KEISTIMEWAAN MEMBACA HANACARAKA DIBALIK
1. Nga Ta Ba Ga Ma = ora ono tilar ndoyo (tidak ada kematian)
2. Nya Ya Ja Da Pa = ora ono kasekten (tidak ada kesaktian)
3. La Wa Sa Ta Da = ora ono palagan perang (tidak ada peperangan)
4. Ka Ra Ca Na Ha = ora ono duta (tidak ada utusan).
Dalam sejarahnya, aksara yang dikenal dengan nama Carakan atau Hanacaraka itu diciptakan oleh seorang tokoh besar yang sangat dihormati. Bernama Aji Saka, seorang Begawan yang masyhur dari tanah India. Beliau sengaja datang ke pulau Jawa setelah mendapatkan petunjuk untuk membantu kehidupan masyarakat di sana. Terlebih sesungguhnya ia sama saja dengan pulang kampung, sebab leluhurnya dulu memang berasal dari tanah Jawa. Makanya ketika mendapatkan petunjuk untuk membantu masyarakat Jawa yang sedang kesusahan, dengan senang hati ia pun segera mengerjakannya. Singkatnya sang Begawan akhirnya datang ke tanah Jawa dan melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh.
Catatan :
Kedatangan Begawan Aji Saka ke tanah Jawa terjadi pada sekitar abad pertama Masehi, dimana pada waktu itu perhitungan tahun Saka belum ada, karena nama Saka sendiri diambil dari nama beliau. Perhitungan tahun Saka baru dipakai sejak tahun 78 Masehi hingga sekarang.
Namun begitu, pada masa tersebut di tanah Jawa sudah ada peradaban yang tinggi dengan bukti adanya beberapa kerajaan besar di sana seperti Gamapala (di Jawa Barat), Sedayurah (di Jawa Tengah), dan Mirottama (di Jawa Timur). Penduduknya tidak hidup dalam keprimitifan, tetapi sudah beradat dan berbudaya luhur. Hanya saja ada seorang penguasa yang bersikap jahat dan bengis yang bernama Dewata Cengkar, sehingga menyebabkan penderitaan dimana-mana, khususnya di wilayah Jawa bagian tengah. Inilah yang menjadi alasan kenapa Begawan Aji Saka harus datang ke tanah Jawa dan menyelesaikan permasalahan yang ada. Detail kisahnya tak bisa kami jelaskan disini, belum waktunya dan ada protap yang harus diikuti.
Selanjutnya, jika diperhatikan dengan seksama, maka aksara Carakan/Hanacaraka ini terlihat mistis sekali. Dan hanya dengan merapalkan (mengucapkan penuh makna) nama-nama semua hurufnya secara terbalik tentunya dengan teknik khusus, seseorang telah bisa merasakan khasiatnya. Dan bagi masyarakat Jawa di masa lalu, mereka sangat meyakini bahwa itu juga bisa menolak bala dan gangguan dari makhluk halus.
HANACARAKA DIBALIK
Arti huruf hanacara dibalik. Huruf Jawa Hanacaraka yang oleh pendukungnya di anggap memiliki nilai adi luhung merupakan salah satu solusi alternative dalam mempertahankan kepribadian bangsa Indonesia pada umumnya dan masyarakat Jawa pada khususnya.
Karateristik orang jawa yang sopan, jujur, ramah tamah, baik hati, rajin, kuno, tradisional dan percaya kepada takhayul maupun kekuatan gaib memiliki cara unik dalam menghadapi dampak globalisasi tersebut, yaitu mengkaji pada nilai nilai luhur yang tersembunyi di balik huruf Ha-Na-Ca-Ra-Ka.
Hal ini salah satu sebab ialah tidak transparannya nenek moyang orang jawa dalam menyampaikan nasehat, petunjuk tentang nilai nilai luhur kepada generasi penerus.
Makna huruf honocoroko terbalik
Makna dan Filsafat Huruf Jawa :
1. Ha-Na-Ca-Ra-Ka
berarti ada utusan yakni utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia (sebagai ciptaan).
2. Da-Ta-Sa-Wa-La
berarti manusia setelah diciptakan sampai dengan data saatnya (dipanggil) tidak boleh sawala mengelak manusia (dengan segala atributnya) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan.
