LENGSER KEPRABON MADEK PANDHITA
Dalam Budaya Jawa dikenal istilah yang sangat populer yaitu Lengser Keprabon Madek Pandhita yang artinya kurang lebih adalah meletakkan jabatan (Step down) karena faktor usia tua, pensiun dari kegiatan apapun, entah tadinya sebagai Pejabat, sebagai Pengusaha, atau Seniman lalu memutuskan hubungan dengan duniawi, melepas semua kemelekatan duniawi, melepas semua kenikmatan ragawi, lalu menjadi Pandhita untuk mensucikan Jiwa, hidup ala Brahmana di Puncak Gunung atau lereng Gunung yang relatip sepi biasanya dipilih untuk memastikan hubungan dengan dunia luar benar-benar putus. Merupakan ajaran Jawa warisan Leluhur bahwa agar kita dapat hidup mulia sampai pada usia tua, salah satu ajaran yang sangat populer adalah, Lengser Keprabon Madeg Pandita. Yang artinya, adalah mengundurkan diri secara ikhlas dari kedudukan untuk mendekatkan diri kepada Gusti Pengeran Kang Akaryo Djagad. Madeg Pandita agar dapat hidup selamat, damai, tenteram, dan terhormat di hari tua hingga kematian menjemput. Biasanya membawa beberapa abdi yang setia, abdi kinasih untuk menemaninya (saya pribadi sangat tertarik cara ini).
Tujuan Sang Prabu / Raja untuk mensucikan Jiwa agar memudahkan proses menyatu, manunggal dengan Gusti Pengeran. Hanya Jiwa-jiwa yang sudah dapat melepaskan amarah dan semua hawa nafsunyalah yang akan dapat Nyawiji Gusti Pengeran.
AJARAN JAWA WARISAN LELUHUR
Ada dua cara agar terlahir kembali di Alam Bahagia :
1. Cara Pertama, Lengser Keprabon Madek Pandhita. Bila anda telah mapan secara ekonomi, telah mencapai usia 56-60 tahun, maka, anda harus berani Melepas Jabatan, melepas pekerjaan untuk membersihkan dosa-dosa anda, menjernihkan Jiwa, menjadi Brahmana, menjauhkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan duniawi yang berpotensi menimbulkan konflik, timbul rasa benci, amarah, iri, bahkan timbul angkara murka di hari tua anda. Orang-orang dahulu, para Raja, para Ksatria menyingkir dari Keramaian, bertapa di Lereng atau di Puncak Gunung yang indah, hingga Kematian menjemputnya. Mereka terus hening membersihkan diri, menjernihkan Jiwanya, terus menumpuk Energi Batin agar kelak Jiwanya mampu melesat ke Langit Tingkat 7 (Dimensi Atas) setelah Jiwa lepas dari Raga. Seperti dicontohkan oleh Resi Wiyasa, Begawan Wibisana, Sri Krisna, para Pandawa, hingga Raja Prabu Sri Aji Jayabaya, dalam munuju moksa atau minimal terlahir kembali, manitis di Alam Bahagia atau terlahir di Alam Kadhewatan.
2. Cara Kedua, apabila anda secara ekonomi belum mapan, tidak bisa meninggalkan keluarga karena harus mencari nafkah, maka jadilah Satria Pinandhita, Satria Mbathara, seperti Resi Bhisma, masih berperang menjadi Senopati, tetapi hatinya suci sebagai Brahmana. Kita harus mampu Tapa Ngrame, tetap hening bertapa menahan diri di tengah-tengah banyaknya godaan nafsu, kenikmatan ragawi, amarah, kebencian, angkara murka. Cara kedua ini juga merupakan Jalan menuju Alam Kadhewatan.
KEYAKINAN ORANG JAWA
Laku Lengser Keprabon Madek Padhita ini ditempuh oleh Resi Wiyasa sebagai contoh. Resi Wiyasa dahulu bergelar Prabu Krisna Dwipayana, Raja Astina meletakkan jabatan setelah mencapai usia 60 th, lalu kekuasaan diserahkan kepada Puteranya Raden Pandu Dewayana. Kemudian Sang Prabu naik Gunung Saptohargo selanjutnya bertapa disana sampai akhir hayatnya untuk dapat moksa.
Cara Sang Prabu ini banyak ditiru oleh para raja-raja, punggawa, keluarga dekat kerajaan, para resi di Jawa dengan cara pergi ke Gunung menjadi Ki Ageng yang membangun pertapan di Lereng atau Puncak Gunung pada usia senjanya yang dianggap sudah Tuwuk Kamukten, setelah merasa selesai tugasnya sebagai seorang Ksatriya (Sudah banyak darmanya dan kenyang kenikmatan duniawi), dan ingin kembali kepada Hyang Widi. Cara Resi Wiyasa ini apabila dapat dicontoh oleh para Pemimpin, para mantan Pejabat di negeri ini maka tidak akan ada kegaduhan politik yg dilakukan oleh para lansia gelandangan politik di negeri ini.
