ADAB DAN ILMU
Aku lebih menghargai orang yang beradab dari pada berilmu
Kalau hanya berilmu Iblis pun lebih tinggi ilmunya dari pada manusia.
(Syech Abdul Qadir Al-Jailani).
Orang beradab sudah pasti berilmu, orang berilmu belum tentu beradab.
Seperti kita ketahui, bahwa perbedaan manusia dengan binatang adalah akal atau ilmu .
Tetapi tingkatan yang lebih tinggi dari ilmu yaitu adab atau akhlak .
Karena seberapapun banyaknya ilmu jika tanpa disertai adab yang baik akan bisa menjadikan manusiapun berperilaku seperti binatang.
Menurut Syaikh Shalah Najib ad-Daqq, adab ada dua :
1. Adab alami (tabhî’i) yaitu adab yang Allah ciptakan pada diri manusia, dengan ciri dan karakteristik .
2. Adab hasil belajar (iktisâbi) yaitu adab yang diperoleh oleh seseorang karena belajar dari orang yang memiliki ilmu dan kemuliaan.
Ibn al-Qayyim al-Jauziyyah menuturkan :
Adab seseorang itu adalah alamat kebahagiaan dan keberuntungannya.
Sedangkan minimnya adab merupakan alamat kenestapaan dan kerugian.
Tidak ada kebaikan di dunia dan akhirat yang diharapkan untuk diperoleh seperti memperoleh adab.
Begitu juga sebaliknya, tak ada yang sudi mendapatkan keburukan di dunia dan akhirat sebagaimana minimnya adab.
Ada 3 keutamaan bagi orang yang mempelajari ilmu dengan adabnya :
1. Orang yang menjaga adab dan taat kepada Allah saat menuntut ilmu akan Allah percepat pemahamannya terhadap ilmu. Sebagaimana dikatakan oleh Yusuf bin Alhusain : Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.
2. Orang yang menuntut ilmu dengan adabnya akan mudah mengamalkan ilmu yang diterimanya.
3. Orang yang menuntut ilmu dengan adabnya akan Allah mudahkan ia dalam mengamalkan ilmu disertai adab dari ilmu yang tengah diamalkannya.
Pentingnya diri kita mendahulukan belajar adab dibanding ilmu yaitu seperti sabda baginda Nabi Muhammad SAW :
Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Tirmidzi no. 1162).
Dalam hal ini dengan mengutamakan adab sebelum menuntut ilmu , menjadikan ilmu yang selama ini kita pelajari penuh keberkahan.
Dengan adab dan akhlak yang baik menjadikan kita lebih mudah memahami ilmu.
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah SWT (Q.S. Ali Imran, 3 : 110).
Menjadi umat pilihan yang mendapatkan keuntungan lebih banyak dari umat lain adalah suatu anugrah dari Allah. Umat Islam adalah umat yang paling istimewa, salah satunya adalah dengan disempurnakannya agama Islam sebagai agama samawi yang di-ridhai oleh Allah. Di sisi lain ada orang-orang Islam yang lebih baik dari orang-orang Islam itu sendiri yaitu orang-orang yang menyeru kepada kebaikan dan menjauhi kepada keburukan. Mereka adalah para alim ulama yang memiliki ilmu yang sangat mumpuni dan ke hujjah-annya tidak diragukan lagi. Kata-kata yang perlu digaris bawahi adalah ilmu, karena semua orang memiliki ilmu tapi tidak semua orang menjadikan ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan orang lain.
Ilmu ialah hal yang sangat berharga di dunia ini. Ilmu sebagai alat untuk menilai baik dan buruk, benar dan salah, halal dan haram. Allah zat yang ilmunya tidak ada sekutu dan ilmunya paling luas, Dia menunjukan tanda-tanda keluasan ilmunya dengan mengajarkan Nabi Adam berbagai macam nama-nama yang ada di jagad raya. Lalu disebutkannya nama-nama yang telah diajarkan oleh Allah kepada Malaikat. Yang mana kisahnya diceritakan dalam firman Allah,
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya, kemudia Dia perlihatkan kepada malaikuat seraya berfirman, Sebutkan kepada-Ku semua nama (benda) ini, jika kamu yang benar !
Mereka menjawab Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Maha Pengetahui, Maha Bijaksana.
Dia (Allah) berfitman, Wahai Adam !
Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu !
Setalah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya.
Dia berfirman, Bukankah telah Aku katakan kepadamu bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan. (Q.S. al-Baqarah, 2 : 31-33).
Dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran bahwa menuntut ilmu adalah sebagian kewajiban dari tiap-tiap manusia khususnya orang yang beriman. Dan menuntut ilmu wajib dengan guru-guru yang sanad ilmunya sampai kepada Rasulullah.
