Kalender Sunda
[Historiana] - Urang Sunda dengan jejak sejarah yang panjang sejak pra-sejarah Gunung Padang hingga zaman kerajaan: Salakanagara, Tarumanagara, Sunda, Galuh, Pajajaran. Namun, tidak semua jejak sejarah bangsa Sunda dikenali oleh Urang Sunda. Diantaranya adalah Kalender Sunda.
Kalender Sunda atau Kala Ider Sunda adalah sistem penanggalan masyarakat Sunda yang terdiri dari tiga jenis perhitungan: Kala Surya Saka Sunda (berbasis peredaran Matahari), Kala Candra Caka Sunda (berbasis peredaran Bulan), dan Kala Sukra (berbasis posisi bintang). Kalender ini digunakan untuk menentukan waktu kegiatan bercocok tanam, kegiatan keagamaan, dan norma kehidupan sehari-hari, serta menawarkan sistem nama bulan dan hari yang berbeda dari kalender Masehi.
Jenis-jenis Kalender Sunda
- Kala Surya Saka Sunda (Suryakala): Kalender ini didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari dan digunakan untuk menentukan musim.
- Kala Candra Caka Sunda (Candrakala): Kalender ini didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi, mirip dengan kalender Hijriah.
- Kala Sukra (Sukrakala): Kalender ini didasarkan pada posisi relatif bintang selama satu tahun.
Penggunaan dan Fungsi
- Penentu Waktu Beraktivitas: Kalender Sunda digunakan untuk menentukan hari baik untuk pernikahan, waktu bercocok tanam bagi petani, dan kegiatan keagamaan.
- Norma Kehidupan: Kalender ini juga mengatur norma-norma dan aktivitas yang dijalankan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Sunda.
- Perhitungan Siklus Alam: Kalender ini membantu mengukur siklus perubahan musim dan fenomena alam lainnya.
Karakteristik
- Penamaan yang Khas: Meskipun memiliki jumlah hari dan minggu yang mirip dengan kalender Masehi, Kalender Sunda memiliki penamaan bulan dan hari yang unik, seperti Kasa, Karo, Katiga untuk bulan-bulan dalam Kala Surya dan Kartika, Margasira, Posya dalam Kala Candra.
- Usia yang Tua: Kalender Sunda merupakan sistem penanggalan yang lebih tua daripada kalender yang ada di masyarakat Jawa dan Bali.
Definisi Kalender Sunda
Penanggalan Kalender Sunda secara sederhana dapat didefinisikan sebagai metode perhitungan ketetapan waktu yang dilakukan oleh masyarakat Sunda zaman dahulu dalam mengukur siklus perubahan musim yang berguna untuk penjadwalan berbagai aktivitasnya ketika itu, mesalnya bercocok-tanam dan berlayar.
Sejarah Kalender Sunda
Ali Sastramidjaja seorang peneliti kalender sunda telah mengkaji dan meneliti kalender Sunda selama sembilan tahun. Ali Sastramidjaja mengatakan bahwa kalender sunda pertama kali ditemukan di sebuah batu prasasti yang bernama Sri Jayabupati pada tahun 952 Caka (Sunda), dalam batu tulis Sri Jayabupati tersebut tertulis :
“//0//Swasti cakrawarssatita 952 karttikasama tithi dwadaci cuklapa Buddhirancana II/10 109 ksa . ha . ra . wara tambir/ … dan seterusnya/” yang artinya “/Selamat/ dalam tahun Saka 952 Bulan Kartika tanggal 12 bagian terang hari (ha)riyan – (ka)liwon – ra(dite) Ahad wuku tambir / … dan seterusnya/”.
Pada tahun 1991 Masehi, kalender sunda ini memperoleh Hak Sipta Dirjen Hak Cipta, Paten dan Merek Departemen Kehakiman RI, kemudian dipublikasikan melalui suratkabar, televise, majalah dan internet pada tahun 1997 dan akhirnya pada tahun 2005n penerbitan pertama cetakan kalender Candra Caka Sunda tahun 1941 Caka Sunda dan pada saat itu sambutan dari masyarakat sangatlah besar yang kemudian setiap tahunnya kalender sunda terus diterbitkan.
