KI BANCAK DAN KI DOYOK
Ki Bancak dan Ki Doyok dalam cerita Panji dikenal sebagai abdi (pengasuh) Panji Asmorobangun. Dalam realitanya Ki Bancak dan Ki Doyok di relief-relief Panji digambarkan berpenampilan layaknya rakyat biasa. Abdi yang menemani dan mengawal tuannya (Panji Asmorobangun) menempuh pengembaraan di alam bebas (diluar istana). Pengembaran Panji di luar istana bukanlah sesuatu yang mudah, Hukum rimba berlaku disana.
Ki Bancak dan Ki Doyok bukanlah orang biasa, Ki Bancak dan Ki Doyok adalah figur yang memiliki kekuatan (keilmuaan) yang tinggi bak dewa. Mengasuh, membimbing, mengawal serta melindungi pengembaraan Panji Asmorobangun, bangsawan kerajaan bukan perkara mudah, dan tidaklah mungkin orang biasa mampu menjalankan peran yang diemban Ki Bancak Ki Doyok.
Dalam mitologi Hindu personifikasi kedewaan digambarkan dengan perwujudan yang tidak riil seperti manusia. Figur dewa secara umum dalam mitologi Hindu digambarkan mempunyai banyak tangan, dan masing-masing memegang senjata (simbol keilmuan-kesaktian langit).
Sementara itu Ki Bancak dan Ki Doyok, figur yang memiliki kekuatan kedewaan digambarkan sebagai rakyat biasa. Ki Bancak dan Ki Doyok bukanlah figur kedewaan yang berada di khayangan (langit). Ki Bancak dan Ki Doyok figur kedewaan orisinil jawa yang sangat sederhana bersahaja, dan membumi.
Filsafat padi semakin tinggi ilmu seseorang justru semakin menunduk. Inilah ajaran original filsafat Jawa yang tanpa dipengaruhi kebudayaan India.
Ki Bancak dan Ki Doyok merupakan abdi setia dari Sang Prabu Panji Balitar. Mereka berdua merupakan seorang yang sangat lucu dan cerdik. Mereka berdua selalu mempunyai rencana yang dalam menyelesaikan masalah. Selain itu mereka juga sangat setia kepada pemimpinnya. Hal itu terbukti dari kepatuahan mereka kepada pemimpinnya.
KARAKTER DAN KEPRIBADIAN KI BANCAK DAN KI DOYOK
Watak Ki Bancak dan Ki Doyok dalam Serat Panji Balitar adalah sebagai berikut :
Gambaran ilustrasi watak Ki Bancak dan Ki Doyok secara tidak langsung pada teks, dapat dilihat pada kutipan berikut :
1. Pandai Merayu.
Kepandaian Ki Bancak yang pandai merayu dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
Bancak Dhoyok wus saeka kapti suruping surya tumameng pura anandukken paekane marek ing Retna Galuh. Nuju lenggah lan Dyah jinoli sang retna langkung kagyat. Dinangu umatur,
Ki Bancak : ”Dhuh Dewi ulun tur wikan lamun wonten parangmuka ratu luwih prawira mandraguna Prabu Panji Balitar bibisik. Bagus Anom sinihan ing dewa. Tanpa wilangan balane samya prawireng kewuh arsa ngrurah Praja Kadhiri. Paduka kang sinedya mangku wus pupucuk. Sagung praja mancapraja bawah Daha lawan ing Janggalamanik kathah kang wus tinawan. Samurcane rakanta sang panji datan wonten kawasa lumawan. Sanadyan ramanta kabeh para narendra catur yekti datan bangkit ing kardi.”
Candra Kirana : “Priye Kakang kang mangkana apa ora sira pikir supaya wuking mengsah?”
Ki Bancak : “E lah kula malih yen teyenga atandhing dede wawrate cacak ramanta prabu tan kawawa ing prang tumandhing. Yen dhahar tur kawula prayogi anungkul. Gih lingsem-lingsem punapa jajaragan ngur pundi kasoring jurit dhasar Prabu Balitar.
