SANG HYANG WIDHI
Hyang Widhi (Sanghyang Widhi Wasa) adalah asal mula dan sumber dari semua yang ada di alam semesta, Bhuwana Agung ini.
Dan dari pengertian tersebut, ini berarti bahwa Hyang Widhi adalah Tuhan itu sejatinya sebagai asal dari segala yang telah ada dan yang akan ada di alam ini.
Dalam makna simbolisasinya untuk umat Hindu Dharma di Bali khususnya disebutkan sebagai berikut :
Ongkara sebagai eka aksara digunakan untuk panunggalan Beliau yang merupakan bagian utama dari aksara wijaksara dan memiliki kekuatan kesucian dalam makna spiritual religius. Simbol Acintya sebagai wujud Tuhan yang tak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib.
Kata ini juga menurut Yoga Healing Bali dalam Panca Sradha, lima keyakinan dalam Hindu diartikan :
Semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa dewa dan lain lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi dan tidak ada sesuatu di luar diri beliau.
Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.
Sang Hyang Widhi Wasa adalah Tuhan Yang Maha Esa itu sendiri yang merupakan sebutan Tuhan dalam Hindu Dharma dalam naskah-naskah dan lontar disebutkan :
Disebut Bhatara Siwa dalam Lontar Siwa Sasana sebagaipedoman bagi para Pandita (sulinggih) yang berasal dari Hindu Siwa.Disebut Brahman dalam Upanisad sebagai ajaran filsafat yang merupakan bagian dari Weda Sruti sebagai sabda atau wahyu Tuhan secara langsung.
Kata Hyang Widhi sebagai Tuhan Dalam Siwa Tattwa) juga berarti bahwa :
Ia yang menakdirkan, Ia yang maha kuasa, yang juga dalam bahasa Bali diterjemahkan dengan :Sanghyang Titah.Sanghyang Tuduh, (Beliau yang ada pertama kali, tanpa ayah dan ibu, Lontar Bagawan Garga). Dan Dialah sejatinya disebutkan asal segala yang ada ini dan kepadaNya pula segala yang ada ini akan kembali.
Dengan kemahakuasaan yang dimiliki Beliau dimana dalam Widhi Tatwa disebutkan Beliau juga memberikan simbul pada kekuatanNya dalam ucapan aksara suci OM yang diucapkan pada mantra-mantra sebagai lambang kesucian dan jiwa dari seluaruh alam ini seperti halnya :
Gayatri Mantram, Pranawa (OM, Omkara); sebagai lambang kesucian dan kemahakuasaan Hyang Widhi.Mantram Puja Trisandhya, Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa disebut juga sebagai Hyang Siwa, jiwa dari seluruh lapisan alam Tri Loka (bhùr, bwah dan svah)Dalam Lontar Bhuwana Kosa disebutkan, Beliau,
Maha mengetahui (VID, sinar suci pengetahuan dan sumber dari sabda Tuhan)Maha Esa, tanpa bentuk, tanpa warna, tak terpikirkan (simbol dan istilah dari Acintya), tak tercampur, tak bergerak, tak terbatas dan sebagainya.
Sang Hyang Widhi itu maha tunggal, tidak ada duanya yang awalnya disebutkan bahwa alam ini kosong atau luang sebagaimana dijelaskan dalam Eka Wara sebagai hal pokok yang paling tinggi dan pertama kedudukannya dalam wewaran, sehingga pedoman perkembangan dan pencatatan dari waktu ke waktu dalam sebuah Rumus Perhitungan Wariga dan Dewasa Ayu dalam Kalender Bali menjadi acuan setiap hari raya, yadnya, piodalan dan upacara - upacara Hindu di Bali lainnya, baik dalam penentuan, dina, wuku, sasih, ayu anna,ala ayuning dewasa purnama, tilem dan lain-lain dalam perayannya.
Ada empat jalan atau cara umat Hindu untuk menghormati dan menuju ke jalan Tuhan Yang Maha Esa atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa yang disebutkan dalam catur marga.
