebagai generasi penerus bangsa. Oleh Lenbaga Kebudayan Universitas Padjajaran
bandung ketika salah seorang mahasiswa dari jurusan sejarah fakultas sastra
secara tidak sengaja membaca dari sebagian teks dari babad Panjalu pada akhir
bulan April 1976 dan atas saran dari Prof. Ir. Anwas Adiwalya agar Babad Panjalu
itu dibuat suatu dokumentasi dalam bentuk stensilan dalam ejaan baru dari Foto
copyan naskah yang dikirimkan oleh Ibu Dra. Jumsari yang bertanggung jawab
sebagai kepala bagian naskah perpustakaan pusat Jakarta yang sebelumnya Babad
Panjalu itu disalin dalam bentuk stensilan oleh salah seorang lurah setempat
pada hari senin bulan Desember tahun 1905 dan kemudian diterbitkan atas
kerjasama antara Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan dengan PN Balai Pustaka Jakarta November 1982 serta
Lembaga Universitas Padjajaran.
B.
Tokoh- Tokoh dan Perannya dalam Babad Panjalu
Banyak
terdapat tokoh-tokoh didalam babad ini diantaranya :
1)
Prabu Boros Ngora
Merupakan
seorang bupati di daerah Panjalu yang sangatlah arif dan bijaksana dan juga baik
sayang dengan semua rakyatnya pemerintahan kemudian diwakili oleh pamannya
Mangkubumi Suradipati atau Prabu Bunisora (ada juga yang menyebut Prabu Kuda
Lalean, sedangkan dalam Babad Panjalu disebut Prabu Borosngora. Selain itu ia pun
dijuluki Batara Guru di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung).
2)
Raden Aria Kuning
Merupakan
anak pertama (sulung) dari prabu Boros Ngora dan melaksanakan pemeritahan di
Panjalu setelah ayahnya.
3)
Raden Aria Kencana
Merupakan
adik dari Aria Kuning anak kedua dari Prabu Boros Ngora dan memeritah sebagai
bupati di Panjalu setelah kakaknya.
4)
Raden Patih , Mantri dan para punggawa
Merupakan
suatu orang- orang yang menduduki pemerintahan di panjalu sebagai para pembantu
sang prabu bupati yang sangat setia dan patuh akan semua peritahnya.
5)
Raden Bumi Sakti (utusan Raden Aria Kuning)
Yang
bertugas sebagai utusan yang mengantarkan undangan dari prabu Aria Kuning
kepada Ayahandanya di daerah jambang
6)
Raden Patih
Meruakan
seorang patih dari Aria Kuning yang tidak segera melaporkan pertikaian antara
Aria kuning dengan saudaranya sendiri Aria kencana kepada ayahandanya Prabu
Boros Ngora.
7)
Raden Kumpuh Jaya
Meruakan
utusan Sang Prabu Boros Ngora yang merupakan paman dari kedua anaknya itu untuk
melerai pertikaan anatar kedua sepupunya.dan akhirnya ia berhasil dan atas
keberhasilannya itu dia diberi gelar sang Prabu sebagai Guru Haji dan dijadikan
sebagai patih di Panjalu bersama keponakannya Raden Aria Kencana
8)
Raden Aria Kendali
Merupakan
bupati penerus di Panjalu setelah pemerintahan Raden Aria Kencana yang telah
mangkat meninggalkan dunia.
9)
Bambang Sayogya / Raden Martabadadahin
Merupakan
putra dari Aria Kandali yang penerus bupati panjalu setelah ayahnya itu.
10)
Raden Murta Baya
Merupakan
putra dari Raden Martabadadahin yang penerus bupati panjalu setelah ayahnya
itu.
11)
Raden Aria Niti Baya
Merupakan
putra dari Raden Murta Baya yang penerus bupati panjalu setelah ayahnya itu.
13)
Rakana Dalem Sumalah
Merupakan
putra dari Raden Aria Niti Baya yang penerus bupati panjalu setelah ayahnya
itu.
14)
Raden Arya Sancana
Merupakan
putra pertama dari Raden Wira Baya yang penerus bupati panjalu setelah ayahnya
itu.
15)
Raden Cakranegara
Merupakan
putra dari Raden Wira Dipa saudara Raden Wira Baya yang penerus bupati panjalu
setelah Raden Arya Sancana
C.
Cerita Babad Panjalu
Pada babad panjalu ini dapat saya katakana sebagai babad yang baik dan esensial karena didalam babad ini terdiri dari tembang- tembang mocopat yang berupa pupuh syair nyanyian yang terdiri dari enambelas pupuh yang menceritakan tentang sejarah panjalu antara lain:
1.
Pupuh Asmaradana
Tembang inimempunyai watak yang prihatin dan terdiri dari 43 bait di setiap bait terdiri atas 7 guru gatra (baris), guru wilangan merupakan huruf vokal terakhir dari tiap baris pada tiap bait 8,8,8,8,7,8,8 dan guru lagu merupakan ucapan tiap kata di setiap satu baris yaitu 1 sampai 7 i,a,o,a,a,u,a. Pupuh ini merupakan suatu pupuh pertama atau puuh pembuka di bait pertama samai bait ketigabelas dari babad panjalu ini dan dibait selanjutnya samai bait terakhir diceritakan yang intinya: ada seorang bupati yaitu prabu Boros Ngora yang memerintah di Panjalu yang memiliki dua orang putra yang sangat tampan, gagah dan perkasa yang bernama Raden Aria Kuning dan raden Aria Kencana yang mendapatkan pendidikan yang baik oleh ayahandanya sehingga keduanya saling menyayangi dan mengasihi serta rukun dan di empat bait terakhir Sang Prabu menyerahkan kekuasaannya kepada anaknya yang bernama Raden Aria Kuning yang terjadi pada hari senin pagi para abdi ponggawa kerajaan semua berkumpul dan semua pusaka dikeluarkan semua pada pukul tujuh.
2.
Pupuh Sinom
Tembang ini mempunyai watak grapyak, pantes sebanyak 35 bait dan ditiap tediri dari 9 guru garta (baris), guru wilangan dan guru lagu: 8a,8i,8a,8i,7i,8u,7a,8i dan 12a. pada pupuh ini menceritakan tentang proses pengangkatan raden Aria Kuning menjadi prbu di Panjalu yang dimulai dengan upacara marapit yang dilaksanakan stu hari setelah rencana di pupuh pertama tadi kemudian dilanjutkan upacara ngabaris semua pusaka diserahkan kepada prabu yang baru oleh ayahnya Sang Prabu Boros Ngora kepada anaknya yang pertama Raden Aria Kuning yang berupa pedang, encit, lonceng dan disuruh untuk menjaganya dan merawat pusaka- pusaka itu denagn sebaik- baiknya dan memerintah panjalu denagn bijaksana. Pada Pupuh ini Prabu Boros Ngora merencanakan untuk pergi pindah ke Jampang bersama raden Patih dan adiknya Aria kencana sampai di bait terakhir ternyata salam perpisahan dengan kakaknya Aria Kuning yang sangat dicintainya
3.
Pupuh Kinanti
Tembang ini mempunyai watak yang senag / asih yang terdiri diri dari 46 bait tiap bait tediri tedapat 6 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagu: 8u,8i,8a,8i,8a,8i. Dalam pupuh ini menceritakan tentang situ Lengkong di Panjalu yang sanagt banyak ikan lele, gurame,tawes dan Raden Aria kuning menyuruh Ki buni Sakti untuk mengantarkan undangan kepada ayahnya ke Jambang untuk diajak memancing disana tetapi ayahnya tidak bisa karena tidak enak badan dan mengutus Aria Kencana untuk mewakilinya bersama kojal dan kodal sang senopati dan rombongannya untuk menghadiri undangan kakanya di Panjalu.
4.
Pupuh Pangkur
Tembang ini mempunyai watak seneng yang terdiri dari 22 bait tiap bait terdapat 7 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagu: 8a,11i,8u,7a,12u,8a dan 8i dalam pupuh ini menceritakan tentang suatu perjalanan dari Raden Aria Kuning sesampainya di hilir bersama kedua sopatinya kojal dan kodal denagn perasan yang senag karena sudang lama dan juga rindu dengan kakak yang disayanginya ingin cepat- cepat segera bertemu dan sesampianya dihilir para rombongan dari Raden Aria Kencana tetapi rombongannya itu tidak langsung masuk ke kerajaan panjalu karena sadar harga dirinya sebagai undangan yang harus di hormati.menunggu untuk dijemput oleh kakaknya tercinta.
5.
Pupuh Durma
Tembang ini mempunyai watak galak yang terdiri dari 65 bait termasuk bait paling banyak baitnya didalam babad Panjalu ini tiap bait terdiri dari 7 guru gatra (baris) dan tiap baris terdapat guru wilangan dan guru lagu :12a,7i,6a,7a,8i,5a,7i karena yang ditunggu dan dinanti tidak kunjung datang maka Raden patih Buni Sakti disuruh melaporkan kepada kakanya Prbu Aria Kuning bahwa dia sudah merasa dihina tidak disambut dengan baik tetapi malah bersenang- senga sendiri dan menantangnya untuk perang tanding yang sebelumnya diusulkan oleh kojal dan kodal untuk membedah tambak urangnya tetapi hal itu dicegah oleh Aria Kuning dengan mengubah untuk membut kerusakan di neger panjalu. Dan akhirnya yang ditunggu dan dinanti datang, perang diawali dengan kojal dan kodal yang maju melawan Raden Aria Kuning kemudian dilanjutkan dengan raden Aria Kencana antar kedua saudara namun tih Buni Sakti tidak segera melaporkan hal itu kepada Sang prabu Boros Ngora .
6.
Pupuh Dandanggula
Tembang ini mempunyai watak yang luwes / resep yang terdiri dari 15 bait dan tiap bait terdiri dari 10 guru gatra (baris) ,guru wilangan dan guru lagu : 10i,10a,8e/o,7u,9i,7a,6u,8a12i,dan 7a menceritakan tentang Sang Prabu Boros Ngora yang mengutus Raden Kampuh Jaya untuk melerai perang atara kedua anaknya di Panjalu setelah mendengarkan cerita dari patih Buni Sakti yang bersamaan pergi ke Panjalu dan sesampainya disana ternyata ketika perang kedua saudara yang sedang bersiap untuk saling membunuh dengan mengeluarkan keris namun segera dan secara tiba- tiba berada ditengah- tengah keduanya dan keduanya terkejut dan segera membuang senjatanya tunduk dan rutut karena dia merupakan pamannya sendiri dari keda orang raden itu.
7.
Pupuh Mijil
Tembang iniu mempunyai watak yang wedharing rasa ungkapan jiwa yang terdiri dari atas 23 bait dan tiap bait terdiri dari 6 guru gatra (baris) , guru wilangan dan guru lagu: 10i,6o,10e,10i,6i,dan 6u ceritanya setelah itu kedua saudara kakak beradik itu damai dan atas saran dari pamannya Aria Kuning bermaksud menyerahkan Panjalu dan Situ Lengkong kepada adiknya Raden Aria kencana untuk memerintahinya atas pengembanan tugas dari Rama Ayahandanya dan berpesan untuk merawat pusaka kerajaan dengan sebaik- baiknya dan semua para menteri dan abdi kerajaan semuanya tunduk kepada Aria Kencana bupati panjalu yang baru itu.
8.
Pupuh Megatru
Tembang
ini mempunyai watak sedih / kingkin yang terdiri dari 12 bait di tiap bait
terdaat 5 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagu: 12u,8i,8u,8i dan 8o
suatu cerita tentang perpisahan antara kakak beradik setelah berdamai karena
sang kakak Raden Aria Kuning haruslah menghadap kepada ayahandanya di Jampang
dan sang adik telah menjadi prabu di Panjalu dan dia berdoa semoga selamat
dalam perjalanan kesana yang didampingi oleh pamannya Raden Kumpuh Jaya
9.
Pupuh Sinom
Tembang ini mempunyai watak yang grapyak pantes yang terdiri dari 25 bait dan di tiap bait terdapat 9 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagu : 8a,8i,8a,8i,7i,8u,7a, 8i, dan 12a menceritakan tentang pelepasan kepergian dari Sang Kakak dan pamannya Aria Kencana dengan mengucapkan basmallah tetapi ditengah perjalanan Aria kuning merasa bersalah kepada ayahandanya maka dia memutuskan untuk pergi ke Sukaparna untuk menenangkan dirinya dan hal itu ternyata tidak dapat dicegah oleh pamannya dan sesampainya di jampang hal tentang kepergian raden Aria Kuning diceritakan kepada sang Prabu Boros Ngora tetapi atas jasanya dia diberi gelar Guru Haji masalah tentang Aria Kuning dipasrahkan kepada Yang Maha kuasa dan oleh Sang Prabu Raden Guru Haji disuruh untuk pergi ke Panjalu untuk mendampingi anaknya Raden Aria Kencana sebagai Prabu disana.
10.
Pupuh Dandanggula
Tembang ini mempunyai watak yang luwes / resep dan ternyata tembang ini merupakan tembang yang kedua tadi di pupih ke-6 ada tembang yang sama temyata tembang ini mempunyai bait sebanyak 18 bait tiap bait terdiri dari 10 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagunya : 10i,10a,8e/o,7u,9i,7a,6u,8a,12i dan 7a. Sang prabu Boros Ngora melepas kepergian Raden Guru Haji dan para keluarganya ke Panjalu seampainya disana ternyata Prabu Aria Kencana menyambut kedatangan pamannya dan rombongannya dengan penuh kehormatan dan penyambutan yang sangat baik sekali dan pamannya mengutarakan maksud kedatangan ke Panjalu Karena disuruh oleh ayahanda sang prabu yang telah mendapatkan gelar Patih Guru Haji, ternyata Prabu Aria Kencana mengucapkan selamat dan juga mengangkat sang pamannya sebagai patih di Panjalu.
11.
Pupuh Asmaradana
Tembang ini mempunyai watak yang prihatin ternyata tembang ini juga sama namanya telah ada diawal pupuh tadi yang namanya sama yang twerdiri dari 20 bait dan ditiap bait terdiri dari 7 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagunya: 8i,8a,8o,8a,7a,8u,dan 8a. Ketika Panjalu setelah diperintah oleh Prabu Aria Kencana dan patihnya Sang Guru Haji keadaan panjalu sangatlah aman, temtram damai dan sejahtera tetapi karena itulah para anak- anak prabu menjadi sangat manja semua keinginanya harus dipenuhi tidak merasakan susah payah, dan perasaan Prabu menjadi sedih dan memintakan pertimbangan kepada Sang Patih kemudian menyarankan dengan prabu memerintah didaerah Celakung.
12.
Pupuh Kinanthi
Tembang ini mempunyai watak seneng / asih dan tembang ini ternyata mempunyai bait yang cukup banyak dengan 51 bait dan di tiap bait terdiri dari 6 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagunya:8u,8i,8a,8i,8a dan 8i Sepeninggalnya Sri Bupati di Panjalu dengan melaksanakan upacara ngiring masjid dan sang Prabu mempunyai dua orang putra yang bernama raden Dulang Kencana dan Raden Kadaliru Kocap tetapi yang selalu diceritakan oleh Sang Prabu semasa hidupnya sampai akan mangakat ialah putranya yang bernama Raden Aria Kandali maka Sang Guru Haji memutuskan dialah sebagai pengganti dari Sang Prabu dan para sesepuh kerajaan menyetujuinya Sang ratu juga merasa iklas dan rela akan hal itu dan setelah itu pemerintahan di panjalu dipegang oleh anaknya Raden Aria Kandali yang bernama bongkang Sayogya juga disebut sebagai raden Martabadahin.
13.
Pupuh Pocung
Tembang ini mempunyai watak kendho dan mempunyai rekor / peringkat ketiga dalam kategori bait terbanyak di dalam babad Panjalu ini, yang mempunyai 57 bait ditiap baitnya terdapat guru gatra sebanyak 4 baris, guru wilangan dan guru lagunya: 12u,7a,8e dan 12a yang mencertakan tentang nama- nama pewaris pemeritahan sebagai bupati di Panjalu yaitu setelah Raden Marta badaduhin yang digantikan putranya yang bernama Raden Murta Baya kemudian dilanjutkan oleh Putranya bernama raden Ariya Niti Baya dilanjutkan oleh utranya bernama Raden Dalem Sumalah kemudian dilanjutkan oleh putra sulungnya yang bernama raden Arya Sacanata Saderekna dan kemudian dilanjutkan oleh Raden Wira Dipa yang merupakan putra dari raden Wira Baya paman dari raden Arya Sancanata Lalu dilanjutkan oleh raden Cakranegara yang merupakan putra dari Raden Wira Dipa.
14.
Pupuh Magatru
Tembang ini mempunyai watak yang sedih / kingkin dan merupakan tembang yang kedua setelah tadi sama dengan nama tembang pada pupuh yang kedelapan, pupuh ini terdiri dari 61 bait dan mendapatkan peringkat kedua sebagai pupuh yang terbanyak jumlah baitnya dalam babad ini. Tiap bait terdiri dari 5 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagu: 12u,8i,8u,8i,dan 8o pada awal pupuh menceritakan tentang makam Tumenggung Wira Praja yaitu saudara dari Tumenggung Wira Dipa di Waru Doyong. Pada masa pemerintahan Raden Cakranagara setelah mundur lengser atas permintaan Sultan Cirebon dan digantikan oleh Raden Tumenggung dan pada masa pemeritahannya ternyata dia melngsungkan pernikahan dengan keluaraga dari Sultan Cirebon yang dilaksanakan di panjalu yang disaksikan Raden Barsalam dan dari pernikahan ini di lahirkan putra yang bernama Raden Cakranagara Anom. Raden Tumenggung menjadi bupati di Panjalu selama 30 tahun, dan dia berhenti pada tahun 1811tedapat pada Serat Pantos semasa hidupnya terdapat bangunan yang terkenal dengan nama Citandury.
15.
Pupuh Mijil
Pupuh ini mempunyai watak.wedharing rasa dan ini merupakn pupuh kedua yang terakhir yang namanya sama seperti tadi pada pupuh yang ketujuh dengan 28 bait sedangkan dipupuh ini hanya terdapat 22 bait saja sedikit mengurangilah untuk pupuh yang terakhir ini di setiap bait terdiri dari 6 guru gatra (baris), guru wilangan dan guru lagunya: 10i,6o,10o/e,10i,6i dan 6u da pupuh ini dicerutakan tentang masa pemerintahan Raden Cakra Nagara Anom sampai dia mangkat Kepada Yang Maha Kuasa yang dimakamkan di Situ Lengkong sebelum mengkat dia menyuruh abdinya untuk menulis tentang Badad Panjalu ini sebagai pengetahuan tentang keturun kakek buyut sebagai bupati yang memerintah di Panjalu serta memberikan nasehat- nasehat kepada para anak dan cucu- cucunya.
