BABAD SUROPATI
Kisah Suropati
Babad Suropati adalah karya sastra yang berisi kisah sejarah Jawa dari sudut pandang masyarakat Jawa. Babad Suropati mengisahkan tentang perjuangan Untung Surapati, seorang budak Bali yang menjadi penguasa dengan gelar Adipati Aria Wiranegara, dalam melawan kekuasaan kolonial Belanda.
Babad Suropati berisi sejarah Jawa dari sudut pandang masyarakat Jawa sendiri. Isinya merupakan campuran catatan sejarah yang akurat hingga beberapa dongeng fantasi.
Babad Suropati merupakan peninggalan sejarah tak ternilai. Banyak sekali cerita babad yang mencatat beberapa pertempuran di Jawa pada abad 17 hingga 18.
Babad Suropati mengisahkan budak Bali yang menjadi saksi beberapa babak persaingan antara keluarga bangsawan Jawa dan Belanda dalam menguasai daerah Jawa Timur, hingga kematiannya pada 1706.
Keterlibatan Suropati antara lain terjadi dalam peristiwa pembunuhan Kapten Belanda François Tack, yang sebenarnya diperintahkan untuk membunuhnya. Pertempuran ini berlangsung hebat. Suropati bertarung seperti legenda Yaksa. Kekuatannya sebenarnya sudah melemah, namun Pangeran Puger tepat waktu dengan 12 tentara. ‘Tack’ yang lengah diserang dan perkelahian itu membuat baju besinya terbelah. Ia mati karena tusukan di dada hingga menembus punggung. Kapten Tack akhirnya mati bersama seluruh pasukannya.
Pulau Bali jatuh ke tangan Majapahit pada tahun 1343. Kaum Bali Aga yang merasa telah dicurangi sebelum dan sewaktu perang, terus memberontak sehingga Sri Kresna Kepakisan yang ditunjuk Tribuwana Tunggadewi sebagai raja vassal ingin pulang ke Jawa dan berniat menyerahkan kembali mandat yang diterimanya.
Sebagai seorang yang berasal dari keluarga Brahmana Kediri, hatinya tidak tahan dengan pertumpahan darah yang dahsyat. Tribuwana Tunggadewi memilihnya karena leluhur sang mantan Brahmana masih ada hubungan darah dengan wangsa Warmadewa, penguasa lama Bali.
Kresna Kepakisan disemangati Gajah Mada untuk tetap bertahta di Bali. Ia menyuruhnya untuk merangkul orang Aga dengan mempelajari kebudayaan mereka.
Setelah mengadakan riset budaya, ia menemukan kesalahan-kesalahannya dan melakukan tindakan yang patut dipuji sejarah.
Pertama-tama, ia sembahyang ke pura Besakih, pura yang dimuliakan orang Aga, di mana ia tak pernah sembahyang sebelumnya.
Kemudian ia mengadakan upacara kremasi yang megah untuk menghormati raja dan para bangsawan Bali yang gugur dalam invasi Majapahit dan memuliakan juga mereka sebagai leluhur, dan merekrut orang Aga dalam pemerintahan.
Sejak itu, pulau Bali berangsur-angsur aman dan terjadilah pernikahan campuran antara orang Aga dan orang Bali Majapahit. Bali menjadi pulau yang aman, bersatu, dan relatif sejahtera. Kejatuhan Majapahit ke tangan Demak pada abad ke-15 yang diiringi oleh migrasi sebagian orang Majapahit ke Bali, membuat Bali mencapai kejayaan.
Ia menjadi pulau merdeka yang bersatu dan mendapat limpahan kekayaan ide dan seni budaya yang dibawa para imigran. Dan tokoh-tokoh besar muncul, diantaranya raja Dalem Waturenggong. Di balik semua legenda tentang Dalem Watu Renggong , ia adalah seorang raja yang mementingkan persatuan. Panglima tertingginya adalah mahapatih Ularan seorang Aga yang masih keturunan mahapatih Bali jaman dinasti lama; Ki Pasung Grigis.
Kekuasaan kerajan Bali Gelgel meliputi Blambangan, Lombok, dan Sumbawa. Dengan wafatnya Waturenggong, Bali melemah. Para keturunannya tak secakap sang raja bijak. Daerah koloni melepaskan diri satu persatu, bahkan Bali sempat diserang Mataram, era Sultan Agung, pada 1639. Namun invasi bisa dipukul Patih Jelantik Bogol secara dini di pantai Kuta.
Pada akhirnya pada akhir abad ke -17, karena sebab yang kompleks, Bali terpecah menjadi beberapa kerajaan. Kerajaan terbesar adalah Buleleng yang beribu kota di Singaraja, dengan raja legendaris Ki Barak Panji Sakti keturunan Patih Jelantik. Untuk mencegah serangan Mataram ke Bali, ia yang mewarisi cita-cita besar raja-raja Bali sebelumnya, menginvasi Blambangan.