Komunitas Bengkel Budaya menjelaskan bahwa orang Sunda zaman dahulu mengukur perhitungan kalender Sunda menggunakan alat ukur yang terbuat dari batu ramping panjang, yang disebut lingga. Lingga adalah alat pengukur letak matahari yang ada sejak zaman purba yang berbentuk batu panjang yang sebagiannya ditanam dalam tanah secara kokoh dan letaknya tegak lurus mengarah langit yang biasanya diletakkan pada tempat yang dengan leluasa dapat disinari oleh sinar matahari. Batu lingga ini digunakan untuk melihat, memeriksa, dan meneliti letak matahari dengan memperhatikan bayangan dari lingga tersebut, sebab orang zaman dahulu tahu, bahwa melihat matahari dengan mata telanjang dapat merusak mata.
Awal kalender Sunda ialah Kala Surya Sunda diawali pada tanggal 01 kasa 00001, jatuh pada hari respati (Kamis), pasar Pon (Sunda). Kala Candra Sunda, diawali pada tanggal 01 Suklapaksa Kartika 00001, jatuh pada hari Radite (Minggu), pasar Manis (Sunda) dan bersamaan kala Surya Sunda pada tanggal 28 Hapitlemah 00108+.
Namun ketika India berkuasa di Asia Selatan, Sunda pun di kuasainya dan kalenderpun dirubah yang pada awal mulanya pada tanggal 01-01-15317 kemudian menjadi 01-01-00001Saka, bersamaan dengan 07 kresnapaksa srawan 15678 kala candra sunda tembey. Sama halnya dengan kala candra sundapun dirubah yang pada mulanya 01 suklapaksa kartika 15721 diganti dengan 01 suklapaksa kartika 00001 caka. Kalender inilah yang terdapat dalam tulisan kuno (lontar,batu,daluwang dll) hingga muncullah kalender mataram yang menggantikan kala sunda.
Menurut Ali Sastramidjaja bila perhitungan penanggalan kalender Sunda ini diteliti lebih lanjut, maka ternyata ketepatannya berlaku untuk masa yang cukup lama, ialah 80.000. yang kemudian diteliti bahwa tahun 80.000 jatuh pada tahun pendek.
Jenis-jenis Kalender Sunda
Berdasarkan perhitungannya, terdapar tiga jenis kalender Sunda. Perhitungan berdasarkan perputaran bulan, matahari dan pergerakan bintang. Itu berarti kalender sunda menggunakan perhitungan lunar (kala caka candra) tetapi juga didasarkan pada perhitungan solar (kala saka surya). Namun dari ketiga penanggalan sunda tersebut hanya dua yang digunakan hingga saat ini yaitu penanggalan berdasarkan peredaran bulan dan peredaran matahari.
Menurut Tjokorda (1948) penanggalan bulan ialah perhitungan tahun berdasarkan peredaran bulan yang jumlahnya 12 yang tidak sama dengan matahari yang jumlahnya 365 hari. (h.20) Satu kali bulan mengelilingi bumi lamanya adalah 29.53059 hari, disebut satu bulan kala Candra. Dengan kata lain 1 bulan itu 29 atau 30 hari.
Yang kedua berdasarkan perputaran matahari, atau yang disebut tepung gelang ‘bertemunya bayangan yang ada pada lingga’ lamanya 365 hari, kemudian diberi nama taun, warsa atau warsih. Setelah perhitungan berlanjut, maka diketahui pula bahwa setiap empat tahun sekali tepung gelang itu terjadi selama 366 hari, yang dinamai tahun panjang.
Istilah-istilah Dalam Kalender Sunda
Sistem perhitungan pada kalender Sunda sama seperti sistem perhitungan kalender Hijriah – Jawa. Dalam sewindu ada tiga tahun kabisat, sehingga jika misalnya awal windu (indung poe) Ahan manis, maka awal windu selanjutnya Ahad Manis juga. Setiap siklus besar 120 tahun (tunggul taun) satu hari dihilangkan. Jadi setiap 120 tahun, indung poe bergeser tahun Ahad Manis menjadi Sabti Kliwon, kemudian menjadi Jumat Wage dan seterusnya.
