Sarandib / Serendip Gunung Turunnya Adam
Sarandib atau Serendip = (Sanskerta : simhaladvipa / Ceylon / Republik Srilanka / Tapak Kaki Dari Batu di Puncak Adam / Jawa : Selong, diselongke)
Simhaladvipa
Simhaladvipa dalam agama Hindu diartikan sebagai wilayah tempat Dushasana berubah wujud menjadi seekor gajah dan tinggal di istana raja setelah kematiannya, melambangkan makna spiritual atau mistis yang unik terkait dengan nasibnya.
Puncak Adam (juga dikenal dengan Gunung Adam; Sinhala Samanalakanda - සමනළ කන්ද "gunung kupu-kupu", Tamil Sivanolipatha Malai - சிவனொலி பாதமலை atau Bawa Adam Malai - பாவா ஆதம் மலை - artinya Gunung Bapak Adam), berketinggian 2.243 meter (7.359 ft) dan terletak di tengah-tengah pulau Sri Lanka. Ia juga dikenal sebagai Sri Pada "tapak kaki suci", di mana ia merujuk kepada wujud dari sebuah batu yang mempunyai lekukan seperti jejak kaki sepanjang 1.8 meter di atas puncak gunung. Dalam pemahaman penganut Buddha, kesan jejak kaki itu dianggap sebagai jejak kaki Buddha, manakala dalam tradisi Hindu ia dianggap sebagai kesan jejak kaki dewa Siwa, bagi penganut Islam, Yahudi dan Kristen ia dianggap sebagai kesan tapak kaki Adam ketika permulaan dia dihukum dengan diturunkan ke bumi atas perintah Tuhan Allah SWT.
Sriwijaya, Swarnadwipa, dan Swarnabhumi
Pada waktu berada di Sriwijaya, biksu I-Tsing sempat menggunakan istilah chin-chou sebagai kata ganti untuk pulau yang disinggahinya. Istilah tersebut berarti pulau atau daratan emas. Dalam prasasti Nalanda yang diterbitkan oleh Raja Devapala (810-850) dari Kerajaan Pala juga disebutkan bahwa Balaputradewa adalah maharaja penguasa Swarnadwipa (Suvarnadvïpâdhipamahârâja). Swarnadwipa merupakan istilah Bangsa India masa sejarah klasik untuk menyebut Sumatra.
I-Tsing datang ke Sumatra menjelang akhir abad ketujuh. Sedangkan prasasti Nalanda tentang pembangunan wihara atas nama Balaputradewa dibuat sebelum pertengahan abad kesembilan.
Lalu, sejak kapan sebenarnya istilah pulau emas mulai dilekatkan kepada Sumatra ?
Apa bedanya Swarnadwipa dengan Swarnabhumi ?
Epik Ramayana yang berasal dari India sudah menyebut-nyebut tempat bernama Suvarṇarūpyaka (disamakan dengan Svarnadvipa) sebagai daratan yang memiliki banyak tambang emas. Namun, lokasi yang dimaksud hanya terbaca samar-samar. Ramayana sendiri tak diketahui kapan mulai dikisahkan untuk pertama kali, walaupun diduga jauh sebelum Masehi.
De Chrorographia yang ditulis oleh Pomponius Mela pada abad pertama menyebutkan beberapa istilah yang mengacu ke Chryse (pulau emas), Argyre (pulau perak), dan Aurea Chersonese (peninsula emas). Kemudian, pada pertengahan abad kedua, Claudius Ptolemaeus (Ptolemy), geografer sekaligus ahli matematika dan astronomi, disebut-sebut telah mengelilingi kawasan yang juga mengacu ke Chryse. Ptolemaeus mendeskripsikan tempat itu sebagai “India setelah melewati Gangga” mungkin maksudnya ke arah timur dari Teluk Bengal.
Sebagian ahli di zaman modern menyamakan Chryse versi Pomponius Mela sebagai Swarnadwipa, dan Chryse versi Ptolemaeus sebagai Swarnabhumi. Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatra terkenal banyak menyimpan kandungan emas. Namun, emas juga cukup banyak ditemukan di Semenanjung Malaka.
Sementara itu, cendekiawan India, R.C. Majumdar, pada 1937 menyebut bahwa Suvarnabhumi merupakan istilah yang digunakan oleh penulis India zaman kuna untuk menyebut, “Suatu tujuan perdagangan yang letaknya di sebelah timur Samudra Hindia.”