Akibat kebodohannya meninggalkan ajaran Leluhur, sebagian Para Lansia mantan Pejabat, mantan penguasa tak pernah merasa tuwuk kamukten(tak pernah kenyang kemewahan duniawi), justru malahan semakin lapar kekuasaan, malahan menambah karma buruknya yang kelak akan berakibat terlahir kembali bisa menjadi binatang atau menjadi gelandangan atau pengemis. Yaitulah, sekali lagi, semua kelakuannya itu, akibat dari kebodohannya meninggalkan Pitutur luhur dari para Leluhur sendiri, Jawa/Nusantara.
Memang sebenarnya ada dua jalan menuju Gusti :
Cara Pertama, setelah purna karya, Menjadi orang Suci seperti Resi Wiyasa (tanpa karya), memutus jalur kehidupan yang penuh dosa hidup membrahmana di Puncak Gunung yang Sepi untuk bertapa, memperbanyak Semedi/Meditasi/Tafakur menuju Hyang Widi.
Cara Kedua, Tetap Menjadi seorang Ksatria yang terus berkarya untuk orang lain tanpa pamrih, ksatrita yang sudah mampu melepas semua keterikatan duniawi, melepaskan smua akan harapan dan hasil dari karyanya, berhati seorang Brahmana yang tak tertarik keduniawian. Karyanya semata-mata ditujukan untuk mensejahterakan rakyatnya, bukan untuk pribadi dan keluarganya. Dia sudah tak lagi terpengaruh oleh dua rasa yang berlawanan. Inilah yang disebut Satriya Pinandhita. Seperti Bima cucu Resi Wiyasa. Kesatriya jenis inilah yang kita harapkan kelak dapat muncul dimasa depan sedikitnya seribu orang syukur lebih untuk memimpin negeri tercinta ini yang tentu akan dapat membawa negeri ini menuju zaman Keemasan.
JALAN TERAKHIR KEMBALI DI ALAM BAHAGIA (ALAM KADEWATAN)
Jangan pusing anda ingin menjadi Jiwa Murni. Bisa-bisa terjebak Halu, kemudian Linglung gara-gara ingin menjadi Jiwa Murni. Yang Murni itu hanya Atma (Atman), Sukma Sejati. Jiwa anda itu lahir di Bumi sudah satu paket Yaitu Sukma Sejati bersama saudaranya 4 hawa Nafsu agar terlahir menjadi Manusia. Hawa Nafsu adalah piranti-piranti hidup manusia yang anda bawa sejak lahir sebagai manusia. Anda tidak bisa meminta dan tidak dapat menolaknya. Sampai disini pasti faham. Tetapi Anda memiliki, menyimpan keinginan agar kelak setelah Kematian ingin terlahir kembali di Alam Bahagia atau Surga bukan.
Ajaran Jawa Warisan Leluhur,
Ada dua cara agar terlahir kembali di Alam Bahagia (Surga) :
1. Cara Pertama, Lengser Keprabon Madek Pandhita. Bila anda telah mapan secara ekonomi, telah mencapai usia 56-60 tahun, maka, anda harus berani Melepas Jabatan, melepas pekerjaan untuk membersihkan dosa-dosa anda, menjernihkan Jiwa, menjadi Brahmana, menjauhkan diri dari hiruk-pikuk kehidupan duniawi yang berpotensi menimbulkan konflik, timbul rasa benci, amarah, iri, bahkan timbul angkara murka di hari tua anda. Orang-orang dahulu, para Raja, para Ksatria menyingkir dari Keramaian, bertapa di Lereng atau di Puncak Gunung yang indah, hingga Kematian
menjemputnya. Mereka terus hening membersihkan diri, menjernihkan Jiwanya, terus menumpuk Energi Batin agar kelak Jiwanya mampu melesat ke Langit Tingkat 7 (Dimensi Atas) setelah Jiwa lepas dari Raga. Seperti dicontohkan oleh Resi Wiyasa, Begawan Wibisana, Sri Krisna, para Pandawa, dll, dalam munuju moksa atau minimal terlahir kembali, manitis di Alam Bahagia atau terlahir di Alam Kadhewatan.
2. Cara Kedua, apabila anda secara ekonomi belum mapan, tidak bisa meninggalkan keluarga karena harus mencari Nafkah, maka jadilah Satria Pinandhita, Satria Mahabathara, seperti Resi Bhisma, masih berperang menjadi Senopati, tetapi hatinya suci sebagai Brahmana. Dan harus mampu Tapa Ngrame, tetap hening bertapa menahan diri di tengah-tengah banyaknya godaan nafsu, kenikmatan ragawi, amarah, kebencian, angkara murka. Cara kedua ini juga merupakan jalan menuju Alam Kadhewatan (alam kasuwargan).