TASAWUF SYAHADAT SEJATI DAN SALAWAT SUNAN KALIJAGA
Dalam menyebarkan ajaran Islam di tanah Jawa, Sunan Kalijaga menggunakan seni sebagai media dakwah. Misalnya melalui cerita cerita pewayangan, diantaranya salah satunya cerita Pandawa Lima. Jika dalam Pandawa Lima lakon atau tokohnya adalah Puntadewa, Werkudara, Arjuna, Nakula dan Sadewa maka lain lagi dengan yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga dalam ajaran Islam Kejawen. Ilmu Makrifat Sunan Kalijaga yang sebenarnya adalah ada dalam syahadat.
Suluk Singgah-Singgah ini menarik untuk dikaji. Di samping menggambarkan suasana peralihan kepercayaan dan agama, juga menunjukkan kepada kita masyarakat zaman sekarang, bagaimana para wali Allah mengajarkan ketauhidan.
Untuk itu mari kita lengkapi empat bait dalam tulisan terdahulu, lengkap menjadi 13 bait sebagai berikut :
Bait 5 :
Na kanung kulon sangkannya
Nunggang gajah telale elar singgih
Kullahu marang balikul
Jim setan brekasakan
Amuliha mring tawang-tawang prajamu
Eblise ywa kari karang
Kulhu balik bolak balik.
Bait 6 :
Ana kanung lor sangkannya
Nunggang gajah telale elar singgih
Kullahu marang balikul
Jim setan brekasakan
Amuliha mring tawang-tawang prajamu
Eblise ywa kari karang
Kulhu balik bolak balik.
Bait 7 :
Ambalik marang angganya
Balik marang badanira pribadi
Balik karsaning Hyang Agung
Lelembut samya nginthar
Tulak sarap samangkya ganti winuwus
Arane sarap den ucap
Sagung kama salah kapti.
Bait 8 :
Arane sarap kang lanang
Kulhu putih wadone kulhu kuning
Ywa wuruk sudi maringsun
Lawan maring ki jabang
Sarap wangke sarap wedang sarap awu
Sira kabeh suminggaha
Muliha kamulaneki.
Bait 9 :
Geger setan wetan samya
Anerus jagad kulon playuning dhemit
Ing tengah Bathara Guru
Tinutup Nabi Suleman
Daya setan brekasakan ajur luluh
Ki jabang bayi wus mulya
Liwat siratal mustakim.
Bait 10 :
Geger setan kidul samya
Anrus jagad kulon playuning dhemit
Ing tengah Bathara Guru
Tinutup Nabi Sleman
Eblis setan brekasakan ajur luluh
Ki jabang bayi wus mulya
Liwat siratal mustakim.k
Bait 11 :
Ajiku gajah panudya
Kebo dhungkul brama rep sirep sami
Sarap lelara puniku
Asuwung canthung jagad
Tuking mata lire mata manik ingsun
Panahku sapu buwana
Dadekna kusuma adi.
Bait 12 :
Tibakna mring jalma lupa
Eling mengko eling embenireki
Rahayu sa’umur ingsun
Pratapan sun wus wikan
Ingsun ngadeg satengahing samodra gung
Palinggihku lintang johar
Sasedya sun pasthi dadi
Bait 13 :
Sun langgeng amuja mantra
Pan jaswadi putra ing kodratmanik
Laa ilaaha illaa-llaah
Muhammad Rasulullah
Sallallahu Alaihi wasallam
Waalaekumusalam
Puniku pupuji mami.
Secara umum bait-bait tembang di atas menggambarkan bagaimana segala bentuk kejahatan yang sangat ditakuti masyarakat pada masa itu, terutama yang bersifat gaib, dikalahkan, ditolak atau dikembalikan kepada asal dan pengirimnya. Digambarkan pula gagah perkasa, kehebatan serta kesaktian siapa yang membaca Kidung ini dengan keyakinan teguh. Yang menarik adalah bait kesembilan dan kesepuluh yang hanya berbeda dalam menyebut soal arah, dalam hal ini bait kesembilan menunjuk arah wetan atau timur, sedangkan bait kesepuluh menyebut arah kidul atau selatan. Satu persamaan dalam kedua bait tersebut yakni sama-sama menggambarkan peralihan kepercayaan dengan masih mengakomodasi kepercayaan lama yaitu mengakui adanya dan peranan Betara Guru, namun sudah memasukkan kepercayaan baru yang merupakan kekuatan pendukung yaitu Nabi Sulaeman, sekaligus juga dimasukkan pemahaman baru yaitu siratal mustakim. Mari kita simak terjemahan bait kesembilan sebagai berikut :
Setan-setan yang berasal dari timur geger semuanya.