16.
Tembang Sinom
Ini
merupakan pupuh yang beda dengan yang lain karena namanya bukan diawali dengan
pupuh namun tembang dengan hanya 6 bait tembang di tembang yang terakhir ini
dan ternyata nama tembangnya sama pada pupuh nomor dua dan nomor sembilan
dengan nama Sinom, di tembang yang terakhir ini mendapatkan peringkat pertama
sebagai tembang yang paling sedikit di dalam Babad Panjalu ini dengan tiap bait
terdiri dari 6 guru gatra (baris), guru wilangan dan Guru lagunya: 8a,8i,8a,8i,7i,8u,7a,8i
dan 12apada tembang ini menceritakan tentang penulisan kembali Stensilan yang
disuruh paduka bendara dengan bentuk babad panjalu yang berupa cerita oleh aki
/ seorang lurah desa marenah yang telah menyalinnya kembali dan meminta maaf
jika terjadi kesalahan dalam menulis
D.
Ciri- ciri Babad Panjalu
1.
Dilihat dari namanya “Babad Panjalu” menimbulkan kesan yang wah kata jalu itu
di akhir kata jalu merupakan kata yang menarik yang artinya senjata dari ayam
tetapi setelah membaca ternyata kata Panjalu itu merupakan nama sebuah
kecamatan di Jawa Barat.
2.
Babad ini berupa tembang macapat tetapi merupakan suatu cerita yang mengisahkan
tentang para bupati di Panjalu
3.
Meskipun tembangnya mocopat namun ada struktur yang ada tidak sama dengan yang
biasanya ada pada tembang mocopat missal pada guru lagu terdapat vocal e/o yang
terdapat dalam pupuh Dandanggula dan upuh Mijil.
4.
Terdapat peringkat tembang yang sudah ditur sedemikian rupa sehingga menarik
untuk kita pelajari, dengan efisiensi tembangnya yang cukup tidak terlalu
banyak dan juga tidak terlalu sedikit ideal-lah hanya 9 macam tembang / pupuh
yang jumlah sebenarnya 16 tembang karena ada tembang yang sama seperti pupuh
Asmaradana, Kinanthi, Mijil, Megatru, dan dandanggula masing- masing 2 buah
sedangka pupuh Sinom 3 buah dan yang tiga yaitu Pupuh Pangkur, Durma dan Pocung
masing- masing 1 buah.
5.
Dalam Babad Panjalu ini terdapat kata- kata yang unik dan khas yaitu campuran
kata dengan Bahasa Jawa, Bahasa Sunda Bahasa Sunda digunakan oleh lebih kurang
27 juta orang dan merupakan bahasa kedua paling banyak digunakan di Indonesia
selepas Bahasa Jawa. Bahasa ini ditutur oleh mereka di bahagian selatan
Provinsi Banten dan di kebanyakkan tempat di Jawa Barat.Ada terdapat beberapa
dialek dalam bahasa Sunda, dari dialek Sunda-Banten ke dialek Sunda-Jawa
Tengahan yang mencampurkan banyak elemen dari bahasa Jawa.Beberapa dialek yang
jelas kedengaran adalah:Banten, Bogor, Priangan, dan Cirebon.Disebabkan
pengaruh budaya Jawa semasa pemerintahan Kesultanan Mataram, bahasa Sunda,
terutama sekali di kawasan Parahyangan, memiliki beberapa lapisan bermula
dengan bahasa paling rasmi, atau versi "halus", hingga ke cara
penuturun harian yang dipanggil versi "loma" atau
"lancaran".Namun di kawasan-kawasan pergunungan dan di Banten, versi
"loma" paling banyak digunakan tetapi cara pertuturun
"loma" ini dianggap kasar oleh mereka yang berasal dari Bandung.dan
juga terdapat kata- kata berbahasa Indonesia.
6.
Nama dan tempat yang disebut dalam babad panjalu juga terdapat dalam naskah
“cerita parahyangan” deangan tokoh uatama Wastukancasedangkan yang lain
merupakan tambahan dan bumbu- bumbu pada awal abad ke-20 Prabu Raja Wastu atau
Niskala Wastu Kancana adalah putera Prabu Maharaja Lingga Buana yang gugur di
medan Bubat perang bubat Keterangan tetang bubat yang dimuat harian Suara
Merdeka adalah sebagai: "Perang antara Kerajaan Majapahit dan Kerajaan
Sunda itu terjadi di desa Bubat. Perang ini dipicu oleh ambisi Maha Patih Gajah
Mada yang ingin menguasai Kerajaan Sunda. Pada saat itu sebenarnya antara
Kerajaan Sunda dan Majapahit sedang dibangun ikatan persaudaraan, yaitu dengan
menjodohkan Dyah Pitaloka dengan Maharaja Hayamwuruk. Nah Rombongan Kerajaan
Sunda ini di gempur oleh pasukan Mahapatih Gajah Mada yang menyebabkan semua
pasukan Kerajaan Sunda yang ikut rombongan punah. Akibat perang Bubat inipula,
maka hubungan antara Mahapatih Gajah Mada dan Maharaja Hayamwuruk menjadi
renggangdalam tahun 1357. Wastukancana / Rd. Pitara Wangisuta / SRI PADUKA
MAHARAJA PRABU GURU DEWATA PURANA RATU HAJI DI PAKUAN PAJAJARAN SANG RATU
KARANTEN ( KARA ANTEN ) RAKEYAN LAYARAN WANGI /SUNAN RUMENGGONG (RAMA HYANG
AGUNG ) adik dari Dyah Pitaloka Citraresmi anak dari Rd. Kalagemet /Jayanagara
II / Raja Sundayana di Galuh /Ratu Galuh di Panjalu / Maharaja Prabu Wangi dan
merangkap Wali Nagari Hujung Galuh ( Majapahit-Pajajaran Wetan / Jawa Pawatan /
Galuh - menjadi wali sang kakak Linggabuana/Jayanagara I/Maharaja Prabu Diwastu
ayah dari Hayam Wuruk /Hyang Warok /Rd. Inu Kertapati /Susuk Tunggal
/Prabumulih /Prabu Seda Keling /Sang Haliwungan /Pangeran Boros Ngora/Ra- Hyang
Kancana )gugur pada "PERANG BUBAT" dalam pertempuran yang tidak
"FAIR" atas "REKAYASA" Gajah Mada / Guan Eng Cu dan
Nangganan /Ki Ageng Muntalarasa /Syekh BEN TONG!!!!,dengan cara dibokong dan di
keroyok !!! Ketika terjadi Pasunda Bubat, usia Wastu Kancana baru 9 tahun dan
ia adalah satu-satunya ahli waris kerajaan yang hidup karena ketiga kakaknya
meninggal. Pemerintahan kemudian diwakili oleh pamannya Mangkubumi Suradipati
atau Prabu Bunisora (ada juga yang menyebut Prabu Kuda Lalean, sedangkan dalam
Babad Panjalu disebut Prabu Borosngora. Selain itu ia pun dijuluki Batara Guru
di Jampang karena ia menjadi pertapa dan resi yang ulung). Mangkubumi
Suradipati dimakamkan di Geger Omas.Setelah pemerintahan di jalankan pamannya
yang sekaligus juga mertuanya, Wastu Kancana dinobatkan menjadi raja pada tahun
1371 pada usia 23 tahun. Wastu Kancana wafat tahun 1475, kerajaan dipecah dua
diantara Susuktunggal dan Dewa Niskala
E.
Babad Panjalu dalam segi bahasa
Babad
Panjalu ini merupakan bagian dari naskah Perpustakaan Museum Pusat Jakarta yang
dikumpulkan oleh C.M. Pleyte, oleh lurah setemuat dibuat turunannya denga masih
menggunakan Bahasa Kawi, Jawa Kuno, Sunda Kuno dan selesai pada hari senin
bulan Desember pada tahun 1905 dan untuk mempermudah mahasiswa jurusan bahasa,
kebudayaan dan sejarah dalam mempelajari babad panjalu ini, oleh bapak Prof.
Ir. Anwas Adi Wilaga yang memintakan foto copyan dari naskah babad panjalu ini kepada
Dra. Jumsari kepal bagian naskah dari perpsakaan pusat Jakarta yang kemudian
dibetuk dengan Stensilan dengan memggunakan ejaan yang baru pada zaman sekarang
sehingga dapat deangan mudah untuk mempelajarinya namun tidak di terjemahkan
baik intern maupun ekstern untuk mendorong minat mahasiswa untuk membedahnya
dari Babad Panjalu ini yang merupakan salah satu aset dari kebudayaan nusantara
khususnya didaerah sunda meskipun sewaktu membacanya menimbulkan perasaan yang
wah kata- katanya ada yang berbahasa Indonesia.seperti: tahun, awal, mundur,
jalan, hormat, putra, jaman, wujud, ditulis dan lain sebagainya.
NASKAH BABAD PANJALU
PUPUH I
ASMARANDANA
//Kasmaran
panganggitgending / Basa Sunda lumayanan / Kasar sakalangkung awon / Kirang
tindak tatakrama /Ngarang kirang panalar / Ngan bawining tina maksud /
Medarkeun pusaka rama//
//Rama
jumeneng bupati / Di Panjalu nagarana / Lamina jeneng bupatos / Ngan dua puluh
dalapan / Tahun nyepeng Bupatya / Dugi sewu dlapan ratus / Salapan welas
punjulna//
//Kenging
putusan bisluit / Ti Kangjeng Baginda Raja / Kenging ganjaran bupatos / Eta
nugrahan pasihan /Pansiun kahurmatan / Rapi harta jalma tugur / Sanesna dipasih
sawah//
//Lami
nyepengna pangasih / Rupi harta sareng sawah /Ditambah salawe pancen / Dina
kalam midanna /Nyepeng kapansiunan / Tilu puluh tilu tahun / Dumugi wapatna
pisan /
//Tadi
keur jumeneng v/eling / Miwejang medar piwulang /Lampah sae sareng awon / Tulad
lampah kahadean / Nu goreng clisingkahan/ Poma-poma masing tuhu / Regepkeun
piwejang rama//
//Reujeung
ieu Ama titip / Ku ujang kudu tampanan / Anggep simpen masing hade / Hiji buku
bab pusaka /Tina awal mulana /Awitnu ngadamel situ / Lengkong buktina gumelar//
//Ujang
poma sing nastiti / Paham ingat salawasna / Sabab ama enggeus kolot /Malar
nular caritana / Tah ujang ieu tampa / Ditampi jeung sembah sujud / Pasihan
wewekas rama//
//Teu
lami waktuna deui / Tina antara wuwulang / Antawis satahun yaktos / Rama
ngangluh lajeng wapat / Mulih kakalanggengan / Sigeg teu panjang dicatur /
Walastra ka rahmattulah//
//Putra
nu katilar tadi / Harita masih jajaka / Ditilar langkung prihatos / Taya pisan
pangabisa / Henteu pisan sakolah / Nya ieu nu ujud nangtung / Gelar pun
Prajadinata//
//Watek
titis tulis diri / Ngan berkahna para cacah / Gede leutik mangkon gawe /
Kasebat jadi kapala / Di sawewengkon desa / Meunang pangkat jadi kuwu / Di
Mawarah nu gumelar//
//Sih
pangaksa nu ningali / Kana ieu seseratan /Nuwun pangampunten bae / Sewu laksa
nuwun maap / Pon anu dicarita / Sewu nuwun sih samalum / Samudaya kalepatan//
//Reh
simkuring kumaconggih / Nyarioskeun nu baheula / Ari anu dicarios / Manawi
wetuk dangdingna / Nu kasebat pusaka / Tah gelar babad Panjalu / Manawi leres
dangdingna//
//Ari anu
jadi kawit / Sangyang Prabu Boros Ngora / Mangkon Panjalu karaton /
Ngalajengkeun ti ramana / Estu tanah pusaka / Kasebat dayeuh Panjalu / Nelah
durnugi ayeuna//
//Tidinya
ngabangun deui / Damel situ gede pisan / Anu dingaranan Lengkong / Dikinten eta
legana / Satus pat puluh bata / Etangan nu enggeus tangtu / Sakitu anu
gumelar//
//Sareng
aya hiji deui / Dina tengah situ eta / Nusa basa jawa pulo / Nu didamel
padaleman / Lir kuta saputerna / Situ ngawengku kadatun / Mungal waas nu
ningalan//
//Pinggir
cai bumi mantri / Kaler kidul kulon wetan / Beres parele sakabeh / Katampi ku
paimahan / para abdi sadaya / Katingalna surup payus / Tur masih anyar
babakan//
//Eukeur
musim sarwa jadi / Pepelakan rupa-rupa / Kadu manggu jeruk paseh / Dukuh
pisitan rambutan / Jeruk bali jeung kalar / Jeruk manis mipis purut /
Kadongdong jeung gandaria//
//Sanesna
henteu kawincik / Sigeg enggalkeun carita / Nagri anyar langen maher / Lawang
kawitan ukiran / Sarta taya nu jaga / Gulang-gulang jadi pamuk / Nami pun Otek’
geus nelah//
Unggal
poe unggal peuting / tara ingkah tina tempat / Henteu lian deui gawe / Marek
sila bari jaga / Ngajaga bab drigama / Adat luang na karuhun / Taki faberi
lampahna//
//Lawang
nu kadua deui / Santosa sarta prayoga / Tungtung pintu ngujur ngulon / Sasak
gede sarta panjang / Santosa dijarambah / Nu katelah Cukang Padung / Nelah
dungkap ka ayeuna//
//Rea
abdi balawiri / Wantuning nagara anyar / Beurat beunghar jeung kamukten /
Senang taya kakirangan / Sakarsa diluluran / Saniskanten nu dimaksad / Laksana
sakarsa harsa//
//Kocapna
sang Prabu deui / Geus kagungan dua putra / Putra prakosa karasep / Rupi gilig
jeung prakasa / Pameget duanana / Raka rai runtut rukun / Sami dedeg
pangadegna//
//Siang
damelna pelesir / Raka rai sasarengan / Ngaheurap di situ Lengkong / Ngubeng
muter pinggir nusa / Ari nu ditunggangan / Teu sanes sampan parahu / Bukti
dungkap ka ayeuna//
//Raina
dikocap deui / Gagah sami jeung rakana / Sapertos nu kembar bae / Kuring menak
kasamaran / Ningal sami dedegna / Salira sami tur jangkung / Henteu aya
papadana//
//Nami
putra nomor hiji / Raden Arya Kuning nelah / Nomor dua kacarios / Rai nu burey
namina / Raden Arya Kancana / Namina enggeus kamashur / Dua putra kacarita//
//Adat
perlampahna rai / Tara kersa pelesiran / Jeung raka papisah bae / Kabogohna
pepelakan / Di sajroning nagara / Bubuahan cukul mulus / Bray siang ngan
pepelakan//
//Malah
satempatna deui / Ngadamel sahiji nusa / Nu katelah Nusa Pakel / Paragi ameng
amengan / Saban siang di dinya / Melak buahna diatur / Diajar sarta dikenca//
//Melak
mangpelem kaweni / Buah bidang buah bapang / Buah cengkir buah gedong /
Salianna teu diserat / Tinangtu kalah papan / Galur catur nu ditutur / Tempat
ieu pakebonan//
//Mashur
nelah ka kiwari / Kacatur pragi amengan / Nu nyarebat Nusa Pakel / Cantikning
anu baheula / Asal melak bubuahan / Tumurun kaputra putu / Kitu awal pusakana//
//Sigeg
nu dicatur deui / Tempat bumi kapatihan / Pernah kulon dina jontor / Di payun
aya paseban / Tempat anu seseban / Ujung winangun geus tangtu / Bareng tatamu
nu dungkap//
//Direnggi
dipancak suri / Dipapaes kaanehan / Wantuning dina patamon / Cantik pinter papalihna
/ Biraksana laksana / Salir padamelan putus / Unjuk damel saprag’anana//
//Sang
Prabu nampi beresih / Sadayana padamelan / Teu aya anu dicale / Budi niskara ka
manah / Nunjuk ringkat pinterna / Kasmahur patih Panjalu / Dumugi sewu putuna//
//Karang
palataran resik / Wiar wera titingalan / Henteu meunang pisan kotor / Nu teu
nurut dihukuman / Adat lumbrah baheula / Hukumna berok belenggu / Ditempatkeun
di paseban//
//Sinigeg
dikocap deui / Prabu Sangyang Boros Ngora / Aya manah karsa lereh / Pasrah
damel kaputrana / Putra nu pangcikalna / Kempel rerempug jeung sepuh / Sarta
raden patih pisan//
//Prabu
Sangiyang ngalahir / Ka sepuh jeung ka patihna / Menta karempugan maneh / Niat
seseren ka anak / Muga pada rempugan / Sakabeh urang Panjalu / Tah sakitu nya
pamenta//
//Ti
dinya lami badami / Patih serta praponggawa / Ku sadaya geus kahartos / Reh
urang aya pariksa / Kitu ratu kersana / Kumaha ayeuna batur / Sadaya kudu
unjukan//
//Unjukan
sadaya abdi / Ngiringan sadaya karsa / Teu aya hiji nu menggok / Mangga ngiring
karsa raja / Teu sanes rek ngaula / Siang wengi rek dijungjung / Ngaula setya
kang putra//
//Sang
Prabu ngalahir deui / Ka patih para ponggawa / Na ha enggeus rampug kabeh /
Patih pra sepah unjukan / Nuwun dawuh paduka / Sareng sewu sembah sujud / Dumeh
rek karsa paduka//
//Sang
Prabu ngalahir manis / Ka sadaya para sepah / Muji sukur ka maraneh / Kadar
aing kalaksananan / Trima dunya aherat / Muji sukur ka Yang Agung / Ka Gusti nu
sipat rahman//
//Harita
keneh ngalahir / Ka patih lajeng nimbalan / Isuk dina poe Senen / Sakabeh kudu
timbulan / Abdi pra mantri kabeh / Masing-masing pada kumpul / Isukna urang
ngistrenan//
//Papakean
masing resik / Salianna pahurmatan / Sadiakeun masing rame / Ulah aya
kakurangan / Atur nu tumpak kuda / Lampit jampana jeung tandu / Sarta
kasinomanana//
//Ari
prabot anu aing / Sadia di padaleuman / Kumpulkeun bae di jero / Bareng jeung