Nama Hari Pada Kalender Sunda
Menurut Ali Sastramidjaja, awal mula orang mengenal siang dan malam, siang dan malam menunjukan ada dan tidak adanya sinar matahari. Hari dimulai pada saat matahari terbit (jam 06.00 WIB). Kemudian penutup hari pada sore hari (18.00 WIB).
Hari yang dikenal di sunda ada 10 wara atau 10 periode, diantaranya :
Wara yang digunakan dalam kalender Sunda hanyalah Pancawara dan Saptawara, namun pada umumnya hanya menggunakan Saptawara. Hari-hari pasaran (pancawara) dalam kalender Sunda berselisih dua hari dengan kalender Jawa, misalnya Manis (Legi) dalam kalender Jawa menjadi Pon dalam kalender Sunda. Nama hari pada Pancawara ialah :
- Manis
- Pahing
- Pon
- Wage
- Kaliwon
Nama hari pada saptawara ialah :
Nama Minggu Pada Kalender Sunda
Pancawuku yaitu gabungan dari pancawara (5 pasaran) dan saptawara (hari dalam satu minggu) jadi pancawuku terdiri dari 35 hari. Dari gabungan ini maka muncul naptu tahun, naptu bulan, naptu hari, dan naptu pasar yang diperhitungkan dalam perhitungan paririmbon.
Menurut Dane salah satu anggota Lentera Zaman, Wuku adalah kata serapan dari bahasa inggris yaitu Week yang artinya adalah satu minggu. Wuku ini dihitung mulai dari hari minggu wage, semua wuku berjumlah 30 minggu.
Nama Bulan Pada Kalender Sunda Nama-nama bulan yang ada pada kalender sunda juga berbeda dengan bulan yang ada pada kalender Jawa. Diantaranya adalah sebagai berikut :
Kartika dan Januari memiliki persamaan yaitu merupakan nama bulan paling pertama yang ada pada kalender Sunda dan kalender Masehi, namun ada perbedaan antara keduanya yaitu pada periode waktu. Pada kalender Sunda bulan Kartika tahun 1949 periode waktu dalam kalender Masehi yaitu antara 23 Oktober 2012 hingga 21 November 2012 dan hal tersebut berlaku untuk semua bulan pada kalender Sunda.
Tahun Pada Kalender Sunda
Dalam melihat tahun, orang Sunda zaman dahulu menetapkan perputaran bulan dan matahari. Perputaran itu ada dua macam, yaitu perputaran bulan, 29 hari dan dan 30hari dari bulan purnama ke bulan purnama, jadi rata-rata 29,5 hari. Kedua perputaran matahari atau tepung gelang ‘bertemunya bayangan yang ada pada lingga’ lamanya adalah 365 hari, kemudian diberi nama taun, warsa, atau warsih. Setelah perhitungan berlanjut maka diketahui pula bahwa setiap emapt tahun sekali tepung gelang itu terjadi selama 366 hari, yang dinamai tahun panjang. Dalam ukuran hari terdapat perbedaan, 12 bulan itu hanya 354 atau 355 hari, sedangkan satu tahun ada 365 atau 366 hari. Jika dalam kalender Jawa tahun dalam sewindu ditandai menurut numerologi huruf Arab (Alif-Ba-Jim-Dal-Ha-Waw-Zai)n maka berbeda dengan kalender Sunda dimana dalam sewindu ditandai dengan nama binatang, yaitu kebo (1), keuyeup (2), hurang (3), embe (4), monyet (5), cacing (6), dan kalabang (6).
Permasalahan Kalender Sunda
Dalam sejarah kebudayaan Indonesia, peran budaya visual sebagai bagian dari percaturan pembentuk peradaban belum banyak ditelaah. Padahal di Negara-negara maju, budaya visual menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah kebudayaan bangsa-bangsa dan peradaban modern Negara-negara tersebut. Desain, sebagai salah satu wujud dari budaya visual, memiliki peranan yang tidak kecil dalam peta sejarah kebudayaan bangsa Indonesia modern yang telah terbangun semenjak masa kolonial. (Agus Sechari, 2007, h.1).
