AGAMA AGEMING AJI
Agama ageming aji tegesé agama dadi panuntun tingkah laku lan bisa ngatonaké jatining dhiri.
Artinya, agama (agama), ageming aji (busana berharga). Peribahasa ini lahir dari kepercayaan batin yang dilandasi rasa ketuhanan orang Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan di dalam hidupnya.
Agama ageming aji bisa berarti agama adalah pakaian para raja, bisa juga berarti agama adalah pakaian orang mulia. Berdasarkan dua pengertian itu, kita ambil pengertian yang terakhir karena lebih universal dan berlaku kepada semua orang. Ungkapan orang Jawa untuk memeluk agama adalah ngrasuk, misalnya ngrasuk agami Islam. Rasukan adalah sinonim dari ageman, yang artinya pakaian. Seseorang yang memeluk agama diibaratkan memakai pakaian.
K.G.P.A.A. Mangkunegara IV.
Ungkapan agama ageming aji terdapat dalam pada Serat Wedatama karya K.G.P.A.A. Mangkunegara IV, Pupuh Pangkur, bait pertama.
Tembang selengkapnya adalah sebagai berikut :
Mingkar mingkuring angkara,
Akarana karenan mardisiwi.
Sinawung resmining kidung,
Sinuba sinukarta.
Mrih kretarta pakartining ngelmu luhung,
Kang tumrap neng tanah Jawa,
agama ageming aji.
PEMAKNAAN PER KATA
Kalimat dari peribahasa ini jika diartikan menurut kata per kata, yaitu agem artinya “pakai”, ageman artinya “pakaian”, dan aji berarti “bernilai” atau “mulia”, bisa juga berarti “raja”. Dua arti ini masih berkaitan karena raja biasanya di-aji-aji alias dihormati.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia ;
Menjauhkan dan membelakangi sifat angkara,
karena berkehendak mendidik anak.
Dibingkai dalam keindahan lagu,
dihias dan diperbagus (syairnya).
Agar berkembang perbuatan yang berdasar ilmu luhur.
Yang bagi orang di tanah Jawa,
agama adalah pakaian orang mulia.
Pemaknaan per kata:
Mingkar (menghindar) mingkuring (membelakangi) angkara (sifat angkara), akarana (karena) karenan (hendak) mardisiwi (mendidik anak). Menjauhkan dan membelakangi sifat angkara, karena berkehendak mendidik anak.
Pendidikan yang paling efektif bagi anak adalah memberikan contoh. Para orang tua di sini memberi perintah untuk melakukan hal-hal yang baik dan melarang yang buruk sebelum melakukannya sendiri terlebih dahulu. Seorang ayah yang ingin mendidik anaknya, hendaknya menghindari perilaku buruk agar kelak si anak dapat mencontoh ayahnya.
Sinawung (dibingkai, disamarkan) resmining (dalam keindahan) kidung (lagu), sinuba (dihias) sinukarta (dibuat lebih bagus). Dibingkai dalam keindahan lagu, dihias dan dibuat lebih bagus (syairnya).
Ketika mendidik anak, hendaknya dilakukan dengan bahasa yang baik dan cara yang bijaksana. Sinawung resmining kidung artinya nasehat tadi dibingkai dalam bentuk lagu, seperti bait-bait Serat Wedatama ini. Dengan bentuk lagu, seseorang yang mendengar nantinya akan berkesan dan mengingat selalu nasihat yang disampaikan.
Ini juga mengandung kiasan agar dalam memberi nasihat hendaknya dilakukan dengan perkataan baik, agar yang mendengar senang dan berkesan, bukan malah marah dan tersinggung.
Sinuba sinukarta bermakna si anak harus diperlakukan dengan selayaknya dan dengan perlakuan yang baik dan mempesona. Semua itu agar si anak tidak tertekan dan merasa disayang, sehingga timbul kecenderungan terhadap kebaikan.
Mrih (agar) kretarta (berkembang) pakartine (perbuatan) ngelmu (ilmu) luhung (luhur). Agar berkembang perbuatan yang berdasar ilmu luhur.
Setelah si anak terbiasa melihat contoh dan sudah cenderung ke arah kebaikan, dia akan mudah untuk dibiasakan melakukan perbuatan baik. Segala amalan kebaikan akan dijiwai dengan sepenuh hati. Si anak akan mengembangkan kebaikan-kebaikan dalam dirinya, sehingga si anak pada akhirnya akan mencapai tahap ilmu luhung.
Ilmu luhung adalah kesempurnaan ilmu menurut ajaran Jawa, yakni ilmu batin dan akhlak, bukan sekadar petuah-petuah dan juga bukan sekadar gerak tubuh, tetapi pencapaian jiwa. Ini adalah konsep sufistik dari ajaran Jawa, membiasakan diri agar kemampuan batin berkembang.
Kang (yang) tumrap (bagi) ing (orang di) tanah Jawa (tanah Jawa), agama (agama) ageming (pakaian) aji (orang mulia). Yang bagi orang Jawa, agama adalah pakaian orang mulia.