Wyapi Wyapaka Nirwikara
Kutipan dari Panca Srada dalam Sanatana Dharma menyebutkan bahwa Hyang Widhi merupakan yang menakdirkan, maha kuasa, dan pencipta semua yang ada. Kita percaya bahwa beliau ada, meresap di semua tempat dan mengatasi semuanya Wyapi Wyapaka Nirwikara.
Di dalam kitab Brahman Sutra dinyatakan Jan Ma Dhyasya Yatah artinya Hyang Widhi adalah asal mula dari semua yang ada di alam semesta ini. Dari pengertian tersebut bahwa Hyang Widhi adalah asal dari segala yang ada.
Kata ini diartikan semua ciptaan, yaitu alam semesta beserta isinya termasuk Dewa'dewa dan lain- lainnya berasal dan ada di dalam Hyang Widhi. Tidak ada sesuatu di luar diri beliau. Penciptaan dan peleburan adalah kekuasaan beliau.
Agama Hindu mengajarkan bahwa Hyang Widhi Esa adanya tidak ada duanya. Hal ini dinyatakan dalam beberapa kitab Weda antara lain :
Dalam Chandogya Upanishad dinyatakan : Om tat Sat Ekam Ewam Adwityam Brahman artinya Hyang Widhi hanya satu tak ada duanya dan maha sempurna.
Dalam Mantram Tri Sandhya tersebut kata-kata :
Eko Narayanad na Dwityo Sti Kscit artinya hanya satu Hyang Widhi dipanggil Narayana, sama sekali tidak ada duanya.
Dalam Kitab Suci Reg Weda disebutkan :
Om Ekam Sat Wiprah Bahuda Wadanti artinya Hyang Widhi itu hanya satu, tetapi para arif bijaksana menyebut dengan berbagai nama.
Dalam kekawin Sutasoma dinyatakan :
Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa, artinya berbeda-beda tetapi tetap satu, tak ada Hyang Widhi yang ke dua.
Dengan pernyataan-pernyataan di atas sangat jelas, umat Hindu bukan menganut Politheisme, melainkan mengakui dan percaya adanya satu Hyang Widhi.
Hindu sangat lengkap, dan fleksibel. Tuhan dalam Hindu di insafi dalam 3 aspek utama, yaitu :
Brahman ( Yang tidak terpikirkan ), Paramaatma ( Berada dimana-mana dan meresapi segalanya ), Bhagavan ( berwujud ). Pemahaman yang benar tentang Tuhan, dalam FORUM DISKUSI JARINGAN HINDU NUSANTARA (ref) diceritakan sebagai berikut :
Di dunia ini, ada banyak keyakinan tentang Tuhan. Yang mana, orang memahami Tuhan dengan cara mereka sendiri dan sering kali dalam imajinasi mereka sendiri. Sehingga apa yang kita perlukan untuk memahami Tuhan adalah pemahaman tentang Dia, apa Dia dan bagaimana Dia. Pemahaman yang benar tentang Tuhan yg benar harus diberikan oleh Tuhan sendiri!
Ada beberapa yang tidak percaya pada keberadaan Tuhan, sering alasannya karena keberadaan-Nya tidak dapat dibuktikan seperti manusia. Tetapi karena kita tidak dapat melihat Tuhan dengan mata telanjang, itu tidak berarti bahwa Tuhan tidak ada.
Sama seperti angin, yang tidak dapat dilihat tetapi dapat sangat banyak dirasakan, adalah mungkin untuk mengalami kehadiran Tuhan melalui pengetahuan ilahi dan meditasi.
Siapakah Tuhan dan bagaimana bentuk dan nama-Nya?
Kita sekarang akan mencoba untuk memahami siapa Tuhan atau Jiwa Agung. Istilah 'Jiwa Agung' berarti Dia adalah tertinggi di antara semua jiwa. Ini menyiratkan bahwa, Ia juga 'jiwa', meskipun Dia adalah tertinggi dari semua. Dia melampaui kelahiran dan kematin. Tuhan adalah Bapa-Ibu Agung, Maha guru dan pembimbing Agung kepada semua manusia dan Ia sendiri tidak memiliki ayah-ibu, guru dan pembimbing.