Asal mula penyebutan “pulau emas” pada zaman kuna semuanya samar-samar. Mungkin karena itu pula terkadang kita mendengar bahwa istilah pulau emas, pada kenyataannya, tidak hanya digunakan untuk menunjuk Sumatra. Di Thailand, misalnya, istilah Swarnabhumi menjadi kebanggaan dan diadopsi sebagai nama bandar udara.
Simak kisah tentang Sriwijaya, kerajaan maritim besar yang berpusat di Swarnadwipa, dalam majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2013.
(Sumber : majalah National Geographic Indonesia edisi Oktober 2013)
Sarandib (Kesatuan Tiga Agama dan Kerinduan Cita Rasa Lidah Jawa)
Peta Ceylon, berorientasi arah barat, disarikan dari Atlas van der Hagen, Koninklijk Bibliotheek, Den Haag, Bagian 4. Pulau Ceylon direbut Belanda dari Portugis sekitar 1655 dan 1658. Penaklukan demi memastikan VOC memperoleh monopoli perdagangan kayu manis. Peta diterbitkan oleh Nicolaas Visscher II sekitar 1681-1690.
Seperti Yerusalem yang "dimiliki" oleh tiga tradisi keagamaan Yahudi, Kristen, dan Islam Sarandib juga dikenal sebagai tempat bersejarah bagi tiga agama. Kini, kita lebih mengenal dengan toponimi Srilangka. Negeri ini memiliki tiga situs penting bagi umat Buddha, Hindu, dan Islam.
Situs sakral tiga agama itu terletak di Puncak Adam, ketinggiannya 2.243 meter di atas permukaan laut. Lokasi persisnya di Distrik Ratnapura, Srilangka bagian Selatan.
Di formasi batuan tak jauh dari puncak, terdapat lekukan batu berbentuk tapak kaki sepanjang 1,8 meter. Orang Sinhala (penganut Buddha) menamainya Sri Pada dalam bahasa Sanskerta atau Tapak Kaki Suci. Mereka mempercayainya sebagai jejak kaki Sang Buddha untuk menandai bahwa wilayah ini penting bagi penerus ajarannya.
"Gunung itu seolah menyentuh langit. Ketika Adam turun ke bumi, dan menginjakkan kaki pertama kali di puncak gunung itu, ia masih bisa mendengar suara malaikat bernyanyi," tutur Profesor Ronit Ricci menggambarkan Puncak Adam di Sarandib. "Digambarkan bahwa kakinya di bumi, kepala di surga. Puncak itu liminal, antara surga dan dunia," tambah Ricci.
Ricci merupakan peneliti manuskrip Jawa dan Melayu di Department of Asian Studies and Comparative Religion, Hebrew University of Jerusalem. Saat itu dia berkesempatan sebagai pembicara dalam Wednesday Forum, 27 April silam. Forum mingguan itu diselenggarakan oleh oleh Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) dan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) UGM.
Artefak ini juga penting dalam Hinduisme. Umat Hindu meyakininya sebagai tapak kaki Dewa Siwa, sehingga menamainya Shivanolipatha Malai dan Shiva padam. Dua kata yang berarti sama, yaitu jejak kaki Dewa Siwa. Negeri ini juga melekat dalam kisah Ramayana yang merujuk pada Alengka sebagai kerajaan Rahwana.
Sedangkan umat Islam mempercayainya sebagai tapak kaki Nabi Adam. Di sinilah Adam pertama kali menjejakkan kakinya ke bumi dan menjalani hukuman sebagai manusia. Mereka menjuluki gunung tempat artefak itu dengan nama Puncak Adam. Pun, sebutan itu masih digunakan hingga sekarang.
Secara etimologi, pulau ini mengalami banyak perubahan nama. Sebutan paling arkaik bagi pulau ini adalah Langka. Berasal dari Sanskerta Lankadeepa yang berarti tanah bersinar. Dalam kisah epik Ramayana, yang berkembang di wilayah ini, Langka sama artinya dengan Alengka, yaitu nama wilayah kerajaan di mana Rahwana bertahta.
Orang Arab menyebutnya "Sarandib", yang telah digunakan paling tidak sejak tahun 361. Kata ini diduga berasal dari bahasa Sanskerta simhaladvipa, yang dilafalkan oleh orang Arab menjadi Sarandib. Sedangkan orang Persia menamainya Serendip.