Kriteria orang berlimu dibagi menjadi tiga yaitu muqallid, muttabi’, mujtahid. Orang-orang ini merupakan orang-orang yang berilmu tetapi berbeda tingkatannya. Muqallid adalah orang yang ilmunya sedikit, dia adalah yang mengikuti ulama tanpa tahu dalil atau dasar dari suatu hujjah-nya itu. Sebagai orang yang muqallid dia harus belajar dan bila ada kerancuan hukum dia belum boleh berfatwa. Muttabi’ adalah orang yang berlimu dan masih menuntut ilmu. Kelebihan muttabi’ dia mengikuti ulama tetapi dia tahu dalil-dalil yang membuat dia tertuju kepada satu ulama tertentu dengan yakin. Mujtahid adalah orang yang mendalam ilmunya dan jika ada hukum yang masih rancu maka diharuskan seorang mujtahid ini mengeluarkan fatwanya.
Tidak menutup kemungkinan seorang yang muqollid mengeluarkan fatwa-fatwa jika ada suatu hukum yang baru. Muqallid tersebut harus menuntut ilmu dengan giat melalui guru-guru yang berkompeten di tiap-tiap bidangnya.
Seorang yang berilmu harusnya memiliki adab-adab yang secara dzahir mencerminkan ilmunya. Adab-adab tersebut adalah sebuah pantangan bagi seorang yang berilmu untuk dilanggarnya demi kesempurnaan ilmunya dan demi ke Ridhaan Allah SWT atas ilmu yang dia miliki.
Adab-adab yang harus dimiliki oleh oang yang berilmu :
1. Jangan menyombongkan diri.
Seseorang yang menyombongkan diri karena keluasan ilmunya adalah salah besar. Allah berfirman :
Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya engkau tidak akan bisa menembus bumi dan tidak akan mampu menjulang seperti gunung (Q.S. al-Isra, 17 : 37).
Allah SWT memberikan sindiran kepada orang-orang yang sombong. Sombong dalam harta, tahta, ataupun dalam hal memiliki ilmu. Terbesit jelas apa yang tersirat dalam ayat tersebut, bahwa bagi orang-orang yang sombong dengan hal yang dimilikinya pasti ada yang lebih dari apa yang mereka sombongkan. Maka dari itu mereka yang menyombongkan ilmu yang mereka miliki, mereka tidak akan mampu menjulang seperti gunung.
2. Menjaga Ilmunya.
Bencana orang berilmu adalah lupa, dan membicarakan dengan yang bukan ahlinya (Ibnu Abu Syaibah). Sungguh benar-benar merugi orang-orang yang tidak menjaga ilmunya. Itu menjadi sebuah bencana bagi para penuntut ilmu, mereka mencari ilmu dengan susah payah namun mereka lupa akan ilmu-ilmunya.
Ada beberapa kiat-kiat untuk menjaga ilmunya yaitu :
1. Menulis.
Ilmu yang tidak ditulis bagaikan unta di padang pasir, unta tersebut jika sudah lepas sangat mudah untuk hilang. Itulah ilmu yang diibaratkan dengan unta lepas. Dia akan mudah lupa jika tidak diikat dengan tulisan, dan setelah lupa tidak ada lagi yang harus di ingat karena tidak ada lagi yang membekas baik di fikiran maupun di tulisan. Maka sangat penting ilmu itu ditulis, sebagai bahan muroja’ah ataupun sebagai bahan untuk mengajarkannya kepada orang lain.
2. Muroja’ah.
Muroja’ah menjadi sangat penting sebagai kiat untuk menjadikan terjaganya ilmu yang dihafal. Muroja’ah juga bisa sebagai metode untuk mengkoreksi jika ada hal yang kurang dalam ilmu-ilmu yang didapat. Sedikit kisah tentang Imam Bukhari, ia seorang imam besar perawi hadist-hadist yang sahih. Setiap setelah beliau belajar dengan seorang guru, beliau selalu mencatat dan me-muroja’ah ilmunya di rumah. Ini adalah tanda keteladanan seorang yang berilmu. Dia giat dan selalu bersemangat dalam menuntut ilmu.
3. Mengamalkan.
Semaksimal tingkatan seorang yang berilmu adalah mengamalkannya. Sungguh orang yang menagamalkan ilmunya dia sungguh telah benar-benar menjaga ilmunya. Menjaga ilmunya dari kepunahan, karena akan dikaji oleh murid-muridnya. Sekaligus amal jariyah bagi yang mengamalkan ilmunya.