aing kaluar / Sarta jeung pangantenna / Isuk Senen pukul tujuh / Sadiakeun di
tempatna//
//Patih
nyembah geus jung indit /Angkat gasik gagancangan / Nganggo payung seret hejo /
Dijalan bari titimbal / Ngatur para ponggawa / Ka dieu batur karumpul / Tua
anom didawuhan//
PUPUH II
S I N O M
//Isukna
enggeus sadia / Ponggawa jeung para mantri / Saperti nu rek elaran / Upacarana
marapit / Ngaderes kuring leutik / Kamantren parentul hurung / Sadia pikeun
mapag / Tatamu enggeus rapih / Kantun ngantos jengkarna ti padaleman//
//Ti
dinya Den Patih mangkat / Diiring ku para mantri / Pra ponggawa sadayana /
Bareng abdi-abdi leutik / Tatabeuhan dicangking / Salendro renteng jeung degung
/ Tarebang tarawangsa / Kekeprak calung kacapi / Warna rupa karinding sarta
sulingna//
//Genta
bareng kelenengan / Kolotok koprak teu kari / Bawaning ku kasukaan /
Saboga-boga dijinjing / Bawaning suka ati / Nu surak kocap ngaguruh /
Sapolah-polah jalma / Jojogedan ragag-rigig / Warna rupa aya anu bobodoran//
//Kocap
Raja putra jengkar / Putra panganten nu ngiring / Bareng pra istri sadaya /
Sepuh kulawarga ngiring / Teu aya anu kari / Jaba nuturkeun kadaton / Ear rame
nu surak / Melas-melis sora suling / Narawangan calung rebab tarawangsa//
//Raja
nunggangan jampana / Para istri dina joli / Dihapit para ponggawa / Para mantri
ti pandeuri / Upacara ngabaris / Di pungkur sarta di payun / Den patih tunggang
kuda / Tiheula bade sayagi / Nyayagian Sang Prabu bade ngistrenan//
//Rawuh
teu antara lila / Ka kapatihan geus sumping / Rama putra geus lalenggah / Garwa
sareng para istri / Kapatihan heurin usik / Ngagimbung nu ngiring ratu / Ear nu
susurakan / Ngageder asa ka indit / Patih nyaur he batur eureunan heula//
//Jempe
repeh sadayana / Geus teu bisa usik malik / Saperti gaang katincak / Tina
sakalangkung ajrih / Ngantos pidawuh gusti / Nyelang Raden Patih nyaur / Ka
para ponggawana / Ka abdi jeung paramantri / Saprantosna poma ulah rek
rarobih//
//Prabu
Sangyang Boros Ngora / Ngadawuh ka Raden Patih / Sareng ka abdi sadaya / Geus
henteu diwiji wiji / Kami rek menta saksi / Masrahkeun lungguh tumenggung / Ka
ieu anak cikal / Nya Raden Aria Kuning / Banda-banda sarawuh jeung nagarana//
//Sarta
nitipkeun jenengna / Kumaula sing gumati / Diturut saparantehna / Poma ulah
gindi pikir / Ulah silung nya ati / Ngaula sing hade laku / Saregep kumaula /
Ngaulaan anak aing / Henteu panjang regepkeun eta papatah//
//Cung
nyembah abdi sadaya / Katampi pangasih gusti / Miwejang abdi sadaya / Ku Abdi
prantos ka budi / Tadi kadawuh gusti / Rewu laksa abdi nuwun / Geus moal aya nu
mungpang / ngaulakeun putra gusti / Raden Arya Kuning nu mangkon karajan//
//Ger
surak bareng tabeuhan / Patamon asa kaindit / Warna rupa polah jalma / Nu
ngabodor ragagrigig / Rea nu selang-seling / Katalanjur sampe lanjung / Hawa
soara jalma / Nyeri hulu torek ceuli / Geus cep surak reungeukeun miwulang
putra//
//Sang
Prabu hibat ka putra / Ratu Anom Arya Kuning / Ama pasrah saayana / Rupa barang
eusi bumi / Rupa emas jeung duit / Kaayaan di Panjalu / Jeung ieu barang pusaka
/ Anggep simpen ati-ati / Tah rupana ku Eneng geura tampanan//
//Hiji
rupa ieu pedang / Kadua rupana encit / Katilu eta rupana / Loceng anu semu
leutik / Simpen masing gumati / Keur pusaka anak incu / Jeung rupa kuluk
raksukan / Ditempatkeun di nu resik / Tempatna misah ti sejen barang urang//
//Tutas
tigas hibat rama / Pusaka prantos ditampi / Cung nyembah lajengmunjungan /
Lenggah mando sarta taklim / Digentos ku Den Patih / Pra ponggawa para sepuh /
Sami pada marunjungan / Abdi leutik kitu deui / Basana teh nuhunkeun hibar
pandunga//
//Sinigeg
lajeng bubaran / Ti kapatihan marulih / Satempatna sabumina / Salesih taya nu
kari / Raden Aria Kuning / Rama putra di kadatun / Lenggah di padaleman / Anu
eukeur jeneng waii / Waktu eta rama kang putra ngandika//
//Sakalian
ama wekas / Popoyan pamit rek ngalih / Ngajugjug ka dayeuh Jampang / Rempug teu
rempug geus pasti / Niat di poe Kemis / Pamenta ama sakitu / Putra teu prak
ngawalonan / Ajrih tumpeg ngelas ati / Tina hawrah ngawangru pisah jeung rama//
//Dalah
moal dikumaha / Eta geus dihin pinasti / Raga badan tampa polah / Titis tulis
enggeus pasti / Nya ayeuna pinanggih / Kadar karsana Yang Agung / Rama
patinggal jeung putra / Hanteu panjang dipimanah / Enggal bae nyaur patih//
//Enggeus
dongkap kapayunan / Den Arya Kuning ngalahir / Heh kieu Paman Patih / Numawi
enggal disaur / Reh aya karsa rama / Ngadawuh bade rek ngalih / Poe Kemis kitu
pitungkasna rama// (Kurang dua pada).
//Pindah
panggenan ka Jampang / Bareng enggeus Raden Patih / Lajeng pitaros ka putra /
Naha margina teh Gusti / Den Arya walon deui / Margi lantaran teu maphum /
Sinigeg nu ka kocap / Isuk dina poe Kemis / Pra ponggawa para mantri sing
sadia//
//Sadaya
teu langkung paman / Raracik nu ngiring ngalih / Ulah aya kakirangan /
Gancangkeun masingna rapih / Den Patih hatur talim / Tigas dawuh bade mundur /
Den Arya ngaidinan / Cung nyembah Den Patih indit / Gudag-gidig mulih lajeng ka
paseban//
//Sadungkap
lajeng titimbal / Ka priyayi jalma kemit / Maneh kemit kudu leumpang /
Ngumpulkeun ponggawa mantri / Jalma kemit arindit / Burubul anu disaur / Geus
hempak di paseban / Lajeng Den Patih weweling / He numantak diogan aya
dawuhan//
//Tah
kieu dawuhanana / Rungu ku sakabeh mantri / Aya karsana ramana / Poe isuk bade
ngalih / Dawuhna Sri Bupati / Sakabeh kudu rigurung / Ngaderek ka Sangiyang /
Anggon-anggon sing raresik / Sarta bawa tandu jali gerebongna//
//Caturkeun
bae isukna / Sadaya enggeus tarapti / Kuda jalma jeung gotongan / Sarta jeung
ponggawa mantri / Di kapatihan ngabaris / Kantun ngantosan Sang Prabu / Den
Patih lajeng angkat / Ka padaleman geus sumping / Lajeng munjuh kantun
ngantosan kakersa//
//Sukur
ari geus sadia / Tarapti nu baris ngiring / Putra mo bisa ngiringan / Wakil bae
Paman Patih / Bareng ponggawa mantri / Ulah aya anu kantun / Lajeng putra
unjukan / Karama nu badengalih / Unjuk sembah kulanun prantos sadia//
//Putra
nu bade dicandak / Raina Aria Kuning / Rahaden Arya Kancana / Langkung
binangkit berbudi / Panganggo ahli tani / Tegesna nu dipicatur / Aturan
pepelakan / Damelna ngawincik-wincik / Warna rupa siki petetan dipelak//
//Sigeg
kocap nu rek angkat / Putra sujud bari nangis / Ngawawaas nu rek angkat / Raka
rai kitu deui / Duh adi kuma teuing / Akang kantun di Panjalu / Geunggang
nyorangan pisan / Gan pamuga muga rai / Sambung dunga rai papisah jeung
kakang//
//Prabu
sangiyang bral jengkar / Lajeng nitih kana joli / Salianna nu badarat / Tandu
gerebong ku istri / Di jalan heurin usik / Pacampuh gotongan tandu / Ear soara
kuda / Nu nitih ponggawa mantri / Abdi-abdi upacara nu badarat//
//Henteu
kocap di jalanna / Catur cunduk enggeus sumping / Ka Jampang anu diseja / Kaget
awewe lalaki / Urang Jampang geus singkil / Ngurus pakepruk keur nyuguh / Semah
hempak ngajajar / Di Jampang geus heurin usik / Silih taros semah bareng
pamajikan//
//Geus
tugenah anu pindah / Catur nu ngiring rek balik / Tina enggeus kalamian / Raden
Patih lajeng pamit / Dumeuheus sembah talim / Nun abdi bade piunjuk / Manawi
kawidian / Abdi nyuwun idin balik / Sarawuhna piunjuk abdi sadaya//
//Sangiyang
lajeng ngandika / He kabeh para ponggawi / Geus kateda katarima / Lahir batin
moal lali / Pangaulaan tadi / tegas mantep tutug ngestu / Gan muga saterusna /
Ngaulakeun anak kami / Poma-poma lampah masing ariyatna//
//Sangiyang
geus kawidian / Hade maneh geura balik / Tidinya lajeng munjungan / Sami paca
amit balik / Kabeh ponggawa mantri / Bubar teu aya nu kantun / Teu kocap di
jalanna / Caturkeun bae geus sumping / Lajeng bae unjukeun dawuhan rama//
//Teu aya
anu kaliwat / Dawuhan ramana tadi / Parantos Patih unjukan / Pamit rek mulih ka
bumi / Kitu deui pra mantri / Sadaya sami malundur / Saimah satempatna /
Sinigeg geus masing-masing / Sanes pasal catur nu keur suka manah//
//Raden
Arya Kuning kocap / Keur jeneng nya sugih mukti / Beurat beunghar rea barang /
Rea kuda sapi munding / Sairing karsa jadi / Jeung mantri ponggawa rukun / Taya
hiji nu mungpang / Adil tara pilih kasih / Humanggapira teu pisan dibeda-beda//
PUPUH III
K I N A N T I
//Galur
catur cara pantun / Cik tunda balikeun deui / Malar rambat caritana / Pinuju
keur sugih mukti / Beurat beunghar suka manah / Abdi-abdi senang ati//
//Nyaeta
Dalem Panjalu / Keur ngaraos raos galih / Lajeng bae miwarangan / Hiji Mantri
nyaur Patih / Utusan enggeus bral mangka / Ka kapatihan geus nepi//
//Teu
lila Den Patih jebul / Sarta kairing ku mantri / Lajeng bae ngadeuheusan
/Nyembah hurmat sarta talim /Kieu nu matak diogan / Putra rek aya badami//
//Mang
Patih manawa rempug / Abdi sarta para mantri / Kumahalamun miwarang / Ka rama
nyuhunkeun idin / Rek ngutus sahiji jalma / Ka Jampang ki Budi sakti//
//Maksud
hayang bedah situ / Teu wani samemeh idin / Den Patih cengkat unjukan / Ulah
panjang dipigalih / Rempag ngiring ka dawuhan /Sakumaha karsa Gusti//
//Enggal
bae lajeng nyaur / Ka ngaran ki Budi sakti / Gancang maneh geura leumpang /
Karama nyuwun paidin / Kitu maneh nya unjukan / Nuwun putusan nu pasti//
//Utusan
harita geus jung / Leumpang gancang gusak-gasik / Teu kacatur di jalanna / Ka
Jampang catur geus nepi / Kasondong Sang Prabu lenggah / Dideuheusan
abdi-abdi//
Ngareret
ningal ka pungkur / Aya Kai Buni Sakti / Kagetna nanyakeun beja / Dina sajero
panggalih / Lajeng Sang Prabu mariksa / Ka Kiai Buni Sakti//
//Maneh
teh ngemban piutus / Atawa karep pribadi / Cung nyembah bareng unjukan / Nun
sumuhan dawuh Gusti / Sayaktos ngemban timbalan / Diutus ku putra Gusti//
//Saprakawis
kapiunjuk / Salam sembah Putra Gusti / Dua nuju kasugengan / Berkahna pangestu
Gusti / Putra putu sadayana / Titip sembah pangabakti//
//Prakawis
anu katilu / Panuhunan Putra Gusti / Sanget mugi karilahan / Upami bae teu idin
/ Paduka dilungsur lenggah / Ka Panjalu kedah linggih//
//Palay
kersa bedah situ / Sareng rempag para abdi / Sakitu piunjuk putra / Dijereh
beres salesih / Teu aya anu kaliwat / Sacatur Ki Buni Sakti//
//Ku Sang
Prabu kapirungu / Sapiunjukna Kiai / Henteu panjang dipimanah / Lajeng nyaur
Sri Bupati / Eh Buni Sakti ayeuna / Bedah situ kami idin//
//Prakara
kami dilungsur / Ka Panjalu moal indit / Kajaba ieu nitahan / Ka Arya Kancana
wakil / Tutas dawuhna Sangiyang / Ka Kiai Buni Sakti//
//Amit
matur bade mundur / Nuwun idin pangkon Gusti / Ayeuna abdi rek mangkat /
Sangiyang ngalahir deui / Sukur bral mangkat tiheula / Popoyan rai pandeuri//
//Leumpang
gancang gira-giru / Keupat bari gadag-gidig / Dijalanna teu dikocap / Kocapkeun
bae geus nepi / Ngemban putusan ramana / Ka Kiai Buni Sakti//
//Ka
Panjalu enggeus cunduk / Lajeng dumeuheus ka Gusti / Kasondong eukeur seseban /
Bareng jeung para ponggawi / Keur misaur anu leumpang / Nya eta Ki Buni Sakti//
//Geus
kitu Kiai jebul / Kapayunan Sri Bupati / Sang Prabu lajeng mariksa / Mana
lila-lila teuing / Ku kula didago pisan / Kuma dawuh rama aki//
//Aki
cung nyembah piunjuk / Prakawis situ geus idin / Kadua rama teu yasa / Kajawi
wakil ka rai / Ka raden Arya Kancana / Teu sareng masih pandeuri//
//Wewekas
anu katilu / Geus henteu diwiri-wiri / Kasakabeh kula warga / Sarta para abdi
leutik / Kajaba gan sih pandunga / Lahir tumeka ing batin//
//Tina
geus kaburu waktu / Ngantos rai tacan sumping / Situ Lengkong lajeng bedah /
Lilana geus tilu peuting / Rame cekcok jalma lintar / Awewe lalaki nyair//
//Kerad
bubu sarta susug / Pakakas parabotjalmi / Nya kitu deui laukna / Rea sarta teu
kawincik / Nilem corengcang jeung kancra / Betok hampai gede leutik//
//Rea warna
rupa lauk / Boncel lele rea sami / Gurame kulinyar rea / Tawes beureum panon
deui / Teu kaserat sadayana / Sigeg nu keur resmi galih//
//Raden
Arya Kuning emut / Kaomong Ki Buni Sakti / Rai teu diantos heula / Ieu aing
kuma teuing / Tangtu Rai sakit manah / Euh aki papageun deui//
//Tunda
catur anu nyusul / Sigeg lampah Buni Sakti / Ngocapkeun deui di Jampang /
Ngempelkeun ponggawa abdi / Nu baris ngaderek putra / Ka Panjalu jadi wakil //
//Den
Arya lajeng disaur / Lajeng nimbalan sakali / Ayeuna teh kudu leumpang /
Minangka jadi wawakil / Gancang ayeuna sadia / Bareng sakabeh pangiring//
//Jeung
poma Eneng diditu / Raka rai mangka rapih / Ulah rek nyieun kacuwa / Pikacuwa
dinu leutik / Sakitu weweling Ama / Diregepkeun beurang peuting//
//Raden
Arya lajeng munjung / Pamitan bade rek indit / Rea nyandak wadya bala / Bareng
dua senapati / Jenenganana pun Kojal / Kodal kaduana deui//
//Harita
angkatna geus jung / Ngeungkeuy ngaleut anu ngiring / Henteu kocap dijalanna /
Cunduk catur enggeus sumping / Kana tempat patanahan / Tata eukeur baris
linggih//
//Pakeprukan
nyieun saung / Pasanggrahan geus tarapti / Ngaguruh soara jalma / Cekcok jalma
kuring leutik / Kocap rame ku soara / Mana nelah ka kiwari//
//Sindang
Rame geus kamashur / asal purwa eta tadi / Keur jaman Arya Kancana / Nalikana
angkat mampir / Lebah dinya raramean / Rame sora abdi-abdi//
//Sinigegkeun
nu ngarungrung / Nu masanggrahan di pasir / Nyaritakeun anu mapag / Utusan
Ariya Kuning / Di jalan enggeus patepang / Dina pasanggrahan tadi//
//Enggalna
Kiai matru / Kanu sami eukeur linggih / Nu lenggah di pasanggrahan / Hatur
pangampunten Gusti / Diutus ku tuang raka / Aria Kuning Bupati//
//Enggal
dilungsur ka situ /Raka ngantosan di hilir / Sumangga ayeuna angkat /
Sasarengan jeung pun aki / Kojal Kodal geus sadia / Abdi-abdi sami ngiring//
//Tipasanggrahan
enggeus jung / Angkat nerus pinggir cai / Di jalan teu sumpang-simpang / Kajawi
ningal nu nyair / Ningal polah popohoan / Nu kagungan teu dihiding//
//Geus
henteu beunang diharu / Kaus rusuh kuring-kuring / Tina ningal lauk rea / Lepat
ka isin ka risi / Rea jalma ditarajang / Teu eling bawaning nyair//
Patubruk
parebut lauk / Rea nu muntel ka samping / Lantaran nu ditarajang / Lain
lantaran teu eling / Leungit ka era wiwirang / Jalanan parebut milik//
//Cig
tunda deui picatur / Lampah Den Aria tadi / Nu rek nepangan rakana / Cunduk