Tuhan adalah titik, halus sangat kecil dari cahaya.
Dia tidak terlihat dengan mata telanjang tetapi sangat mungkin untuk mengalami kehadiran-Nya dan kedekatan dalam meditasi.
Dia adalah inkorporeal dalam arti bahwa ia tidak memiliki badan sendiri. Dia bukan manusia juga tidak memiliki bentuk manusia. Dia kebal atau melampaui kenikmatan dan rasa sakit tidak seperti manusia.
Nama adalah suatu cara identifikasi manusia setelah mereka lahir. Mereka tidak berbicara tentang kualitas dan tindakan orang tersebut; mereka hanya kata benda yang tepat dan bukan nama atributif. Tapi nama jiwa tertinggi atau Tuhan didasarkan pada kualitas-Nya dan tindakan. Tuhan sendiri yang mengatakan namanya adalah 'Siwa'. 'Siwa' berarti pelaku kebajikan atau pemberkah/dermawan.
Tuhan yang baik bagi semua dan karena itu Ia disebut Siwa. Semua jiwa meminta keselamatan dan kebahagiaan yaitu kedamaian dan kebahagiaan dari-Nya. Orang-orang mengingat-Nya dengan banyak nama (bahuda) ekspresif lainnya.
Kebajikan-Nya
Tuhan adalah Bapa Agung dari semua. Dia disebut sang pencipta. Dia lautan dalam kebajikan-Nya - lautan kedamaian, lautan cinta kasih, lautan kebahagiaan, samudera pengetahuan, samudra kebahagiaan, samudera belas kasihan, dll
Dia adalah kebenaran. Dia adalah Maha Kuasa dan Otoritas. Dia terkenal sebagai :pemelihara, atau penopang kebajikan, dan penghancur dari segala kejahatan. Ia juga pembebas, panduan, dan menganugerahkan keselamatan, oleh karena itu beliau disebut Sadguru. Dia menghalau kesedihan, melimpahkan sukacita.Tuhan adalah sempurna dalam segala cara dan benar-benar tidak terikat dan penuh kasih. Dia sangat murah hati dan sangat membantu sehingga jiwa jiwa meminta segala sesuatu dari dirinya. Ketika dalam kesedihan dan kehilangan semua harapan, jiwa berpaling padanya secara intuitif dan pasti.
Banyak agama dan jalan yang membawa jiwa-jiwa dalam pencarian mereka untuk mencapai Tuhan.
Namun, dia tidak secara eksklusif milik siapa pun. Dia milik semua orang dan bukan merupakan perwakilan dari agama apapun.
Bapak Agung dari semua Jiwa
Tuhan adalah ayah dari semua jiwa di dunia ini. Hal ini diamati bahwa semua agama memiliki gambar, wujud berhala atau peringatan satu nama atau lain untuk mewakili bentuk, bahwa Tuhan adalah Cahaya/Energi Spiritual.
Identitas Tuhan
1. Di mana Tuhan tinggal ?
2. Apakah ada tempat orang dapat pergi untuk melihat-Nya, untuk bersama-Nya ?
Tuhan adalah titik halus cahaya, dan Dia tidak meresapi alam semesta fisik. Juga ia tidak ada didalam diri setiap manusia atau dalam hal apapun. Dan juga Dia tidak ada dimana-mana didunia fisik ini.
Dia juga tidak memiliki bentuk manusia. Rumahnya adalah dunia incorporeal/Halus, hamparan tak terbatas berwarna keemasan-merah, yang melampaui dunia fisik ini kita hidup.
Ini adalah tempat tinggal asli dari semua jiwa juga. dunia Inkorporeal dikenal sebagai Paramdham atau Brahmaloka ato swah loka. Mengetahui di mana Bapa Agung, kita dapat membuat koneksi dengan-Nya melalui pikiran selama meditasi.