(SPB pupuh Dhandhanggula bait 12-15 ) Bancak Doyok sudah sepakat ketika matahari terbenam hendak memasuki istana, melakukan siasat mendekati Retna Galuh. Kebetulan dyah duduk ditandu. Sang retna sangat terkejut. Bancak berkata,
Ki Bancak : Wahai Dewi, hamba beritahu jikalau ada ratu musuh yang lebih sakti mandraguna bernama Prabu Panji Balitar. Dia seorang muda dan tampan, kesayangan para dewa. Tidak terhitung prajuritnya yang sangat berani melawan bahaya hendak merusak istana Kediri. Adinda, yang dikehendaki memangku sudah melapor. Semua kerajaan luar negara di bawah kekuasaan Daha dan Jenggalamanik sudah banyak ditawan. Semenjak hilangnya Sang Panji, suami Adinda, tidak ada yang bisa melawan. Walaupun keempat raja, Ayah Adinda, sungguh tidak bisa melawan.
Candra Kirana : Bagaimana Kakanda, seperti itu apa tidak Kakanda pikirkan agar musuh mengurungkan niatnya?
Ki Bancak : Jika saja hamba bisa melawan dewa besar ?
Kakanda Prabu tidak bisa bertanding perang. Kalau menurut hamba lebih baik tukhluk. Mengapa malu-malu, daripada kalah dalam perang melawan Prabu Balitar?. Kutipan tersebut memaparkan pembicaraan Ki Bancak dengan Retna Galuh Candra Kirana ketika sedang membahas tentang kabar mengenai kedatangan Prabu Panji Balitar ke kerajaan Kediri. Pada waktu malam hari Ki Bancak dan Ki Doyok berencana untuk menemui Retna Galuh Candra Kirana. Tujuannya adalah untuk memberitahu bahwa akan datang seorang raja yang sangat sakti mandraguna dan sangat ditakuti yaitu Prabu Panji Balitar. Kedatangannya ke kerajaan Kediri adalah untuk merusak kerajaan Kediri sekaligus ingin mengambil Retna Galuh Candra Kirana. Semua kerajaan luar negara di bawah kekuasaan Daha dan Jenggalamanik sudah banyak ditawan oleh Sang Prabu. Mendengar hal tersebut, Retna Galuh Candra Kirana semakin takut. Untuk itu Ki Bancak dan Ki Doyok merayu Retna Galuh Candra Kirana supaya takhluk saja kepada Prabu Panji Balitar dari pada kalah dalam perang. Karena bujukan mereka berdua akhirnya Retna Galuh menerima tawaran Ki Bancak dan Ki Doyok.
1. Suka Menantang.
Ki Bancak dan Ki Doyok pada waktu ingin mengambil Retna Galuh Candra Kirana, mereka berdua melakukan penyamaran. Ki Bancak berubah menjadi Prabu Panji Balitar, sedangkan Ki Doyok berubah menjadi Kyana Patih Lenggot Cuwiri. Ketika dalam penyamaran Ki Bancak dan Ki Doyok suka sekalibmenantang kepada Retna Kenakawulan yang merupakan pemimpin pasukan wanita yang menjaga Retna Galuh Candra Kirana. Watak yang suka menantang yang dimiliki Ki Bancak dan Ki Doyok dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Sang kusuma tanpa ingandukanira kapitemen ing jurit. Gya angayat cakra lumepas tibeng jaja, gumadhug datan nedhasi. Rekyana patya gumuyu marepeki.
Ki Bancak : “Solahira kinarya karagan-ragan lir ngungrum mamalad sih.”
Sang retna sru merang tan panon rat idhepnya saput tyas niba ing siti dahat kantaka rinebat maring cethi. Sang mancala warna asru asusumbar,
Ki Bancak : “Eh towang wong Kadhiri, tan ana wong lanang? Mung wadon paksa lancang kumawani marang mami. Ajar kelangan Galuh lan Ragilkuning ingsun gawa. Ayo yen nyata prawira nusula sun anteni! Ingsun ratu dibya asekti mandraguna Narendra Nungsa Tambini Panji Balitar.” Wus telas denira ngling. Dyan umesat kakalih napak gagana purna warna sajati. Dhoyok lawan Bancak sumedya apapanggya lan ingkang lilingsen aji. Wus pinanggihan neng paningrating puri. Bancak Dhoyok sajarwa laksananira denya nandukken sandi. Sampun lebda karya. Dyah Galuh lan Onengan winot aneng cupumanik, mangke sumangga den bangkit aben manis.