3. Pa-Dha-Ja-Ya-Nya
berarti menyatunya zat pemberi hidup (Ilahi) dengan yang diberi hidup (makhluk). Maksdunya padha sama atau sesuai, jumbuh, cocok tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu menang, unggul sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan sekedar menang atau menang tidak sportif.
4. Ma-Ga-Ba-Tha-Nga
berarti menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat/kuasa, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat (irodat/ kehendak), berusaha untuk menanggulanginya.
FILSAFAT HA-NA-CA-RA-KA
Dening : Astra Hari Murti Pamungsu (2005)
Penelusuran tentang keberadaan aksara HA-NA-CA-RA-KA penulis sudah lakukan dari tahun 2002 hingga tahun 2004 dengan mengumpulkan, menginventarisir data data baik berupa manuskrip kuno maupun karya karya ilimiah para ilmuwan untuk mengungkapkan fungsi,filsafat dan makna aksara ha-na-ca-ra-ka yang terkandung di dalamnya yang bersumber dari carakan versi Jawa dan Bali.
Versi carakan Jawa dan Bali merupakan manisfestasi aksara Dewanagari yang mengalami perkembangan dan perubahan yang digunakan sebagai tanda grafis khususnya Bali dan Jawa, namun aksara carakan jawa jumlahnya 20 sedangkan carakan Bali berjumlah 18 aksara dan terdapat juga perbedaan urutan abjadnya.
Abjad ha-na-ca-ra-ka Jawa dan Bali baik filsafat dan maknanya sangat kecil distorsinya,di sebabkan etnik Jawa dan Bali terutama jaman Kerajaan Majapahit merupakan sekelompok individu dengan budaya dan agama yang sama (agama Hindu) .
Seperti halnya aksara Bali yang berinduk dari aksara Jawa sebagai japa mantra, ditemukan bahwa abjad Jawa juga bukan hanya sekedar warisan budaya tetapi merupakan sesuatu yang menjiwai hidupnya sehari hari, sehingga dengan demikian abjad itu didayagunakan menjadi semacam mantra suci yang mampu mendatangkan kedamaian.
Beberapa naskah kuno dan buku yang merupakan salah satu sumber pokok pengambilan data tentang kelahiran, penyusunan, fungsi dan makna aksara HA-NA-CA-RA-KA dalam buku ini antara lain :
1. Serat Sastra Gending,
2. Serat Centhini,
3. Serat Kridha Maya,
4. Serat Sastra Harjendra,
5. Serat Retna Jiwa,
6. Serat Sastra Hendra Prawata,
7. Primbon Jawa Sangkan Paraning Manungsa,
8. Kitab Primbon Betaljemur Adammakna,
9. Serat Aji Saka,
10. Serat Momana,
11. Manikmaya dan Lajang Hanacaraka,
12. Saraswati,
13. Bhuwana Kosa,
14. Tenung Hanacaraka.
Studi paleografi yang di lakukan Casparis (1975) menghasilkan lima periode tulisan aksara Jawa. Periode pertama oleh Atmodjo (1994:10) di bagi menjadi dua, yaitu periode aksara Pallawa awal dan periode aksara Pallawa akhir , sehingga jika di susun akan menunjukkan enam periode, sebagai berikut :
1. Aksara Pallawa tahap awal, di pakai sebelum tahun 700 (masehi). Contohnya terdapat dalam prasasti Tugu di Bogor.
2. Aksara Pallawa tahap akhir di pakai pada abad VII dan pertengahan abad VIII. Contohnya terdapat dalam prasasti Canggal di Kedu, Magelang.
3. Aksara kawi atau Jawa kuno tahap awal, di pakai pada tahun 750 - 925. Contohnya terdapat dalam prasasti Polengan di Kalasan, Yogyakarta.
4. Aksara kawi atau Jawa kuno tahap akhir, di pakai pada tahun 925 - 1250. Contohnya terdapat dalam prasasti Airlangga, Prasasti Mayungan Baturiti.
5. Aksara Majapahit (dan aksara daerah), di pakai pada tahun 1250 - 1450. Contohnya terdapat dalam prasasti Singasari dan Malang, serta dalam lontar Kunjarakarna.
6. Aksara Jawa baru di pakai pada tahun 1500 hingga sekarang. Contohnya terdapat dalam kitab Bonang dan kitab-kitab yang lebih muda, lontar-lontar yang ada di Bali .
