BONDAN KEJAWAN
(RADEN DJOKO BOENDHAN KADJAWAN)
Raden Djoko Boendhan Kadjawan adalah putra dari Prabhu Brawijaya V dengan Dyah Wandan Sari, putri boyongan dari Wandan, Tanah India.
Sebenarnya Dyah Wandasari adalah dayang dayang Permaisuri Raja Brawijaya V, Ratu Handarawati ketika Ratu Handarawati yg berasal dari Tjempa diboyong ke Tanah Jawa oleh Prabhu Brawijaya V, Dyah Wandansari ikut mendampingi sang putri hingga ke Tanah Jawa.
Pada suatu hari Prabhu Brawijaya V mengalami sakit sulit sekali mendapatkan obat penyembuhnya. Hingga pada suatu hari Prabhu Brawijaya V mendapat petunjuk bahwa beliau bisa sembuh dari rasa sakitnya jika menikahi wanita keturunan darah Wandan. Akhirnya kemudian Prabhu Brawijaya V mengangkat dayang dayang nya sebagai garwa selir dengan gelar nama Dyah Wandansari. Setelah pernikahan tersebut tidak lama kemudian sang raja sembuh dari sakitnya.Bahkan setahun kemudian dari Dyah Wandansari sang raja dikarunia seorang putra. Betapa bahagianya Prabhu Brawijaya mendapat kabar kelahiran putranya tersebut. Tetapi rasa bahagia Raja tidak berlangsung lama, karena penasehat spiritual kerajaan mengabarkan / mendapat petunjuk bahwa jabang bayi yang baru lahir kelak akan menjadi Raja, hal tersebut akan menimbulkan masalah karena mengingat yang akan jadi penerusnya adalah keturunan dari Permaisuri Ratu Handarawati. Dan jalan satu satunya jabang bayi tersebut harus dilenyapkan. Kemudian dengan berat hati akhirnya Sang Prabhu Brawijaya V memutar otak menyuruh seorang utusan untuk memanggil salah satu orang kepercayaannya untuk menghadapnya. Orang kepercayaan tersebut adalah Ki Buyut Musahar, seorang Juru Sawah tanah pesisir wetan Pati dekat Gebadot.
Setelah Ki Buyut Musahar datang menghadap ke Kraton Majapahit, Prabhu Brawijaya V menceritakan latar belakang beliau dipanggil. Prabhu Brawijaya V kemudian menyerahkan putranya jabang bayi merah belum bernama kepada Ki Buyut Musahar untuk merawatnya. Dengan catatan setelah umur sewindu anak itu harus dilenyapkan.
Setelah mengendong bayi mungil tersebut Ki Buyut Musahar berpamitan untuk pulang ke Pati.
Sebelum senja datang, Ki Buyut Musahar sampai dirumahnya di Pati. Ki Buyut Musahar menemui istrinya dan menceritakan awal mula beliau mendapatkan anak tersebut. Sang istri sangat sayang dengan bayi mungil tersebut, ketika bayi berumur 35 hari, Ki Buyut Musahar memberikan nama anak tersebut Raden Djoko Boendhan Kadjawan anak laki laki keturunan Jawa dan Wandan
Hari berganti hari, bulan berganti tahun bayi mungil tersebut tumbuh menjadi anak lelaki yang gagah trengginas.
Setelah usia delapan tahun, Ki Buyut Musahar teringat ucapan Sri Prabhu Brawijaya V, Ki Buyut Musahar tidak tega melenyapkan anak laki laki angkatnya tersebut. Kemudian Ki Buyut Musahar menyerahkan Boendan Kajawan kepada sahabatnya penguasa Perdikan Tarub yaitu Raden Kidang Telangkas atau Ki Ageng Tarub II (Ki Ageng Tarub II adalah putra dari Syech Maulana Malik Magribi dan kakak Sunan Kalijaga) untuk belajar tentang ilmu agama dan ilmu kanuragan serta ilmu kehidupan lainnya.
Lama berguru di Tarub, Ki Ageng Tarub II tertarik pada pemuda gagah tersebut dan berkenan menikahkan dengan putrinya yaitu Roro Nawangsih dan memberi gelar nama kepada menantunya tersebut Haryo Lembu Peteng II.
Ketika Ki Ageng Tarub II wafat, menantunya tersebut, Haryo Lembu Peteng II menggantikan kedudukannya sebagai penguasa Perdikan Tarub dengan gelar Ki Ageng Tarub III
Ki Ageng Tarub III dari garwanya Roro Nawangsih menurunkan putra sebagai berikut :
1. Raden Dukuh, setelah remaja berguru ke Sunan Mojogung Cirebon dan dinikahkan dengan putri beliau. Dan mendapat nama baru Syech Ngabidulah. Dan bertugas menyebarkan Islam ke wilayah Dukuh Sobo dan bergelar Ki Ageng Sobo.
2. Raden Depok, setelah remaja berguru ke Sunan Mojogung Cirebon dan dinikahkan dengan putri beliau. Dan mendapat nama baru Syech Ngabdullah. Dan mendapat tugas menyebarkan agama Islam di wilayah Dukuh Getas Pendowo dan bergelar Ki Ageng Getas Pendowo.
3. Roro Kasihan, menikah dengan Ki Ageng Ngerang ing Butuh Guyang dan bergelar Nyai Ageng Ngerang.
Ki Ageng Getas Pendowo menurunkan Ki Ageng Abdurachman atau Ki Ageng Kertoboyo ing Selo, Ki Ageng Selo.
Ki Ageng Selo menurunkan Ki Ageng Anis, penasehat spiritual Kraton Pajang era Sultan Hadiwijaya, bermukim di wilayah Laweyan.
Ki Ageng Anis ing Laweyan menurunkan putra bernama Ki Ageng Pemanahan, kelak Ki Ageng Pemanahan menjadi Penguasa di Perdikan Mataram dengan gelar Ki Ageng Mataram.
Ki Ageng Pemanahan menurunkan Danang Sutawijaya. Sepeninggal Ki Ageng Pemanahan, Danang Sutawijaya mendirikan Kerajaan Mataram Islam dengan gelar Panembahan Senopati.
Dan akhirnya takdir tetap menjalankan tugasnya, meski Raden Bondhan Kajawan tidak menjadi Raja tetapi pada generasi ke V keturunannya menjadi Raja Tanah Jawa.
Keterangan gambar :
1. Astana Kotagedhe, awalnya adalah Dalem Ki Ageng Pemanahan.
2. Padupan
3. Sela Gilang, Singgasana Panembahan Senopati.