sumping tebeh hilir / Tempat palinggihan raka / Nya Raden Aria Kuning//
//Sempal
sakedap picatur / Adat lumbrah enggeus galib / Geus biasa kuring menak / Mun
kadarat tangtu tiris / Kaleresan Den Aria / Hanjat sabab tina tiris//
//Lungsur
maju kana saung / Ngaraos salira tiris / Senang manahna sideang / Dua panangan
dibingbing / Jeung dua deku sampean / Sapertos tangan dibingbing//
//Sigeg
Den Arya dicatur / Sareng Kai Buni Sakti / Badami heula sakedap / P*e rkara eta
nu ngiring//
//Jurung
titah bae mundur / Kapasanggrahan nu tadi / Kana ngadago di dinya / Cumahnya
lajengna ngiring / Bedah situ enggeus lawas / Gan mo hade teu pinanggih//
//Nu
ngaderek geus warangsul / Ditimbalan wangsul deui / Di Sindang rame ngantosan /
Ngadago timbalan kami / Upama aya pangogan / Mangka gancang buru kami//
//Den
Arya lampahna laju / Tilu jalma anu ngiring / Ki Kojal jeung Aki Kodal / Katilu
Ki Buni Sakti / Rawuh ti pungkureunana / Ku rakana teu ditilik//
//Jongjong
madep kana hawu / Surti wadi teu digalih / Salah nyana teu dimanah / Tebaring
nu lantip budi / Pikeun maju anggur gejat / Mungkur kantun Buni Sakti//
PUPUH IV
P A N G K U R
//Ngojengkang
ngetak manahna / Kutan kitu kakang Aria Kuning (* Kurang dua padalisan) / Boro
jauh ge dijugjug / Anggang ti Jampang datang / Ngemban mangkon jadi sulur Rama
Prabu / Nyana bakal dipiwarang / Ahir bet teu sudi teuing//
//Sidakep
sinuku tunggal / Den Aria salirana ngagidir / Napsu kaduhung teu lipur / Duh
kacida da badan / Lajeng luncat ti sisi situ ti kidul / Ngular ngawahan
Ciluncat / Nelah datang ka kiwari //
//Raka
den Arya Kancana / Lajeng angkat ti Ciluncat ka hilir / Anu eukeur pundung
nguwung / Bol lenggah mamanahan / Anu mantak ayeuna mashur kasebut / Pecat Obol
ngaran tanah / Nelah dungkap ka kiwari//
//Lenggah
barina ngamanah / Reujeung dua panakawan nu ngiring / Kojal Kodal henteu kantun
/ Duh aki kuma urang / Piiampaheun urang mana nu dimaksud / Uranglampah
diwiwirang / Ku aki meureun kapikir//
//Tadi
lampahna siloka / Dihartian ku kami jero pikir / Meberkeun ramo sapuluh / Kieu
aki surtina / Henteu lian sarua ramo sapuluh / Harti urangkudu boga / Ngidasa
milik pribadi//
//Hatur
aki langkung karsa / Panuhun mah ulah lajeng panggalih / Pundung nguwung kanu
sepuh / Teu sae balukarna / Kitu deui matak ulah jadi bendu / Gamparan langkung
waspada / Kuma karsa rek diiring//
//Teu
diangep panghulakna /Maksa bae angkat maju ka hilir / Geus cunduk ka nu diuntup
/ Leresan situ anyar / Tuluy ngadeg dina junggrang jero nyaan / Ka eta Kojal
jeung Kodal / Ieuh kieu karep kami//
//Leu
situ anu bedah / Urang saeur ku taneuh (tina pasir) / Tapi maneh teh narangtung
/ Ki Kojal nu ti girang / Ari Kodal ti hilir jadi kurucuk / Kami rek leumpang
sorangan / Ngeduk taneuh tina pasir//
//Den
Aria nanjak angkat / Rek ngurugkeun taneuh nu dina pasir / Lajeng pencut teh
dikeduk / Ku tangan duanana / Geus paragat sabedug gupitan pinuh / Kocap nu
keur rame pisan / Cai geus cunduk hilir//
//Gehger
ribut nu digirang / Nu gebrugan jalma hanjat nyalingkir / Gaeun sabab mantak
sundul / Sang Prabu teh midarsa / Tina sabab jalma karanjah paribut / Keur
nyaur teh katingal / Tipungkur Ki Buni Sakti//
//Tacan
kaburu mariksa / Tadi Aki leumpang mapagkeun rai / Kaburu kasusul situ /
Lajengna dipiwarang / Aki gancang walang siar aya urug / Tangtu pangbedahan
rempag / Jung pariksamangka sidik//
//Cedok
nyembah Aki mangkat / Gusak gasik nyuksruk cai ka hilir / Rusuh bari manggul
ruyung / Panugar keur pakakas / Henteu nyana kajaba tambakan urug / Catur
cunduk ka tambakan / Kasondong Den Arya linggih//
//Aki
utusan teu tata / Datang seblak peuntas diburak-barik / Ku Den Aria diburu /
Mangke Aki heulaan / Tonggoy tungkul ku Aki henteu karungu / Ituh Kojal Kodal
taram / Ulah diganggu ku Aki//
//Cengkat
barina rumenghap / Rumanggosan ngadeuheus langkung ajrih / Mando tungkul bari
sujud / Den Arya seg ngandika / Karep saha atawa Aki diutus / Pendetan kami
diruksak / Hunjuk hatur Buni Sakti//
//Abdi
gan damel lumampah / Ngalampahkeun timbalan raka Gusti / Sarek situ ngembeng
nyundul / Numawi kumawasa / Cilakadar pun Aki yaktos diutus / Eta mah sadaya
daya / Pun Aki sumeja ngiring//
//Gancang
bae Aki mulang / Seg haturkeun ka raka Arya Kuning / Menggah anu nambak situ /
Nya kaula rupana / Anu ngaran Arya Kancana geus mashur / Nadah sakumaha karsa /
Beurang peuting sanggeum ngiring//
//Ngayon
tanaga sumangga / Rek ngayonan sanajan perang tanding / Aki kami moal mundur /
Kitu pamenta kula / Gancang bae ayeuna mah geura mundur / Teu dicatur di
jalanna / Kocap Aki enggeus nepi//
//Kapayunan
Sri Bupatya / Lajeng matur Kiai Buni Sakti / Sewu nu jadi bebendu / Laksa jadi
dumuga / Menggah lampah tadi pun Aki diutus / mariksa halang harungan / Prantos
dipariksa sidik//
//Sang
Prabu kaget mariksa / Coba trangkeun naon sababna aki / Nu matak situ
ngabendung / Aki nyembah unjukan / Nun sumuhun mugi ulah jadi bendu / Ulah
panjang dipimanah / Rai paduka nu jahil//
//Margi
kasondong jinisna / Den Aria Kancana eukeur linggih / Dina pencut patutungku /
Sareng dua kawanna / Kojal Kodal nu ngaderek henteu kantun / Abdi leresan
pendetan / Kojal Kodal nyaur abdi//
//Abdi
teu tiasa maksa / Nugar notas dihalangan ku rai / Sesemon bendu kalangkung /
Samalah pitungkasna / Dadas catas ulah-ulah ngajak gelut / Nangtang perang ka
gamparan / Susumbar ka pangkon Gusti//
//Rep
geuneuk pameunteu raka / Ngadangukeun hatur ki Buni Sakti / Salira ngageter
biru / Jawab bari sosoak / Geus pinasti titis peperang jeung dulur / Ieu poe
ngabungsuan / Nungtung undur perang tanding//
PUPUH V
D U R M A
//Den
Aria tambah ngetab mamanahan / Bendu jeung maras miris / Bet ieu balukarna /
Hayu bae marulang / Nu di darat nu di cai / Pon anu anggang / Ulah aya nu
kari//
//Den
Aria jengkar tina pamundayan / Ngungsi mulih ka negri / Henteu kocap di jalan /
Catur bae dungkapna / Katepis wiring geus sumping / Sang Prabu nitah / Nimbalan
nyaur patih//
//Raden
Patih harita keur ngiring munday / Ku sabab tunggu negri / Utusan enggal
mangkat / Henteu kocap di jalan / Ka kapatihan geus nepi / Patih mariksa / Rek
naon maneh Mantri//
//Gubag
geubig leumpang rurusuhan pisan / Rek naon maneh Mantri / Cedok nyembah unjukan
/ Nun sumuhun pariksa / Abdi ngemban dawuh Gusti / Nyaur Gamparan / Sareng kudu
kairing//
//Raden
Patih nganggo-nganggo geus sadia / Harita enggeus indit / Henteu kocap di jalan
/ Catur bae geus dongkap / Kapayuneun Sri Bupati / Seg ngadeuheusan / Nyembah
jeung hormat taklim//
//Raden
Arya Kuning teh lajeng ngandika / Eh kieu mamang patih / Anu mantak diogan /
Sae awon manahan / Hatur lapor Buni Sakti / Rai Aria / Dihilir nangtang baris//
//Enggeus
terang kitu Aki caritana /Den Patih nganggres galih / Geus henteu bisa jawab /
Upama kajadian / Raka rai perang tanding / Teu trang sababna / Saklangkung buta
tuli//
//Henteu
panjang ditetek awal puwana / Lajeng ngawalon Patih / Teu aya pangandika / Hal
wiwahara dina / Abdi teu sumeja ngiring / Karsa paduka / Tarung narungan rai//
//Demi
Allah abdi teu nagang karsa / Sumangga Gusti galih / Agung sihna hampura / Ieu
hiji ibarat / Neukteuk curuk dina pingping / Awal ahirna / Teu bati teu
ngajinis//
//Tah
sakitu emutan abdi Paduka / Teu langkung karsa Gusti / Dihanggep henteuna mah /
Unjuk mamanawaan / Kitu deui gebal Gusti / Teu ngalangkungan / Seja namengkeun
diri//
//Sang
Bupati mingkin ririh tambah nyengka / Cengkat pikiran edir / Tunggal papada
jalma / Sarua anak bapa / Mustahil eleh ku adi / Nya geus mangsana / Urang
lawan bae jurit//
//Ayeuna
mah Patih gancang mepek bala / Budi pati sala mantri / Raden Patih geus mangkat
/ Kapaseban titimbal / Mere tangkara jeung nitir / Bari sosoak / Eh batur para
mantri//
//Jalma-jalma
nu deukeut nu anggang datang / Ngadenge tangkara titir / Nanya silih tatanya /
Naon ieu teh beja / Ribut pahibut geus nepi / Jog ka paseban / Kasondong
juragan patih//
//Lajeng
bae sadatangna wadya bala / Nimbalan abdi-abdi / Ulah aya nu tinggal / Sarta mawa
pakakas / Tumbak pedang reujeung keris / Adat baheula / Poma masing tarampil//
//Sabab
isuk urang kudu budal perang / Ngaderek sa bupati / Sakumaha karsana / Poma
mangka tiyatna / Ayeuna geura baralik / Nyokot pakarang / Bral indit
masing-masing//
//Tunda
catur nu keur sadia pakarang / Sumusul timbalan deui / Sakabehna jalma / Karsa
tacan laksana / Genah masih ngerik pikir / Kitu dawuhna / Kudu bedahkeun deui//
//Hayu
urang budal marawa pakakas / Tutugar pacul linggis / Henteu lila sadia / Kuring
menak daratang / Bade ngiring Raden Patih / Bapa bedahan / Harita keneh indit//
//Angkat
ngulon ngaleut ngeungkeuy pababantay / Nu manggul nu ngajingjing / Parabotan
pakakas / Baris ngabongkar natas / Kocap harita geus tepi / Kanu dimaksad /
Enggal cukcek di kali//
//Geus
teu tata santana pagaliota / Pacampuh jeung kuring leutik / Migawe papadaan /
Taya basa santana / Sami bareng kuring leutik / Waktu harita / Parosa-rosa
abdi//
//Catur
heula Den Arya nu sundel manah / Sirik galih tacan ririh / Lajeng nyaur ka
Kojal / Eh maneh Kojal leumpang / Neang batur nu keur nganti / Bawa ti Jampang
/ Di Sindang Rame tadi//
//Aki
Kojal cul nyembah pamitan leumpang / Sindang Rame nu di ungsi / Teu kocap di
jalanna / Ka Sindang enggeus datang / Rame jalma abdi-abdi / Datang ki Kojal /
Kuma kersana Gusti//
//Gancang
Kojal ka sakabeh titimbal / Ngemban dawuhna Gusti / Gancang kudu barudal / Di
saur aya karsa / Ku kami kudu kairing / Ayeuna pisan / Ulah aya nu kari//
//Henteu
lila wadya bala kabeh budal / Ti Sindang Rame indit / Bareng Aki Kojal / Teu
kocap dijalan / Catur cunduk enggeus nepi / Ka Cinarakal / Kasendong Den Arya
linggih//
//Kaleresan
dina tanah Cinarakas / Mana nelah ka kiwari / Asalna raras manah / Ngan anak
lalampahan / Bari nganti abdi-abdi / Harita datang / Ti dinya lajeng ngalih//
//Kabeneran
dina eta tempat lenggah / Ti beh kidul katingali / Jalma kuring jeung menak /
Malah jeung papatihna / Nu digawe anu cicing / Eta maksudna / Lengkong rek
dibedah deui//
//Lisan
basa Den Arya ti kaanggangan / Tapi katingal teu tebih / Geus nelah kaayeuna /
Sukatingal buktina / Ningal jalma nu keur ngali / Natas ngabedah / Kalah butut
moal jadi//
//Mana
nelah Cibutut gelar ayeuna / Eta asal tina wangsit / Wangsit Arya Kancana /
Jeung aya deui basa / Cieunteung ayeuna muni / Asal purwana / Ditempat eta
linggih//
//Keur
patingal jeung wadya bala rakana / Kaler kidul katingali / Tah ieu palinggihan
/ Cieunteung ngaran tempat / Malah nepi ka kiwari / Cieunteung nelah / Henteu
kacatur deui//
//Rek
tugen wadia balana n u datang / Anu disaur tadi / Geus kumpul sadayana / Taya
hiji nu tinggal / Sanghiang lajeng ngalahir / Ka sadayana / Pamaksud ieu aing//
//Anu
matak gagancangan kami ngogan / Keur bancang pakewuh kami / Tah nu jadi
lantaran / Tuh nu ngawiwirang urang / Ku maneh meureun kaharti / Purwa asalna /
Becik jadi buncelik//
//Geus
teu tahan kami nyandangan amarah / Teu sudi nyanding kanyeri / Lamun tacan
kalah mati / Jurit dina kalangan / Nempuh dulur Arya Kuning / Nuwala cidra / Ka
kami nganyenyeri//
//Wadya
bala nu ngiring nguping wewekas / Kaget matur para abdi / Aduh Gusti poma /
Kitu manah ka raka / Atuh sakumaha teuing / Rama paduka / Tangtu bendu ka
abdi//
//Mugi
ulah gamparan kalalajengan / ka raka nangtang jurit / Henteu sae pisan / Jadi
gamparan sasar / Kasasar ku ngerik galih / Tiwas salira / Lara wirang enggeus
yakin//
//Mangga
Gusti ulah kirangnya ngamanah / Titih heula sing lantip / Mapan paribasa /
Kaduhung tara tiheula / Hanjakal sok ti pandeuri / Adat lumbrahna / Sami sakitu
deui//
//Sih
hapunten kumawantun abdi conggah / Kana pangersa Gusti / Lain teu sumeja /
Dumerek kana kersa / Sareh tadi rama weling / Ka sadayana / Jaga masing
gumati//
//Gumatining
jadi kieu balukarna / Duh Gusti kuma teuing / Den Arya ngandika / Geus maneh
montong panjang / Hayu sakabeh arindit//
//Lajeng
angkat Raden Arya jeung sadaya / Taya tinggal saliiji / Angkat maju ngetan / Ti
Cieunteung geus anggang / Kana pendetan geus nepi / Tambakan anyar / Di dinya
sami linggih//
//Cag
ditunda nu lenggah dina tambakan / Sakedap selang deui / Carita nu nugar /
Kuring menak teu tahan / Cape sami pikir risi / Pakakas ruksak / Linggih kocap
ngajebil//
//Geus
teu tahan pakakas tanaga beak / Teu kakaraeun teuing / Saakaltarekah / Enggeus
henteu tumama / Tangtu aya nu ngawangsit / Kaluar basa / Dangiang nu
ngadingding//
//Geura
tingal ka wetan kana tambakan / Wadya bala geus ngabaris / Tangtu den Aria /
Jeung sarencang ti Jampang / Gancang urang ka Den Patih / Kudu uninga / Bilih
teu katingali//
//Hiji
mantri tina pangbedahan angkat / Muru nyondong Den patih / Kapendak keur
lenggah / Mariksakeun bejana / Hatur uninga sim abdi / Boh teu uninga /
Gamparan kanu baris//
//Keur
panduga barisan putra di Jampang / Den Patih ingkah indit / Ka tempat
pangbedahan / Bari ningal ka wetan / Katingal barisan sidik / Lajeng titimbal /
Ka abdi para mantri//
//Tunda
bae pangbedahan urang mulang / Geus montong diperduli / Eundeur sabaladna /
Budal harita mangkat / Rusuh muru jero nagri / Kami salempang / Ras ka badami
tadi//
//Jeung
pamenta poma ulah rek barobah / Ngantos pidawuh Gusti / Kami rek unjukan /
Nguninga lampah urang / Ngabedahkeun teu ngajadi / Kaburu budal / Guligahan
risi pikir//
//Raden
Patih enggal mangkat ngadeuheusan / Ngadeuheusan ka Gusti / Lampah teu lami
dungkap / Geus aya di payunan / Unjuk sembah sareng talim / Lajeng ngandika /
Eh kuma Mamang Patih//
//Eunggeus
bedah situ atawa teu acan / Kula teu meunang warti / Den Patih unjukan /
Sumuhun pangandika / Mugi teu jadi panggalih / Hatur paduka / Kapangkon karsa
Gusti//
//Nugar
situ abdi henteu kajadian / Ari nu jadi margi / Reaning wagelan / Abdi-abdi teu
tahan / Munsuk kadua prakawis / Abdi geus ningal / Barisan tuang rai//
//Abdi
Gusti nyanggakeun sadaya-daya / Bade kumereb abdi / Ngiring kana karsa / Nuwun
tigas dawuhan / Tidinya lajeng ngalahir / Teu libur mamang / Urang maju nan
tang jurit//
//Enggal
bae ayeuna geura sadia / Rigid giring abdi-abdi / Parabot pakarangna / Ulah aya