Demikian keseluruhan dari rangkaian pendidikan, yakni kemuliaan jiwa. Seseorang yang berjiwa mulia akan sangat pantas berbaju agama. Inilah yang menyebabkan akhir tembang tersebut adalah agama ageming aji, yang artinya agama adalah pakaian orang mulia.
Jika seseorang berbaju (ngrasuk) agama, tetapi belum ada kesiapan mental-spritual, yang terjadi adalah kemunafikan. Berbaju agama, tetapi culas. Lain di bibir, lain di hati. Justru yang seperti ini berbahaya karena akan merusak tatanan kehidupan dan memakai agama untuk kepentingan nafsunya sendiri.
Kemuliaan di sini disyaratkan terlebih dulu sebelum ngrasuk agama. Ini bukan berarti orang jahat tidak boleh beragama, yang dimaksud adalah membersihkan hati terlebih dulu dari kehendak jahat atau menjalani pertobatan, agar siap menjalani perintah agama.
Seperti halnya kita jika akan berpakaian seyogyanya mandi dulu agar kotoran yang menempel di tubuh tidak menodai pakaian kita.
FALSAFAH AGAMA AGEMING AJI
Inspirasi falsafah Jawa itu berbunyi agama ageming aji (Kenakan Dan Hidupilah Kemuliaan Dengan Setia).
Dalam falsafah ini, agama dipahami berasal dari kata “a” yang berarti tidak, dan “gama” yang berarti rusak. Maka “agama” berarti “tidak rusak”. Bila ajaran agama dipatuhi dan dihidupi dengan setia, manusia dan masyarakat tidak akan rusak.
Dalam falsafah Jawa, agama itu laksana ageman yang berarti busana/pakaian. Namun busana itu bernilai mulia (= aji). Siapa pun yang mengaku beragama berarti menjadi pribadi yang mengenakan busana mulia. Karenanya, ia menghindari setiap hal yang bersifat merusak jiwa, akhlak maupun raganya.
Namun jangan salah paham. Kalau agama disebut ageming aji, tidak berarti bahwa setiap saat kita bisa berganti busana. Tafsiran ini tidak sesuai dengan makna hakiki dari falsafah Jawa agama ageming aji. Benar bahwa memilih merasuk agama tertentu adalah hak pribadi yang asasi. Justru karena itulah, setiap pilihan itu harus membawa kepada kebaikan, keluhuran, dan kemuliaan diri pribadi maupun sesama dan semesta.
Demikian makna hakiki yang mendalam dari inspirasi falsafah Jawa, agama ageming aji.
Setiap orang yang mengaku beragama mestinya hidup dalam kesetiaan pada kebenaran, kebaikan dan kemuliaannya sebagai manusia yang membawa damai sejahtera dalam kehidupan bersama.
FILOSOFI AGAMA AGEMING AJI
Agama ageming aji artinya kewibawaan seorang pemimpin yang dituntun oleh ajaran agama akan terhindar dari perbuatan aniaya, nista dan hina yang dapat meruntuhkan derajat dan martabatnya.
Secara bahasa, Agama berarti aturan-aturan dan ketentuan yang bila dipatuhi ajarannya tidak akan membuat pribadi dan masyarakat rusak. Agama dalam pandangan budaya Jawa sama dengan busana, atau ageman yang berarti pakaian. Aji artinya raja atau mulia.
Masyarakat Jawa menganggap bahwa seorang pemimpin secara formal juga haruslah seorang pemimpin agama. Tujuannya agar pengikutnya menjadi berkah dan mendapat kemuliaan. Pemimpin yang diharapkan oleh masyarakat Jawa adalah pemimpin yang mementingkan kepentingan rakyat (wong cilik) dengan landasan mengabdi dan memuliakan rakyat. Kepemimpinan seperti inilah yang membuatnya menjadi mulia, berharga atau aji. Kesatuan antara Gusti (pemimpin) dan kawula (rakyat) sangatlah terkenal di lingkungan masyarakat Jawa.
MAKNA DALAM BAHASA JAWA
Ageming agami aji tegese wewenangipun pemimpin ingkang katuntun dening piwulang agami badhe nyingkiri tumindak aniaya, nistha lan nistha ingkang saged ngrusak drajat lan martabatipun.
Sacara linguistik, agama tegesipun pranatan saha pranatan ingkang menawi dipun tindakaken kanthi piwulangipun boten badhe ngrusak pribadi saha masarakat. Agama ing panemune budaya Jawa iku padha karo sandhangan, utawa ageman kang tegese sandhangan. Aji tegese raja utawa bangsawan.
Masyarakat Jawa nganggep yen pemimpin resmi uga kudu dadi pemimpin agama. Ancasipun supados para pandherekipun dados berkah saha pikantuk kamulyan. Pemimpin sing dikarepake masyarakat Jawa yaiku pemimpin sing ngutamakake kepentingan rakyat (wong cilik) kanthi dhasar ngabdi lan ngluhurake rakyat. Kepemimpinan ingkang kados makaten punika ingkang ndadosaken mulya, aji utawi aji. Manunggaling kawulo Gusti (pemimpin) lan kawula (rakyat) kondhang banget ing masyarakat Jawa.