Lari ke barat ke wilayah para dhemit (jenis makhluk halus lain)
Karena di tengah kita berjaga Betara Guru (Pimpinan para Dewa).
Yang didukung penuh oleh Nabi Sulaeman (nabi para manusia, binatang dan makhluk halus).
Segala daya kekuatan setan yang mengerikan itu hancur luluh
Sang Bayi sudah mulia (bisa berarti bayi sesungguhnya yang di dalam kandungan atau bayi kiasan dari Islam sebagai agama baru di pulau Jawa),
Lewat jalan yang lurus (yang diridhoi).
Lebih jauh lagi, bait ketigabelas atau bait penutup, mengajarkan tentang mantera-mantera yang membuat orang bisa menjadi sakti manderaguna.
Mantera yang dipanjatkan secara langgeng, terus-menerus sebagai doa itu tiada lain adalah syahadat dan shalawat yaitu :
Saya akan terus-menerus memanjatkan mantera.
Pembungkus putra atas kuasa akal budi.
Tiada Tuhan kecuali Allah.
Semoga Gusti Allah menganugerahkan keselamatan dan kesejahteraan untuk Baginda (Kanjeng Nabi Muhammad).
Dan semoga kalian terselamatkan dari duka nestapa dan kesulitan.
Inilah doa andalan saya.
Demikianlah, Suluk Singgah-Singgah yang terdiri dari tigabelas bait mengajarkan kepada kita cara berdakwah yang lembut. Memang itu memerlukan kesabaran dan kerendahan hati yang luar biasa.
Bait ketigabelas Suluk ini menunjukkan adanya suatu tembang atau nyanyian di masa lalu yang mengajarkan orang mengucapkan kalimat syahadat sekaligus shalawat untuk Kanjeng Nabi Muhammad.
Dengan Suluk ini orang-orang Jawa menemukan Gusti Allah dan mengucapkan syahadat tauhid, syahadat rasul, shalawat dan ucapan salam sekaligus, dalam bahasa yang sederhana. Inilah syahadat dan shalawat ala Sunan Kalijaga, yang melengkapi dakwah para ulama lainnya pada abad XV – XVI, sehingga berhasil mengislamkan sebagian masyarakat Jawa dan Nusantara di daerah-daerah pesisir, yang selanjutnya berkembang menjadi pemeluk Islam terbesar di dunia dewasa ini.
Sunan Kalijaga adalah salah satu anggota Wali Songo yang sangat disegani, berikut ini cara dakwah Sunan Kalijaga di rangkum dari berbagai sumber referensi.
Namanya cukup terkenal di banyak tempat yang tersebar di wilayah Pulau Jawa bagian tengah.
Di antara para anggota Wali Songo, Sunan Kalijaga ditugaskan untuk melakukan dakwah kepada para penganut kepercayaan lama.
Dalam menyebarkan ajaran Islam, dia selalu menggunakan pakaian adat Jawa setiap hari dengan menggabungkan unsur Islam.
Hal ini dilakukan agar masyarakat mampu menerima kehadirannya di tengah-tengah mereka.
SARANA DAN MEDIA DAKWAH
1. Wayang.
Sunan Kalijaga menggunakan wayang sebagai salah satu media dakwahnya.
Merupakan kesenian wayang memang digemari masyarakat.
Sunan Kalijaga berkeliling di wilayah Padjajaran dan Majapahit untuk menjadi dalang.
Apabila masyarakat ingin Sunan Kalijaga mengadakan pertunjukan wayang, dia tidak meminta masyarakat untuk memungut biaya apapun, selain mengucapkan dua kalimat syahadat.
Di dalam kesenian wayang inilah, Sunan Kalijaga mengajarkan nilai-nilai tasawuf.
Sunan Kalijaga juga memunculkan ajaran Islam lewat tokoh-tokoh Yudistira dan Bima.