The Descent Ilahi Tuhan (Inkarnasi Tuhan)
Tuhan turun ke dunia ini ketika semua jiwa berada di bawah kegelapan, ekstrim kebodohan dan ketidakbajikan, ketidakbenaran, perbuatan tercela, kelelahan spiritual dan kelemahan religius karena usia dunia sudah tua.
Hal ini dijelaskan dalam kitab suci sebagai Dharma Glani merajalelanya adharma. Melihat keadaan hari ini, seharusnya tidak sulit bagi kita untuk menyimpulkan bahwa inilah waktu dunia sedang mengalami saat Glani Dharma.
Ini adalah masa kegelapan ketika dosa-dosa dan kejahatan dari segala jenis biasanya berlangsung; ketika manusia meraba-raba untuk menginginkan visi yang jelas. Ini adalah saat dimana Tuhan campur tangan dalam urusan manusia.
Intervensi ilahi berlangsung pada saat kegelapan dlam sejarah manusia ketika jiwa manusia meraba-raba dalam kegelapan dan ketidaktahuan tentang jati dirinya, lupa ttg penciptanya dan ciptaannya, ketika jiwa-jiwa yang dibutakan oleh : kejahatan, nafsu birahi, kesombongan, kemarahan, keserakahan, dan keterikatan.
Saat inilah Tuhan turun dalam tubuh seorang manusia biasa (inkarnasi) untuk mengungkapkan Pengetahuan Ilahi, yang membuka jalan untuk kemenangan atas sifat kejahatan dalam diri manusia dan memupuk sifat-sifat ilahi dalam kehidupan.
Hal ini memungkinkan manusia untuk berubah menjadi makhluk ilahi lagi.kembali ke jalan dharma.
Sang Hyang Widhi (disebut juga sebagai Acintya atau Sang Hyang Tunggal) adalah sebutan bagi Tuhan yang Maha Esa dalam agama Hindu Dharma masyarakat Bali. Dalam konsep Hinduisme, Sang Hyang Widhi dikaitkan dengan konsep Brahman. Dalam bahasa Sanskerta, Acintya memiliki arti Dia yang tak terpikirkan, Dia yang tak dapat dipahami, atau Dia yang tak dapat dibayangkan.
Acintya, Sang Hyang Widhi sebagai Tuhan tunggal dalam Hinduisme Bali.
Hyang merupakan sebutan untuk keberadaan spiritual memiliki kekuatan supranatural, bagaikan matahari di dalam mimpi. Kedatangannya dalam hidup seseorang memberikan kesenangan tanpa jeda dalam waktu lama yang tak dapat dibedakan antara mimpi dan realita. Orang-orang Indonesia umumnya mengenal kata ini sebagai penyebutan untuk penyebab keindahan, penyebab semua ini ada (pencipta), penyebab dari semua yang dapat disaksikan, atau secara sederhana disebut Tuhan.
Sang Hyang Widhi, berasal dari akar kata Sang, Hyang, dan Widhi.
Sang, memiliki makna personalisasi atau identifikasi. Contoh penggunaan kata lainnya: sang bayu, sang Nyoman, sang Raja, dan lain-lain. Hyang, terkait dengan keberadaan spiritual yang dimuliakan atau mendapatkan penghormatan yang khusus. Biasanya, ini dikaitkan dengan wujud personal yang bercahaya dan suci. Widhi sama dengan widya artinya pengetahuan, memiliki makna penghapus ketidaktahuan. Penghapus ketidaktahuan memiliki wujud yang beragam menurut jalan ketidaktahuan diselesaikan. Wujud-wujud ini menjadi media bagaimana manusia dan ciptaan di jagat raya ini mengerti dan memahami diri dan lingkungannya. Widhi dapat berupa : cahaya, suara, wujud tersentuh, sensasi tersensori, memori pikiran, rasa emosional, radiasi bintang, pengartian tanda, rasa kecapan, dan lain-lain. Widhi ini sangat terkait dengan dharma, atau lingkungan yang merupakan pustaka abadi dimana manusia dapat membaca keseluruhan pengetahuan tentang widhi. Dharma secara keseluruhan adalah widhi itu sendiri. Terkait dengan proses belajar, dharma tampaknya terpartisi menjadi arus berlanjut yang hadir kepada manusia tanpa henti hingga masa manusia itu berakhir.