Seperti halnya yang ditemukan dalam permasalah kalender Candra Sunda. Kalender Candra belum banyak diketahui keberadaannya oleh masyarakat luas bahkan masyarakat Sunda-nya sendiri. Juga beberapa kalender Candra Sunda yang telah dibuat oleh beberapa komunitas masih terlihat seperti kalender Masehi, selain itu banyaknya konten yang ada didalam kalender Candra Sunda justru membuat kalender tersebut terkesan padat, sehingga informasi utama tidak tersampaikan dengan baik.
Fungsi Kalender Sunda
Mengingat kalender Candra Sunda merupakan kalender yang ada pada zaman dahulu, maka fungsi kalender sunda dibagi menjadi dua, dulu dan sekarang.
Fungsi kalender candra sunda pada zaman dahulu Pada zaman dahulu umumnya kalender candra sunda digunakan oleh masyarakat sunda sebagai alat untuk memperhitungkan kehidupan seperti hari-hari baik serta untuk memperkirakan kondisi alam untuk kebutuhan manusia salah satunya adalah pertanian.
Fungsi kalender candra sunda pada zaman sekarang Dalam memperhitungkan kehidupan seperti hari-hari baik serta untuk memperkirakan kondisi alam untuk kebutuhan manusia, yang digunakan oleh masyarakat hingga kini khususnya dalam hal memperhitungkan hari baik, hal tersebut masih berlansung pada masyarakat yang tergabung dalam komunitas kalender sunda diantaranya adalah Lembaga Bengkel Seni Kebudayaan dan komunitas Lentera Zaman. Hari baik tersebut biasanya digunakan saat ada perayaan atau acara penting yang akan mereka selenggarakan, seperti contohnya, pada hari sabtu mereka akan berkumpul disuatu tempat, karena berdasarkan kalender sunda hari sabtu merupakan hari tumpek atau hari dimana sangat baik apabila berkumpul dengan keluarga.
Kalender Sunda atau Kala Sunda adalah sistem penanggalan tradisional masyarakat Sunda yang terdiri dari tiga jenis: Kala Surya Saka Sunda (berbasis matahari), Kala Candra Caka Sunda (berbasis bulan), dan Kala Sukrakala (berbasis kedudukan bintang). Kalender ini digunakan untuk menentukan hari baik kegiatan bercocok tanam dan aktivitas adat lainnya, bahkan masih digunakan oleh sebagian masyarakat Sunda, seperti masyarakat Baduy.
Tiga Jenis Kalender Sunda
Kala Surya Saka Sunda (Penanggalan Matahari) :
- Didasarkan pada peredaran Bumi mengelilingi Matahari.
- Awal tahun ditetapkan saat matahari meninggalkan posisi paling selatan, yaitu sekitar 22 Desember.
- Memiliki 12 bulan : Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawalu, Kasanga, Kadasa, Desta (Hapit Lemah), dan Sada (Hapit Kayu).
Pembagian musim didasarkan pada nama-nama bulan tersebut.
1. Kala Candra Caka Sunda (Penanggalan Bulan) :
- Didasarkan pada peredaran Bulan mengelilingi Bumi.
- Setiap bulan terdiri dari 29 atau 30 hari, terbagi menjadi Suklapaksa (parocaang, parocaang) dan Kresnapaksa (paropoek).
- Memiliki 12 bulan: Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, dan Asuji.
2. Kala Sukrakala (Penanggalan Bintang) :
- Didasarkan pada posisi relatif bintang selama satu tahun.
- Penggunaan Kalender Sunda
- Penentuan hari baik untuk pernikahan dan aktivitas keagamaan.
- Menentukan waktu yang tepat untuk bercocok tanam.
- Menjadi pedoman norma-norma dalam kehidupan sehari-hari.
Ciri Khas dan Kegunaannya
- Memiliki nama bulan, minggu, dan hari yang berbeda dengan kalender Masehi.
- Merupakan bagian dari budaya dan tradisi masyarakat Sunda, sehingga juga menjadi media untuk mempelajari dan menghargai kekayaan budaya Jawa Barat.