2. Grebeg dan Sekaten.
Dalam menyebarkan ajaran Islam, Sunan Kalijaga juga menggelar semacam perayaan yang dalam bahasa Jawa dikenal dengan istilah grebeg.
Di dalamnya terdapat tradisi Sekaten yang berasal dari kata sekati yang berarti nama dua alat gamelan.
Ide untuk menggabungkan kebudayaan grebeg dengan sekaten muncul saat Sunan Kalijaga mencoba mengajak masyarakat ke masjid yang saat itu bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Selain menggelar musik gamelan dan tari-tarian, waktu itu Sunan Kalijaga juga mengajak masyarakat menghiasi kompleks masjid.
Awalnya masyarakat malu untuk datang, tapi perlahan-lahan mereka berdatangan melewati gapura dan dituntun mengucapkan dua kalimat syahadat.
3. Gamelan.
Gamelan digunakan sebagai media dakwah oleh Sunan Kalijaga ketika pertunjukan dan acara lainnya.
Dalam pertunjukan, ketukan gamelan ia ciptakan sendiri agar diterima masyarakat.
Selain itu gamelan dimanfaatkan untuk mengundang masyarakat datang ke masjid.
Alat musik tradisional itu juga digunakan saat acara Grobeg dan Sekaten untukbertujuan demi mendapatkan perhatian masyarakat.
Selain menggunakan gamelan, Sunan Kalijaga juga menggunakan tembang sebagai sarana menyebarkan dakwah Islamnya.
Tembang yang diciptakan Sunan Kalijaga antara lain Tembang Rumekso Ing Wengi dan Ilir-Ilir.
Tembang Rumekso Ing Wengi berisi tentang doa saat malam hari setelah melakukan salat tahajjud.
Tembang ini disusun Sunan Kalijaga karena waktu itu masyarakat Jawa masih kesulitan dalam menghafal doa berbahasa Arab.
Selain itu, terdapat pula Tembang Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul yang berisi tentang nasihat-nasihat kehidupan.
Salah satu tokoh Wali Songo yang sangat berperan dalam menyebarkan dakwah di Pulau Jawa, Beliau mampu memasukan pengaruh ajaran Islam pada tradisi Jawa. Pada artikel ini kita akan membahas tentang riwayat atau sejarah Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga merupakan satu dari sembilan Wali yang memiliki perbedaan cukup menonjol dari para Wali lainnya. Perbedaan tersebut diantaranya yaitu dalam berpakaian dan dalam berdakwah menyebarkan Islam.
Dalam berpakaian Sunan Kalijaga lebih sering memakai pakaian yang berwarna hitam dengan blangkon khas Jawa yang Beliau pakai. Hal ini menandakan keluasan serta kesederhanaan Beliau.
Dalam berdakwah atau menyebarkan ajaran agama Islam, Sunan Kalijaga juga berbeda dengan para Wali lainnya. Beliau cenderung lebih halus atau pelan-pelan dalam memasukan ajaran Islam ke dalam kebiasaan atau tradisi Jawa. Sampai akhirnya Islam bisa masuk ke Pulau Jawa seperti sekarang ini.
Riwayat atau Sejarah Sunan Kalijaga
Menurut sejarah yang dikenal di masyarakat umum, Sunan Kalijaga memiliki nama asli yaitu Raden Mas Syahid atau Raden Said. Beliau anak seorang Adipati Tuban yang bernama Ki Tumenggung Wilatikta , namun ada juga yang mengatakan bahwa nama lengkap ayah Raden Mas Syahid adalah Raden Sahur Tumenggung Wilatikta. Sumber lain Silsilah Sunan Kalijaga / Raden Mas Said melalui jalur Ratu Penguasa Tuban (sumber Ranji S) dibawah ini :
• Nabi Muhammad SAW
• Fatimah Az-Zahra
• Al-Husain putera Ali bin Abu Tholib dan Fatimah Az-Zahra binti Muhammad
• Al-Imam Sayyidina Hussain
• Sayyidina ‘Ali Zainal ‘Abidin bin
• Sayyidina Muhammad Al Baqir bin
• Sayyidina Ja’far As-Sodiq bin
• Sayyid Al-Imam Ali Uradhi bin
• Sayyid Muhammad An-Naqib bin
• Sayyid ‘Isa Naqib Ar-Rumi bin
• Ahmad al-Muhajir bin
• Sayyid Al-Imam ‘Ubaidillah bin
• Sayyid Alawi Awwal bin
• Sayyid Muhammad Sohibus Saumi’ah bin
• Sayyid Alawi Ats-Tsani bin
• Sayyid Ali Kholi’ Qosim bin
• Muhammad Sohib Mirbath (Hadhramaut)
• Sayyid Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin
• Sayyid Amir ‘Abdul Malik Al-Muhajir (Nasrabad, India) bin
• Sayyid Abdullah Al-’Azhomatu Khan bin
• Sayyid Ahmad Shah Jalal @ Ahmad Jalaludin Al-Khan bin
• Sayyid Ali Nurrudin @ Sayyid Ali Nurul Alam @Ratu Baniisrail bin
• Sayyid Masyur / Arya Tedja IV Adipati Tuban bin
• Nyai Ageng Manila / Sang Dyah Retno Dumillah Ratu Penguasa Tuban bin
• Sunan Kalijaga / Raden Mas Said
(Sumber referensi : Kitab Kuno Sunan Tembayat 1443 saka halaman 8 – 10)
Sedangkan sebutan atau Nama-nama lain dari Sunan Kalijaga adalah Raden Mas Syahid atau Raden Said, Raden Abdurahman, Lokojoyo, dan Pangeran Tuban.