Pasukan Truna Goak -nya berhasil menaklukkan Blambangan di ujung timur Jawa. Kerajaan Mataram yang sedang berekspansi ke barat memandang musuh dari timur membuat posisinya terjepit, memutuskan memberi tanda perdamaian. Ki Barak dihadiahi seekor gajah Sumatra sebagai hewan tunggangan dan kesayangan. Sesungguhnya, ia yang kehilangan putra kesayangannya dalam pertempuran Blambangan, telah kehilangan semangat.
Kesedihan membuatnya menarik diri dari kehidupan duniawi dan kemudian hidup bagai seorang pertapa. Ambisi dan harapannya diwariskannya kepada iparnya yang cakap, Anak Agung Putu, raja Mengwi yang kerajaannya kedua terbesar setelah Buleleng. Ia menjalin persahabatan dengan bangsawan-bangsawan Blambangan yang pro Bali, tidak menjalankan pendudukan.
Pada akhirnya “Lelanang Jagat” di pulau Jawa adalah Belanda. Dan disinilah terjadi hubungan unik antara Belanda dan Bali. Masa terpecahnya Bali adalah lembar suram dalam sejarah Bali. Kerajaan-kerajaan saling bersaing secara militer. Perang tak hanya terjadi antara kerajaan, tapi bisa terjadi antara kerajaan dengan sebuah desa yang kuat yang bisa jadi akan menjadi kerajaan jika bertumbuh.
Raja-raja Bali mengekspor orang-orang yang tak mampu membayar hutang kepada raja, para pemberontak taklukkan, dan para prajurit musuh yang tertangkap sebagai budak. Budak adalah ekspor utama Bali selain beras. Bali menjadi pusat penyuplai budak belian, Sebagian budak belian Bali itu sebenarnya bukan orang Bali saja tapi juga orang-orang dari dari pulau-pulau di timurnya, yang dijual dengan perantara lanun dan orang bahari Bugis.
Karena berpengalaman militer, budak asal Bali banyak yang direkrut sebagai tentara kolonial dalam politik ekspansinya. Pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan banyak buruh Tionghoa untuk bertambang di Sumatra, bekerja di Batavia, dan tempat-tempat lainnya. Mula-mula yang datang hanya kaum prianya sehingga mereka terpaksa menikahi budak-budak belian.
Mereka cenderung memilih budak dari Bali dan Nias dengan pertimbangan bahwa mereka mau memasak daging babi. Sebagian lelaki dan perempuan Bali di masa ini jatuh bagai pariah dan mereka ada yang diekspor hingga jauh ke Afrika, ke Bourbon (sekarang disebut l’ile de Réunion ), pulau koloni Perancis. Batavia jaman dulu adalah tempat bertemunya berbagai ras dan suku.
Orang dan budaya Betawi modern adalah hasil perpaduan berbagai suku, ras, dan budaya. Pengaruh kebudayaan Bali pada kebudayaan Betawi antara lain tari Ondel-Ondel yang diinspirasikan oleh tari “Barong Landung” (patung tinggi besar dari kertas dan bambu berbentuk manusia yang ditarikan) serta pemakaian akhiran –in dalam bahasa Betawi. Misalnya main (-in), dimandi(-in), dikadal (-in).
Pada akhirnya orang Belanda berhenti mengekspor budak Bali karena mereka kerap berontak. Dan pemberontakan terbesar adalah pemberontakan Untung Suropati. Menurut Babad Tanah Jawa, sejak muda ia telah menjadi budak belian. Pertama-tama, ia diperbudak oleh van Beber yang kemudian melegonya kembali kepada Moor. Majikan kedua ini merasa kehidupan dan karirnya membaik sejak memiliki si budak, untuk itu ia menamainya Untung.
Tapi Untung kemudian menjalin cinta dengan Suzane, anak majikannya dan ketahuan . Ia lalu dipenjara, namun berhasil meloloskan diri beserta kawan-kawannya. Bagai Spartacus di jaman Romawi, ia mengumpulkan para budak dan gelandangan Bali untuk membentuk gerombolan yang kerap menyerang patroli dan kepentingan-kepentingan Belanda.
Ia diburu oleh kapten Ruys namun perwira ini malah menawarinya menjadi serdadu Belanda seperti banyak budak Bali lainnya. Saat itu Belanda sedang berupaya menaklukkan Banten. Untung dan kawan-kawannya bersetuju. Setelah dilatih militer, karirnya terus menanjak hingga mencapai pangkat Letnan. Untung beserta pasukannya kemudian ditugaskan untuk melucuti senjata Pangeran Purbaya , pangeran Banten, yang berniat menyerahkan diri ke Tanjungpura namun hanya mau menyerah kepada tentara kolonial pribumi.