(SPB pupuh Durma bait 14-19).
Sang Putri tidak menghiraukan dan bersungguh-sungguh melawan. Segera menarik cakra dilepaskan jatuh di dada patih tetapi tidak mempan. Rekyana patya tertawa mendesak,
Ki Bancak : “Tingkahmu adalah pekerjaan sia-sia seperti merayu meminta belas kasihan.”
Sang Retna marah melawan tanpa melihat dunia sampai akhirnya sangat pingsan jatuh di tanah dan direbut oleh abdi perempuan. Sang penyamar menantang,
Ki Bancak : “Hai orang Kediri, apa kosong tidak ada lelaki? Hanya ada wanita, itu pun lancang berani kepadaku. Belajarlah kehilangan Galuh dan Ragil Kuning yang aku bawa. Ayo, jika benar pemberani menyusullah, Aku tunggu! Aku ratu sakti mandraguna Panji Balitar, Raja Nusa Tambini.”
Selesai berkata, keduanya terbang ke angkasa berubah wujud semula. Bancak dan Doyok berniat menemui raja. Setelah bertemu di serambi istana, Bancak Doyok sudah selesai pekerjaanya menerangkan seperti yang direncanakan. Dyah Galuh dan Onengan dimasukkan ke dalam cupumanik, terserah nanti biar bangkit dengan manis.
Kutipan tesebut memaparkan pembicaraan Ki Bancak sang penyamar dengan Retna Kenakawulan. Ketika Ki Bancak sudah mengambil Retna Galuh Candra Kirana dan dimasukkan kedalam cupumanik astagina, ia dengan sengaja membuat huru-hara agar diketahui siapa yang mengambil Retna Galuh Candra Kirana. Pada waktu mengetahui rajanya dicuri, Retna Kenakawulan sangat marah dan tidak terima. Langsung saja ia mengeluarkan cakra dan dilepaskan di dada Ki Bancak akan tetapi tidak mempan. Ki Bancak hanya tertawa melihat kejadian tersebut. Ki Bancak justru menantang dan bersikap sombong kepada Retna Kenakawulan. Ki Bancak menantang Retna Kenakawulan untuk menyusul dirinya apabila dirinya seorang wanita yang pemberani. Kemudian Ki Bancak dan Ki Doyok terbang ke angkasa dan menemui sang raja. Keduanya menceritakan semua kejadian yang mereka alami sesuai dengan rencana.
3. Pandai Berpura-pura.
Ki Bancak dan Ki Doyok sangat cerdik dan licik, kelicikannya dapat dilihat dari kepandaiannya ketika pura. Kepandaiannya keduanya dalam berpura-pura dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Duk miyarsa Panji Nom dahat bramantya sinamunayeng wadi. Kang garwa ingagnya anentremken sarira. Sandika manjing jinemrik. Sang panji medal mring pura yun pupulih. Dahat ngungun anon Dhoyok lawan Bancak niba tangi lan nangis. Nulya pinarpekan inguwuh wantya-wantya tinanya ora nauri pijer karuna sasambate druwili,
Bancak lan Doyok : “Lae biyung dene jeng pangeran murca? Andadak ingkang kari ginawa ing dhusta. Awak bakal kapiran. Sapa ingkang ngingoni mring raganingwang? Satemah brongta kingkin.
Ketika mendengarnya, sang panji sangat marah tetapi disembunyikan. Sang isteri segera meredakan amarahnya. Baiknya ke luarlah. Sang panji ke luar istana hendak membalas. Sangat heran melihat Doyok dan Bancak jatuh bangun dan menangis. Lalu ditambah dengan dipanggil berulang kali dan ditanya tidak menjawab. Senantiasa mengeluh terus-menerus,
Ki Bancak dan Doyok : “Aduh ibu, mengapa sang pangeran hilang? Tiba-tiba yang baru terjadi, sang putri dibawa penculik. Aku akan telantar. Siapa yang akan mengurusku? Akhirnya gila karena sedih.”