Sebagaimana yang dikatakan dalam Hadist :
Jika seseorang meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya kecuali tiga perkara yaitu sodaqoh jariyah, ilmu yang diamalkan dan anak yang sholeh (H.R. Muslim no. 1631).
4. Amanah dalam menyampaikan.
Seorang yang berilmu dilihat dari cara menyampaikan ilmunya dia harus amanah. Sesuai dengan redaksi yang diterima dari guru-gurunya yang terdahulu. Bukan hanya dengan kepentingan hawa nafsunya saja. Dia menafsirkan sendiri dengan keterbatasan ilmunya dalam bidang tertentu. Sifat amanah dalam menyampaikan ini menjadi tolak ukur para ulama dalam menentukan bahwa dia berilmu atau tidak berilmu. Sebagai contoh adalah bagaimana terciptanya hadist-hadist yang muttawatir dan sahih. Di mana para perawi hadist tersebut adalah orang-orang yang kesehariannya sangat amanah dan zuhud, maka terciptalah hadist yang bisa dijadikan hukum. Dan jika salah seorang dari perawi hadist tersebut tidak amanah maka bisa disimpulkan bahwa hadist yang redaksinya dari perawi tersebut tidak bisa dijadikan hujjah untuk menentukan hukum.
5. Lemah lembut dalam menyampaikan.
Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ali Imrân ayat 159. Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu, (Q.S. Ali Imrân, 3 : 159). Dalam tafsir ibnu katsir menjelaskan bahwa Allah telah merahmatkan kepada Rasul-Nya hati yang lemah lembut sehingga umatnya menerima dengan apa yang dikatakan oleh Rasul-Nya. Maka umatnya tersebut menaatinya menjauhi yang mungkar dan mendekati yang ma’ruf. Allah juga menjadikan tutur kata Nabi Muhammad terasa sejuk dan lembut sehingga umatnya betah berlama-lama dengan Nabi Muhammad. Apa yang disebutkan barusan adalah contoh bagi orang-orang yang berilmu jika ingin mengamalkan ilmunya dengan cara lemah-lembut. Itu sangat menentukan kualitas ilmu seseorang. Karena orang yang berilmu tahu lemah-lembut adalah cara bagaimana sampainya ilmu kepada penuntut ilmunya.
Demikianlah beberapa adab-adab seorang yang berilmu. Yang disebutkan barusan adalah hanya sebagian kecil saja yang dapat disebutkan. Masih banyak lagi adab-adab seorang yang berilmu jika mengkaji Al-Quran dan hadist-hadist Nabi. Oleh karena itu sebagai orang yang berilmu menjadi sebuah tantangan untuk menghadapi berbagai macam pembodohan yang dilakukan oleh misionaris. Dan orang berilmu setidaknya menguasai beberapa adab-adab yang disebutkan barusan agar ilmu yang dimilikinya menjadi berkah dan para penuntut ilmu memiliki akidah dan tauhid yang kuat demi menghadapi pembodohan kaum misionaris.
ADAB MENUNTUT ILMU
Ada sebuah kalimat hikmah yang berbunyi Al adabu fauqol 'ilmi yang artinya adab lebih tinggi dari ilmu
Adab menjadi penentu keberhasilan penuntut ilmu dalam belajar. Dengan adab, maka ilmu yang disampaikan oleh guru akan mudah dipahami dan dapat menjadikan ilmu yang kita terima menjadi bermanfaat. Beradab dihadapan ilmu, ahli ilmu, dan penuntut ilmu. Jika manusia tidak memiliki adab terhadap ilmu, maka manusia tidak beradab di dunia nyata.
Berikut ini adab menuntut ilmu yang bisa kita amalkanbdi antaranya :
1. Mengikhlaskan niat menuntut ilmu.
Keikhlasan adalah hal yang paling utama dalam menuntut ilmu.
Mereka tidak disuruh kecuali supaya beribadah kepada Allah dengan memurnikan segala ibadah hanya untuk-Nya (Ikhlas), dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-bayyinah : 5).
Menuntut ilmu semata-mata berharap wajah Allah.
Barangsiapa yang mempelajari suatu ilmu (belajar agama) yang seharusnya diharap adalah wajah Allah, tetapi ia mempelajarinya hanyalah untuk mencari harta benda dunia, maka dia tidak akan mendapatkan wangi surga di hari kiamat (HR. Abu Daud no. 3664, Ibnu Majah no. 252 dan Ahmad 2: 338. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
2. Berdoa memohon ilmu yang bermanfaat.
Untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, ada sebuah doa yang bisa kita amalkan seusai shalat subuh.
اَللّٰهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Artinya : Ya Allah, sungguh aku mohon kepada-Mu, ilmu yang bermanfaat, rizqi yang baik, dan amalan yang diterima. (HR. Ibnu Majah).