- Kalender Sunda setiap pergantian siklusnya ada yang disebut dengan Pabaru Sunda. Pabaru Sunda yaitu kegiatan untuk memulai awal tahun dalam urutan perhitungan Kalender Sunda.
- Kala Sunda ditemukan kembali di tahun 1990an setelah menghilang selama 5 abad. Ali Sastramidjadja melakukan riset selama bertahun-tahun terkait kalender sunda ini. Dari riset tersebut ia menyimpulkan bahwa peradaban sunda kuno sangatlah tinggi.
- Kala sunda atau kalender sunda diungkapkan digunakan demi kepentingan kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan pergantian musim dan pertanian. Secara umum kala sunda terdiri dari tiga bagian. Suryakala, Chandrakala, dan Sukrakala.
Suryakala
Penanggalan yang didasarkan revolusi bumi terhadap matahari ini dimanfaatkan untuk pertanian, bersaman dengan kalender masehi. Awal tahun Surya Saka Sunda ditetapkan sewaktu matahari meninggalkan posisi paling selatan.
Pada saat matahari berada di posisi paling selatan, yaitu di atas 23,5 derajat Lintang Selatan pada tanggal 22 Desember, diartikan sebagai tutup tahun Kala Surya Saka Sunda.
Suryakala terbagi menjadi 12 bulan, yaitu Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem, Kapitu, Kawalu, Kasanga, Kadasa, Desta atau Hapitlemah, Sada atau Hapitkayu.
Diyakini bahwa bulan-bulan Kasa, Karo, Katiga adalah musim hujan. Bulan-bulan Kapat, Kalima, Kanem adalah musim pancaroba menjelang kemarau. Sementara itu, bulan-bulan Kapitu, Kawalu, Kasanga adalah musim kemarau. Tiga bulan terakhirnya yakni bulan-bulan Kadasa, Hapitlemah, Hapitkayu adalah musim pancaroba menjelang hujan.
Chandrakala
Bagian dari Kala Sunda yang didasarkan posisi bulan mengelilingi bumi. Berdasarkan siklus bulan, penanggalan ini digunakan untuk kehidupan keagamaan, sekaligus untuk mengetahui pasang surut air laut. Dalam satu tahun, kala candra ini terbagi menjadi 12 bulan, yaitu: Kartika, Margasira, Posya, Maga, Palguna, Setra, Wesaka, Yesta, Asada, Srawana, Badra, dan Asuji. Kemudian masing-masing bulan dibagi menjadi dua, yaitu Suklapaksa (parocaang) dan Kresnapaksa (paropoek).
Sukrakala
Penanggalan ini berdimensi bintang. Di tanah Sunda, sukrakala disebut palintangan (lintang/bintang/star). Misalnya bintang Kijang turun Kujang yang menandakan persiapan kegiatan dibidang pertanian. Sampai saat ini , penanggalan Sukra Kala masih digunakan oleh masyarakat Kenekes, Banten. Orang Kanekes menggarap huma dengan melihat kedudukan bintang kijang.
Selama ini kita mengetahui berbagai sistem kalender suku-suku di berbagai belahan dunia. Kalender Romawi menjadi standar kalender internasional, dan kalender Inca sempat membuat heboh dunia karena tafsiran penelitinya yang meramalkan 2012 sebagai tahun dunia kiamat. Tapi ternyata tak perlu melihat jauh untuk mencari sistem penanggalan yang menarik. Di Nusantara banyak suku yang punya cara penanggalan yang menyesuaikan dengan filosofi masyarakatnya, salah satunya adalah Kalender Sunda.
Pabaru Sunda
Di akhir bulan kemerdekaan ini, masyarakat Sunda rupanya juga berganti kalender. Ramailah Pabaru Sunda! Apakah Pabaru Sunda itu? Pabaru Sunda adalah kegiatan untuk memulai awal tahun dalam urutan perhitungan Kalender Sunda, yaitu salah satu sistem kalender yang terdapat di Nusantara. Pabaru Sunda menjadi sangat penting karena berbeda dengan kalender masehi standar, penentuannya menggunakan berbagai perhitungan dan pengamanatan astronomis yang menunjukkan tingginya peradaban sunda kuno dahulu.