Kutipan diatas menunjukkan kepandaian Ki bancak dan Ki Doyok dalam berpura-pura. Keduanya mampu berpura-pura merasa sedih dan kehilangan ketika mereka mengetahui Retna Galuh Candra Kirana beserta Retna Onengan diambil oleh sang pencuri yaitu Prabu Panji Balitar. Ki Bancak dan Ki Doyok menangis dan menampakkan kesedihan yang amat sangat. Padahal mereka berdua adalah pelaku dari semua itu. Mereka berdualah yang mengambil Retna Galuh dan Retna Onengan.
4. Ceroboh.
Watak ceroboh yang dimiliki Ki Bancak sangat merugikan Kyana Patih Lenggot Cuwiri, karena dirinya menjadi sasaran atas tuduhan Ki Bancak. Kecerobohannya dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Sangsaya sru Ki Bancak panggebegipun. Ki patya aniba gugulungan aneng siti dyan tinendhang tibeng doh karangkang-rangkang. Tangi ngungun mangangen-angen ing kalbu. Arsa atatanya kumeling driya sru ajrih maras-maras malah asmu kamigilan. Thingak-thinguk bingung sarasaning kalbu. Ki Bancak marepak sarya muwus,
Ki Bancak : “Lembing Kongking ulungena putri ro kang sira dhusta.
Sru martrenyuh ki patih mangsuli gugup,
Lenggot Cuwiri: ”Lah ta putri apa ingsun iki tan mangarti? Bisa temen sira gawe gora-godha.”
Bancak bekuh sarta anendhang gumapluk. Ambruk ki apatya cinandhak denuli-uli irungira pinithes abiyang-biyang. Bancak muwus,
Ki Bancak menggosok telinga ki patih semakin keras. Ki patih jatuh bergulung-gulung di tanah. Lalu ditendang jatuh merangkang-rangkang jauh. Setelah dia terbangun, dalam hati berangan-angan heran. Ingin bertanya walaupun dalam hati sebenarnya takut. Khawatir agak ketakutan menoleh-noleh serasa hati bingung. Ki Bancak mendesak seraya berkata, Ki Bancak : Lembing Kongking berikan kedua putri yang kau curi.
Sangat mengharukan ki patih gugup menjawab, Lenggot Cuwiri : “Putri apa, aku tidak mengerti? Seenakmu membuat gara-gara.”
Bancak mengeluh serta menendang. Ki Patih roboh, dipegang dan diremas-remas hidungnya, mengeluh kesakitan. Bancak berkata,
Ki Bancak : “Hai Si Dohun keparat, kau jangan mengelak nanti kucabuti. Nah kemarilah, segera berikan sang putri!” Kutipan diatas menunjukkan kecerobohan Ki Bancak yang secara tiba-tiba datang menemui Kyana Patih Lenggot Cuwiri yang sedang beristiraht di hutan. Secara tiba-tiba Ki Bancak meghajar Kyana Patih sampai kesakitan. Ki Bancak menuduh Kyana Patih adalah seseorang yang telah mencuri Retna Galuh Candra Kirana. Padahal tujuan Kyana Patih berada di situ adalah untuk bersitirahat dan mengambil buah-buahan. Kyana Patih sedang melakukan perjalanan menuju kerajaan Kediri untuk memberikan surat yang ditujukan kepada raja Kediri. Kyana Patih berusaha menjelaskan yang sebenarnya, akan tetapi Ki bancak tetap tidak percaya dan menghajar Kyana Patih. Beruntung Kyana Patih mampu melarikan diri dari amukan Ki Bancak.