3. Tidak boleh sombong dan tidak boleh malu menuntut ilmu.
.لاَ يَتَعَلَّمُ الْعِلْمَ مُسْتَحْىٍ وَلاَ مُسْتَكْبِرٌ
Dua orang yang tidak belajar ilmu : orang pemalu dan orang yang sombong (HR. Bukhari).
Ketika seseorang berilmu, hendaklah ia mencontoh padi. Makin berisi (ilmu) makin menunduk, merendah. Namun apabila seseorang belum berilmu, janganlah malu untuk belajar apalagi karena menganggap diri sudah tua. Karena menuntut ilmu tidak ada kata terlambat.
4. Mendengarkan baik-baik apa yang disampaikan ustadz.
Dengarkanlah dengan seksama ilmu yang disampaikan guru. Jangan mengobrol dengan teman agar tidak mengganggu orang lain yang sedang belajar. Allah berfirman dalam Surat Al-A’raf ayat 204, yang artinya : Apabila dibacakan Al-Quran, perhatikanlah dan diamlah, maka kalian akan mendapatkan rahmat.
5. Mengikat ilmu dengan tulisan
Siapkan alat tulis seperti buku catatan dan pena di dalam tas sebelum menghadiri kajian. Sebuah hadits mengatakan Ikatlah (catatlah) ilmu dengan tulisan. (HR. Ibnu ‘Abdil Barr). Manusia memiliki ingatan (memori) jangka pendek. Sebuah penelitian membuktikan bahwa dengan menulis dapat meningkatkan daya ingat lebih kuat.
6. Menghafalkan ilmu syar'i yang disampaikan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Semoga Allah memberikan cahaya kepada wajah orang yang mendengar perkataanku, kemudian ia memahaminya, menghafalkannya, dan menyampaikannya. Banyak orang yang membawa fiqih kepada orang yang lebih faham daripadanya (HR. At-Tirmidzi).
7. Mengamalkan ilmu syar'i yang telah dipelajari.
Point 7 paling sering diabaikan murid. Sebaik-baik ilmu adalah yang diamalkan. Salah satu adab yang harus dimiliki seorang penuntut ilmu adalah bersemangat menyebarkan ilmu di setiap kesempatan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Perumpamaan seorang alim yang mengajarkan kebaikan kepada manusia, kemudian ia melupakan dirinya (tidak mengamalkan ilmunya) adalah seperti lampu (lilin) yang menerangi manusia, namun membakar dirinya sendiri. (HR Ath-Thabrani).
8. Berpenampilan yang baik dan layak dalam majelis ilmu.
Berpenampilan baik atau berhias tidak hanya saat kita pergi ke pesta, menuntut ilmu pun hendaknya memakai pakaian terbaik yang kita miliki.
Diriwayatkan bahwa Imam Malik jika hendak menyampaikan hadits dari Nabi, beliau berwudhu, mandi, memakai wewangian, dan memakai pakaian terbaik. Lalu beliau duduk di atas kedua lutut beliau seperti duduk ketika shalat. Beliau tetap dalam keadaan seperti ini sampai majelis berakhir.
Demikian adab menuntut ilmu yang perlu kita amalkan ketika hendak menimba ilmu. Hanya dengan adab ilmu bisa diraih.
DAHULUKAN ADAB SELANJUTNYA ILMU
Orang yang berilmu itu istimewa. Allah pun memberikan kedudukan yang khusus dibandingkan orang yang belum atau enggan untuk menuntut ilmu.
Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu :
Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan : Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS Al-Mujadalah : 11).
Orang yang diberikan ilmu pengetahuan diangkat beberapa derajat. Sungguh istimewa dan kita semua ingin mendapatkan kedudukan yang istimewa derajat di sisi Allah.
Bukan hanya di sisi Allah saja orang yang berilmu itu istimewa. Di sisi manusia pun mereka pastinya mendapatkan keistimewaan yang khusus. Banyak yang belajar darinya, banyak yang nyaman duduk bersamanya, dan banyak yang mencintainya. Tapi tidak cukup hanya dengan menjadi sosok yang berilmu.
Ada satu hal penting yang tak boleh kita abaikan dalam berilmu, yaitu adab. Maka penting bagi kita untuk beradab sebelum berilmu. Maka bukan hal yang aneh lagi para ulama pun banyak berpesan atas hal ini.
Mendahulukan adab dibandingkan ilmu. Seperti yang disampaikan Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah yang pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy. Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.
Kebiasaan para ulama berpesan untuk mendahulukan mempelajari adab. Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata :
Dengan mempelajari adab, maka ngkau jadi mudah memahami ilmu.