Dharma adalah pustaka atau sarana belajar manusia untuk mengerti dan memahami semua pengetahuan untuk menyelesaikan ketidaktahuan. Dharma ini pun menjadi jalan untuk dapat memahami kemahakuasaan, termasuk memahami Sang Hyang Widhi. Dharma ini secara nyata adalah lingkungan manusia, dari yang menyusun manusia itu sendiri hingga hal-hal di luar manusia.
Secara deskriptif, makna Sang Hyang Widhi tidak cukup untuk diungkapkan dengan beberapa kalimat. Namun, dengan adanya dharma, semua orang dapat memahami makna sang hyang widhi ini secara utuh. Bahwa sang hyang widhi dipahami pertama melalui terlihatnya matahari di dalam mimpi seseorang, yang memberikan kesenangan luar biasa atau kesenangan tertinggi dari yang pernah dia rasakan. Kesenangan atau kebahagiaan ini berlanjut beberapa hari tanpa jeda. Namun, seseorang tidak dapat melihat matahari di dalam mimpi jika di dalam kenyataan ini dia tidak perhatian dengan matahari dan perkembangan hari siang dan malam.
Sang Hyang Widhi secara sederhana berarti dia yang memancarkan widhi atau penghapus ketidaktahuan. Dengan batasan media yang berupa cahaya, maka sang hyang widhi adalah sumber cahaya. Sumber cahaya ini berupa matahari atau sumber cahaya lain. Dengan demikian, dengan membatasi bentuk widhi berupa cahaya, sang hyang widhi adalah sumber cahaya.
KEAGUNGAN SANG HYANG WIDHI
Sang Hyang Widhi adalah yang mencipta, memelihara, dan melebur (mengembalikan ke asal). Beliau maha gaib, tak berwujud, tak terlihat, tak dapat diraba, dan tidak bersifat laki-laki atau perempuan (ardhanares-wari). Beliau hanya dapat dirasakan dalam hati kita masing-masing. Seperti halnya gula yang lebur/hancur dalam air teh, gula tak tidak dapat dilihat karena telah bercampur dengan air teh, namun kita rasakan manisnya air teh itu bila kita minum. Demikian pula dengan Sang Hyang Widhi, Beliau berada dimana-mana bercampur dengan alam, Beliau berada pada setiap tempat, pada setiap benda, dan setiap saat Beliau ada. Beliau wyapiwyapaka artinya selalu ada dimana-mana, meresap di segala tempat. Tuhan/Sang Hyang Widhi mendengar apa yang kita katakan, Tuhan mengetahui apa yang kita pikirkan, Tuhan juga melihat apa yang kita lakukan. Oleh karena itu kita tidak dapat mengelabui Tuhan, dan Beliau tidak dapat dibohongi. Demikian Sang Hyang Widhi Maha Agung tak ada yang dapat menyamai keagunganNya.
SANG HYANG WIDHI MAHA KARYA
Sang Hyang Widhi adalah sempurna, alam dan isinya diciptakan oleh Beliau. Beliau menciptakan bintang, bulan, bumi, matahari, planet-planet. Sang Hyang Widhi juga menciptakan makhluk-makhluk yang ada di dunia ini. Geraknya bumi, matahari, bintang, dan planet-planet itu semua diatur dengan sebaik-baiknya oleh Beliau. Manusia dan makhluk lainnya dapat hidup karena disediakan bahan-bahan makanan olehNya. Setelah diciptakan dan dipelihara, semuanya akan dikembalikan lagi ke asalnya yaitu kepada Brahman atau Sang Hyang Widhi. Tidak ada yang dapat menyamai Tuhan/Sang Hyang Widh, tak ada yang dapat menciptakan alam semesta beserta isinya yang beraneka ragam jenis dan bentuknya dan sedemikian indahnya. Tidak ada yang dapat membuat danau, gunung, lautan, dan lain-lain. Semua itu karena ciptaan Sang Hyang Widhi. Segala kehendakNya selalu tercapai. Manusia tidak kuasa menolak apa yang dikehendaki oleh Beliau. Tuhan/Sang Hyang Widhi Maha Karya, dan selalu berhasil dalam segala karyaNya.