5. Cerewet.
Watak cerewet yang dimiliki Ki Bancak dapat dilihat dari tingkah laku beserta perkataannya ketika dirinya dikelilingi oleh bidadari-bidadari. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
Duk ginarbeg waranggana Ki Bancak mojar ngucemil,
Ki Bancak : ”Eh Dhoyok ora kayaa gustinira anyar iki bisa temen angrakit kontha asrining kaprabun lir carita duk kuna Narendra Gung Maespati kang cinithak barang tingkah paripolah myang patraping paparentah jaba jro kedhep jrih asih. Wadya sumuyud tan rengat. Marma pujining wadya lit, “Luhura gusti mami unggula mangun prang pupuh mukul Nagri Jenggala. Aweta dipunaubi mendah baya sukane kang para wadya wijah-wijah jajarahan. Jenggala miwah Kadhiri loh jahnawi sarwa ana tan kurang boga wastra di.”
Ki Dhoyok anauri denya mojar lan gumuyu.
Ki Doyok : “Alayak mengkonoa dhasare sang prabu wasis bagus anom memper Sri Arjuna Sasra. Nanging kuciwa wetara wong pinuji awet sedhih.”
Ki Bancak : “Lo ya gene teka sedhih?”
Yata janma kakalih sareng denira gumuyu. Mesem kang amiyarsa. Putri kang cinetha rabi kang saweneh malerok marang Ki Bancak.
Putri : “Bancak sok dhemen cariwis madhuk pitik gawe apa?”
(SPB pupuh Sinom bait 9-13) Ketika dikelilingi bidadari, Ki Bancak berkata mengomel,
Ki Bancak : “Eh Doyok, tidak seperti bagindaku yang baru ini, bisa merakit tombak menjadi istana yang indah. Seperti cerita zaman dulu, Raja Agung Maespati yang ditekak banyak tingkah dan datangnya perintah, luar dalam takut cinta. Prajurit tunduk dengan suka hati. Oleh karena itu doa prajurit kecil, “Mulialah rajaku, menanglah dalam perang menyerang negeri Jenggala. Senangnya para prajurit, seperti dilindungi dari bahaya. Bersenang-senang menjarah Jenggala dan Kediri yang sangat subur tidak kekurangan makanan dan pakaian.”
Ki Doyok : “Pantas seperti itu, memang Sang Panji pintar, muda, dan tampan seperti Sri Arjuna Sasra. Tapi kecewa seketika, walaupun dipuji tetap saja sedih.”
Ki Bancak : “Lho, mengapa sedih?”
Lalu keduanya tertawa bersamaan. Tersenyum orang mendengarnya. Diantara putri yang dinikahi, melirik kepada Ki Bancak.
Putri : “Bancak kadang-kadang suka cerewet, buat apa berbisik-bisik?”
Kutipan tersebut memaparkan pembicaraan antara Ki Bancak dengan Ki Doyok ketika membicarakan Sang Panji. Mereka berdua sangat cerewet dan selalu mengomel. Mereka membicarakan keunggulan rajanya yang sangat sakti dan mampu menakhlukkan kerajaan Jenggala. Mereka sebagai bawahan sangat kagum dan bangga kepada rajanya. Akan tetapi meskipun begitu, mereka berdua juga merasa heran dengan keadaan Sang Panji yang merasa sedih. Padahal Sang Panji adalah seorang raja muda yang pintar, tampan, dan sakti tapi kenapa masih bersedih. Ki Bancak dan Doyok sangat cerewet dan mengomel terus membicarakan Sang Panji. Hal tersebut membuat para bidadari yang mendengar sangat marah kepada Ki Bancak dan Ki Doyok.
6. Humoris.
Sikap humoris atau lucu yang dimiliki oleh Ki Bancak dan Ki Doyok dapat dilihat pada kutipan dibawah ini.
Ki Dhoyok maleleng mojar,
Ki Doyok : ”Dhasar panganten sayekti. Duk nguni wis sok bedhangan ya karo sang prabu iki anuli pisah lami. Sumarma kaya wong kaul.”
Ki Bancak : “Yen mengkono iku becik papatute wong dadi panganten anyar becik anganggo kasukan. Gamelane wus cumawis dhasar niyagane pepak barang-barang wus miranti. Cacade mung sawiji aku Dhoyok rada getun sodhore ora ana cemplang wong tayungan sepi.”