nu tinggal / Sakabeh mangka tarampil / Samemeh mangkat / Sigeg tunda tacan
rapih//
//Kocap
heula nu keur nagang nangtang perang / Arya Kancana di hilir / Nu keur ngetab
manah / Ngadago lawan datang / Pindah hanjat kana pasir / Dungkap ayeuna /
Nelah Hanjatan yakin//
//Ngidul
Ngulon leresan dukuh unggahna / Sarencangna henteu kari / Nu candak ti Jampang
/ Kojal Kodal teu anggang / Palang dada senapati / Kojal jeung Kodal / Bareng
natakeun baris//
//Tatan-tatan
ngadago musuhna datang / Tunda kacaturkeun deui / Wadya bala raka / Eta nu di
nagara / Geder pahibut rek indit / Ka pangperangan / Harita enggeus indit//
//Sang
Bupatya jengkar sawaaya ba’lana / Lajeng bae ka hilir / Heurin usik jalma /
Pakotrek pakarangna / Tumbak pedang tuya keris / Suduk jeung gobang / Kolewang
reujeug tamsir//
//Cunduk
rawuh ka tempat pikeun barisan / Kukuh tukuh caringcing / Ti kulon ti wetan /
Barisan urang Jampang / Dua tempat sami baris / Kulon jeung wetan / Raka Rai
tarampil//
//Sami
maju ka medan kana kalangan / Pada natakeun baris / Ti kulon ti wetan / Jalma
pasoak soak / Nangtang ngangsreg maju jurit / Geus henteu tata / Wetan kulon
ngahiji//
//Geus
pakepruk pakarang pedang kolewang / Nu nusuk nu nakis keris / Nu tedas ngalawan
/ Nu teurak ngajaropak / Bala raka rada sisip / Rea nu modar / Getih lir cai
milir//
//Mana
kocap tempat ranca nu harumpak / Mana tepi ka kivari / Ranca Beureum nelah /
Mayakpak getih jalma / Urang Jampang mingkin wani / Ngadu pakarang / Aya nu
silih binti//
//Silih
binti padupak reujeung baturna / Nu nonjok nu nampiling / Sarua wanina / Tacan
aya nu kalah / Malah aya jalma hiji / Ngaran pun Kojal / Sisirig maju wani//
//Baksa
gada ayoh maju papatihna / Den Patih maju wani / Sarua bedasna / Taya hiji nu
kalah / Jebot Kojal ditampiling / Jedak digada / Mingkin Kojal tambah wani//
//Sigeg
Patih Kojal keur perang tandingan / Kaselang sang bupati / Maju kana medan /
Sosoak bari nangtung / Hayu maju perang tanding / Enggeus mangsana / Arek gada
jeung adi//
//Gepruk
campuh geus pada adu hareupan / Raka rai perang tanding / Ngadu kabedasan /
Pada silih ayonan / Silih balang silih banting / Taya nu kalah / Wanina pada
wani//
//Teu
tumama kajayaan kabedasan / Ganti pada ngunus keris / Pakakas dilugas / Pada
adu hareupan / Luncat Aki Buni Sakti / Megat ditengah / Ngomong sing emut
Gusti//
//Mingkin
tambah ka Buni Sakti benduna / Hiling anggur mah nyingkir / Nyingkah taya pedah
/ Jor pindah kanu anggang / Buni Sakti nyingkir mikir / Ras karamana /
Pisakumaha teuing//
//Lajeng
lumpat ka Jampang henteu pamitan / Lampah Aki leumpang gasik / Teu kacatur
dijalan / Kocapkeun bae dongkap / Kapayunan sang Bupati / Lajeng mariksa / Rek
naon maneh aki//
//Unjuk
sembah Buni Sakti ngawalonan / Sumuhun dawuh Gusti / Rehna para putra / Ana
rung kala baya / Prang tanding raka rai / Langkung cucuhna / Nuwun pang
dangdang Gusti//
PUPUH VI
DANGDANGGULA
//Sangyang
Prabu ngalahir jeung manis / Henteu panjang putra dirfianahan / Lajeng
ngadawuhan bae / Den Kampuh Jaya saur / Henteu lami nu disaur sumping / Den
Kampuh ngadeuheusan / Geus aya dipayun / Sanghiang lajeng ngandika / Anu matak
maneh diogan ku kami / Taya geusan percaya//
//Rehna
aya lampah Buni Sakti / Cacarita lampahna barudak / Ayeuna keur perang songkol
/ Geus teu beunang diharu / Dipisah ku Buni Sakti / Kalampah minang sraya / Aki
menta tutur / Ayeuna urang wayahna / Sing hiyatna ka Panjalu kudu indit /
Nyapih eta barudak//
//Jeungna
deui saenggeusna nyapih / Kudu nyaksi ka sawadya bala / Prakara tua anom / Poma
ulah rek gugup / Tanya deui masingna titi / Asal purwa pasea / Awal mula gelut
/ Lamun geus terang asalna / Sala siji nu kalah pamenta kami / Kudu bawa ka
Jampang//
//Anu
meunang di Panjalu cicing / Saha bae jadi gagantina / Anu neruskeun kaprabon /
Tetep jadi Tumenggung / Kitu deui kuring-kuring leutik / Ti Jampang bawa mulang
/ Lah aya nu kantun / Wadya bala anu tinggal / Pamajikan tetepkeun ulah rek
gindi / Ngaula kanu anyar//
//Tah
sakitu eta weling kami / Kabarudak nya ka Kampuh Jaya / Poma-poma ulah poho /
Ayeuna mah geura jung / Bareng leumpang jeung Buni Sakti / Lajeng Den Kampuh
Jaya / Nuwun idin Ratu / Cul nyembah bari ngunjungan / Lajeng pamit kadua ki
Buni Sakti / Ti Jampang lajeng mangkat//
//Bareng
angkat jeung ki Buni Sakti / Turut jalan bari papariksa / Ku Buni Sakti dijereh
/ Teu aya nu kalarung / Purwa daksi raka jeung rai / Dungkap wekasanana / Taya
nu kaliru / Den Kampuh Jaya miarsa / Caritana eta aki Buni Sakti / Mingkin
angkatna gancang//
//Raden
Kampuh Jaya tambah gasik / Salir macan muru papanganan / Hayang beh tina
hawatos / Kaduhung mun teu nyusul / Panasaran lamun balai / Bahal kinadah
lampah / Luput nu dimaksud / Dua putra muga-muga / Kasampak walagri pada
rapih-rapih / Ririh dina pangprangan//
//Enggal
kocap Kampuh Jaya sumping / Bade misah nyapih nu keur perang / K a Panjalu
enggeus anjog / Anjog ka pinggir situ / Tuluy leumpang maju ka hilir / Di jalan
sumoreang / Kakenca katuhu / Barina ngamanah manah / Pikeun nyapih misah nu
keur perang tanding / Tanwande gagal baha//
//Raden
Kampuh Jaya nyaur deui / Ka ki Buni Sakti menta rempag / Urang buru tongtak bae
/ Buni Sakti ngawangsul / Leres kitu sim kuring ngiring / Enggalna Kampuh Jaya
/ Buni Sakti cunduk / Dungkap kakalangan perang / Masih nyampak engeus pada
nyangking kiris / Kaburu ti Jampang datang//
//Kampuh
Jaya ningal giris miris / Ngejat luncat ka tengah ngahadang / Huwak haok ngetan
nguion / Ka putra nu keur tarung / Raden Kampuh Jaya ngalahir / Gusti mangke
eureunan / Poma masing emut / Sumangga gan nanggah heula / Barang ningal sidik
Kampuh Jaya Sumping / Kaget sami nyondongan//
//Dua
putra enggeus sami linggih / Katiluna Raden Kampuh Jaya / Ki Buni Sakti
ngagedig / Opatan patutungku / Para Putra risi panggalih / Ngetak ngamanah
lampah / Kaduhung ku napsu / Bener omong paribasa / Nu kaduhung tara datang
dipandeuri / Ayeuna katemahan//
//Raden
Kampuh Jaya pok ngalahir / Ka Den Arya Kancana raina / Den Arya Kuning saderek
/ Pun Paman nuwun malum / Mugi ulah jadi panggalih / Naros asal lantaran / Awit
purwa rusuh / Jeung saderek mumusuhan / Mapan aya wasiat aki pamali / Mantak
pajauh bagja//
//Dua
Putra walon sami isin / Lalampahan anu geus kasorang / Sadaya geus rumaos /
Margi tina kalangsu / Sungkan wirang bijil ati dir / Dirangsang ku amarah /
Bijil hawa napsu / Tah kitu awal mulana / Jisim kuring serah pati neda hurip /
Teu langkung karsa rnamang//
//Kampuh
Jaya nyaur sarta manis / Sih hapunten salira gamparan / Runtut rentet jeung
saderek / Rempug rukun sing lulus / Raka rai masingna rapih / Pituah para sepah
/ Ayeuna kasebut / Kadarat jadi selebak / Sauyunan kacai jadi saleuwi / Kitu
pok-pokanana//
//Sayaktosna
pun paman dumugi / Kahareupan ngenban dawuh rama / Pun Paman gandar masakon /
Numawi Paman cunduk / Dikersakeun jadi paripih / Nyapih nya anjeun pisan / Nya
ayeuna cunduk / Baha teu baha dipaksa / Dipariksa pun Paman jadi wawakil /
Bijil ngalih Panggonan//
PUPUH VII
M I J I L
//Mangga
agan sami ngalih linggih / Ulah dina jontor / Nusa leutik tuh bedah ti kaler /
Saayana abdi kuring leutik / Sarta para mantri / Poma ulah kantun//
//Wadya
bala sadaya ngariring / Bade ngalih enggon / Hanteu lami budal pindah kabeh /
Kana tempat nusa sireum sumping / Abdi kuring leutik / Tetebah pahibut//
//Sadayana
pra mantri lalinggih / Nu tua nu anom / Beres entep ngaderek parele / Teu
paselang paselap nu calik / Mantri sami mantri / Pra sepuh ti payun//
//Enggeus
rintih rapih nu caralik / Den Kampuh wawartos / Ngawartaan ka sakabeh bae /
Enggeus teu rek diwiji-wiji / Rek menta disaksi / Kudu rempug rukun//
//Rehna
kula diutus ku Gusti / Ti Jampang sangkantong / Tah ayeuna ku kula dijerek /
Supayana mambrih jadi rapih / Raka sareng rai / Maksud runtut lulus//
//Raden
Kampuh Jaya pok ngalahir / Den Arya ditaros / Ieu saha anu kagungan the / Purwa
asal nu gaduh milik / Raden Arya Kuning / Kuring anu gaduh//
//Asal
tadi kuring nampi milik / Ti rama sayaktos / Wasiatna nalika seseleh /
Ditetepkeun jadi milik kuring / Jeung pangkat bupati / Lungguh di Panjalu//
//Mapan
bukti dungkap ka kiwari / Mangkon milik Lengkong / Tina kuring kumawani soteh /
Lain pisan edir serik pikir / Julig ati dengki / Eta jeung pun dulur//
//Kasigegkeun
Den Aria Kuning / Jadina carios / Raden Arya Kancana digedeng / Raden Kampuh
Jaya mariksa deui / Tuh tambakan hilir / Saha nu ngabendung//
//Raden
Arya Kancana ngalahir / Yasa kuring yaktos / Mula tadi nuju pikir supe /
Kapanasan jeung kapikir gilig / Galagating diri / Jalaran takabur//
//Geus
rumaos lampah jisim kuring / Ngalanggar papangkon / Tah sakitu nu tadi direreh
/ Demi Allah teu rnunapek kuring / Sumawona dengki / Ngiring karsa sepuh//
//Saur
dua putra geus kaharti / Sadaya kahartos / Raden Kampuh Jaya nyaur bae / Ka
Raka Raden Aria Kuning / Bilih kotok meuting / Paribasa sepuh//
//Mangga
geura pendet deui ti hilir / Kagungan geus kosong / Geus kasundul kasumbang
anjeun the / Raden Arya Kuning seg ngalahir / Paman kajeun teuing / Simkuring
teu sanggup//
//Paman
ontong panjang dipilahir / Geus kantenan kawon / Ayeuna mah kuma karsa bae /
Sakarsa paman diiring / Den Kampuh weweling / Poma ulah bendu//
//Sewu
sukur kamanah ku Gusti / Nu sae nu awon / Jail dengki wantu jeung saderek /
Kawajiban urang bela pati / Raka sareng rai / Lulus runtut rukun//
//Raden
Kampuh Jaya nyaur deui / mugi sing kahartos / Jeung liana saksi-saksi kabeh /
Marga sabab ayeuna geus yakin / Rucita rerepih / Kula anu mutus//
//Jempe
repeh abdi-abdi nguping / Den Kampuh papagon / Papakemna nu meunang nu eleh /
Lampah dua putra raka rai / Tadi rebut milik / Perkara di situ//
//Mangga
rungu ulah jadi galih / Paman darma pakon / Terang welan gamparan nu eleh / Nu
digirang kasundul ti hilir / Pasti milik rai / Patut reujeung hukum//
//Para
Mantri sarta kuring leutik / Kudu pada ngartos / Tadi anu ku urang dijerek /
Maneh tangtu eunggeus pada harti / Den Aria Kuning / Kalapuh ku situ//
//Raden
Arya Kancana nu nampi / Paduna teu kawon / Tigas tatas mutus geus parele /
Raden Kampuh Jaya nyaur deui / Ka Aria Kuning / Rek Paman diutus//
//Kieu
dawuh tadi Rama Gusti / Ti Jampang Sang Kantong / Sala siji putra anu eleh /
Kudu bawa pun Paman nu ngiring / Kitu dawuh Gusti / Karsana kulanun//
//Anu
meunang milik kudu cicing / Ngagentos bupatos / Kaayaan banda ka sakabeh /
Salir barang pangeusi negri / Pasrahkeun sakali / Dawuhna kulanun//
//Nganggres
melas Den Aria Kuning / Lajengna ngawalon / Jisim kuring sumeja ngaderek /
Karna karsa dawuh Rama Gusti / Sumeja dek ngiring / Ka Paman kulanun//
//Moal
mungpang baha jisim kuring / Ka karsa sang Katong / Geus rumaos jisim kuring
eleh / Kamilikeun ka salira rai / Sanget sembah puji / Sukur ka Yang Agung//
//Sigeg
tunda Den Aria Kuning / Raina carios / Raden Arya Kancana nu anom / Mangga
majeng ka payun bengalih / Pun Paman rek weling / Ngemban rama Prabu//
//Reh
ayeuna geus dihin pinasti / Karsa rama yaktos / Titis tulis salira anjeun the /
Sinugrahan ngagentos bupati / Tetap mangkon negri / Dayeuh di Panjalu//
//Jeung
masrahkeun sapangeusi nagri / Sareng Situ Lengkong / Ka tiluna pusaka sing hade
/ Kudu riksa pariksa sing resik / Kaopatna deui / Dawuh Rama Prabu//
//Para
Mantri abdi kuring leutik / Kudu sapagodos / Runtut rukun mambrih jadi hade /
Ulah kirang pepeling ka abdi / Saliring panggalih / Ulah pagalituk//
PUPUH VIII
M A G A T R U H
//Nyelang
heula sakedap gentos dicatur / Den Kampuh Jaya pek malik / Pok nyaur ka kabeh
batur / Kami ngemban dawuh Gusti / Dawuh ti Jampang Sang Kantong//
//Sakalian
netepkeun gentos Tumenggung / Arya Kancana Bupati / Lungguh jeneng di Panjalu /
Ngawulakeun abdi-abdi / Menak kuring tua anom//
//Kami
pasrah sakarsa ku maneh turut / Ulah pasalia pikir / Kumaula masing suhud /
Regepkeun papatah kami / Ngadep saregep tawalo//
//Tah
sakitu teu panjang kami miwuruk / Simpen titip dina ati / Ditungkus dina
jajantung / Urang kudu lantip budi / Diimankeun ulah poho//
//Praponggawa
abdi leutik nyusul hatur / Sarehna nampi weweling / Wuwulang sarewu nuwun /
Pangasih ka diri abdi / Muga-muga ulah poho//
//Puji
sukur kumaula masing tutug / Teu genah kami rek pamit / Pamitan kami rek mundur
/ Ka Jampang geus lila teuing / Bilih Sanghiang ngabendon//
//Lajeng
hatur Kampuh Jaya ka sang Ratu / Pun Paman dek pamit balik / Bade muru Rama
Prabu / Ka Jampang nuwunkeun idin / Tangtu Rama ngantos-ngantos//
//Raka
Rai harita masih ngariung / Kampuh Jaya Buni Sakti / Patutungku bari munjung /
Raka rai sami nangis / Rai nyuuh kana pangkon//
//Keur
pamitan rakana bari sumegruk / Rai Kakang kuma teuing / Melangna mah liwat
langkung / Gan pamugi-mugi Rai / Salamet ngemban ka prabon//
//Sewu
nuwun pidawuh Raka sakitu / Laksa keti abdi nampi / Menggah Raka bade kundur /
Demi Allah ati abdi / Teu benten katilar maot//
//Gan
pamuga Rai nuhun lambat-lambut / Ngaulakeun abdi-abdi / Jadi Tumenggung Panjalu
/ Ulah supe siang wengi / Pandunga Raka diantos//
//Raden
Kampuh cengkat nyusul hatur / Ka Raden Aria Kuning / Ayeuna sumangga kundur /
Ka Jampang ka rama Gusti / Tinggal ka prabon nu anom//
PUPUH IX
S I N O M
//Den
Kampuh Jaya pamitan / Pun Paman seja rek balik / Poma Putra singhiyatna / Geus
nyepeng jadi bupati / Poma masing nastiti / Nyepeng dayeuh di Panjalu / Poma
ulah lalawora / Ngageuingkeun abdi leutik / Tah sakitu piwulangna tuang rama//
//Poma
ulah pasanakan / Ka menak ka kuring leutik / Kudu rata pangadilan / Hukum agama
pulisi / Ulah rek pilih kasih / Kudu adil ngahukum / Pon lamun kulawarga / Ulah
rek dipilih-pilih / Nya nerapkeun hukuman masingna rata//
//Rupa
bahan patanahan / Kudu garap mambrih hasil / Nyaeta ku pepelakan / Nu aya
pedahna hasil / Sadaya abdi-abdi / Ulah mumul nya wuwuruk / Saliring pepelakan
/ Abdi-abdi boga milik / Keur ngajaga bab ki payah kahirupan//
//Jalan
gawe jeung terusan / Pariksa miwarang mantri / Bisi aya karuksakan / Pikeun
abdi wara-wiri / Jeung saliana deui / Bisi aya nu arurug / Tanah jalan jambatan
/ Urung-urung cukang awi / Bisi aya nu palid kabawa caah//