Waktu tebar dan tandur penanggalan kalender Sunda
Kita ingin selalu secara akurat menghitung masa edar benda2 langit, yang menjadi acuan dari penetapan wayah, wanci, dan waktu, dalam penanggalan yang kita gunakan. Dalam proses itu, maka pemahaman atas peran daur musim kepada proses alami yang mempengaruhi seluruh aspek kehidupan kita pun, bisa ditelusuri.
Kegiatan tersebut dilakukan dengan harapan agar upaya ini bisa memberi dampak bergulir dan manfaat berkelanjutan kepada cara kita mengambil keputusan dalam setiap tindakan kita ke depan, agar tetap harmoni dengan alam. Kalender Caka Sunda merupakan sistem tata kelola waktu yang berusaha memadukan filosofi Sunda yang harmoni dengan alam sekitarnya.
Masyarakat Sunda memaknai kalender (penanggalan) secara filosofis sebagai siklus perjalanan hidup. Makna “KALENDER”, yaitu Sakakala, Cakakala, Pranatamangsa, tangara waktu, penanggalan (wayah, wanci, waktu). Makna “SUNDA”, yaitu prahajian Sunda yang tersebut dalam prasasti Sri Jayabuphati, Cibadak, Sukabumi. Sistem tanggal Kalender Caka Sunda bertitik tolak dari prasasti ini.
Hal ini merujuk pada penelitian Ali Sastramidjaja alm., seperti yang dituliskannya di dalam buku “Kalangider Lima Kala”, yang merupakan himpunan dari penelitian dan penelusurannya sejak tahun 1983 hingga 1991, aturan-aturan penyusunnya yang telah lama tidak dikenali, akhirnya ditemukan kembali. Ali Sastramidjaja mendasarkan penelitiannya pada Prasasti Sanghyang Tapak, di Cibadak, Sukabumi. Prasasti ini menunjukkan bahwa peradaban pada masa tersebut telah menggunakan sistem administrasi yang tercatat dengan baik. Prasasti ini tertanggal pada masa Prabu Sri Jayabupati, raja Sunda.
Prasasti ini menarik perhatian karena menyebutkan dengan lengkap sebuah penanda waktu, dimana terdapat informasi yang lebih dari sekedar tahun saja. Dalam prasasti ini juga disebutkan kata Sunda. Dengan bahan-bahan semacam inilah penelitian yang lebih dalam mengenai sistem penanggalan Sunda dimulai oleh Ali Sastramidjaja dan kini dikoordinasikan pula oleh Miranda H. Wihardja.
Masyarakat generasi kita, sungguh berterima kasih atas penggalian kalender yang dirintis oleh Ali Sastramidjaja dan kini diteruskan penggalian dan pengembangannya. Penggalian kalender sunda dan perayaan atas Pabaru Caka Sunda ini merupakan langkah yang penting dalam penggalian begitu banyak sistem tata waktu dan kalender dari berbagai wilayah di Nusantara. Diskusi dan pembelajaran inilah yang pada akhirnya memberi kita generasi modern kesempatan untuk mengingat kembali akan adanya sebuah warisan yang menunjukkan bahwa di wilayah Nusantara kita pernah mencapai masa peradaban yang tinggi.
Dalam masa yang cukup panjang, pengetahuan mengenai sistem penanggalan Sunda hanya ada dalam bentuk warisan tak benda, sebuah warisan pengetahuan yang terekam dalam ingatan beberapa orang dalam komunitas adat atau Kasepuhan. Kita bisa menemukan bahwa sistem ini masih digunakan di banyak tempat, menjadi bukti bahwa pengetahuan lama ini jejaknya tersebar di banyak lokasi tak hanya di Tatar Sunda namun juga di Nusantara, bahkan sistem penanggalan ini ternyata sudah lama dipakai sejak dahulu kala.
Kalender Sunda Sumber : Presentasi Tim Kalender Sunda – Bestdaya
Imajiner Nuswantoro