Para putri kang myarsa gumuyu suka. Mesem Sang Prabu Balitar Ki Bancak dinuking liring. Esmu rengu liringira. Sangsaya kang para putri rame gujengnya sami laju tumameng kadhatun. Wus tata palenggahan gya dhadharan sri bupati. Bancak Dhoyok sinuba wus tinuwukan. Wusnya tuwuk sigra medal denya pamitan ngucemil,
Bancak Doyok : ”Lah gusti sami kantuna mangke prehpun tangkep samir.”
Sang Retna Tisnasari nudingi sarwi gumuyu. Ki Bancak dheradhasan. Jalma kalih laju mijil dununganya nunggil Dyan Kuda Nadpada.
(SPB pupuh Sinom bait 14-17)
Ki Doyok melotot berkata,
Ki Doyok : “Dasar pengantin sungguhan. Dahulu sudah sering bemukah dengan sang prabu lalu berpisah lama. Oleh karena itu, seperti orang yang bernazar.”
Ki Bancak : “Kalau benar demikian justru baik, sepantasnya menjadi penganten baru baiknya untuk bersenang-senang. Sudah tersedia gamelan, lengkap dengan penabuhnya, barang-barang sudah lengkap dengan alatnya. Hanya satu yang kurang. Aku Doyok agak menyesal tidak ada jamuannya, orang menari sambil berjalan hambar.”
Para putri yang mendengar tertawa senang. Sang Prabu Balitar tersenyum. Ki Bancak dilirik, agak marah lirikannya. Para putri semakin ramai tertawa, lalu masuk ke istana. Sudah mempersiapkan tempat duduk dan sri bupati segera makan. Bancak Doyok sudah kenyang di jamu. Setelah kenyang, keduanya segera ke luar. Olehnya memohon diri mengomel,
Bancak Doyok : “Baginda tetaplah tinggal, nanti dapat setangkup daun penutup.”
Sang Retna Tisnasari menunjuk seraya tertawa. Ki Bancak pontang-panting. Keduanya melangkah ke luar bersatu dengan Dyan Kuda Nadpada.
Kutipan tersebut menunjukkan kelucuan Ki Bancak dan Ki Doyok. Ki Bancak dan Ki Doyok mengejek Sang Retna Galuh yang malu-malu seperti pengantin baru. Mereka berdua mengejek jikalau memang pengantin baru sebaiknya bersenang-senang karena semua perlengkapan sudah tersedia seperti gamelan beserta penabuhnya. Menurut mereka, yang masih kurang hanya makanan. Ki Bancak dan Ki Doyok sangat senang makan dan berpesta. Yang mendengar pembicaraan mereka berdua tertawa karena yang dipikirkan hanyalah makanan saja. Setelah Ki Bancak dan Ki Doyok kenyang, mereka berdua keluar bersama Kuda Nadpada.
7. Cerdik.
Ki Bancak dan Ki Doyok tidak hanya suka makan dan bersenang-senang saja, akan tetapi mereka berdua juga memiliki watak yang cerdik dalam mengatasi masalah. Mereka berdua memiliki siasat yang bagus untuk meyelamatkan kerajaan Kediri yang akan diperangi oleh rajanya yaitu Sang Panji. Hal tersebut mereka lakukan agar berdamai. Kecerdikan Ki Bancak dan Ki Doyok dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Tan anduga mring karseng para ji nanging tinungka tan jinatenan. Wus kinen piturut age. Lagyeca kang rinembug katalika kang niyup saking gagana anjog marang latar jro kadhatun dumrojog tanpa larapan kang satunggal warna Sri Balitar Aji satunggal papatihnya. Tan anduga mring karseng para ji nanging tinungka tan jinatenan. Wus kinen piturut age. Lagyeca kang rinembug katalika kang niyup saking gagana anjog marang latar jro kadhatun dumrojog tanpa larapan kang satunggal warna Sri Balitar Aji satunggal papatihnya. Yata kagyat kang dulu rehning dereng wonten udaniii marang Prabu Balitar. Yata Sang Awiku Kilisuci aturira mring pra ari,
Dewi Kilisuci : “Lah punika Yayi Aji, Sang Aprabu Balitar lawan pun Patih Lenggot Cuwiri. Yayi prabu nunten timbalana/ kang sedya sumiwi, dene sampun ewet jro kalbu.” Yata agya Nateng Kedhiri mangawe astanira. Sang dhatengan gupuh laju tumameng ing ngarsa. cingak sagungsadaya ingkang ningali mring warnane sri nata.