Bahkan adab butuh waktu lebih banyak untuk dipelajari dibandingkan ilmu. Ibnul Mubarok berkata :
Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.
Jika para ulama saja banyak berpesan agar kita lebih mendahulukan adab dibandingkan ilmu, lantas apa landasan kita untuk mendahulukan ilmu dibandingkan adab. Bisa jadi ada yang keliru dalam hidup kita. Tujuan berilmu bukan untuk penilaian Allah, tapi agar terlihat mulia di mata manusia. Bisa jadi seperti itu, yang tahu selain hati diri sendiri. Coba saja tanya pada hati sendiri. Mana yang lebih nyaman untuk kita lihat, orang yang berilmu tapi adabnya kurang, atau orang yang adabnya baik tapi ilmunya kurang. Cenderung bagi kita untuk mendahulukan orang yang beradab karena akan ada kenyamanan bersamanya. Tapi tentu, dua pilihan tadi bukanlah pilhan yang terbaik. Karena jauh lebih penting bagi kita untuk menjadi berilmu dan beradab. Tapi untuk berilmu butuh adab.
Sabar dalam menuntut ilmu, dipelajari dari adab. Paham atas ilmu, dipelajari dari adab. Tersebarnya ilmu, dipelajari dari adab. Mari dahulukan adab dibandingkan ilmu.
Tidak cukup hanya dengan membaca artikel ini saja. Coba pelajari buku yang membahas adab, hadiri kajian yang membahas adab, dan terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Karena dari peradaban ada kata adab, maka sungguh adab perannya begitu besar.
DAHULUKAN ADAB KEMUDIAN AHKLAK
Terlalu banyak menggeluti ilmu diin sampai lupa mempelajari adab. Lihat saja sebagian kita, sudah mapan ilmunya, banyak mempelajari tauhid, fikih dan hadits, namun tingkah laku kita terhadap orang tua, kerabat, tetangga dan saudara muslim lainnya bahkan terhadap guru sendiri jauh dari yang dituntunkan oleh para salaf. Adab dulu baru ilmu, itulah yang seharusnya dilakukan oleh para penuntut ilmu.
Coba lihat saja kelakuan sebagian kita terhadap orang yang beda pemahaman, padahal masih dalam tataran ijtihadiyah. Yang terlihat adalah watak keras, tak mau mengalah, sampai menganggap pendapat hanya boleh satu saja tidak boleh berbilang. Ujung-ujungnya punya menyesatkan, menghizbikan dan mengatakan sesat seseorang.
Para ulama sudah mengingatkan berkali-kali disetiap kesempatan untuk tidak meninggalkan mempelajari masalah adab dan akhlak.
Barangkali kita lupa, terlalu ingin cepat-cepat bisa kuasai ilmu yang lebih tinggi atau niatan dalam belajar yang sudah berbeda, hanya untuk mendebat orang lain.
ADAB DULU BARU ILMU
1. Adab Dulu Baru Ilmu.
2. Berbeda Pendapat Bukan Berarti Mesti Bermusuhan.
3. Berdoalah Agar Memiliki Adab dan Akhlak yang Mulia.
Ketahuilah bahwa ulama salaf sangat perhatian sekali pada masalah adab dan akhlak. Mereka pun mengarahkan murid-muridnya mempelajari adab sebelum menggeluti suatu bidang ilmu dan menemukan berbagai macam khilaf ulama. Imam Darul Hijrah, Imam Malik rahimahullah pernah berkata pada seorang pemuda Quraisy,
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.
Kenapa sampai para ulama mendahulukan mempelajari adab? Sebagaimana Yusuf bin Al Husain berkata,
بالأدب تفهم العلم
Dengan mempelajari adab, maka engkau jadi mudah memahami ilmu.
Guru penulis, Syaikh Sholeh Al ‘Ushoimi berkata, Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan.
Oleh karenanya, para ulama sangat perhatian sekali mempelajarinya.
Ibnul Mubarok berkata :
تعلمنا الأدب ثلاثين عاماً، وتعلمنا العلم عشرين
Kami mempelajari masalah adab itu selama 30 tahun sedangkan kami mempelajari ilmu selama 20 tahun.
Ibnu Sirin berkata :
كانوا يتعلمون الهديَ كما يتعلمون العلم
Mereka -para ulama- dahulu mempelajari petunjuk (adab) sebagaimana mereka menguasai suatu ilmu.
Makhlad bin Al Husain berkata pada Ibnul Mubarok :
نحن إلى كثير من الأدب أحوج منا إلى كثير من حديث
Kami lebih butuh dalam mempelajari adab daripada banyak menguasai hadits. Ini yang terjadi di zaman beliau, tentu di zaman kita ini adab dan akhlak seharusnya lebih serius dipelajari.