Pada masa mudanya, Raden Mas Syahid merupakan seorang yang giat dalam mencari ilmu. Terutama ilmu Agama Islam, Beliau pernah berguru kepada Sunan Bonang, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Ampel.
Menurut cerita yang ada, Beliau diperkirakan lahir di tahun 1450. Asal-usul atau silsilah beliau ada yang berpendapat Raden Said atau Sunan Kalijaga merupakan orang pribumi Jawa asli. Pendapat tersebut berdasarkan pada cerita Babad Tuban yang menceritakan tentang penguasa Tuban pada tahun 1500 M.
Didalamnya diceritakan bahwa Raden Said merupakan cucu dari penguasa Islam pertama di Tuban yaitu ayahnya Sunan Kalijaga. Hal itu berdasarkan pada catatan Tome Pires pada tahun 1468 – 1540, Tome Pires merupakan seorang penulis dari Portugis yang pernah mencatat sejarah Tuban di periode 1468 – 1540.
Sedangkan pendapat kedua mengatakan Sunan Kalijaga merupakan keturunan Arab yang memiliki silsilah sampai ke Nabi Muhammad SAW.
Sejarawan yang bernama De Graaf berpendapat bahwa Sunan Kalijaga mempunyai silsilah dengan paman Nabi Muhammad SAW yakni Ibnu Abbas.
Menurut sejarah, Sunan Kalijaga memiliki usia sampai 100 tahun, dengan begitu berarti Beliau mengalami berakhirnya kekuasan kerajaan Majapahit yang berakhir pada tahun 1478. Selain itu, Beliau juga mengalami masa Kesultanan Demak, Cirebon, dan Banten.
Bahkan juga merasakan masa Kerajaan Pajang yang berdiri pada tahun 1546, dan juga masa Kerajaan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati. Beliau juga diriwayatkan ikut serta dalam merancang pembangunan Masjid Agung Demak dan Masjid Agung Cirebon. Sebagai bukti disitu terdapat tiang utama yang merupakan hasil kreasi dari Sunan Kalijaga.
Ada salah satu riwayat yang mengatakan bahwa Raden Said atau Sunan Kalijaga menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishak. Yang mana Maulana Ishak memiliki dua orang anak yakni Dewi Saroh dan Sunan Giri. Setelah menikah Beliau Sunan Kalijaga di karuniai 3 yakni R. Umar Said (Sunan Muria), Dewi Rakayuh, dan Dewi Sofiah.
Sunan Kalijaga pernah menikah dengan Dewi Sarokah, putri dari Sunan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Yang mana Sunan Gunung Jati juga merupakan salah satu guru dari Sunan Kalijaga. Setelah menikah dengan Dewi Sarokah, Beliau dikaruniai 5 anak yakni, Kanjeng Ratu Pembayun, Nyai Ageng Pahenggak, Sunan Hadi, Raden Abdurrahman, dan Nyai Ageng Ngerang.