(SPB pupuh Dhandhanggula bait 17-18) tidak menduga dengan keputusan para raja, tetapi didatangi tidak menerangkan. Sudah disuruh segera menurut. Baru saja selesai dirundingkan, tiba-tiba turun dari angkasa tanpa landasan menuju halaman dalam istana. Yang satu berwujud Sri Raja Balitar dan yang satu patihnya. Tetapi mereka adalah sang penyamar, Bancak Doyok yang membuat upaya dengan maksud agar benar damai. Lalu terkejut yang melihat karena belum mengetahui Prabu Balitar. Lalu Sang Pertapa Kilisuci berkata kepada para adindanya,
Dewi Kilisuci : “Nah Adinda Raja, itulah Sang Prabu Balitar dan patihnya Lenggot Cuwiri. Adinda Prabu, segera panggillah yang hendak menghadap adapun sudah merasa dalam hati.”
Raja Kediri segera melambaikan tangan. Sang utusan datang tergopoh-gopoh berjalan di hadapan. Semua yang melihat wajah sang raja tercengang.
Kutipan tersebut memaparkan kecerdikan Ki Bancak dan Ki Doyok yang mempunyai cara agar kerajaan Kediri dan rajanya tetap berdamai. Cara yang mereka lakukan yaitu dengan cara merubah wujud atau menyamar. Ki Bancak berubah wujud menjadi Sang Prabu Panji Balitar sedangkan Ki Doyok manjadi Ki Kyana Patih Lenggot Cuwiri. Mereka berdua menyamar yang kemudian mendatangi kerajaan Kediri dengan tiba-tiba. Semua penghuni kerajaan Kediri terkejut dengan kedatangan Sang Panji. Semuanya tidak mengetahui kalau mereka adalah sang penyamar, karena memang sebelumnya belum pernah melihat Sang Panji Balitar dan patihnya. Raja Kediri menyambut baik kedatangan Sang Panji Balitar dan patihnya karena Dewi Kilisuci meyakinkan raja Kediri bahwa yang baru saja datang memang benar Sang Panji dan Patihnya. Semua yang melihat tercengang dan kagum dengan ketampanan Sang Panji.
8. Jujur.
Watak jujur yang dimiliki Ki Bancak dan Ki Doyok dapat dilihat pada percakapan diriny dengan Sri Bupati. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan di bawah ini.
Ki Bancak majeng sisirik angucemil lincak-lincak. Mesem kang sami ningali. Ingawe dening narendra, Ki Bancak agya nglumpati. Sumebut metu ing luhur ngungkuli sirahing Patih. Linggot Cuwiri sru kagyat. Kelingan nalika nguni, Ki Bancak duk nunggang pundhak. Ki patih gya nekem kuping bok pinindho lir rumuhun. Anggiwar rekyana patih lan maksih nekem kupingnya. Sumyak kang sami ningali. Ki patih apundirangan supe yen sumiweng aji. Ki Bancak medhak umatur,
Ki Bancak : “Pukulun sri narapati amba duk wingi leledhang kalantur meh prapteng nagri ing Kadhiri. Ulun mulat jawi kitha wonten baris andhendheng jejel supenuh mawi tatarup tulyasri. Tyas amba ragi sandeya bilih Sang Nateng Kadhiri/ arsa metukkaken ing prang mring lampah paduka aji. Amba nunten anyalamur pitaken jalma kang baris. Sanjangipun sami weca yen punika para patih tuwin ingkang para putra dinuteng ratune sami methuk ing lampah pukulun. Sagunging para narpati kang munggeng
Dalam dokumen Tokoh Panji dalam Serat Panji Balitar (Halaman 117-131)