SANG HYANG WIDHI MAHA ESA
Dalam Tri Sandhya bait ke dua Sang Hyang Widhi diberi gelar Narayana. Dalam bait ke tiga Sang Hyang Widhi diberi sebutan Siwa, Mahadewa, Iswara, Parameswara, Brahma, Wisnu, Purusa, Parikirtitah. Semua itu adalah nama sebutan untuk menunjukkan keagunganNya. Akan tetapi Sang Hyang Widhi tetap satu, dan Maha Esa. Nama, sebutan hanyalah merupakan perwujudan sinar suci dari kekuatan Beliau. Dewa-dewa adalah sinar suci dari Tuhan/Sang Hyang Widhi. Dewa-dewa juga adalah manifestasi dari kekuatan Beliau. Karena merupakan manifestasi maka sebutan dewa itu banyak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Tuhan/Sang Hyang Widhi Maha Esa tetapi orang bijaksana memberi banyak nama.
BHUTA YADNYA
Bhuta Yadnya terdiri dari dua kata, yakni bhuta dan yadnya.
Bhuta dapat diartikan alam semesta beserta isinya, di alam ini ada yang disebut skanda yang bagian-bagianya ada lima, makanya disebut panca skanda. Masing-masing dari panca skanda itu adalah merupakan bagian kecil dari Ida Sanghyang Widhi yaitu pratiwi, apah, bayu, teja, dan akasa. Kelima bagian dari Hyang Widhi itu disebut Panca Maha Bhuta. Dengan demikian dapatlah juga dikatakan bahwa alam semesta beserta isinya dan Panca Maha Bhuta berasal dari Kemaha kuasaan Hyang Widi, dari yoga/ semadi Hyang Widhi terciptalah Panca Maha Bhuta. Bhuta juga berarti wisaya tamasya adalah orang yang mengumbar hawa nafsu, tidak ada tuntunan oleh cita dan bhudi makanya jadi tidak ingat akan diri / tidak dapat mengekang hawa nafsu. Kala artinya: panumaya/saat/waktu. Kemahakuasaan Hyang Widhi mengadakan waktu yang tepat, dan ada pula istilah Tri Kala yang terdiri dari : atita. negata, dan wartama kala. Adapun Hyang widhi mengadakan waktu/panumaya berdasarkan yoga Beliau Bhuta Yadnya aturan-aturan/ pengubaktian/ korban suci berdasarkan hati yang iklas (lascarya), kepada :
1. Buhloka, ialah alam semesta beserta isinya, berikut semua makhluk hidup
2. Wisaya-wisaya adalah semua yang ada pada manusia (bayu,sabda, idep), yang semuanya berakibat buruk agar menjadi baik, dan hilang segala kejelekan.
Dengan demikian Umat Hindu melaksanakan bhuta yadnya, salah satu dari panca yadnya, yang merupakan kewajiban/ swadharma dari umat Hindu.
HYANG WIDHI DISEBUT TUHAN
Salah satu nama suci Tuhan masyarakat Hindu Indonesia khususnya di Bali adalah Hyang Widhi, lengkapnya Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Nama suci Tuhan yang populer lainnya seperti Sanghyang Tunggal (Dia Yang Esa), Sang Hyang Parama Kawi (Dia Pencipta Tertinggi), Sang Hyang Acintya (Dia Tak Terpikirkan), Sang Hyang Parama Wisesa (Dia Penguasa Tertinggi), Sang Hyang Tuduh (Dia Yang Menentukan Takdir), dan lain sebagainya. Penggunaan nama suci Tuhan, Parama Kawi dan Parama Wisesa, juga digunakan oleh pujangga-pujangga Jawa dahulu.