Kehidupan Raden Said Sebelum Menjadi Wali
Ada salah satu cerita yang meriwayatkan asal-usul nama Sunan Kalijaga. Diceritakan sebelum mendapatkan nama Sunan Kalijaga atau Gelar Walisongo, Raden Said merupakan seorang yang sudah mengenal Islam sejak kecil, yakni melalui guru agama di Tuban.
Raden Said merupakan putra Adipati yang dekat dan peduli dengan rakyat jelata, hal ini dibuktikan dengan masa muda Beliau yang pernah membela rakyat jelata di masa yang sulit.
Pada masa itu, terjadi musim kemarau panjang yang membuat para rakyat jelata gagal panen. Namun, dalam waktu yang bersamaan, pemerintahan pusat sedang membutuhkan dana yang besar untuk mengatasi pembangunan atau roda pemerintahan. Akhirnya mau tidak mau rakyat jelata harus mau untuk membayar pajak yang tinggi.
Melihat keadaan yang semakin kontradiksi antara pemerintahan dengan rakyat jelata, Raden Said yang dekat dengan rakyat jelata merasa harus membantu rakyat jelata. Akhirnya Raden Said tanpa pikir panjang melakukan perbuatan yang tidak terpuji demi menolong rakyat jelata.
Beliau mencuri hasil bumi yang tersimpan di gudang penyimpanan istana ayahnya.
Hasil bumi tersebut merupakan hasil dari upeti rakyat jelata yang akan disetorkan ke pemerintahan pusat. Biasanya malam-malam Raden Said membaca Al-Quran di kamarnya, kini Beliau keluar dan melakukan aksinya lalu langsung membagikan hasil aksinya tersebut secara tersembunyi-tersembunyi tanpa sepengetahuan rakyat jelata sekalipun.
Namun, seiring berjalannya waktu, penjaga gudang pun merasa curiga melihat barang-barang yang akan disetorkan ke pemerintahan pusat semakin berkurang. Melihat keadaan tersebut penjaga gudang pun semakin ketat dalam menjaga gudang penyimpanan tersebut.
Hingga pada suatu malam penjaga gudang merasa penasaran dengan masalah tersebut, dan sengaja meninggalkan gudang lalu mengintip dari kejauhan. Ternyata penjaga gudang tersebut berhasil memergoki aksi Raden Said, dan akhirnya Raden Said ditangkap dan dibawa ke hadapan ayahnya.
Raden Said pun dimarahi habis-habisan dan Beliau juga mendapatkan hukuman cambuk sebanyak dua ratus kali di tangannya karena mencuri. Selain itu, Raden Said juga disekap selama beberapa hari tidak boleh keluar rumah.
Setelah lepas dari sekapan, Raden Said tidak merasakan jera atas hukuman yang menimpanya. Beliau memutuskan untuk melakukan aksinya di luar istana, targetnya yaitu orang-orang kaya yang pelit. Hasil aksinya pun dibagikan lagi ke para rakyat jelata, karena Beliau melakukan aksi ini dengan niat untuk membantu rakyat jelata. Dalam aksinya di luar istana, Raden Said mengenakan pakaian serba hitam dan memakai topeng.
Hingga suatu saat ada perampok asli yang mengetahui aksi beliau, dan akhirnya Beliau dijebak oleh si perampok asli. Di suatu malam, perampok tersebut melakukan perampokan sekaligus merudapaksa wanita cantik dengan memakai pakaian yang sama seperti yang dipakai oleh Raden Said saat melakukan aksi. Di saat Raden Said mau menolong wanita tersebut, perampok yang merudapaksa itu berhasil meloloskan diri.
Dengan pakaian yang sama yaitu serba hitam dan memakai topeng, Raden Said pun terjebak di tempat tersebut. Hingga akhirnya Raden Said dikambing hitamkan oleh warga yang saat itu sudah mengepungnya. Dengan kejadian ini pun ayah Raden Said semakin kecewa dan langsung mengusirnya.
Setelah Beliau diusir dari istana, Raden Said tinggal di hutan yang bernama hutan Jatiwangi, namun Beliau tetap melakukan aksinya untuk menolong rakyat jelata. Namun, dengan membuang nama aslinya, Beliau memakai nama Brandal Lokajaya selama tinggal di hutan tersebut.
Suatu ketika lewatlah seorang berpakaian serba putih dengan membawa tongkat yang gagangnya berkilau seperti emas. Beliau pun bermaksud melakukan aksi untuk merampas tongkat tersebut, namun kejadian tersebut malah membuat Raden Said tersentuh dan tersentak hatinya.