Sarandib atau Serendip juga diserap ke dalam bahasa Inggris menjadi serendipity. Kata ini mulai digunakan setelah Horace Walpole menerbitkan buku berjudul "Three Princes of Serendip" pada 1754. Ia berkisah tentang tiga petualang yang dalam perjalanannya menemukan keberuntungan tanpa berniat mencarinya. Sejak itu serendipity digunakan untuk menyebut suatu peristiwa ketaksengajaan.
Di bawah kekuasaan Belanda, kemudian Inggris, pulau ini disebut Ceylon. Nama ini terus dipakai hingga 1972. Pada 2 Mei 1972, sistem pemerintahan berubah menjadi republik dan nama resmi negaranya adalah Republik Srilangka.
Letaknya di selatan Semenanjung India, antara Teluk Bengali dan Laut Arab. Berbentuk menyerupai tetes air mata yang mengapung di Samudra Hindia, pulau ini sering disebut Teardrop in the Indian Ocean. Selain itu bentuknya juga mirip permata, sehingga kadang disebut Permata di Samudra Hindia. Sebutan ini secara literal sangat sesuai dengan kekayaan yang terkandung di dalamnya. Pulau ini penghasil batu-batu mulia seperti safir, rubi, biduri delima, dan permata.
Beragam kisah dan legenda tentang keunggulan permata Srilangka sangat terkenal sejak zaman kuno. Dari cerita Raja Solomon yang memberikan permata Srilangka kepada Ratu Sheba, hingga kisah-kisah para petualang dunia.
Marco Polo mengabarkan dalam catatan perjalanannya, bahwa sang raja memiliki rubi seukuran telapak tangan manusia. Sedangkan Sinbad si pelaut ketika kapalnya karam di pulau itu bercerita bahwa di sungainya mengalir batu-batu rubi, intan, dan mutiara.
Tercatat dalam sejarah, pertambangan permata tradisional telah ada sejak 3000 tahun silam. Menjadikan permata dan perhiasan sebagai komoditi dagang. Perdagangan telah ramai sejak dahulu. Posisi geografisnya yang strategis, membuat wilayah ini menjadi titik penting di jalur rempah. Kapal-kapal dagang dari berbagai belahan dunia membongkar dan memuat dagangan di pelabuhan tua Trincomalee dan Godawaya. Titik pemberhentian ini membuat Srilangka berkembang menjadi kosmopolitan. Penduduknya terbuka dan berinteraksi dengan warga dunia.
Selain karena perdagangan, pulau ini semakin kosmopolit di masa kolonial. Semula Portugis, Belanda, lalu Inggris. Pemerintah kolonial menerapkan sistem perbudakan dan rekrutmen tentara yang berasal dari berbagai tempat, serta menjadikan wilayah ini tempat buangan bagi lawan politik. Orang dari beragam muasal dan beraneka kepentingan, datang dan menetap di pulau ini, memengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, budaya, dan agama.
Termasuk orang-orang dari Nusantara. Tidak sedikit tokoh-tokoh penting yang diasingkan ke sana. Tercatat dalam babad dan surat.
Babad Mangkubumi menceritakan pengasingan Amangkurat III dan Pangeran Arya Mangkubumi beserta pengawal, keluarga dan para abdinya. Di sepucuk surat yang ditulis oleh Siti Hapipa istri Sultan Gowa dikisahkan kemalangan yang diderita Raja dan keluarganya di pengasingan. Syekh Yusuf Al-Makassari tokoh agama Islam di Sulawesi Selatan, diasingkan ke Ceylon karena gerakan anti kolonialnya mengancam kedudukan Belanda. Selain itu di antara sekian banyak tokoh diasingkan, ada Sultan Bacan, Sunan Kuning dan Sultan Eyato dari Kerajaan Gorontalo kemudian dijuluki Tato Selongi, dan masih banyak lagi yang catatannya belum ditemukan.
Mereka diasingkan karena beberapa hal. Ricci mengungkapkan bahwa orang-orang datang ke Srilangka di antaranya karena hukuman dan dianggap berbahaya bagi pemerintah kolonial. Mereka dibawa ke tempat yang jauh untuk dipisahkan dari para pendukungnya, demi memutus pengaruh.