Sang Hyang Widhi, berasal dari akar kata Sang, Hyang, dan Widhi. Sang, memiliki makna personalisasi atau identifikasi. Hyang, terkait dengan keberadaan spiritual yang dimuliakan atau mendapatkan penghormatan yang khusus. Biasanya, ini dikaitkan dengan wujud personal yang bercahaya dan suci. Widhi, memiliki makna penghapus ketidaktahuan. Penghapus ketidaktahuan memiliki wujud yang beragam menurut jalan ketidaktahuan diselesaikan. Wujud-wujud ini menjadi media bagaimana manusia dan ciptaan di jagat raya ini mengerti dan memahami diri dan lingkungannya. Widhi dapat berupa: cahaya, suara, wujud tersentuh, sensasi tersensori, memori pikiran, rasa emosional, radiasi bintang, pengartian tanda, rasa kecapan, dan lain-lain. Widhi ini sangat terkait dengan dharma, atau lingkungan yang merupakan pustaka abadi dimana manusia dapat membaca keseluruhan pengetahuan tentang widhi. Dharma secara keseluruhan adalah widhi itu sendiri. Terkait dengan proses belajar, dharma tampaknya terpartisi menjadi arus berlanjut yang hadir kepada manusia tanpa henti hingga masa manusia itu berakhir.
Ada yang berpendapat bahwa nama suci Tuhan, Sang Hyang Widhi, tidak ditulis dalam lontar-lontar ketuhanan Hindu Bali. Jika kita cermati beberapa lontar ketuhanan memang hampir tidak ditemukan kata yang menyebut Tuhan sebagai Hyang Widhi. Dalam lontar, Tuhan lebih sering disebut Bhatara, sebutan ini terutama diperuntukan untuk dewa Shiwa, yang dalam Lontar Wraspati Tattwa disebut Bhatara Shiwa, Bhatara Iswara, Bhatara Maheswara (Mahadewa), Paramaiswara (prameswara), yang kesemuanya merupakan nama lain dari dewa Shiwa, Tuhan tertinggi dalam konsep Siwaisme, khususnya Siwa Sidhanta. Yang juga merupakan Tuhan tertinggi dalam kisah-kisah Mahabharata dan Ramayana. Awatara dewa Wisnu sendiri menyembah Tuhan Shiwa, seperti Rama, Parasu Rama. Beliau dipuja dengan Lingga Yoni (perwujudan Sadha Shiwa). Pemujaan dengan Lingga-Yoni juga banyak ditemukan di Indonesia pada jaman dulu.
Mengenai nama suci Tuhan umat Hindu di Indonesia, dalam Lontar Wraspati Tattwa hanya ditemukan kata Bhatara Widhi, sedangkan dalam Lontar Adi Parwa (Mahabharata) hanya ditemukan kata Widhi. Kata Widhi dalam lontar ini artinya mengarah pada aturan atau hukum. “Kalinganing widhi sangkeng agama. catur warsesu doseca bhawisyad iti patakah. Yadi kang rare magawe dosa, ri padbelas tahun wayahnya, yogya tibana danda pare na kurwate papan. Yan kurang sangkeng padbelas tahun, tan tibana danda. Ya ta manemu papa, sang anibani danda.
Menurut petunjuk widhi berdasarkan agama (kitab agama), anak kecil dianggap berbuat dosa, kalau sudah berumur empat belas tahun. Jika kurang dari empat belas tahun, tidak dibenarkan dijatuhi hukuman, itu akan menyebabkan mendapatkan neraka bagi orang yang menjatuhi hukuman.