UNEN UNEN JAWA
1. Pamulange sangsarane sesami = pelajarannya sengsaranya sesama.
2. Sekti tanpa aji = berhasil tanpa sarana
3. Sugih tanpa banda = bisa menginginkan apa saja tanpa persiapan
4. Ngluruk tanpa bala = menyusup tanpa teman, tetapi selalu mendapatkan hasil
5. Ngasorake tanpa peperangan = menang tanpa menggunakan kekerasan/perang (objek)apa kang sinedya teka,apa kang kacipta dadi = apa yang diinginkan/diamaui akan terjadi/ tercipta.
6. Digdaya tanpa aji = sakti tanpa ajian
Trimah mawi pasrah = menerima dengan menyerah
7. Suwung pamrih tebih adjrih = sepi hasrat jauh dari takut
8. Langgeng tan ana susah tana ana bungah = tenang tetap hidup nama
9. Murid gurune pribadi = murid gurunya pribadi.
MAKNA HANACARAKA
Secara sekilas mengenai sejarah terciptanya 20 huruf bahasa Jawa yang disebut Hanacaraka atau Carakan Jawa dimana Hanacaraka ini menurut sejarah diciptakan oleh Raja Sariwahana Ajisaka yang bertahta di India, beliau jugalah yang menciptkan perhitungan kalender tahun Saka sebelum munculnya Kalender Jawa ciptaan Sultan Agung Mataram.
Berikut ini adalah makna arti ke dua puluh suku kata yang membentuk aksara Jawa ini :
1. Ha berarti Hidup
2. Na berarti Hampa
3. Ca berarti Cahaya atau Nur
4. Ra berarti Ruh atau Rasa
5. Ka berarti Menyatu atau Berkumpul
6. Da berarti Menjadi atau Berwujud
7. Ta berarti Titik atau Noktah
8. Sa berarti sebuah atau suatu
9. Wa berarti bentuk atau wujud
10. La berarti abadi atau langgeng
11. Pa berarti meninggal atau wafat
12. Dha berarti berdagang atau jual beli
13. Ja berarti Jiwa atau berjiwa
14. Ya berarti sabda atau firman Tuhan
15. Nya berarti pasrah
16. Ma berarti sebab akibat
17. Ga berarti pendamping, suami istri
18. Ba berarti hamil atau mengandung
19. Tha berarti tumbuh, bersemi, berkembang
20. Nga berarti alam fana atau dunia
Sedangkan 4 baris susunan Hanacaraka Carakan Jawa ini dimana masing-masing baris berisikan 5 aksara Jawa, apabila diuraikan baris per baris maka masing-masing memiliki makna arti mendalam dimana secara keseluruhan menggambarkan proses kehidupan manusia.
RINGKASAN MAKNA 20 AKSARA JAWA
Berikut ini uraikan ringkas makna arti baris per baris ke 20 aksara Jawa tersebut :
1. Ha Na Ca Ra Ka
Hanacaraka berarti adanya utusan manusia (Hana kong-kongan = Bahasa Jawa).
Secara filosofis diartikan sebagai adanya utusan dari Tuhan yang Maha Esa dua orang utusan, seorang pria dan wanita.
2. Da Ta Sa Wa La
Datasawala berarti terjadi perselisihan atau peperangan (Padha Peperangan = Bahasa Jawa).
Secara filosofis diartikan sebagai timbulnya perpecahan diantara ke dua utusan tersebut.
3. Pa Dha Ja Ya Nya
Padajayanya berarti mereka sama-sama saktinya (Padha Digdayane = Bahasa Jawa)
Secara filosofis diartikan bahwasanya kedua jenis manusia tersebut (pria dan wanita) dalam menjalani kehidupan sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing namun bisa saling melengkapi satu sama lainnya.
4. Ma Ga Ba Tha Nga
Magabathanga berarti tak ada yang menang dan tak ada yang kalah, keduanya sama-sama meninggal (Sampyuh = Bahasa Jawa)
Secara filosofis diartikan pada akhirnya kedua jenis manusia tersebut (pria dan wanita) akan meninggal dan menjadi sesuatu yang tiada berguna namun selama mereka hidup hanya memberikan kepuasan keduniawian semata.