Dalam Siyar A’lamin Nubala’ karya Adz Dzahabi disebutkan bahwa ‘Abdullah bin Wahab berkata :
ما نقلنا من أدب مالك أكثر مما تعلمنا من علمه
Yang kami nukil dari (Imam) Malik lebih banyak dalam hal adab dibanding ilmunya.
Imam Malik juga pernah berkata, Dulu ibuku menyuruhku untuk duduk bermajelis dengan Robi’ah Ibnu Abi ‘Abdirrahman -seorang fakih di kota Madinah di masanya.
Ibuku berkata :
تعلم من أدبه قبل علمه
Pelajarilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya.
Imam Abu Hanifah lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih. Karena dari situ beliau banyak mempelajari adab, itulah yang kurang dari kita saat ini. Imam Abu Hanifah berkata :
الْحِكَايَاتُ عَنْ الْعُلَمَاءِ وَمُجَالَسَتِهِمْ أَحَبُّ إلَيَّ مِنْ كَثِيرٍ مِنْ الْفِقْهِ لِأَنَّهَا آدَابُ الْقَوْمِ وَأَخْلَاقُهُمْ
Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih. Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka (Al Madkhol, 1: 164).
Di antara yang mesti kita perhatikan adalah dalam hal pembicaraan, yaitu menjaga lisan. Luruskanlah lisan kita untuk berkata yang baik, santun dan bermanfaat. ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz berkata :
من عدَّ كلامه من عمله ، قلَّ كلامُه إلا فيما يعنيه
Siapa yang menghitung-hitung perkataannya dibanding amalnya, tentu ia akan sedikit bicara kecuali dalam hal yang bermanfaat.
Kata Ibnu Rajab, Benarlah kata beliau. Kebanyakan manusia tidak menghitung perkataannya dari amalannya (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 291).
PENDAPAT LAIN TENTANG ADAB DAN ILMU
Sungguh mengagumkan apa yang dikatakan oleh ulama besar semacam Imam Syafi’i kepada Yunus Ash Shadafiy -nama kunyahnya Abu Musa-. Imam Syafi’i berkata,
يَا أَبَا مُوْسَى، أَلاَ يَسْتَقِيْمُ أَنْ نَكُوْنَ إِخْوَانًا وَإِنْ لَمْ نَتَّفِقْ فِيْ مَسْأَلَةٍ
Wahai Abu Musa, bukankah kita tetap bersaudara (bersahabat) meskipun kita tidak bersepakat dalam suatu masalah (Siyar A’lamin Nubala’, 10: 16).
Berdoalah Agar Memiliki Adab dan Akhlak yang Mulia. Dari Ziyad bin ‘Ilaqoh dari pamannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca do’a :
اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الأَخْلاَقِ وَالأَعْمَالِ وَالأَهْوَاءِ
Allahumma inni a’udzu bika min munkarotil akhlaaqi wal a’maali wal ahwaa’ artinya: Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari akhlaq, amal dan hawa nafsu yang mungkar (HR. Tirmidzi no. 3591, shahih)
Doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya,
اللَّهُمَّ اهْدِنِى لأَحْسَنِ الأَخْلاَقِ لاَ يَهْدِى لأَحْسَنِهَا إِلاَّ أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّى سَيِّئَهَا لاَ يَصْرِفُ عَنِّى سَيِّئَهَا إِلاَّ أَنْتَ
Allahummahdinii li ahsanil akhlaaqi laa yahdi li-ahsanihaa illa anta, washrif ‘anni sayyi-ahaa, laa yashrif ‘anni sayyi-ahaa illa anta artinya: Ya Allah, tunjukilah padaku akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukinya kecuali Engkau. Dan palingkanlah kejelekan akhlak dariku, tidak ada yang memalinggkannya kecuali Engkau (HR. Muslim no. 771, dari ‘Ali bin Abi Tholib)
أسأل الله أن يزرقنا الأدب وحسن الخلق
Ya Allah, aku meminta pada-Mu agar mengaruniakan pada kami adab dan akhlak yang mulia.
ADAB DIATAS ILMU
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan :
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia (Fathul Bari, 10/400).
Dalil wajibnya menerapkan adab dalam menuntut ilmu. Dalil-dalil dalam bab ini ada mencakup dalil-dalil tentang perintah untuk berakhlak mulia diantaranya :
1. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلقًا
Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya” (HR. Tirmidzi no. 1162, ia berkata : hasan shahih).
2. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إنَّما بعثتُ لأتمِّمَ مَكارِمَ الأخلاقِ
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 45).
3. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إنَّ أثقَلَ ما وُضِع في ميزانِ المؤمِنِ يومَ القيامةِ خُلُقٌ حسَنٌ وإنَّ اللهَ يُبغِضُ الفاحشَ البذيءَ
Sesungguhnya perkara yang lebih berat di timbangan amal bagi seorang Mu’min adalah akhlak yang baik. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbicara keji dan kotor (HR. At Tirmidzi no. 2002, ia berkata : hasan shahih).
Dalil-dalil tentang perintah untuk memuliakan ilmu dan ulama diantaranya :
1. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya (QS. Al Hajj : 30).
2. Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (QS. Al Hajj: 32).
3. Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (QS. Al Ahzab: 58).
4. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحرب
Sesungguhnya Allah berfirman : barangsiapa yang menentang wali-Ku, ia telah menyatakan perang terhadap-Ku (HR. Bukhari no. 6502).
5. Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan :
إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي
Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka tidak disebut wali Allah, maka Allah tidak punya wali (diriwayatkan Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i, dinukil dari Al Mu’lim hal. 21).
Lebih lanjut, Urgensi adab penuntut ilmu diantaranya adalah :
Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong mendapatkan ilmu.
1. Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan :
علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد
Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh (Adabul Imla’ wal Istimla’, 2, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 10).
2..Yusuf bin Al Husain rahimahullah mengatakan :
بالأدب تفهم العلم
Dengan adab, engkau akan memahami ilmu (Iqtidhaul Ilmi Al ‘Amal, 31, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 17).
3. Sehingga belajar ada sangat penting bagi orang yang mau menuntut ilmu syar’i. Oleh karena itulah Imam Malik rahimahullah mengatakan :
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
Belajarlah adab sebelum belajar ilmu” (Hilyatul Auliya, 6/330, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 17).
Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong berkahnya ilmu. Dengan adab dalam menuntut ilmu, maka ilmu menjadi berkah, yaitu ilmu terus bertambah dan mendatangkan manfaat.
4. Imam Al Ajurri rahimahullah setelah menjelaskan beberapa adab penuntut ilmu beliau mengatakan :
حتى يتعلم ما يزداد به عند الله فهما في دينه
(hendaknya amalkan semua adab ini) hingga Allah menambahkan kepadanya pemahaman tentang agamanya (Akhlaqul Ulama, 45, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 12).
Adab Merupakan Ilmu Dan Amal.
Adab dalam menuntut ilmu merupakan bagian dari ilmu, karena bersumber dari dalil-dalil. Dan para ulama juga membuat kitab-kitab dan bab tersendiri tentang adab menuntut ilmu. Adab dalam menuntut ilmu juga sesuatu yang mesti diamalkan tidak hanya diilmui. Sehingga perkara ini mencakup ilmu dan amal.
Oleh karena itu Al Laits bin Sa’ad rahimahullah mengatakan :
أنتم إلى يسير الأدب احوج منكم إلى كثير من العلم
Kalian lebih membutuhkan adab yang sedikit, dari pada ilmu yang banyak (Syarafu Ash-habil Hadits, 122, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 17).
Adab terhadap ilmu merupakan adab kepada Allah dan Rasul-Nya.
Sebagaimana dalil-dalil tentang memuliakan ilmu dan ulama yang telah kami sebutkan.
Adab yang baik merupakan tanda diterimanya amalan
Seorang yang beradab ketika menuntut ilmu, bisa jadi ini merupakan tanda amalan ia menuntut ilmu diterima oleh Allah dan mendapatkan keberkahan. Sebagian salaf mengatakan :
الأدب في العمل علامة قبول العمل
Adab dalam amalan merupakan tanda diterimanya amalan (Nudhratun Na’im fi Makarimi Akhlaqir Rasul Al Karim, 2/169).
HADIST ADAB DAN ILMU
Adab secara bahasa artinya menerapakan akhlak mulia. Dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar menyebutkan:
وَالْأَدَبُ اسْتِعْمَالُ مَا يُحْمَدُ قَوْلًا وَفِعْلًا وَعَبَّرَ بَعْضُهُمْ عَنْهُ بِأَنَّهُ الْأَخْذُ بِمَكَارِمِ الْأَخْلَاقِ
Al adab artinya menerapkan segala yang dipuji oleh orang, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Sebagian ulama juga mendefinsikan, adab adalah menerapkan akhlak-akhlak yang mulia (Fathul Bari, 10/400).