Kisah Pertemuan dengan Sunan Bonang
Ketika Raden Said merebut tongkat dari orang berbaju putih secara paksa menyebabkan orang tersebut tersungkur jatuh. Sambil mengeluarkan air mata dan tanpa suara orang itu pun bangun dengan susah payah. Sedangkan, Raden Said saat itu mengamati tongkat itu, sadar bahwa tongkat itu tidak terbuat dari emas.
Heran melihat orang berbaju putih itu menangis, akhirnya Raden Said pun mengembalikan tongkatnya. Namun orang itu berkata “Bukan, tongkat itu yang aku tangisi” sambil menunjukkan rumput di telapak tangannya. “Perhatikanlah Aku sudah berbuat dosa, melakukan perbuatan sia-sia. Rumput ini tercabut saat aku jatuh tadi.”
“Cuma beberapa helai rumput saja Kamu merasa berdosa?” tanya Raden Said heran.
“Ya , memang berdosa! Karena kamu mencabutnya tanpa sebuah kebutuhan. Apabila untuk makanan ternak itu tidak apa. Namun apabila untuk sebuah kesia-siaan sungguh sebuah dosa!” jawab orang itu.
Kemudian Raden Said tentang apa yang sedang ia perbuat di tengah hutan seperti ini. Setelah mengetahui perbuatan Raden Said, orang itu mengatakan sebuah perumpamaan terhadap perbuatan Raden Said.
Apa yang dilakukan Raden Said ibarat mencuci pakaian yang kotor menggunakan air kencing yang hanya akan menambah kotor dan bau pakaian tersebut. Raden Said pun tercekat mendengar pernyataan orang berbaju putih tersebut.
Raden Said pun semakin dibuat terpukau dengan keajaiban yang ditunjukkan dengan mengubah sebuah pohon aren menjadi pohon emas. Karena penasaran dan kagum, Raden Said memanjat pohon aren itu. Namun ketika hendak mengambil buahnya, tiba-tiba pohon itu rontok mengenai kepalanya. Akhirnya Beliau jatuh ke tanah dan pingsan.
Setelah Raden Said siuman dan bangun dari pingsan, Raden Said pun sadar bahwa orang berbaju putih itu bukan orang biasa. Sehingga timbul keinginan untuk belajar kepadanya. Akhirnya dikejarnya orang berbaju putih itu sekuat tenaga. Setelah berhasil mengejarnya ia pun menyampaikan keinginannya untuk berguru kepada orang berbaju putih itu.
Kemudian diberikan sebuah syarat yaitu Raden Said diperintahkan untuk menjaga tongkat yang dibawa dan tidak boleh beranjak sebelum orang itu kembali menemuinya. Tiga tahun kemudian datanglah orang itu menemui Raden Said yang ternyata masih menjaga tongkat yang ditancapkan di pinggir kali (sungai).
Orang berbaju putih itu ternyata adalah Sunan Bonang. Kemudian Raden Said diajak pergi ke Tuban untuk diberi pelajaran agama. Sebagian orang percaya bahwa dari kisah inilah nama Sunan Kalijaga diberikan kepada Raden Said. Karena kata Kalijaga terdiri dari “kali” berarti sungai dan “jaga” berarti menjaga. Namun sebutan "kalijaga" ada beberapa versi lain yang di ceritakan.
Raden Said yang lebih dikenal dengan nama Sunan Kalijaga merupakan anak muda yang cerdas, terampil, pemberani, dan berjiwa besar. Beliau mempelajari berbagai ilmu dari gurunya antara lain ilmu filsafat, syariah, kesenian, dan sebagainya.
Sebab ilmunya yang luas, Sunan Kalijaga dikenal oleh masyarakat sebagai orang piawai dalam mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat. Ditambah Beliau juga ahli dalam bidang sastra dan mampu membuat syair-syair jawa yang indah.
Dikarenakan ilmu-ilmu yang Beliau kuasai dan kepribadiannya itu, membuat Sunan Kalijaga termasuk sebagai salah satu “Walisongo” yang bergerak dibawah perintah Sultan Patah di Demak. Beliau diberikan tugas untuk berdakwah di wilayah-wilayah pedalaman yang rawan dengan kejahatan.