Dalam upacara penyerahan diri, pasukan Belanda totok pimpinan Vaandrig Kuffeler bertingkah arogan dan memperlakukan sang pangeran dengan kasar. Untung tidak terima dengan hal ini dan terjadilah pertengkaran antar kedua pasukan yang berujung pertempuran. Pasukan Untung menghancurkan pasukan Kuffeler di sungai Cikalong pada 28 januari 1684.
Pangeran Purbaya tetap berniat menyerahkan diri ke Tanjungpura. Sang istri, Gusik Kusuma, tidak mau menyerah dan memilih untuk kembali ke rumah orangtunya di Kartasura. Dalam pelarian menuju Kartasura berkali-kali Untung menghancurkan tentara Belanda.
Setiba di Kartasura, ayah Gusik Kusuma, Pangeran Nerangjaya yang sangat anti VOC menikahkan putrinya dengan Untung. Bahkan atas loby mertuanya, Sultan Amangkurat I Mataram mengangkat Untung sebagai bupati Pasuruan.Sambil menjalankan pemerintahan dengan gelar Adipati Wironegoro, Untung tetap berperang dengan Belanda.
Pada tahun 1699,kekuasaannya sudah mencapai Madiun. Sedangkan Blambangan dibawah pengaruh Mengwi dan wilayah Mengwi bahkan sudah mencapai Probolinggo. Terbentuklah aliansi antara Untung Suropati, Blambangan, dan Bali (Mengwi). Mataram bergejolak, Pangeran Puger merebut tahta dibantu oleh Belanda dan memakai gelar Pakubuwono I . Amangkurat III, tidak terima dan bergabung dengan pasukan Untung Suropati di Pasuruan. Belanda kemudian bersekutu dengan kekuatan Cakraningrat II yang merasa kekuasaannya di Surabaya dan Madura terancam oleh aliansi Untung Suropati.
Gabungan tentara VOC, Pakubuwono, dan Madura lambat laun mendesak Untung Suropati. Amangkurat III memutuskan untuk menyerah kepada Belanda. Kemudian Belanda meneruskan serangan ke jantung pertahanan Untung di Pasuruan setelah satu persatu merebut benteng-bentengnya.
Dalam pertempuran Bangil, 1706, Suropati gugur. Gugur sebagai seorang raja bukan sebagai budak. Perjuangannya diteruskan oleh istri dan anak-anaknya, walau perlawanan mereka tak segemilang Untung. Ketika aliansi Blambangan, Untung, dan Mengwi berada di puncak kejayaan, Mengwi melantik Mas Purba dengan gelar Pangeran Danurejo sebagai raja Blambangan pada 1697. Ia memiliki dua istri. Istri pertamanya adalah salah satu putri Untung dan istri keduanya adalah putri dari Mengwi.
Ia meninggal pada tahun 1736, jauh setelah kematian mertuanya Untung Suropati. Ia digantikan anaknya dari istri pertama yang bernama Mas Nuyang atau Mas Jingga dengan gelar Danuningrat . Walaupun diangkat oleh Mengwi, ia merasa lebih nyaman bergabung dengan Belanda yang menurutnya lebih kuat.
Kemudian ia membunuh Rangga Satata, perwakilan Mengwi, dan melarikan diri dari Blambangan untuk meminta perlindungan VOC. Karena ia cucu Untung Suropati, Belanda setengah hati menerimanya dan cenderung mengabaikannya. Ia kembali ke Blambangan dan ditangkap oleh pasukan Mengwi, dibawa ke Bali, lalu dieksekusi di pantai Seseh pada 1764.
Belanda akhirnya menyerang Blambangan melalui Banyualit pada 1767 dan merebutnya dari penguasaan Mengwi dengan mudah. Wong Agung Wilis, anak Danurejo dari istri kedua kembali dari Mengwi. Ia pertama-tama mengaku mau bekerja sama dengan Belanda dan diijinkan tingal di rumah saudara tirinya Pangeran Pati. Tapi dengan diam-diam, dengan popularitasnya, ia mampu menarik hati rakyat Blambangan dari berbagai etnis untuk berontak melawan Belanda.
Tentaranya terdiri dari orang Bugis, Mandar, Tionghoa, dan Bali. Dengan bantuan finansial dari Mengwi, 6000 pasukan, dan persenjataan bantuan Inggris pada tahun 1768 ia merebut benteng Banyualit. Di waktu yang sama wabah penyakit berjangkit dan menimbulkan ribuan korban nyawa. Belanda mengurungkan niat merebut kembali benteng untuk sementara.
Akhirnya dengan bantuan Surakarta dan Madura, pada akhirnya Agung Wilis berhasil dikalahkan lalu dibuang ke Banda. Dari pengasingannya ia berhasi melarikan diri ke Seram, kembali ke Mengwi dan mati karena usia lanjut tahun 1780.