MAKNA HURUF JAWA
1. Ha = Hana hurip wening suci (adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci).
2. Na = Nur candra, gaib candra, warsitaning candara (pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi).
3. Ca = Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi (arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal).
4. Ra = Rasaingsun handulusih (rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani).
5. Ka =Karsaningsun memayuhayuning bawana (hasrat diarahkan untuk kesajeteraan alam).
6. Da =Dumadining dzat kang tanpa winangenan (menerima hidup apa adanya).
7. Ta = Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa (mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup).
8. Sa = Sifat ingsun handulu sifatullah (membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan).
9. Wa = Wujud hana tan kena kinira (ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas).
10. La = Lir handaya paseban jati (mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi).
11. Pa = Papan kang tanpa kiblat (Hakekat Allah yang ada disegala arah).
12 Dha = Dhuwur wekasane endek wiwitane (untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar).
13. Ja = Jumbuhing kawula lan Gusti (selalu berusaha menyatu memahami kehendak-Nya).
14. Ya = Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi (yakin atas titah/kodrat Illahi).
15. Nya = Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan
16. Ma = Madep mantep manembah mring Ilahi (yakin/mantap dalam menyembah Ilahi).
17. Ga = Guru sejati sing muruki (belajar pada guru nurani).
18. Ba = Bayu sejati kang andalani (menyelaraskan diri pada gerak alam).
19. Tha =Tukul saka niat (sesuatu harus dimulai dan tumbuh dari niatan).
20. Nga = Ngracut busananing manungso (melepaskan egoisme pribadi manusia).
Dalam kisah Ajisaka
ha na ca ra ka = Dikisahkanlah tentang dua orang abdi yang setia
da ta sa wa la = Keduanya terlibat perselisihan dan akhirnya berkelahi
pa da ja ya nya = Mereka sama-sama kuat dan tangguh
ma ga ba tha nga = Akhirnya kedua abdi itu pun tewas bersama.
Aksara Jawa ha-na-ca-ra- ka mewakili spiritualitas orang Jawa yang terdalam yaitu kerinduannya akan harmoni dan ketakutannya akan segala sesuatu yang dapat memecah-belah harmoni. Konon aksara Jawa ini diciptakan oleh Ajisaka untuk mengenang kedua abdinya yang setia.
Dikisahkan Ajisaka hendak pergi mengembara, dan ia berpesan pada seorang abdinya yang setia agar menjaga keris pusakanya dan mewanti-wanti (mengingatkan), janganlah memberikan keris itu pada orang lain, kecuali dirinya sendiri. Ajisaka setelah sekian lama mengembara, di negeri perantauan, Ajisaka teringat akan pusaka yang ia tinggalkan di tanah kelahirannya. Maka ia pun mengutus seorang abdinya yang lain, yang juga setia, agar dia pulang dan mengambil keris pusaka itu di tanah leluhur. Kepada abdi yang setia ini dia mewanti-wanti: jangan sekali-kali kembali ke hadapannya kecuali membawa keris pusakanya. Ironisnya, kedua abdi yang sama-sama setia dan militan itu, akhirnya harus berkelahi dan tewas bersama: hanya karena tidak ada dialog di antara mereka. Bukankah sebenarnya keduanya mengemban misi yang sama: yaitu memegang teguh amanat junjungannya? Dan lebih ironis lagi, kisah tragis tentang dua abdi yang setia ini selalu berulang dari jaman ke jaman, bahkan dari generasi ke generasi.