Masa hidup Sunan Kalijaga diperkirakan mencapai lebih Dari 100 tahun.
Sunan Kalijaga mengalami masa akhir kekuasaan Majapahit kesultanan Demak, kesultanan Cirebon Dan Banten, bahkan juga kerajaan Pajang yang lahir pada 1546 serta awal kehadiran kerajaan Mataram dibawah Pimpinan Panembahan Senopati, beliau ikut pula dalam merancang pembangunan masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon, masjid Agung Demak, tiang tatal (pecahan kayu) yang merupakan salah satu dari tiang utama masjid adalah kreasi Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga diperkirakan lahir pada tahun 1450 dengan nama Raden Said, beliau adalah putra Adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilwatikta atau Raden Sahur, nama lain Sunan Kalijaga antara lain : Lokajaya, Syekh Malaya, Pangeran Tuban, dan Raden Abdurrahman, berdasarkan satu versi masyarakat Cirbon, nama Kalijaga berasal dari desa Kalijaga di Cirebon, pada saat Sunan Kalijaga berdiam disana, beliau berendam disungai (kali) atau Jaga Kali.
Dalam dakwah, Sunan Kalijaga menggunakan pola yang sama dengan, Sunan Bonang, paham keagamaannya cenderung Sulfistik berbasis Salaf bukan Sufi Panteustik (pemujaan semata).
Sunan Kalijaga juga memilih kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah.
Sunan Kalijaga sangat toleran pada budaya lokal, Sunan Kalijaga berpendapat bahwa masyarakat akan menjauh jika cara berdakwah dengan merusak budaya yang sudah melekat, maka mereka harus didekati secara bertahap, Sunan Kalijaga berkeyakinan jika Islam sudah dipahami, dengan sendirinya kebiasaan lama akan hilang, tidak mengherankan ajaran Sunan Kalijaga terkesan sinkretis dalam mengenalkan Islam, Sunan Kalijaga menggunakan deni ukir, wayang gamelan, serta seni suluk sebagai sarana dakwah, beberapa lagu suluk ciptannya yang populer adalah Ilir-Ilir dan Gundul-Gundul Pacul
Sunan Kalijaga menggagas baju takwa, perayaan sekantenan, gerebek Maulud, serta lakon Carangan Layang Kalimasada, Petruk jadi Ratu (Petruk jadi Raja), lanskap pusat kota berupa kraton.
Alun-alun dengan dua beringin serta masjid diyakini pula di konsep oleh Sunan Kalijaga.
Metode dakwah tersebut sangat efektif, sebagaian besar adipati di Jawa memeluk Islam diantaranya :
Adipati Pandanaran, Kartasura, Kebumen, Banyumas, serta Pajang.
Adalah Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan Ketupat pada masyarakat Jawa.
Sunan Kalijaga membudayakan dua kali Ba'da, yaitu ba'da lebaran dan ba'da kupat yang dimulai seminggu sesudah lebaran.
Arti kata ketupat dalam filosofi Jawa, ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat merupakan kependekan dari ngaku lepat dan laku papat.
Ngaku lepat artinya mengakui kesalahan.
Laku papat artinya empat tindakan.
Ngaku Lepat.
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang jawa.
Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain.
Sedangkan Laku Papat :
1. Lebaran.
2. Luberan.
3. Leburan.
4. Laburan.
Lebaran.
Sudah usai, menandakan berakhirnya waktu puasa.
Luberan.
Meluber atau melimpah, ajakan bersedekah untuk kaum miskin.
Pengeluaran zakat fitrah.
Leburan.
Sudah habis dan lebur. Maksudnya dosa dan kesalahan akan melebur habis karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain.
Laburan.
Berasal dari kata labur, dengan kapur yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding.
Maksudnya supaya manusia selalu menjaga kesucian lahir dan batinnya.
FILOSOFI KUPAT - LEPET
KUPAT
Kenapa mesti dibungkus janur?
Janur, diambil dari bahasa Arab Ja'a nur (telah datang cahaya). Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat hati manusia.
Saat orang sudah mengakui kesalahannya maka hatinya seperti kupat yang dibelah, pasti isinya putih bersih, hati yang tanpa iri dan dengki.
Kenapa? karena hatinya sudah dibungkus cahaya (ja'a nur)
LEPET
Lepet = silep kang rapet.