//Tigas
Bismilah rek mangkat / Sareng Den Aria Kuning / Geus lami ngemban dawuhan /
Bilih bendu Rama Gusti / Arya Kancana ngalahir / Sumangga putra ngajurung /
Sareng unjuk ka rama / Sembah pangabektos kuring / Ulah supe nyuwun sih hibar
pandunga//
//Den
Kampuh Jaya bral mangkat / Sareng Den Aria Kuning / Mulih ngabujeng ka Jampang
/ Risi ningal nu diiring / Mesum jeung ngerik galih / Kawas anu pundung nguwur
/ Ngararas mamanahan / Ngawincik risining ati / Ngawawaas ngawawang benduna
rama//
//Nyaur
Raden Kampuh Jaya / Ngawuruk Den Arya Kuning / Reh katingal sesemonna / Poma
Putra masing lantip / Budi manis parangi / Boh marah aya kaduhung / Sing emut
kani kadar / Titis tulis enggeus pasti / Kudu pasrah rilah nya ka nu kawasa//
//Duh
emang asrah ti Allah / Demi Allah diri kuring / Gan henteu wantun mendakan /
Kapangkon rama simkuring / Pisakumahaeun teuing / Tanwande rama teh bendu /
Rumaos kuring salah / Laku lampah waktu dingin / Tah sakitu nu jadi sumeblak
manah//
//Pingkalihna
hatur maap /Pamit rek nyimpang simkuring / Rilah teu rilah rek maksa / Sanajan
idin teu idin / Poma unjukeun kuring / Sewu nyanggakeun bebendu / Laksa jadi
auduka / Saketi mugi katampi / Bebenduna sakarsa abdi rek nyangga//
//Raden
musna tampa krana / Nyalira taya nu ngiring / Angkat karo wawayangan / Manah
tambah-tambah nyeri / Angen sedih prihatin / Dumadakan mendak lembur / Leresan
Sukapura / Lajeng Raden milu mukim / Kasigegkeun lami-lami hapuputra//
//Henteu
panjang dipimanah / Ku Den Kampuh teu ditolih / Tapi ari manah melang / Sieun
kabendon ku Gusti / Diwawar dina ati / Tangtuna Sang Prabu bendu / Nya moai
dikumaha / Pancen ngaulakeun Gusti / Lajeng mangkat enggal ngabujeng ka
Jampang//
//Harita
Den Kampuh Jaya / Sarta abdi kuring leutik / Ka Jampang sadaya datang / Lajeng
dumeuheus ka Gusti / Unjuk sembah jeung talim / Ngesod mando sarta munjung /
Munjukeun lalampahan / Sareh diutus ku Gusti / Ti Panjalu misah perang para
putra//
//Diunjukkeun
sadayana / Dijereh taya nu kari / Awal dungkap ka wekasan / Asal benci jadi
rapih / Putra Gusti lastari / Anu jeneng di Panjalu / Raden Arya Kancana /
Ngagentos jeneng bupati / Sarta rempag-rempug rukun wadya bala//
//Sareng
piunjukna putra / Para mantri kuring leutik / Ngahaturkeun salam sembah / Lahir
dumugi hing batin / Sareah pangkon Gusti / Kaduana Rabul Gapur / Hakna nu
murbeng jagat / Nganti-nganti siang wengi / Henteu sanes pandungana Kangjeng
Rama//
//Sakitu
piunjuk putra / Teu aya sanesna deui / Sareng menggah tuang putra / Rahaden
Aria Kuning / Bareng mangkat jeung abdi / Waktu indit ti Panjalu / Nameng
satengah jalan / Leresan Malangbong weling / Pokna Paman kaula moal ka
Jampang//
//Ari sababna
kaula / Tina sakalangkung ajrih / Teu wantun mendakan rama / Tan wande bendu ka
kuring / Enggalna lajeng amit / Hanteu kenging dililipur / Diwejang direrema /
Maksa bae putra indit / Ti simpangan Malangbong ngojengkang musna//
//Sigeg
nu ngajengkang musna / Henteu dikocapkeun deui / Sanghiyang lajeng ngandika /
Prakara Aria Kuning / Ontong panjang dipikir / Urang ngan darma ngagaduh /
Kajaba urang pasrah / Pati urip ka Yang Widi / Pasrah lila dua anak
kaslametan//
//Taya
geusan panasaran / Atawa sumelang ati / Gan aya oge pikiran / Mungguh
ngaulakeun lahir / Ria risining ati / Melang kanu di Panjalu / Raden Arya
Kancana / Jumeneng kana bupati / Supayana urang senang mamanahan//
//Teu
lian kamelang urang / Coba pikir masing lantip / Kieu maksud pakarepan / Ulah
jadi sakit ati / Wayahna bela pati / Kudu pindah ka Panjalu / Taya geusan
percaya / Jagarucita karisi / Sieun masih barudak gan pikirna//
//Cul
nyembah Den Kampuh Jaya / Leres pangandika Gusti / Abdi sumeja ngaula / Siang
wengi karsa Gusti / Kumureb satya ati / Kajawi dawuh Sang Prabu / Sanghiyang
seg ngandika / Katarima lahir batin / Kasatyaan kumaula Kampuh Jaya//
//Seep
geus taya hinggana / Hutang panarima kami / Tacan bisa nyambung dahari / Gan
pangasih jero ati / Sugan baringsuk pagi / Kami bisa naur kaul / Sagala
kacintaan / Masih jadi buah ati / Muga-muga di ahirna kalaksanan//
//Gan ieu
sahiji tanda / Hibah rek diganti nami / Supayana kasaksian / Ku sakabeh
abdi-abdi / Sarta ponggawa mantri / Supaya papada ma’lum / Eta jeneng ayeuna /
Nya Rahaden Guru Haji / Ibaratna kurnia bintang landian//
//Unjuk
sembah sadayana / Rempag pangandika Gusti / Nami Kampuh Jaya musna / Guru Haji
anu bukti / Ngalandi geusan saksi / Landian anyar nu mashur / Guru Haji unjukan
/ Raos sakalangkung ajrih / Cedok nyembah nampi pasihan Paduka//
//Disangga
ku asta dada / Ditampi ku ati suci / Siang wengi moal hilap / Dianggep
dipusti-pusti / Landian abdi tadi / Dipuja dipunjung-punjung / Diruat dirawatan
/ Ditampi pangasih Gusti / Pangandika mernah diembun-embunan//
//Simkuring
weling wakedap / Ka ahli pameget istri / Nya ieu babad turunan / Putra putu
pangkon Gusti / Poma masing gumati / Nurut lampah nu karuhun / Mugina
kalaksanan / Kumureb setya ka Gusti / Mapan bukti pasondong jeung mamanisna//
PUPUH X
DANGDANGGULA
//Unjuk
hatur Raden Guru Haji / Sarta talim lajeng bae ngaras / Kapangkon dampal Sang
Kantong / Kulanun abdi munjuk / Nuwun jiad Paduka Gusti / Sadaya kalepatan /
Mugi sih pamalum / Dihampunten kalepatan / Salir dosa anu ageung anu alit /
Panduka ngahampura//
//Hanteu
sanes siang sarta wengi / Mung Paduka nu dipuja-puja / Nu jadi gumantung hate /
Disangga dipupunjung / Tina harja adil binangkit / Ka abdi ponggawana / Pon ka
putra putu / Teu aya pisan hinggana / Kasaean mungguh nyepeng abdi leutik /
Piwejang pangasihna//
//Geus
kadangu hatur Guru Haji / Ku Sanghiang Prabu Boros Ngora / Geus dihampura
sakabeh / Pamit Raden angkat jung / Jeung sadaya abdi nu rek ngiring / Sumawon
kulawarga / Sadayana milu / Ngajajapkeun anu pindah / Wantu-wantu keur pamili
cantik manis / Pisah mindah panggonan//
//Catur
lampah di jalanna deui / Kuring menak jadi saaleutan / Ngaleut ngpungkeuy nu
ngaderek / Angkatna teu paseluk / Para menak campur jeung kuring / Sajalan
sukan-sukan / Sowara ngaguruh / Para amtenar ngagakgak / Para abdi bawaning ku
suka ati / Aya nu bobodoran//
//Bungah
manah Raden Guru Haji / Jeung garwana bareng para putra / Putu kaponakan kabeh
/ Tutunggangan kacatur / Warna rupa henteu diwincik / Aya nu tunggang kuda / Nu
joli nu tandu / Aya nu jalan badarat / Para menak pameget sartana istri / Tandu
grebong tunggangna//
//Sigeg
catur enggeus lami teuing / Nu di jalan henteu dicarita / Sanes pasal kacarios
/ Catur Raden Tumenggung / Mangun suka keur seneng galih / Raden Arya Kancana /
Nu mangkon Sang Prabu / Teu lian wulang piwejang / Diimankeun wuruk Kampuh Jaya
tadi / Dianggap salamina//
//Sigeg
heula catur nu rek sumping / Keur di jalan ngutus hiji jalma / Tiheula hatur
carios / Nu diutus enggeus bui / Tuluy hatur sembah ka Gusti / Abdi awon
pisembah / Rama bade rawuh / Moal lami oge dungkap / Raden Guru Haji kapayunan
Gusti / Sareng sagarwa putra//
//Bingah
kaget sayagi nu sumping / Sang Bupatya enggalna titimbal / Pahurmatan jeung
karasmen / Calung pantun jeung angklung / Tarawangsa reujeung karinding /
Suling tarompet penca / Badingdang nu pungkur / Melas-melis tarompetna / Pikeun
mapag ayeuna kudu arindit / Guru Haji ti Jampang//
//Jeung
tambahan tarebang birahi / Saayana kopak sarta genta / Kekeprak reujeung
keleneng / Disambung umbul-umbul / Kanan kiri lir katumbiri / Banderana
paselang / Ti kenca katuhu / Kocap nu mapag geus mangkat / Sarta muni
tatabeuhan asa kaindit / Campuh bareng n u surak//
//Henteu
kocap di jalanna deui / Kacaturkeun harita patepang / Nu dipapag geus pasondong
/ Caturkeun bae maju / Enggeus dungkap kajero negri / Ear surak nu mapag /
Campuh jeung tatamu / Sang Prabu kaget kaluar / Karsa mapag jebul Raden Guru
Haji / Enggal lajeng dicandak//
//Enggeus
lenggah Raden Guru Haji / Kantun istri putra nu di luar / Mindo kaluar sang
Katong / Nyumanggakeun tatamu / Para istri sumangga calik / Geus calik sadayana
/ Barengna Sang Prabu / Para mantri wadya bala / Di mandapa abdi-abdi kuring
leutik / Hem pak sami ngeureunan//
//Raden
Guru Haji sembah talim / Lajeng ngaras kapangkon ngunjungan / Dirontok sarta
dikaleng / Duaan patutungku / Henteu nyana Paman bade ngalih / Putra
saklangkung bungah / Teu nyana sarambut / Bisa papendak jeung Paman / Bareng
bibi para kadang anu ngiring / Puji Alhamdulilah//
//Lajeng
nyaur ka Ki Buni Sakti / Sarta rcncang nimbalan sadia / Sangu wedang masih
tereh / Baris suguh tatamu / Henteu lami enggeus sayagi / Katuangan ngabarak /
Wedang bareng sangu / Di padaleman di luar / Seg ngadawuh Sang Bupati kanu
calik / Nyumanggakeun dalahar//
//Nyelang
matur Raden Guru Haji / Reh pun Paman diutus ku Rama / Ngintun salamna Sang
Katong / Pingkalih kapiunjuk / Menggah lampah pun Paman dugi / Sartana
sarimbitan / Dungkap ka Panjalu / Purwa daksi kersa Rama / Ka pun paman reh
Rama sumeja ngalih / Pun Paman kedah pindah//
//Anu
mawi ayeuna dumugi / Kahareupan palenggah gamparan / Pun paman bade dumerek /
Mukim mangkon Panjalu / Wekas Rama jeneng Papatih / Malah digentos ngaran /
Pangasih Sang Prabu / Asal nami Kampuh Jaya / Karsa Rama digentos Den Guru Haji
/ Kitu pitungkas Rama//
//Sang
Bupatya ngalahir jeung manis / Ka Den Guru Haji ngawalonan / Rewu laksa
langkung atoh / Tambah bungah kalangkung / Henteu aya hinggana deui / Pangasih
kanugrahan / Gede manan gunung / Gunung soteh ibaratna / Jero ati hakna
dipasihan Patih / Guru Haji buktina//
//Para
abdi nu ti Jampang masih / Di payunan sami unjuk sembah / Abdi nuwunkeun
permios / Ayeuna bade mundur / Bade mulang geus lami teuing / Sang Prabu
angandika / Sukur geura mundur / Jeung titip sembah ka Rama / Henteu lian
ngahaturkeun sembah bakti / Sarta nuwun pandunga//
//Tutas
dawuh abdi-abdi indit / Sami mulang ngabujeng ka Jampang / Sigeg ayeuna carios
/ Nu kantun di Panjalu / Aya Rahaden Guru Haji papatih / Tacan ngalih panggenan
/ Masih di Kadatun / Lajeng miwarang tetebah / Para abdi harita paturon rapih /
Samar nu anyar dungkap//
PUPUH XI
ASMARANDANA
//Caturkeun
heula nu balik / Wadya bala nu ti Jampang / Sakedap rek dicarios / Turut jalan
caturan / Nyaturkeun lalampahan / Keur waktuna di Panjalu / Ningal rea
kaanehan//
//Resep
resmi ningal cai / Muter ngubeng padaleman / Horeng kitu ari Lengkong /Kongas
kacaturkeunana / Katatangga nu lian / Paingan mantak kayungyun / Ditingal ti
kaanggangan//
//Negri
kaputer ku cai / Padaleman dina nusa / Lengkong ngawengku karaton / Katon
ningal perhiasan / Santosa perjagahan / Pintu jalan cukang padung / Hurung
tempat kapatihan//
//Di
jalan teu kocap deui / Ka Jampang harita dungkap / Lajeng ngadeuheusan bae /
Kasondong Sanghiyang lenggah / Lajeng bae mariksa / Ka abdi nu ti Panjalu /
Kuma beja lalampahan//
//Cul
nyembah abdi pra mantri / Unjuk hatur lalampahan / Boyong nu ngalih parantos /
Henteu aya kakirangan / Tetep di kapatihan / Panggenan ujung winangun / Prabot
tugenah sadaya//
//Sanghiyang
lajeng ngalahir / Puji sukur ka sadaya / Sigeg nu pindah parele / Taya genah
panasaran / Henteu sumelang manah / Gan pamuga lulus mulus / Mulya badan
sampurna//
//Sigeg
abdi para mantri / Harita sami bubaran / Didawuhan ku Sang Katong / Saimahna-
saimahna / Budal tipadaleman / Sigeg di Jampang manggung / Panjalu putra
carita//
//Den
Arya nyepeng bupati / Guru Haji papatihna / Lami nyepengan bupatos / Carios rea
putrana / Sarta dunya baranah / Meh ampir henteu kaitung / Tina kareaan dunya//
//Kocap
para putra tadi / Taya pisan nu tumandar / Kana lampah anu sae / Marga karuat
ku dunya / Teu aya nu beriman / Kaliputan ku pangyuyu / Lepat manah
kahurmatan//
//Rama
gan sedih prihatin / Ningal lampah para putra / Taya nu salim nu saleh / Teu
lian micara barang / Anu jadi rebutan / Turta aing masih ujud / Angot mun aing
geus ajal//
//Taya
geusan seneng ati / Rea uang sugih barang / Bingbang manten nyeri hate / Tetela
jadi mamala / Mahalana laksana / Diri sanubari guyur / Ngawangwang lampah
barudak//
//Gan
poma baringsuk pagi / Tah aing hibat wasiat / Kaanak-anak sakabeh / Sumawonna
ka nu Han / Dikadar kanugrahan / Ulah maksud hayang punjul / Sakadar sandang
jeung pangan//
//Ulah
beunghar cara aing / Sabab enggeus katemahan / Di luhur enggeus dijereh /
Henteu panjang dicarita / Tangtuna kalah papan / Patepung anu dicatur / Masih
Den Arya Kancana//
//Lami
nyepengna Bupati / Sugemah di padaleman / Karaton di nusa Lengkong / Keur
ngararas raras manah / Tina geus kasepahan / Nyepeng damel di Panjalu / Karsa
sumeren ka Putra//
//Lajeng
ngutus nyaur patih / Harita utusan mangkat / Ka kapatihan geus anjok / Den
Patih lajeng mariksa / Maneh rek naon beja / Hatur gamparan disaur / Ayeuna ka
padaleman//
//Raden
Patih enggal indit / Ka padaleman geus dungkap / Lajeng ngadeuheusan bae /
Kasondong Sang Prabu lenggah / Dideuheus para putra / Para garwa putra putu /
Kempalan di padaleman//
//Sang
Prabu lajeng ngalahir / Patih nu matak diogan / Sarta barudak sakabeh / Kaula
hibah ka Paman / Pasrah eta barudak / Sarta banda kaya urus / Sasesana ngula
sara//
//Lajeng
kaduana deui / Anak anu panggedena / Nyaeta Sanghiang Teko / Nu nampa
kabupatian / Jadi gegentos kula / Katelah Dalem Celanglung / Nampi panjenengan
Rama//
//Katilu
Ama weweling / Upama dungkap di mangsa / Ulah ingkah sejen enggon / Nyieun
kaluat kuburan / Nyaeta pamakaman / Beulah wetan aya dukuh / Munar astana di
nusa//
//Dumugi
jaman kiwari / Gumelar dungkap ayeuna / Wujud sareatna yaktos / Tah pitutur
tina babad / Sarta piwulang Rama / Ngagalur tina pitutur / Ngantian gentos
Ramana//
PUPUH XII
K I N A N T I
//Teu
lami harita ngangluh / Lajeng wapat Sri Bupati / Ear garwa nu midamdam / Para
putra anu nangis / Jebul Raden Patih dungkap / Titimbal kumpulkeun abdi//
//Para
sepuh geus karumpul / Para mantri geus sarumping / Wadya bala geus daratang /
Para istri garwa mantri / Santana reujeung memenak / Panghulu ketib jeung
modin//
//Anu
ngalayad Sang Ratu / Padaleman heurin usik / Pakepruk jalma di latar / Raracik
baris paripih / Keur helaran ka astana / Upacara ngiring majid//
//Dilebet