Lalu akan muncul pertanyaan apakah arti sebenarnya dari Ida Sang Hyang Widhi Wasa? Menurut hemat saya, secara keseluruhan kalimat tersebut memiliki arti Beliau Tuhan Yang Maha Gaib, dalam lontar disebut sanghyang Acintya (dia yang tak terpikirkan). Hal ini merujuk pada pengertian Widhi. Dalam materi kuliah Weda, bapak Gede Sura menyatakan bahwa kata Widhi berasal dari bahasa Jawa Kuno yang artinya gaib. Ida Sanghyang Widhi Wasa bisa juga diterjemahkan Beliau Tuhan Yang Maha Mengatur, merujuk pada pengertian Widhi yang mengacu pada aturan atau hukum. Sedangkan wasa artinya Tuhan.
Secara sederhana, Hyang Widhi dapat diartikan Yang Gaib (tak terpikirkan), juga Yang Mengatur. Ida Sang Hyang Widhi Wasa, beliau Tuhan yang Maha Gaib.
Dalam sebuah mailing list ada yang mempermasalahkan penggunaan nama suci Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi, disebabkan karena penggunaan nama ini tidak ditemukan dalam lontar (kitab suci lokal Hindu), dan juga diklaim bahwa nama Sang Hyang Widhi dipopulerkan oleh misionaris Kristen, sehingga orang Kristen di Bali terkadang menggunakan kata Sang Hyang Widhi untuk menyebut Allah, Allah Bapa.
Menurut Madra Suta (2007) Orang Kristen mengklaim istilah Sang Hyang Widdhi diciptakan oleh missionaries Kristen pada tahun 1930an. Tetapi tidak dijelaskan siapa misionaris yang menciptakan istilah ini.
Hal itu tidak benar. Penggunaan nama suci Tuhan Sang Hyang Widhi atau tepatnya Hyang Widhi sudah biasa digunakan oleh masyarakat Jawa, terutama digunakan pujangga-pujangga Jawa tempo dulu. Bahkan kata Hyang Widhi ditemukan dalam ramalan Jayabaya atau Jangka Jayabaya dalam kitab Musarar, seperti pada kalimat berikut : Ora ngendahake hukum Hyang Widhi (Tak peduli akan hukum Hyang Widhi). Ramalan ini dipercaya disusun oleh raja Jayabaya dan digubah oleh Sunan Giri Prapen.
Penggunaan kata Hyang Widhi juga ditemukan dalam kitab Wedhatama karya Sri Mangkunagoro IV, penggunaan ini untuk menyebut nama Tuhan, Allah dalam Islam. Menurut Anand Krishna (1998) bahwa Sri Mangkunagoro IV merupakan seorang pujangga, seorang penguasa bijak dari Keraton Mangkunegaran di Surakarta. Menurut catatan sejarah, beliau lahir pada tahun 1809 dan meninggal pada tahun 1881.
Salah satu pupuh dalam Wedhatama berbunyi sebagai berikut: Sajatine kang mangkana, Wis kakenan nugrahaning Hyang Widhi, Bali alaming asuwung, Tan karem karameyan, Ingkang sipat wisesa winisesa wus, Mulih mula-mulanira, Mulane wong anom sami. (Wedhatama 14).
Ia yang telah mencapai kesadaran seperti itu, sesungguhnya memperoleh berkat Allah. Ia menikmati keheningan dalam dirinya dan tidak tertarik lagi pada keramaian di luar. Hawa nafsu yang tadinya mengendalikan dia, sekarang terkendalikan olehnya. Ia kembali kepada sifat dasarnya, yang sederhana dan halus.
Pujangga Sastra lainnya seperti Ngabehi Rangga Warsita juga biasa menggunakan kata Hyang Widhi untuk menyebut Tuhan, Allah. Pujangga-pujangga seperti beliau-beliau menyadari atau telah mencapai kesadaran tentang pengetahuan suci, tentang hakekat tertinggi bahwa Tuhan itu memiliki banyak nama, namun Tuhan hanyalah esa tiada duanya. Seperti dinyatakan dalam semboyan negara kita, Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa: Berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada kebenaran (Tuhan) yang kedua. Hal serupa juga disebutkan dalam Veda; Ekam santam bahuda kalpayanti; Yang Esa (Tuhan) disebut banyak nama oleh para bijak.