Seperti Syekh Yusuf Al-Makassari, semula diasingkan ke Banten, kemudian ke Ceylon, karena beliau masih bisa terus konsolidasi melawan Belanda dengan pendukungnya di Sulawesi Selatan. Dianggap kurang jauh, selanjutnya beliau diasingkan ke Cape Town di Afrika Selatan hingga tutup usia di sana.
Selain itu di beberapa kasus, lanjut Ricci, "Karena suksesi kerajaan di Jawa misalnya. Ketika terjadi perebutan kekuasaan antar saudara, Belanda mengintervensi dengan mengasingkan salah satu pihak yang bertentangan dengannya."
Ricci memaparkan tentang bagaimana kehidupan mereka di tanah pengasingan. Terutama bagaimana persepsi mereka terhadap Ceylon yang mengubah cara melihat diri mereka sendiri di pengasingan.
Di tempat pengasingan bernama Ceylon atau Sarandib atau Langka itu, terdapat artefak yang sakral bagi tiga agama. Umat Buddha, Hindu, dan Islam berziarah dan berbagi situs yang sama, yaitu tapak kaki dari batu di Puncak Adam.
Bagi yang diasingkan di Ceylon, mereka merasa mengalami pengasingan yang sama, yang dialami oleh Sang Buddha, Nabi Adam maupun Sita yang ditawan Rahwana di kisah Ramayana. Mereka diasingkan ke tempat suci, dan mengikuti jalan asketik (menjauhkan diri dari keramaian, kesenangan, dan keduniawian).
Puncak Adam dianggap sebagai gunung tertinggi dan paling dekat dengan langit atau surga. Narasi ini dibangun dan terus menerus dikisahkan kepada keturunannya tak hanya secara lesan tetapi juga melalui teks. Hal ini yang diteliti oleh Ricci dan hasilnya dituangkan dalam buku berjudul "Banishment and Belonging: Exile and Diaspora in Sarandib, Langka and Ceylon" diterbitkan oleh Cambridge University Press pada 2019.
Di sini kita bisa melihatnya sebagai upaya mereka mentransformasi dispowerment kekalahan atau pelemahan oleh pemerintah kolonial menjadi power dalam meraih kekuatannya kembali. Pada waktu itu Ceylon telah dikonotasikan negatif bagi warga jajahan di Nusantara, sebagai tempat hina bagi para buangan. Pada periode ini Ceylon, atau dalam bahasa Jawa diucapkan Selong, sering digunakan sebagai kata yang buruk. Ada istilah dalam bahasa Jawa "diselongke", atau di-selong-kan yang artinya disingkirkan.
Sehingga narasi seperti di atas menjadi penting untuk meraih kekuatan dan bertahan hidup di negeri asing penuh sengsara. Kita bisa mendapatkan gambaran tentang penderitaan di sana, seperti yang ditulis Siti Hapipa dalam suratnya: penghasilan sedikit dan banyak hutang.
Di akhir pemaparannya, Ricci menceritakan bagaimana keturunan mereka yang hingga hari ini tak pernah kembali ke Nusantara. Di Srilangka, saat ini, mereka termasuk rumpun etnis Melayu yang masih menggunakan bahasa Melayu di rumah. "Tetapi bahasa Melayu mereka berbeda. Saya bisa berbahasa Melayu, dan saya pikir ketika tiba di sana bisa berkomunikasi dengan mereka, nyatanya tidak," kata Ricci.
Menariknya, mereka masih menjalankan tradisi Islam seperti nenek moyangnya ketika datang ke Ceylon. Mereka membangun masjid Melayu dengan khotbah berbahasa Melayu. Namun, kini jumlah muslim Melayu lebih sedikit dibanding muslim Tamil. Akibatnya, khotbah Jumat yang disampaikan dalam bahasa Melayu hanya ada satu kali dalam sebulan. Bahkan di beberapa tempat, sudah tidak ada lagi.
Fenomena ini seolah tidak terelakkan, sebab mereka sebagai muslim Melayu mengalami double-minority: Minoritas sebagai muslim di negeri Buddhis, dan minoritas sebagai muslim Melayu di komunitas muslim Srilangka, yang mayoritas dari suku Tamil. Oleh karena itu mereka cenderung lemah secara sosial, ekonomi, budaya, dan agama.
Beberapa tradisi masih bertahan hingga sekarang, agar tetap terhubung dengan tempat muasalnya, Jawa. Bagi mereka sebagai diaspora, makanan adalah salah satu medium penghubung itu.