pahibut guyur / Para Putra rebut milik / Teu ngarapeda nu wapat / Teu eling ka
weling tadi / Karama waktuna hibat / Para putra teu merduli//
//Wasiat
anu kapungkur / Ayeuna kapanggih bukti / Dunya taya paendahna / Henteu mangpaat
kadiri / Samalah hibat wasiat / Sang Prabu waktu ngalahir//
//Sigeg
putra nu keur guyur / Maid ulah lila teuing / Sadia pikeun ngulasan / Para ahli
ketib modin / Lajeng nyiraman palastra / Dibawa ngalih ka bumi//
//Parantos
lajeng di bungkus / Sakuma adat talari / Lajeng maid di salatan / Saprantosna
kana katil / Dicandak lajeng ka makam / Prantos ngurebkeun marulih//
//Sinigeg
nu wapat putus / Henteu dikocapkeun deui / Bagi waris pahajatan / Henteu
kacarita deui / Adat biasa lumampah / Cag ecag nuturkeun deui//
//Ari anu
kapicatur / Pikeun gegentos bupati / Lulus nya putra nu calik / Raden Arya
Kuning nami / Sabab keur jumeneng Rama / Geus hibat ka Raden Patih//
//Kasebat
Dalem Cilangkung / Mashur dungkap kakiwari / Mangkon panjenengan Rama / Sarta
rempug abdi-abdi / Kuring menak wadya bala / Satya asih sugih mukti//
//Mangkon
Tumenggung Panjalu / Kacarios lami-lami / Geus kagungan dua putra / Jaler kalih
sami pekik / Sami dedeg pangadegna / Santosa salira gilig//
//Nami
dua putra mashur / Rakana nu nomor hiji / Rahaden Dulang Kancana / Adi nomor
dua nami / Raden Kadaliru kocap / Ungel babad anu yakin//
//Sigeg
Rama kapicatur / Lami nyepengna Bupati / Keur ngamanah salirana / Ngararas
yuswa geus ahir / Karsa seseren Putra / Manawa pareng jeung tulis//
//Lajeng
bae Sang Prabu / Harita nyaur Den Patih / Utusan enggeus bral miang / Ka Den
Patih enggeus nepi / Den Patih lajeng mariksa / Kuma dawuh Kangjeng Gusti//
//Cul
nyembah utusan matur / Gamparan kedali kairing / Disaur ka padaleman / Lajeng
angkat Raden Patih / Kasondong Sang Prabu lenggah / Mendek nyembah sarta
talim//
//Hariring
Sang Ratu nyaur / Ngalahir ka Raden Patih / Kieu nu matak diogan / Perelu urang
badarni / Tina enggeus kakolotan / Dipenta rempagna Patih//
//Kieu
kula nya pamaksud / Masrahkeun jeneng Bupati / Nyaeta kadua anak / Sala siji
anu jadi / Kitu kahayang kaula / Sarta rempug kuring leutik//
//Raden
Patih nyembah sujud / Ngiring dawuh karsa Gusti / Abdi dumerek ka karsa / Kitu
deui abdi-abdi / Moal aya n u sulaya / Gagalna gang abdi-abdi//
//Sukur
Patih lamun kitu / Ayeuna geura badami / Jeung sakabeh wadya bala / Luar jero
abdi-abdi / Jeung sadia karesmian / Karamean masing rapih//
//Ngistrenan
ngangkat Tumenggung / Pasti isuk poe Kemis / Den Patih nyembah unjukan / Pamit
wangsul dek badami / Lajeng mangkat ka paseban / Ngutus nyaur para mantri//
//Harita
keneh burudul / Abdi-abdi para mantri / Den Patih lajeng titimbal / Isuk dina
poe Kemis / Karsa pasrah ka jenengan / Sarta ngistrenan sakali//
//Ayeuna
geura mundur / Sadia pikeun raracik / Papaes pikeun ngistrenan / Papakean sing
raresik / Kitu deui tatabeuhan / Ulah tinggal titalari//
//Isuk
dina pukul tujuh / Ulah elat sarta rapih / Bareng reujeung tatabeuhan / Gamelan
tarompet suling / Bareng-bareng jeung badingdang / Tarawangsa jeung kacapi//
//Tamat
titimbalna rampung / Caturkeun isukna deui / Para ponggawa darongkap / Abdi
para mantri sumping / Ngabarak dikapatihan / Ngantos dawuhan Den Patih//
//Jebul
Den Patih ngadawuh / Eh sakabeh para mantri / Saayana pra ponggawa / Hayu urang
bareng indit / Harita bral bubar mapag / Sang Prabu kasondong linggih//
//Cul
nyembah Den Patih munjuk / Sih pangaksa gebal Gusti / Kumaha nu jadi karsa /
Wireh parantos sayagi / Abdi-abdi praponggawa / Ngantos jengkar Srinarpati//
//Lajeng
ngadawuh Sang Prabu / Ka Den Guru Haji Patih / Sadiakeun tutunggangan / Jampana
tandu jeung joli / Upacara banderana / Tatabeuhan kitu deui//
//Kaluar
Den Patih ngatur / Ngatur anu baris ngiring / Elaran tipadaleman / Harita geus
rintih rapih / Jebul Sang Bupatya jengkar / Putra miwah garwa Gusti//
//Ribut
pahibut mangkat jung / Tatabeuhan kabeh inuni / Ear ngaguruh nu surak / Tina
suka seneng ati / Sigeg teu panjang carita / Kakapatihan geus sumping//
//Cunduk
catur sami lungguh / Jaksa panghulu papatih / Para ponggawa santana / Para
mantri kuring leutik / Jempe repeh tatabeuhan / Ngantosan dawuhan Gusti//
//Hariring
Sang Ratu nyaur / Geus henteu diwiji-wiji / Kanu kolot kanu ngora / Kulawargi
kuring leutik / Kula menta disaksian / Masrahkeun jeneng bupati//
//Tapi
kieu nyapamaksud / Madak rempug abdi-abdi / Nya ieu bae ka anak / Raden Arya
enggeus pasti / Kula pasrah ka sadaya / Teu diwincik hiji-hiji//
//Prantos
Sang Prabu ngadawuh / Ka sadaya kuring leutik / Unjuk sembah sadayana / Rempag
sadawuhan Gusti / Henteu aya anu mumpang / Sujud sukur ka yang Widi//
//Putus
ngistrenan tumenggung / Jedur mariemna muni / Ger surak bareng tabeuhan /
Pajemon asa kaindit / Harita lajeng bubaran / Ngaderek di pancaniti//
//Sigeg
ka karaton rawuh / Catur abdi anu ngiring / Ti padaleman bubaran / Ka tempatna
masing- masing / Ngistrenan Putra palastra / Raden Kancana Bupati//
//Rama
tapakur di pungkur / Putra jumeneng bupati / Henteu lami kacarita / Rama
ngangluh kenging sakit / Dumugi harita wapat / Teu yasa walagri deui//
//Palastra
Sang Prabu sepuh / Wapatna enggeus sasasih / Henteu panjang dicarita / Catur
putra nu ngaganti / Sareng hiji saderekna / Rahaden Arya Kadali//
//Jeung
saderek runtut rukun / Runtut rentet sarni asih / Henteu sumulengkang manah /
Raka rai langkung rapih / Kitu deui wadya bala / Abdi mantri kuring leutik//
//Kakocap
Raden Tumenggung / Keur panuji sugih mukti / Lajeng nyaur ka raina / Ka Raden
Arya Kadali / Kieu paniatan kakang / Nyelehkeun jeneng bupati//
//Cul
nyembah barina sujud / Rai kana pangkon Gusti / Raka ulah kitu manah / Naon anu
jadi galih / Atawa kasesah manah / Sumangga nanggel pun Rai//
//Rakana
enggal ngadawuh / Adi teu susah teu risi / Entong panjang dipikiran / Engkang
geus dingin pinasti / Kudrat iradat kaula / Geus dipasti masing-masing//
//Ari anu
rek dimaksud / Kakang patilar jeung Rai / Rek pindah misah panggenan / Tuh
lebah tempat Cibeunying / Ngiras pikeun pamakaman / Didinya geusan nya mukim//
//Rai
ngawalon jeung mesum / Langkung karsa Raka Gusti / Sang Prabu enggal nimbalan /
Ngumpulkeun Ponggawa Mantri / Wadya bala sadayana / Jaksa panghulu papatih//
//Harita
utusan jebul / Jeung sadaya abdi-abdi / Praponggawa sadayana / Padaleman heurin
usik / Sang Prabu kasondong lenggah / Geus calik di pancaniti//
//Enggal
ngadawuh Sang Prabu / Ka sadaya abdi-abdi / Kieu nu matak diogan / Dipenta
rempug ku kami / Masrahkeun ka bupatian / Ka rai Raden Kadali//
//Walon
sadaya gumuruh / Sadayana abdi-abdi / Saprantosna lajeng ngaras / Nyanggakeun
silaturahmi / Ka Sang Bupatya rakana / Nyuwun jiad berkah Gusti//
//Sang
Ratu sepuh ngadawuh / Geus taya hinggana deui / Tarima dunya aherat / Lahir
tumeka hing batin / Pandunga ka salametan / Geus henteu diwiji-wiji//
//Tutup
catur rila mundur / Ngistrenan enggeus salesih / Pada sasami bubaran / Ka
tempatna masing-masing / Sigeg rakana teu kocap / Catur nu jeneng bupati//
//Lulus
mulus Den Tumenggung /Taya bincara bincari / Satampina ti rakana / Harja negri
tambah resik / Abdi-abdi suka manah / Kumaula satya asih//
//Enggalkeun
bae pitutur / Jumenengna enggeus lami / Enggeus kagunganeun putra / Pameget
santosa pekik / Bangbang Sayogya salira / Cacalon kangge narpati//
//Nami
putra nu kasebut / Raden Marta Badadahin / Geus sedeng dedeg yuswana / Harita
Srinarapati / Keur ngamanah salirana / Mucung barina weweling//
PUPUH XIII
P U C U N G
//Bapa
pucung ka putrana lajeng nyaur / Putra ngadeuheusan / Ramana lenggah ngagedeng
/ Sang Bupatya ngadawuh hibat ka putra//
//Paniatan
Ama manawi dikabul / Sarta karempugan / Kukuring-kuring sakabeh / Rek
nyelehkeun masrahkeun ka bupatian//
//Keur
pamuga ujang kudu bae sanggup / Nampa kajenengan / Poma-poma kudu daek / Sabab
Ama geus teu kaduga lumampah//
//Putra
calon ka ramana lajeng matur / Gusti langkung karsa / Abdi sumeja dumerek /
Siang wengi kumureb karsa panduka//
//Puji
sukur ujang ari enggeus sanggup / Ama rek bebeja / Jeung para ponggawa kabeh /
Kulawarga kuring menak saayana//
//Sigeg
putra Sang Bupatya lajeng ngutus / Sahiji ponggawa / Raden Patih masing tereh /
Ki utusan harita enggeus bral mangkat//
Ki utusan
ka kapatihan geus cunduk / Den Patih mariksa / Maneh aya naon gawe / Ngemban
dawuh atawa karep sorangan//
//Nun
sumuhun parios abdi diutus / Disaur gamparan / Ku abdi kudu kaderek /
Gusak-gasik Raden Patih ngadeuheusan//
//Henteu
kocap dijalan catur geus cunduk / Kasondong keur lenggah / Lajeng ngadeuheusan
bae / Hurmat talim tungkul mando dipayunan//
//Sang
Bupatya ka patih lajeng ngadawuh / Numatak diogan / Perluna niat kula the / Rek
masrahkeun nyelehkeun kabupatian//
//Anu
baris diangkat kana Tumenggung / Raden Marta Baya / Poma mangka rempug kabeh /
Niat kula poe isuk papasrahan//
//Mangsa
barang adat talari kapungkur / Pakeun kahurmatan / Masing rame kaparele / Tigas
dawuh Den Patih lajeng kaluar//
//Gusak-gasik
Raden Patih enggal wangsul / Lajengna titimbal / Ka para mantri sakabeh /
Sanggeus kumpul lajeng ngembankeun dawuhan//
//Reh
kaula ngemban dawuhan Sang Prabu / Karsa Sang Bupatya / Ka putra bade seseleh /
Poe isuk papasrahan jeung ngistrenan//
//Wadya
bala ponggawa kudu karumpul / Sarta tatabeuhan / Pamenta ulah talangke / Jam
dalapan isuk sadaya sadia//
//Tutas
dawuh sadayana amit mundur / Harita bubaran / Sakedap rek make-make / Jeung
sadia raracik keur karamean//
//Tina
perjanjian harita geus kumpul / Tetebah geus tutas / Kantun mapag Sang Bupatos
/ Lajeng mangkat sadaya ka padaleman//
//Raden
Patih ngadeuheusan ka Sang Prabu / Reh prantos sadia / Abdi ponggawa sakabeh /
Sang Bupatya ka patih lajeng ngandika//
//Sadiakeun
joli jampana jeung tandu / Pacara bandera / Tatabeuhan kelewer rontek / Matur
Patih prantos taya kakirangan//
//Sang
Bupatya ti padaleman geus lungsur / Sarta putra garwa / Den Marta Baya
panganten / Nu ngagentos nampi panjenengan rama//
//Lajeng
jengkar nitih jampana jeung tandu / Seperti helaran / Bandera kelewer rontek /
Tatabeuhan ear ti hareup ti tukang//
//Enggal
catur kapajemon enggeus sumping / Lajeng sami lenggah / Abdi ponggawa ngaderek
/ Pra santana sepuh anom sadya lenggah//
//Jempe
repeh hariring Sang Prabu nyaur / Eh abdi sadaya / Sarta ponggawa sakabeh / Ka
sadaya kami menta disaksian//
//Maksud
kami ayeuna rempug teu rempug / Dipenta rempugna / Ka jenengan kami seleh / Nya
ka ieu anak Raden Marta Baya//
//Sadayana
abdi-abdi walon nuhun / Rempag sadayana / Teu sanes abdi ngaderek / Kitu deui
ka putra sadya ngaula//
//Sanggeus
tutug putus ngistrenan panghulu / Lajeng maca dunga / Pra ponggawa hamin kabeh
/ Muga-muga raharja kasalametan//
//Raden
Patih ngesod nyembah amit mundur / Ka rama ka putra / Tidinya bral munjung
kabeh / Saprantosna bubaran kapadaleman//
//Wadya
bala bubar ngaderek Sang Prabu / Saprantosna dungkap / Mundur wadya bala kabeh
/ Pada mulang satempatna saimahna//
//Sigeg
tunda Den Marta Baya Tumenggung / Kacatur ramana / Ngangluh sabada seseleh /
Lajeng wapat palastra henteu dikocap//
//Lajeng
catur Den Marta Baya Tumenggung / Geus kagungan putra / Santana salira kasep /
Panjenengan Raden Arya Nati Baya//
//Geus
diangkat jumeneng jadi Tumenggung / Ngagentos ramana / Sang Prabu sepuh nu
lereh / Henteu lami rama lajeng bae wapat//
//Kacarios
Den Tumenggung anu nanjung / Geus kagungan putra / Dua sami pangguh kasep / Nu
kasebat rakana Dalem Sumalah//
//Panjenengan
raina anu kamashur / Arya Sacanata / Runtut rentet jeung saderek / Sami dedeg
cacalon kabupatian//
//Sigeg
putra kacatur Sang Prabu sepuh / Tina enggeus sepah / Karsana bade sumeleh / Ka
putrana nu nami Dalem Sumalah//
//Lajeng
bae Sang Prabu karsa berhimpun / Jeung para ponggawa / Sarta wadya bala kabeh /
Waktu eta geus pepek sawadya bala//
//Sang
Bupatya putra garwa sami lungguh / Di medan kalangan / Lajengna ngadawuh bae /
Kasadaya praponggawa saayana//
//Anu
matak maneh ayeuna disaur / Manawana rempag / Pasti ayeuna seseren / Ka
jenengan ka anak Dalem Sumalah//
//Abdi-abdi
sadaya ngawalon rempug / Sakarsa Panduka / Abdi sumeja ngaderek / Ngaselakeun
ka jeneng Putra Panduka//
//Putus
dawuh sadayana sami mundur / Paragat bubaran / Ponggawa abdi sakabeh /
Masing-masing pada mulang ka imahna//
//Kacarios
henteu lami Dalem sepuh / Ngangluh lajeng wapat / Nu wapat sinigeg bae / Enggal
catur Den Tumenggung nu gumelar//
//Henteu
lami jumenengna Den Tumenggung / Ngangluh lajeng wapat / Tilu tahun lamina the
/ Lajeng bae digentos ku saderekna//
//Nilar
putra dua masih keneh lembut / Sinigegkeun putra / Catur gentosna bupatos /
Raden Arya Sacanata saderekna//
//Enggeus
lami Den Arya jeneng tumenggung / Kocap deui putra / Yuswa dedegna geus sampe /
Pigentoseun Raden Arya Sacanata//
//Raden
Wira Baya Putra anu marhum / Nya Dalem Sumalah / Diselangan ku saderek /
Lami-lami Raden Arya Sacanata//
//Karsa
lereh masrahkeun jeneng tumenggung / Ka eta alona / Raden Wira Baya anom / Geus
ditampi ku putra kabupatian//
//Sinigegkeun
Den Wira Baya Tumenggung / Kocap Kangjeng Paman / Tina saprantos seseleh /
Lajeng pamit bral jengkar ka patapaan//
//Ganda
Kerta tempatna dianggo lungguh / Sigeg teu di kocap / Nilar Putra burey keneh /
Eta Putra nami Raden Wira Dipa//
//Sinigegkeun
catur nu jeneng tumenggung / Geus kagungan putra / Salira dedeg tur kasep /
Panjenengan nami Raden Wira Praja//
//Kaleresan
harita keur sami kumpul / Hempak dideuheusan / Ku para ponggawa kabeh / Enggal
nyaur kami pasrah ka jenengan//
//Tah nya
anak ku kami dipenta rempug / Raden Wira Praja / Praponggawa walon kabeh /
Kaulanun teu langkung karsa Panduka//
//Saprantosna
abdi-abdi lajeng munjung / Lajengna bubaran / Saimah-imahna bae / Sang Parabu
jeung putra kapadaleman//
//Sang
Parabu sepuh lajeng bae pupus / Saadat biasa / Ulat sarat geus parele / Adat
lumbrah anu wapat geus palastra//
//Lulus
mulus putra nu mangkon tumenggung / Raharja nungrahan / Sugih mukti jeung
kamukten / Abdi-abdi suka manah kumaula//
//Sigeg
heula Den Tumenggung nu geus nanjung / Kaselag carita / Tunggal runtun eta
keneh / Catur heula Den Wira Dipa puputra//