RAHASIA WEJANGAN HURUF JAWA
1. Hananira Sejatine Wahananing Hyang,
2. Nadyan ora kasat-kasat pasti ana,
3. Careming Hyang yekti tan ceta wineca,
4. Rasakena rakete lan angganira,
5. Kawruhana ywa kongsi kurang weweka,
6. Dadi sasar yen sira nora waspada,
7. Tamatna prahaning Hyang sung sasmita,
8. Sasmitane kang kongsi bisa karasa,
9. Waspadakna wewadi kang sira gawa (sipat Rasul / Muhammad),
10. Lalekna yen sira tumekeng lalis (sekarat) (5),
11. Pati sasar tan wun manggya papa,
12. Dasar beda lan kang wus kalis ing goda; (Islam / Ma’rifat),
13. Jangkane mung jenak jenjeming jiwarja,
14. Yitnanana liyep luyuting pralaya (angracuta yen pinuju sekarat ),
15. Nyata sonya nyenyet labeting kadonyan,
16. Madyeng ngalam paruntunan (?) aywa samar,
17. Gayuhane tanalijan (tan ana lijan) mung sarwa arga,
18. Bali Murba Misesa ing njero-njaba (Widhatulwujud, Esa, Suwiji),
19. Tukulane wida darja tebah nista,
20. Ngarah-arah ing reh mardi-mardiningrat.
Artinya :
1. Asalmu karena kehendak Allah,
2. Walaupun tidak nampak tetapi ada,
3. Allah yang Kuasa tidak bisa ditebak (dinyatakan),
4. Rasakan dalam tubuhmu,
5. Ketahui sampai kurang waspada,
6. Jadi salah kalau kurang waspada,
7. Nyatakan Allah memberi petunjuk,
8. Petunjuk sampai bisa merasakan,
9. Waspadalah rahasia yang kau bawa (sifat Rasul/Muhammad),
10. Lupakan sampai sekaratil maut (menjelang ajal/koma),
11. Mati yang salah menjadi susah,
12. Dan beda bagi yang tidak tergoda (Islam/Mari’fat),
13. Tujuannya hanya tentram jiwanya,
14. At’tauhid atau khusyuk waktu sekaratil maut,
15. Ternyata sepi (hilang) sifat dunia,
16. Dalam alam barzah ternyata samar (gaib),
17. Tujuan tidak lain hanya satu,
18. Pulang menguasai Lahir Batin (Esa),
19. Tumbuhnya benih menjauhkan aniaya,
20. Hati-hati manuju jalan kedunia,
RAHASIA PIWULANG URIP HURUF JAWA
Huruf jawa merupakan abjad bahasa jawa yg di gunakan nenek moyang tanah jawa sebagai sarana baca tulis,berkomunikasi dan menulis kitab-kitab jawa kuno dari dulu hingga sekarang, Tidak terlepas dari itu pada era modern ini juga masih di gunakan orang jawa sebagai sarana spiritual kejawen mereka meyakini bahwa degan melakukan ritual tertntu huruf jawa mempunyai kekuatan ghaib yang sangat ampuh. Berikut ini adalah makna yg terkandung di setiap abjad huruf jawa :
HO : Hurip/hidup (tercipta awal kehidupan manusia yang terlahir di dunia).
NO : Legeno / telanjang, polos (ketika bayi yang baru lahir masih dalam keada’an suci lahir batin).
CO : Cipto / nalar (setelah lahir dan berkembang mulai berkreasi mencari jati diri, mengenal Tuhan, bertaqwa padaNya dan mencari sesuatu yg berguna untuk kehidupannya).
RO : Roso / perasaan, nurani sebagaimana mestinya hdup dengan nurani manusia bukan dengan naluri binatang atau makluk lainya.
KO : Karyo / karya bekerja dengan baik mencari rizki yang baik, berkah, halal adalah kewajiban dan sebagian dari ibadah.
DO : Dodo / dada hati yang suci adalah guru sejati.
TO : Toto / menata, menyusun menentukan sebuah pilihan.
SO : Soko / tiang penyangga, tumpuan hidup agar selalu tegar.
WO : Weruh / melihat bukan hanya dengan mata saja tetapi dengan akal dan nurani.
LO : Laku, lelakon / kisah liku-liku kehidupan manusia.
PO : Podho, adil / keseimbangan besikap adil, derajad manusia itu sama di hadapan Gusti Allah, menghargai orang lain / sesama.
DHO : Dongo, doa (berdoa mengakui kekuasaan Gusti Allah dan hanya meminta padaNya).
JO : Joyo, jaya (kemenangan setiap manusia menginginkan dan berhak mendapat kemenangan (tercapainya cita2).
YO : Yogo, putro/anak (anak buah menjadi seorang pemimpin yg bijaksana baik dalam keluarga maupun sosial).
NYO : Nyawiji / bersatu (bersaudara mengasihi sesama, tolong menolong).
MO : Sukmo/sukma (ruh, nyawa rohani).
GO : Rogo/raga (tubuh jasmani).
BO : Buyut (tua/pikun, tua renta).
THO : Bathang, jisin (mayat).
NGO : Lungo (pergi meninggal dunia kembali pada Gusti Allah).