Ricci berkisah, "Awalnya dari legenda tentang seorang syekh bertanya pada umatnya yang sedang sedih.
Apa yang dipikirkan, apa yg dirindukan dari Jawa ?
Orang itu menjawab bahwa ia rindu memakan tempe. Lalu, sang guru secara ajaib memberikan tempe dan membuat orang itu senang." Sejak itu komunitas muslim Melayu selalu menghadirkan tempe sebagai sajian setelah solat Jumat. "Bagi mereka tempe adalah obat rindu akan Jawa".
Perkara tempe juga diceritakan oleh dua perempuan dari Kraton Surakarta yang berhasil pulang ke Jawa dari pengasingan di Ceylon. Bahwa tempe dan salak adalah dua hal yang sangat mereka rindukan dari Jawa.
Bagaimana dengan kaum diaspora masa kini yang menetap di berbagai belahan dunia, apakah Anda juga merindukan tempe ? (Sumber referensi :
![]() |
Puncak Adam/ Googling |
Puncak Adam (Sri Pada, Jejak Suci)
Puncak Adam telah menjadi tempat ibadah dan ziarah bagi banyak agama selama lebih dari 1000 tahun. Dikenal juga sebagai Sri Pada , puncak ini memiliki jejak kaki di atas batu di puncaknya. Tergantung pada kepercayaannya, jejak kaki tersebut dianggap sebagai jejak kaki Buddha , dewa Siwa , Santo Thomas , dan bahkan Adam setelah ia diusir dari Taman Eden .
Saya tiba tepat saat matahari terbenam, puncak gunung terlihat jelas, awan yang berarak menutupi dan menyinari puncak gunung, dan cahaya matahari terbenam yang berubah-ubah menampilkan aura cahaya yang cemerlang seiring dengan siluet lereng gunung.
Karena belum tidur dan sudah bangun sejak pukul 7.30 pagi setelah sarapan di Galle, saya naik pesawat amfibi Cinnamon Air pukul 11.30 pagi dari Koggola ke Kandy. Sopir saya dari Kulansa Tours sudah menunggu untuk mengantar saya ke Delhousie di kaki Puncak Adam . Perjalanan panjang selama 4 jam melewati jalanan yang terjal dan pedesaan yang fantastis, mencapainya cukup sulit. Pemandangannya indah dan sebagian besar masih alami, dengan perkebunan teh, perbukitan, lembah, dan danau. Ada beberapa wisma untuk bermalam, termasuk " Slightly Chilled " yang saya pilih untuk menginap sebelum pendakian.
Saya agak takut untuk memulai pendakian ke Puncak Adam , yang dijadwalkan pukul 2 pagi. Saya gelisah. Bersemangat. Gugup. Ini sedang musim sepi dan jalannya gelap dan tanpa penerangan, hanya kegelapan di depan. Miliaran bintang menggantung di langit malam, pemandangan angkasa dan langit di atas yang sangat menakjubkan. Konon, seseorang harus tetap positif selama pendakian dan penurunan untuk mendatangkan karma baik.
Senang sekali, saya sudah menunggu ini berbulan-bulan. Semua persiapan sudah dilakukan, dan tiba-tiba muncul rasa takut akan jalan di depan. Senter kecil dan iPhone saya akan menerangi jalan hingga fajar menyingsing. Saya sudah menyiapkan pakaian, tas, air, kamera, dll.
Puncak Adam adalah gunung berbentuk kerucut setinggi 2.243 m (7.359 kaki) yang terletak di Pegunungan Selatan Sri Lanka bagian tengah. Puncaknya yang menjulang tinggi merupakan salah satu landmark alam paling menakjubkan di Sri Lanka dan salah satu tempat ziarah paling terkenal selama lebih dari 1000 tahun. Puncak ini dihormati sebagai situs suci oleh umat Buddha , Hindu , Muslim, dan Kristen .