Dalil wajibnya menerapkan adab dalam menuntut ilmu. Dalil-dalil dalam bab ini ada mencakup dalil-dalil tentang perintah untuk berakhlak mulia diantaranya :
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda
أكملُ المؤمنين إيمانًا أحسنُهم خُلقًا
Kaum Mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya (HR. Tirmidzi no. 1162, ia berkata: hasan shahih).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إنَّما بعثتُ لأتمِّمَ مَكارِمَ الأخلاقِ
Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia (HR. Al Baihaqi, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, no. 45).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إنَّ أثقَلَ ما وُضِع في ميزانِ المؤمِنِ يومَ القيامةِ خُلُقٌ حسَنٌ وإنَّ اللهَ يُبغِضُ الفاحشَ البذيءَ
Sesungguhnya perkara yang lebih berat di timbangan amal bagi seorang Mu’min adalah akhlak yang baik. Dan Allah tidak menyukai orang yang berbicara keji dan kotor (HR. At Tirmidzi no. 2002, ia berkata : hasan shahih).
Dalil-dalil tentang perintah untuk memuliakan ilmu dan ulama diantaranya :
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ
Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya (QS. Al Hajj : 30).
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ
Dan barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati (QS. Al Hajj: 32).
Allah Ta’ala berfirman :
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُبِينًا
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata (QS. Al Ahzab: 58).
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda :
إنَّ اللهَ قال : من عادَى لي وليًّا فقد آذنتُه بالحرب
Sesungguhnya Allah berfirman : barangsiapa yang menentang wali-Ku, ia telah menyatakan perang terhadap-Ku (HR. Bukhari no. 6502).
Imam Asy Syafi’i rahimahullah mengatakan :
إن لم يكن الفقهاء العاملون أولياء الله فليس لله ولي
Jika para fuqaha (ulama) yang mengamalkan ilmu mereka tidak disebut wali Allah, maka Allah tidak punya wali (diriwayatkan Al Baihaqi dalam Manaqib Asy Syafi’i, dinukil dari Al Mu’lim hal. 21).
Lebih lanjut, Urgensi adab penuntut ilmu diantaranya adalah :
Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong mendapatkan ilmu.
Abu Zakariya An Anbari rahimahullah mengatakan :
علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد
Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh (Adabul Imla’ wal Istimla’, 2, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 10).
Yusuf bin Al Husain rahimahullah mengatakan :
بالأدب تفهم العلم
Dengan adab, engkau akan memahami ilmu (Iqtidhaul Ilmi Al ‘Amal, 31, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 17).
Sehingga belajar ada sangat penting bagi orang yang mau menuntut ilmu syar’i. Oleh karena itulah Imam Malik rahimahullah mengatakan:
تعلم الأدب قبل أن تتعلم العلم
Belajarlah adab sebelum belajar ilmu” (Hilyatul Auliya, 6/330, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 17).
Adab dalam menuntut ilmu adalah sebab yang menolong berkahnya ilmu.
Dengan adab dalam menuntut ilmu, maka ilmu menjadi berkah, yaitu ilmu terus bertambah dan mendatangkan manfaat.
Imam Al Ajurri rahimahullah setelah menjelaskan beberapa adab penuntut ilmu beliau mengatakan :
حتى يتعلم ما يزداد به عند الله فهما في دينه
(hendaknya amalkan semua adab ini) hingga Allah menambahkan kepadanya pemahaman tentang agamanya (Akhlaqul Ulama, 45, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 12).
Adab merupakan ilmu dan amal.
Adab dalam menuntut ilmu merupakan bagian dari ilmu, karena bersumber dari dalil-dalil. Dan para ulama juga membuat kitab-kitab dan bab tersendiri tentang adab menuntut ilmu. Adab dalam menuntut ilmu juga sesuatu yang mesti diamalkan tidak hanya diilmui. Sehingga perkara ini mencakup ilmu dan amal.
Oleh karena itu Al Laits bin Sa’ad rahimahullah mengatakan :
أنتم إلى يسير الأدب احوج منكم إلى كثير من العلم
Kalian lebih membutuhkan adab yang sedikit, dari pada ilmu yang banyak (Syarafu Ash-habil Hadits, 122, dinukil dari Min Washaya Al Ulama liThalabatil Ilmi, 17).
Adab terhadap ilmu merupakan adab kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana dalil-dalil tentang memuliakan ilmu dan ulama yang telah kami sebutkan.
Adab yang baik merupakan tanda diterimanya amalan.
Seorang yang beradab ketika menuntut ilmu, bisa jadi ini merupakan tanda amalan ia menuntut ilmu diterima oleh Allah dan mendapatkan keberkahan. Sebagian salaf mengatakan :
الأدب في العمل علامة قبول العمل
Adab dalam amalan merupakan tanda diterimanya amalan” (Nudhratun Na’im fi Makarimi Akhlaqir Rasul Al Karim, 2/169).
Imajiner Nuswantoro (Kaweruh Islam)