Ki Demang Suryongalam
Ki Ageng Kutu adalah salah seorang tokoh yang ada dalam kisah berdirinya wilayah Ponorogo yang berasal dari desa Kutu, Jetis. Dalam hal ini dia adalah salah satu penguasa di daerah Wengker yang bertindak sewenang-wenang kepada masyarakat yang dipimpinnya.
Ki Ageng Kutu memiliki nama lain Kiai Demang Kutu Surya Alam. Ki Demang Suryongalam adalah kerabat Prabu Brawijaya V yang berkuasa atas daerah Wengker. Ketika Prabu Brawijaya menobatkan Raden Patah sebagai pemimpin daerah Demak, Ki Ageng Kutu merasa kecewa karena dia merasa seharusnya dirinyalah yang lebih pantas untuk menyandang jabatan tersebut. Karenanya ketika terjadi peperangan di Majapahit, Ki Ageng Kutu memilih untuk pergi dan pada akhirnya mendirikan padepokan di daerahnya, Wengker. Daerah kekuasaannya di masa lalu, kademangan Suru Kubeng, sekarang menjadi nama sebuah desa yaitu Desa Kutu, Kecamatan Jetis, Ponorogo. Ki Ageng Kutu adalah seseorang ahli sihir. Dia sakti dan berilmu tinggi. Bahkan dia memiliki dua buah keris yang menjadi Andalannya, yaitu Kyai Jabadras dan Kyai Condong Rawe.
Di daerah pelariannya, yaitu Wengker, Ki Ageng Kutu cukup sukses untuk membangun sebuah daerah kekuasaan. Karena hal inilah dianggap sebagai ancaman bagi Raden Patah yang kemudian mengutus Raden Batoro Katong dan para pengawalnya untuk membentuk sebuah daerah kekuasaan di daerah Wengker.
Pada zaman dahulu masyarakat di daerah itu tidak percaya akan ada Sang Hyang Tunggal. Hal ini diakibatkan karena adanya ulah dari Ki Ageng Kutu. Melalui padepokannya dia mendidik putra-putri daerah dengan berbagai macam ilmu, di antaranya ilmu kanuragan, filsafat, dan seni. Salah satu sumber menyebutkan bahwa Reog adalah ciptaan dari Ki Ageng Kutu. Namun sebenarnya awalnya kesenian ini dibuat sebagai kritik atas Prabu Brawijaya yang ditundukkan oleh rayuan wanita. Karena kesenian yang diciptakannya melambangkan sebuah seni barongan yang menampilkan sosok kepala harimau sebagai simbol raja Majapahit yang ditunggangi merak sebagai simbol putri Campa.
Ki Ageng Kutu memiliki tiga orang anak, yaitu Niken Gandini yang nantinya akan menjadi istri dari Raden Batoro Katong. Kedua anak lainnya adalah Suryolono dan Suryodoko yang nantinya juga akan menjadi pengikut dari Raden Batoro Katong sepeninggal ayahnya. Suryolono menjadi pengawal pribadi Raden Batoro Katong dan berganti nama menjadi Suromenggolo. Suryodoko menggantikan ayahnya memimpin Suru Kubeng dan dikenal dengan nama Surohandoko.
Perseteruan dengan Batoro Katong.
Setiba di Wengker terjadi pertarungan tak terelakkan di antara Raden Batoro Katong dan Ki Ageng Kutu. Namun berakhir seri karena keduanya memiliki kesaktian yang sebanding. Hingga pada akhirnya Raden Batoro Katong mencari taktik lain. Ketika Ponorogo telah berdiri di bawah pimpinan Raden Batoro Katong, Ki Ageng Kutu dan para bekel (pimpinan desa)merasa tidak senang. Sehingga mereka melakukan perlawanan terhadap kekuasaan Raden Batoro Katong. Terlebih karena perbedaan keyakinan yang dibawa oleh Raden Batoro Katong, kebanyakan dari mereka beragama Buddha dan Brahma.
Golongan ini melakukan banyak hal untuk menyulitkan pemerintahan dan penguasa yang ada. Bahkan tak jarang melakukan penyerangan dan pemberontakan terhadap pemerintah. Akhirnya dengan taktik yang dilakukan oleh Batoro Katong melalui Nawangsari yang menjadi mata-mata. Namun di lain sisi, Raden Batoro Katong mendekati dan menikahi anak gadis Ki Ageng Kutu yaitu Niken Gandini untuk bisa mengambil pusaka Ki Ageng Kutu. Ki Ageng Kutu mampu ditaklukkan berkat hilangnya pusaka yang dimiliki olehnya. Ki Ageng Kutu kalah dan menghilang pada Jumat Wage. Tempat menghilangnya Ki Ageng Kutu ini disebut Gunung Bacin yang terletak di daerah Kecamatan Bungkal.
Warga merasa marah kepada Raden Batoro Katong karena dianggap telah membunuh Ki Ageng Kutu. Untuk meredam ini, Raden Katong mengaku kepada warga bahwa Ki Ageng Kutu mengalami moksa. Selain itu Raden Batoro Katong mengaku bahwa dia adalah manusia setengah dewa. Sehingga inilah asal mula dia memiliki 'batoro' di tengah namanya yang melambangkan sifat kedewaannya.
Merasa jasa dan pengorbanan besarnya tidak dihargai sebagaimana mestinya. Ki Demang Suryongalam dari Wengker berniat mbalelo, madeg kraman menantang yuda Sang Prabu Kertabhumi di Majapahit.
Dia (Ki Demang) merasa sepantasnya dialah yang menjadi penguasa di Glagahwangi yang kemudian menjadi Demak Bintoro, bukan R.Hasan yang kemudian kita kenal sebagai R.Fatah pendiri sekaligus Sultan pertama Kerajaan lslam di Jawa ini.
Mengetahui Ki Demang memberontak, Sang Prabu Kertabhumi segera mengirimkan putra kesayangannya, R.Aji Katong untuk menghentikan maksud Ki Demang melawan Majapahit.
R.Aji segera melaksanakan titah ayahanda itu dan bersiap diri dengan membawa 40 orang prajurit pilihan menuju Wengker.
Singkat cerita, terjadilah perang bondo yudo R.Aji dan Ki Demang. Saling mengadu kesakitan dan keunggulan ilmunya masing-masing. Sampai akhirnya, Ki Demang menyerah dan mengaku kalah.
R.Aji kemudian memperistri puteri Ki Demang yang bernama Rara Gendini. Sebagai tanda hormat, R.Aji yang sudah memeluk agama lslam inipun menggunakan nama tambahan Bathara. Jadilah R.Aji Bathara Katong.
Berkat kerja keras R.Aji dan para pengikutnya, mbabat alas disertai usaha dan doanya Wengker kemudian diubah namanya menjadi Pronorogo berasal dari nama Gurunya, Ki Prono. Dari Pronorogo lama-lama menjadi Ponorogo dan R.Aji Bathara Katong menjadi Adipati pertamanya. Dan selanjutnya menurunkan para penguasa Ponorogo di masa-masa berikutnya.
Inilah silsilah R.Aji Bathara Katong dan keturunannya. Bagi sedulur yang ingin melacak silsilah R.Aji dan leluhur lainnya seperti Panembahan Agung dan R. Kajoran (Panembahan Romo) bisa ditemukan di Makam beliau di dusun Jimbung, Kauman, Kajoran, Klaten, Jawa Tengah.