//Nami
putra ayeuna anu kasebat / Den Cakranagara / Murangkalih dedeg sampe / Pangguh
timpuh sayagya pikeun bupatya//
//Siang
wengi murangkalih di kadatun / Wantu diri putra / Ku Kangjeng Paman dineneh /
Dipiwulang lampah jalan kahadean//
//Sigeg
putra alona teu kapicatur / Kocap sang bupatya / Ngangluh lajeng wapat bae /
Panjengan pegat katampi alona//
PUPUH XIV
MAGATRUH
//Den
Tumenggung Wira Praja anu pupus / Ayeuna enggeus lastari / Tadi hibarna
kapungkur / Lamun geus tepi ka jangji / Nya kubur di Waru Doyong//
//Henteu
panjang sinigegkeun anu pupus / Catur nu jeneng bupati / Tina parempugna sepuh
/ Sarta abdi kuring leutik / Cakranagara gegentos//
//Geus
kamashur diangkat jadi tumenggung / Gilig parangi berbudi / Ampuh lungguh sarta
suhud / Kuring leutik suka asih / Kumaulana tawalo//
//Geus
kagungan putra sahiji tur ampuh / Dedeg salira raspati / Parangi salira alus /
Nami eta murangkalih / Cakranagara kapindo//
//Tina
lami rama geus kalangkung sepuh / Lajeng nyaur Raden Patih / Reujeung abdi para
sepuh / Teu lila sami sarumping / Kapadaleman geus anjog//
//Dalem
Demang Cakranagara geus lungguh / Jeung putra dipancaniti / Dalem tidinya
ngadawuh / Dipenta rempug ku kami / Nyelehkeun ieu kaprabon//
//Nya ka
anak Cakranagara nu mashur / Masrahkeun jeneng bupati / Hatur sadayana rempug /
Henteu langkung karsa Gusti / Siang wengi abdi ngantos//
//Tutas
mutus harita ngangkat tumenggung / Abdi abdi suka ati / Lajeng sadayana munjung
/ Tigas munjung amit balik / Geus bubaran ti karaton//
//Tetep
lulus anu mangku di kadatun / Kacaturkeun lami-lami / Dalem Demang enggeus
pupus / Mulasara geus salesik / Di pendem mundu kasohor//
//Cag nu
wapat catur putra anu mangku / Santosa gilig berbudi / Budi manis sarta lungguh
/ Mungguh nu jadi bupati / Patitis Sang Prabu anom//
//Ngiring
damel sakarsana langkung suhud / Pinter rajin jeung binangkit / Nuju dina kira
waktu / Nampi laporna Ki Malim / Mas Warga Naya nu kahot//
//Unjuk
hatur sareh aya hiji maung / Ngahakan kuda jeung munding / Kaget Sang Bupati
nyaur / Kumpulkeun sakabeh abdi / Nabeuh tanggara ku kemplong//
//Aki
Malim enggal ditimbalan nutur / Nitik lari dina pasir / Teu lila maung ditekuk
/ Saadat tali paranti / Diserep enggeus parantos//
//Enggal
bae harita ki Malim ngutus / Haturan maung geus yakin / Teu lami utusan cunduk
/ Dipariksa ku Den Patih / Hatuma maung kadodon//
//Raden
Patih unjuk hatur ka Sang Prabu / Reh nampi lapor ki Malim / Maung parantos
ditekuk / Mugi enggal bae Gusti / Maung leresan dicanggong//
//Den
Tumenggung ka Patih enggal ngadawuh / Hayu buru urang indit / Jeung sakabeh batur-batur
/ Prabot pakarang sing rapih / Burang tumbak pedang golok//
//Waktu
eta Den Tumenggung enggal lungsur / Bareng kabeh abdi-abdi / Saperti nu rek
ngalurug /Ningal pakarang ngabaris / Katempat leuweung geus anjog//
//Tatan-tatan
heula samemehna laju / Metakeun jalma nu baris / Diatur kenca katuhu /
Nyangking tumbak nyoren keris / Masang burang geus parantos//
//Anu
baris tepung gelang geus kakemput / Ngantos dawuh sang Bupati / Teu lami harita
jebul / Pasang tumbak nyangking bedil / Maung nimrung huarhaor//
//Lajeng
ngansreh maung nimrung dikurubut / Nubaris taowah gimir / Mingkin mundur anggur
maju / Tahan ngadeku jeung baris / Ngaguruh jalma jeung kemplong//
//Maung
nimrung lumpat ka kaler ka kidul /Ngetan ngulon kitu deui / Rupa bingung
sakalangkung / Lumpat ka lebah teweling / Ka burang maung geus kojor//
//Ear
surak kusabab maung geus rubuh / Praponggawa sami mulih / Ngaderek Dalem
Tumenggung / Sadungkapna masing-masing / Sang Prabu geus ka karaton//
//Kapicatur
lampah damel Den Tumenggung / Sedya kumureb ka Gusti / Lajeng Sultan anu marhum
/ Sakalangkung tina asih / Asring caos ka Cirebon//
//Rajin
pintar kaojah Dalem Panjalu / Mamaca maos ngadangding / Nabeuh tarebang
ngagemlung / Barina maca jajami / Nu nenjo kocap olohok//
//Rikat
pinter senenan di alun-alun / Medar kuda pasang takis / Bari ngagedengkeun
musuh / Kuda dua sami tarik / Geprak bari ngadu sodor//
//Tutas
sapton lungsur tingkat ka kadatun / Ngadeuheusan Kangjeng Gusti / Taya sajam nu
kalarung / Damel ari waktu peuting / Dikarsakeun baksa sador//
//Warna
rupa baksa gada kepeng susuduk / Parabot pedang keur nakis / Permaenan di
kadaton / Saperti nu perang tanding / Para panangeran nongton//
//Ampuh
lucu baksana Raden Tumenggung / Dasar parangi berbudi / Alus timpuh sarta
lungguh / Kangjeng sultan mingkin asih / Tina sumujudna yaktos//
//Panganggona
tara pamit enggal wangsul / Lamun tacan idin Gusti / Dua tilu bulan tangtu /
Mantep saregeping budi / Lampah tara luas leos//
//Tina
asih Kangjeng Sultan sakalangkung / Pertanda asih teh bukti / Hiji istri tedah
Ratu / Alona Ratu Dipati / Wasta Den Salengga Anom//
//Salirana
ampuh timpuh sarta lungguh / Cahya mubyar ngatumbiri / Bitis lir jaksi
sajantung / Raray petak kadi sasih / Pasihan Sultan Cirebon//
//Yakin
putra Demang Gajipura sepuh / Kangjeng Sultan seg ngalahir / Ngadawuh ka Den
Tumenggung / Sakalian kudu kawin / Lajengna nikah parantos//
//Bade
nikah idin pindah ka Panjalu / Kangjeng Sultan lajeng masih / Warisan barang nu
alus / Sarta patukangan deui / Kamasan sadaya prabot//
//Geus
bral pindah Den Tumenggung ka Panjalu / Sarta bari nyandak istri / Cunduk catur
ka Panjalu / Di jalan teu kocap deui / Caturkeun bae geus anjog//
//Abdi-abdi
rencang di dapur pahibut / Sayagi baris nu sumping / Katuangan wedang sekul /
Saadat tali paranti / Ngahormat nu ti Cirebon//
//Sigeg
catur istri lami di Panjalu / Kadar wewerat katawis / Bulan hiji sampe tilu /
Enggalna nyaur paraji / Diteangbobotna yaktos//
//Sang
Bupatya lajeng ngutus unjuk hatur / Kapayunan Kangjeng Gusti / Sareh putra di
Panjalu / Wewerat geus tilu sasih / Sareng geus katawis bobot//
/Kangjeng
Sultan geus mireng nu ti Panjalu / Maca Alhamdulilahi / Sujud sukur ka Yang
Agung / Muga dikadar lalaki / Nu bade gentos bupatos//
//Nu
nerus ku jeneng Tumenggung Panjalu / Panuhun sanggeusna lahir / Panuhun aing
sakitu / Pikeun gaganti bupati / Dawuhna Sultan Cirebon//
//Ngutus
hiji mantri mangkat ka Panjalu / Mariksa yakin teu yakin / Enggal utusan
mangkat jung / Ka Panjalu enggeus nepi / Ka padaleman geus anjok//
//Lajeng
bae ngadeuheusan ka Sang Prabu / Yaktos weweratna sidik / Teu sanes abdi sakitu
/ Nerangkeun wewerat rai / Marios parantos yaktos//
//Menggah
eta abdi dalem amit mundur / Bade unjukan ka Gusti / Mantri utusan geus undur /
Ti Panjalu enggeus balik / Catur cunduk ka Cirebon//
//Ki
utusan unjuk hatur ka Sang Ratu / Yakin sidik Putra Gusti / Weweratna yaktos
lulus / Lajeng bae Kangjeng Gusti / Puji sukur ka Yang Manon//
//Sigeg
catur ayeuna nu di Panjalu / Teu sanes sami mumuji / Panuhun muga dikabul /
Muga sadawuhan Gusti / Dikadar hayang diyaktos//
//Nu
wewerat catur dungkap kana waktu / Bulanan babar geus pasti / Abdi ponggawa
karumpul / Prantos sayagi paraji / Adat lumbrah kanu ngowo//
//Henteu
lami nu babar lahir geus lulus / Murangkalihna lalaki / Paneja rama dikabul /
Nu babar enggeus lastari / Putra dibedong dipangkon//
//Salirana
kawantu tedaking ratu / Resik gilig murangkahh / Lajeng bae enggal ngutus /
Unjukan ka Kangjeng Gusti / Reh Putra parantos ngowo//
//Kangjeng
Sultan ngadawuhna puji sukur / Muga Gusti Rabul Jalil / Maparinan panjang umur
/ Tepi kajadi bupati / Kitu paneja sayaktos//
//Sigeg
catur ayeuna nu di Panjalu / Anu eukeur suka galih / Siang wengi sami kumpul /
Abdi-abdi kulawargi / Tutunggon bari mamaos//
//Tina
bingah siang bari nabeuh degung / Seleh gamelan kacapi / Pantun trawangsa teu
undur / Tujuh poe tujuh peuting / Hempak kemit di kadaton//
//Murangkalih
namina anu kamashur / Sadaya sami nyakseni / Raden Barsalam kasebut / Trung
sapirempagna Gusti / Kangjeng Sultan di Cirebon//
//Titimangsa
lahirna putra kacatur / Lumayan kangge pakeling / Tahun sewu tujuh ratus /
Genep puluh lima deui / Waktu dibabarkeun yaktos//
//Dina
yuswa dua puluh opat tahun / Diangkat jeneng bupati / Tina rama enggeus sepuh /
Sareng namina diganti / Den Cakranagara Anom//
//Saprantosna
jumeneng ramana pupus / Panggenan makam bawarna / Hibat wasiat kapungkur / Mun
Ama tepi ka jangji / Di Ciater nu kasohor//
//Kasigegkeun
Rama Dalem anu pupus / Catur nu mangkon bupati / Lungguh ampuh sarta suhud /
Suka manah senang galih / Nalika jeneng bupatos//
//Tahun
sewu dalapan ratus sapuluh / Malah aya punjul hiji / Kawit jumeneng tumenggung
/ Lamina nyepeng bupati / Tilu puluh tahun yaktos//
//Kaleresan
tahun sewu dlapan ratus / Salapan welas nu muni / Kenging putusan pansiun /
Surat bisluit katampi / Diaos serat parantos//
//Kapicatur
Dalem pansiun Panjalu / Teu aya gentos bupati / Pindah ngaula ka Galuh /
Panjalu ngajadi distrik / Awal mula dicarios//
//Waktu
dinggeun tanah Galuh jembar langkung / Kidul watas Kandang Wesi / Ngunung
walahar Citanduy / Kalipucang Banjar deui / Harita masih kawengkon//
//Leres
tahun diluhur nu geus kasebut / Panjalu bareng Kawali / Kabawah asup ka Galuh /
Kalipucang Kandang Wesi / Priangan anu ngawengkon//
//Tiharita
damel watesna Citanduy / Malah dungkap ka kiwari / Pitutur ayeuna wujud / Bukti
gumelarna yakin / Medal catur nu nyarios//
PUPUH XV
M I J I L
//Catur
lami nyepengna pangasih / Pansiun bupatos / Tilu puluh tilu tahun yaktos / Tina
satya kumereb ka Gusti / Sami pada ngasih / Pon miwah pangagung//
//Keur
nalika jumeneng bupati / Putrana carios / Jumlah aya pameget awewe / Dua welas
anu lumahir / Nami teu diwincik / Namina pun dulur//
//Sareng
henteu sanes nu digalih / Kajawi wawartos / Siang wengi asrih kempel kabeh /
Dipajemon padaleman tadi / Pala putra sumping / Diwejang diwurak//
//Wuwulangna
ujang sing gumati / Nyarekel pawagon / Papakeming anu laku gawe / Teu diwincik
nu gede nu leutik / Masing ati-ati / Sumujud jeung suhud//
//Kumaula
masingna tarampil / Ulah nyolowedor / Adep idep saregep nya hate / Tata titi
tindak diaji / Jinis modal pikir / Tatalining ratu//
//Tumaninah
tugenah nyapikir / Pikir masing godos / Kumaula senang seneng hate / Tetelakeun
ka kuring leutik / Titih masing rapih / Maksud mambrih rukun//
//Poma
ujang regepkeun pakeling / Masing atos-atos / Ama titip cangreud dina hate /
Tarekahan ku lampah nu manis / Niscaya anakking / Dipiasih ratu//
//Tah
sakitu ama nya weweling / Poma ulah poho / Jeung kaanak lalaki awewe / Henteu
lian ama titip diri / Nu gede nu leutik / Kusabab geus sepuh//
//Pala
Putra ajrih sami nangis / Teuyasa ngawalon / Lajeng bubar pada mulih bae /
Kabumina pada masing-masing / Dua murangkalih / Kantun di kadaton//
//Kasigegkeun
eta murangkalih / Ramana carios / Dina yuswa saratus tahun the / Sewu dlapan
ratus lima puluh hiji / Teu antara lami / Ngangluh lajeng pupus//
//Geus
dumugi ajali pinanggih / Karsana Yang Manon / Henteu panjang nu wapat dijereh /
Tempat makam panggenan Winarni / Dipendemna deukeut / Nusa lengkong mashur//
//Tigas
tatas karangan didangding / Babad Situ Lengkong / Awal mula pusaka dijereh /
Sapamendak dititik ditulis / Teu lepat teu kari / Sapiwejang sepuh//
//Sembah
baktos abdi kumaconggih / Medarkeun carios / Malar maksad keur pangemut bae /
Sih pangaksa nu sami ningali / Kadang kulawargi / Mugi nuwun ma’lum//
//Rehing
abdi jalma kirang harti / Sakalangkung bodo / Tata-titi tindak kitu keneh /
Margi tina teu sakola tadi / Kapalanggrang diri / Ditilar ku sepuh//
//Kulawargi
teu aya nu nolih / Dulur sami ropoh / Rama wapat masih budak keneh / Tacan aya
tarekah pribadi / Matang pasang giri / Tina kirang umur//
//Nembe
umur dua welas warsi / Harita sayaktos / Tacan seep masih genah hate / Lain
tina gilig edir pikir / Rilah ka Yang Widi / Dibadan sakujur//
//Nuju umur
tilu puluh warsih / Lajeng mindo enggon / Lami-lami pun kuwu seseleh /
Kaleresan abdi jadi ganti / Pirempagna abdi / Sarengna pangagung//
//Tahun
sewu dlapan ratus leuwih / Tahun anu yaktos / Jeung sawidak dalapan nu nyande /
Nyandang berkah salamet nya diri / Dumugi kiwari / Kadar ujud nangtung//
//Ku
etangan nyangking damel Gusti / Langkung tina paos / Tilu puluh dalapan teu
geseh / Dumugi abdi nya nulis dangding / Babad nu didangding / Ieu kapiunjuk//
//Titi
mangsa tamat abdi nulis / Nuju pasaran pon / Kaleresan siang poe Senen / Sasih
Juli ping sapuluh yakin / Salapan ratus muni / Sareng lima estu//
//Nuju
kaping opat welas muni / Desember sayaktos / Tahun sewu siapan ratus keneh /
Kangjeng Srimaraja prantos masih / Sahiji medali / Tanda satya tuhu//
//Sareng
rumah tangga sim abdi / Desa nu kasohor / Di maparah lungguh kuwu keneh / Tawis
Prajadinata pribadi / Sih pangaksa Gusti / Abdi kaulanun//
Kasambung
ku para putra nu anom di dinya matuh.
TEMBANG XV
S I N O M
//Konjuk
Paduka bendara / Pinuji lenggah di Puri / Mangku rat di kawadanan / Mangkan
kaharjaan distrik / Miwahna abdi-abdi / Wangkon tukebing Panjalu / Pang
rungrung pangauban / Siang wengi gebal Gusti / Muga-mugana lajeng sapapaosna//
//Mungelpung
kasaning babad / Dikarang diracik dangding / Diserat didamel tembang / Nanging
sakalangkung laip / Aksara raras deui / Dihari busuk balilu / Wantu sanes
bujangga / Gan sanget gumantung ati / Tina maos titilar ka para putra//
//Lain
tina kumagungan / Atawi mambrih kapuji / Kuojah kana bujangga / Gan lumayan
keur paripih / Ngaririh murangkalih / Tumutur ka putra putu / Nular rambat
carita / Nyuprah ngalapis ngahiji / Ngaregepkeun carios jaman baheula//
//Panuhun
abdi Paduka / Teu sanes panyuprih hati Lian Gusti Maha Mulya / Lahirna sareat
Gusti / Tina liring pangasih / Hibarna ka putra putu /
Tumiba
kaleksanan / Sinihan panuhun abdi / Tina margi tuna tangan kakolotan//
//Sumangga
Paduka ngasta / Saketi mugi katampi / Sahiji babad carita / Sadaya parantos
salasih / Seep taya nu kari / Sapiwejang hibar sepuh / Sareng taya nu lepat /
Yaktos sapamendak abdi / Munjuk sembah tawisna nu ngarang tembang//
//Prantos
kasebat di handap / Jajaran anu kawingking / Disebat sarta diserat / Nalagtag
prantos ditulis / Taya sanesna nami / Sareng kapangkatan lungguh / Ku sadaya nu
nyebat / Cungkul panjenengan aki / Patawisan panggenan desa Marenah//