Sri Pada yang sering digunakan berasal dari bahasa Sanskerta, digunakan oleh orang Sinhala dalam konteks keagamaan, dan mungkin diterjemahkan secara kasar sebagai "kaki suci". Ini merujuk pada tanda berbentuk tapak kaki di puncak, yang diyakini oleh umat Buddha sebagai milik Buddha . Tradisi Kristen dan Islam menyatakan bahwa itu adalah tapak kaki Adam , yang tertinggal ketika pertama kali menginjakkan kaki di Bumi setelah diusir dari surga, memberinya nama "Puncak Adam". Tradisi Hindu menyebut tapak kaki itu sebagai milik dewa Hindu Siwa, dan dengan demikian menamai gunung itu Siwa Padam (kaki Siwa) dalam bahasa Tamil.
Pertama kali disebutkan pada abad ke-4, Sri Pada adalah tempat di mana disebutkan bahwa Sang Buddha mengunjungi puncak gunung tersebut. Gunung ini telah menjadi objek ziarah selama lebih dari seribu tahun, setidaknya sejak periode Polonnaruwa. Penjelajah Arab Ibnu Batutah dan Marco Polo bahkan telah mencatat kunjungan mereka ke sini. Penjelajah Inggris pertama yang mengunjungi puncak tersebut, John Davy (1817), mencatat adanya jejak kaki berukuran besar yang diukir di batu dan dihiasi dengan satu margin kuningan serta bertabur permata.
Legenda (Gunung Suci)
Puncak Adam tetap menjadi tempat ibadah yang hakikatnya Buddha. Kisah Buddha asli mengklaim bahwa ini adalah jejak kaki Sang Buddha sendiri, yang dibuat atas permintaan dewa Saman setempat. Bagi umat Buddha, jejak kaki tersebut adalah kaki kiri Sang Buddha, yang ditinggalkan ketika Sang Buddha mengunjungi Sri Lanka , sebagai simbol pemujaan atas undangan Dewa Buddha Saman .
Berbagai agama kemudian memodifikasinya agar sesuai dengan teologi mereka yang berbeda. Sekitar abad kedelapan, umat Islam mulai mengklaim jejak kaki itu sebagai jejak kaki Adam , yang konon pertama kali menginjakkan kaki di bumi setelah diusir dari surga, dan berdiri di puncak gunung dengan satu kaki sebagai tanda penyesalan hingga dosa-dosanya diampuni. Sementara itu, tradisi Hindu mengklaim bahwa jejak kaki itu diciptakan oleh Siwa . Berabad-abad kemudian, penjajah Portugis berusaha menyelamatkan jejak kaki itu untuk agama Kristen, mengklaim bahwa itu milik Santo Thomas , pendiri agama tersebut di India .
Legenda Adam terhubung dengan gagasan bahwa Sri Lanka adalah Eden yang asli.
Kapan Harus Pergi
Saya mencoba mendaki pagi-pagi sekali, dengan tujuan melihat matahari terbit. Saya mendaki di luar musim, yaitu di akhir September. Tidak ada kedai teh yang buka dan lampu-lampunya mati, jadi Anda perlu membawa senter. Jalannya gelap. Membawa makanan dan terutama air minum sangat penting (bawalah 2 botol per orang). Saya membawa satu botol air, dan tak lama kemudian saya menyadari bahwa saya harus mulai membatasi persediaan karena saya tahu persediaan tidak cukup untuk menyelesaikan pendakian dan untuk kembali turun.
Selama musim ziarah, yang dimulai pada hari poya di bulan Desember dan berlangsung hingga perayaan Waisak di bulan Mei (Januari dan Februari adalah bulan tersibuk), para peziarah dan wisatawan sama-sama mendaki anak tangga yang tak terhitung jumlahnya menuju puncak. Selama musim ini, cuaca di gunung berada pada kondisi terbaiknya, dan peluang untuk melihat fajar yang cerah di puncak sangat tinggi; anak tangga di lereng gunung juga diterangi cahaya lampu dan kios-kios kecil serta kedai teh buka sepanjang malam untuk melayani para peziarah yang kelelahan mendaki.
Pendakian
Pendakian Puncak Adam secara tradisional dilakukan pada malam hari, sebuah pengalaman yang luar biasa, dengan kilauan miliaran bintang yang menerangi langit di atas kepala, memungkinkan Anda mencapai puncak tepat sebelum fajar, yang menawarkan peluang terbaik untuk melihat pemandangan luar biasa tanpa terhalang awan serta kesempatan untuk melihat bayangan puncak yang misterius . Tangga menuju puncak ini diyakini sebagai salah satu yang terpanjang di dunia.