Mangga dipun silep ingkang rapet, mari kita kubur/tutup yang rapat.
Jadi setelah ngaku lepat, meminta maaf, menutup kesalahan yang sudah dimaafkan, jangan diulang lagi, agar persaudaraan semakin erat seperti lengketnya ketan dalam lepet.
Betapa besar peran para wali dalam memperkenalkan agama Islam. Umat muslim sudah seharusnya memuliakan budaya atau ajaran yang telah disampaikan para wali di Indonesia ini.
Inilah cikal bakal munculnya kalimat mohon maaf lahir dan bathin, disaat Idul Fitri, serta lahirnya tradisi halal bihalal di Indonesia.
MAKNA SYAIR GUNDUL GUNDUL PACUL
Gundul gundul pacul-cul, gembelengan.
Nyunggi nyunggi wakul-kul, gembelengan
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Wakul ngglimpang segane dadi sak latar
Ternyata lagu Gundul-gundul Pacul mempunyai filosofi yang cukup mendalam, Lagu Gundul Gundul Pacul ini konon diciptakan tahun 1400-an oleh Sunan Kalijaga dan teman-temannya yang masih remaja dan mempunyai arti filosofis yang dalam dan sangat mulia.
Gundul adalah kepala plonthos tanpa rambut. Kepala adalah lambang kehormatan, kemuliaan seseorang. Rambut adalah mahkota lambang keindahan kepala.
Jadi gundul adalah kehormatan tanpa mahkota.
Pacul adalah cangkul yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat. jadi pacul adalah lambang kawula rendah, kebanyakan petani.
Gundul pacul artinya adalah bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota tetapi dia adalah pembawa pacul utk mencangkul, mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya/orang banyak.
Orang Jawa mengatakan pacul adalah Papat Kang Ucul (4 yang lepas). Kemuliaan seseorang tergantung 4 hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya, dengan makna sebagai berikut :
1. Mata digunakan untuk melihat kesulitan rakyat / masyarakat.
2. Telinga digunakan untuk mendengar nasehat.
3. Hidung digunakan untuk mencium wewangian kebaikan.
4. Mulut digunakan untuk berkata adil.
Jika empat hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya.
Gembelengan artinya besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya.
Arti harafiahnya jika orang yg kepalanya sudah kehilangan 4 indera itu mengakibatkan hal-hal sebagai berikut :
1. GEMBELENGAN (congkak/sombong).
2. NYUNGGI-NYUNGGI WAKUL (menjunjung amanah rakyat/orang banyak).
3. GEMBELENGAN ( sombong hati).
4. WAKUL NGGLIMPANG (amanah jatuh gak bisa dipertahankan).
5. SEGANE DADI SAK LATAR (berantakan sia sia, tidak bermanfaat bagi kesejahteraan orang banyak).
KALIJAGA DAN AJARAN SULULLAH SAW
Rasulullah yaitu kanjeng Nabi Muhammad SAW sang Nabi akhir zaman yang juga Rasul Allah paling kita cintai karena kita sebagai umatnya. Rasulullah bertugas sebagai NUR (cahaya) yang menyinari kehidupan manusia dan memberikan pertolongan (Syafa’at) keppada manusia ketika hari kiamat tiba. Dengan selalu mengamalkan syahadat, maka kita mengakui bahwa ALLAH itu satu dan Muhammad SAW adalah utusan-NYA. Inilah dasar dari Syahadat Sejati Sunan Kalijaga yang selalu Beliau ajarkan saat menyebarkan agama Islam di Tanah Jawa.
WALIYULLAH
Yang dimaksud Waliyullah adalah : Syeh Syarif Hidayatullah Sunan Gunung Jati Cirebon. Waliyullah ini bertugas sebagai penunjuk jalan keselamatan dan keamanan kepada manusia dhohir dan bathin (dunia akhirat). Sunan Gunung jati sejatinya adalah guru dari Sunan Kalijaga, dan dari beliaulah Syahadat Sejati Sunan Kalijaga itu dipelajari.
Cerita dalam sejarah Cirebon meriwayatkan bahwa pada tanggal 28-rajab-1466 M, Syeh Syarif Hidayatullah menghadap Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Kemudian beliau diberi wejangan dan diajarkan ilmu sejatinya syahadat yang bangsa latifussirri.