Mulailah pendakian 7 km dari Dalhousie . Mulai pukul 2 pagi akan membawa Anda ke puncak tepat waktu untuk fajar sekitar pukul 6.00–6.30. Pendakian rata-rata memakan waktu 2-3,5 jam dan sangat curam menuju puncak, meskipun cukup aman karena ada pegangan tangan.
Pendakian dilakukan dengan berjalan kaki melalui lereng gunung yang berhutan melalui tangga yang dibangun di dalamnya. Jalur mendaki gunung dimulai di ujung desa Dalhousie , melewati patung Buddha berdiri yang besar , menyeberangi jembatan, dan berputar di belakangnya. Selama tiga puluh menit pertama, jalan setapak berkelok-kelok lembut melewati perkebunan teh, melewati kuil-kuil Buddha, dan melalui lengkungan makara torana besar yang menandai batas area suci. Setelah itu, jalan setapak terus menanjak perlahan menuju Pagoda Perdamaian yang besar , yang dibangun dengan bantuan Jepang pada tahun 1970-an.
Setelah melewati Pagoda Perdamaian , pendakian dan anak tangganya mulai terasa tidak terlalu buruk, tetapi semakin pendek dan curam seiring kemajuan Anda. Sebagian besar jalur dari dasar ke puncak terdiri dari ribuan anak tangga yang dibangun dari semen atau batu kasar. Saat Anda mencapai bagian yang hampir vertikal dan dilengkapi pegangan tangan yang sangat menegangkan, Anda sudah sekitar 1500 anak tangga dari puncak, meskipun saat itu merupakan perjuangan fisik yang berat. Jalurnya sangat aman dan tertutup, dan tentu saja, di malam hari, Anda tidak akan dapat melihat apa pun saat mendaki.
Sekuat apa pun Anda, pendakian Puncak Adam sangat melelahkan 7 km yang melelahkan dengan jalan setapak yang sebagian besar berundak, sekitar 5.500 anak tangga, yang bahkan dapat membuat pendaki berpengalaman pun menggigil. Suhu di puncak bisa sangat dingin, jadi bawalah pakaian hangat, Anda akan membutuhkannya karena Anda akan basah kuyup oleh keringat setelah mendaki.
Senter atau lampu senter diperlukan karena jalur tidak diterangi di luar musim. Pada musim ziarah, jalur diterangi dengan lampu listrik, sehingga pendakian di malam hari dapat dilakukan dengan aman, bahkan jika ditemani anak-anak. Tempat istirahat dan toko-toko di sepanjang jalur menyediakan minuman dan perbekalan.
Setelah mencapai puncak, pendaki dapat membunyikan lonceng untuk menandai perjalanan yang baru saja mereka tempuh. Pemandangan panorama yang ditawarkan membuat perjalanan ini sepadan dengan usaha yang dikeluarkan.
Saat turun, otot-otot kaki akan terasa sangat tegang. Turunnya jauh lebih cepat, tetapi tidak kalah sakit karena saat itu kaki Anda sudah seperti jeli.
KTT
Puncaknya tertutupi oleh deretan bangunan. Terlindung di bawah sebuah paviliun kecil, kuil di puncak tersebut tidak digunakan dan tidak dapat diakses. Jejaknya sendiri tidak terlihat. Pemandangannya sungguh spektakuler seperti yang Anda harapkan, awan yang terhampar 500 m di bawah menghantam gunung dan meluncur di atas puncak, memberikan pemandangan yang spektakuler. Saat fajar menyingsing, Anda mungkin juga melihat bayangan misterius puncaknya.
Salah satu misteri Puncak Adam adalah bentuk bayangannya yang berbentuk segitiga sempurna. Penjelasan Buddhis adalah bahwa bayangan itu sebenarnya bukan bayangan puncak, melainkan representasi fisik ajaib dari "Tiga Permata" (semacam padanan Buddhis untuk Tritunggal Mahakudus, yang terdiri dari Buddha, ajaran-ajarannya, dan komunitas biksu Buddha).
Saat fajar menyinari gunung suci, cahaya pagi yang redup menyingkap Pegunungan yang menjulang di timur dan daratan yang landai ke arah pantai di barat. Kolombo , 65 km jauhnya, mudah terlihat pada hari yang cerah. (Sumber : https://joejourneys.com/adams-peak-sri-pada-the-sacred-footprint)
Dirangkum dari berbagai sumber oleh : Imajiner Nuswantoro