Pada akhirnya, satu persatu kerajaan Bali ditaklukkan Belanda. Buleleng yang didukung Karangasem, Klungkung, dan Mengwi bertahan selama 3 tahun, diserang 1846 dan benar-benar kalah dengan jatuhnya benteng Jagaraga pada 1849. Mengwi mengalami pelemahan sejak kekalahan di Blambangan dan akibat konflik internal. Pada akhirnya sebelum sempat berperang dengan musuh utamanya, Belanda, Mengwi jatuh ke tangan Badung yang dibantu Tabanan dan tentara Bugis pada tahun 1896.
Badung yang pada abad ke-18 masih merupakan wilayahnya Mengwi, tidak memberikan perlawanan berarti kepada Belanda dan jatuh lewat perang puputan tanpa strategi militer yang baik pada 1906. Gianyar dan Bangli memilih bernaung di bawah Belanda tanpa kekerasan. Tabanan tidak membela Badung ketika diserang Belanda. Rajanya ragu antara memilih berperang atau mengambil posisi seperti Gianyar. Ia bunuh diri beserta pangerannya dalam tahanan Belanda. Reputasi Tabanan diselamatkan putri raja, Sagung Wah, yang sempat menghimpun rakyat untuk berperang walau akhirnya hidupnya berakhir di pengasingan di Lombok. Terakhir Klungkung jatuh lewat puputan pada 1908.
Asal-Usul Untung Suropati
Untung Suropati lahir di Pulau Bali, nama aslinya Surawiroaji.
Tersebutlah seorang pemuda bernama Untung, salah seorang narapidana yang menghuni penjara di Batavia. Sebelumnya dia seorang budak yang dipelihara keluarga Belanda sejak masih berumur tujuh tahun. Konon Untung dipenjara karena berani melawan majikannya. Sebenarnya Untung berasal dari keluarga bangsawan Bali yang menjadi tawanan perang serdadu Belanda dan dibawa ke Makassar. Setelah Untung berada di Makassar, Kapten Van Beber membawanya ke Batavia kemudian dijual sebagai budak kepada seorang saudagar Belanda. Karena sejak kecil sudah berpisah dengan keluarganya, maka tidak ada orang yang mengetahui riwayat asal-usulnya. Nama Untung itu sendiri adalah nama paraban (alias) yang diberikan oleh majikannya, nama garbhopati (nama sejak lahir) yang diberikan orang tuanya adalah Surawiroaji.
Menurut silsilah keluarganya Surawiroaji alias Untung adalah anak dari Jatiwiyasa, seorang keluarga bangsawan di Bali. Kakeknya bernama Tirtawijaya Sukma anak dari Karma Pujanggabuana anak dari Resi Mertadharma anak dari Sarataleksi anak dari Bharata Darwa Muksa anak dari Satya Putralaksana anak dari Kuwu Wika Kertaloka anak dari Prahma Putra Reksa anak dari Resi Wuluh Sedyaloka. Orang Jawa menyebut Resi Wuluh Sedyaloka dengan nama Begawan Sidolaku, sastrawan terkenal dari Tabanan Bali. Ketika masih muda Raden Ronggowarsito (Pujangga kraton Surakarta) pernah belajar ke Tabanan untuk mempelajari kitab kasusastraan peninggalan Resi Wuluh Sedyaloka.
Resi Wuluh Sedyaloka adalah keturunan Prabu Kertajaya, raja terakhir Panjalu (Kediri) yang dikalahkan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Ketika pasukan Ken Arok menyerbu istana Kediri, Prabu Kertajaya berhasil melarikan diri dengan diiringkan ketiga istri dan beberapa abdi saja. Raja yang malang ini bersembunyi di lereng Gunung Semeru dan akhirnya menjadi seorang pertapa. Tidak lama berselang Ken Arok mencium keberadaan Prabu Kertajaya, maka ditugaskan bala tentaranya untuk menangkap lawan politiknya tersebut. Prabu Kertajaya berhasil lolos dalam pengejaran hingga akhirnya menemukan tempat yang aman di Pulau Bali. Prabu Kertajaya mendapat perlindungan dari penguasa di pulau dewata sebab antara raja Jawa dan Raja Bali masih memiliki hubungan darah.
Jadi apabila dirunut ke atas, leluhur Untung adalah gabungan dari wangsa Dharmodayana (Prabu Udayana) yang berkuasa di Bali dan wangsa Isana (Empu Sindok) yang berkuasa di tanah Jawa. Wangsa Isana adalah kelanjutan dari wangsa Syailendra yang mendirikan kerajaan Mataram (Medang Kamulan) di lereng barat daya gunung Merapi.
Untung seorang pemuda berwajah tampan dan halus tutur katanya. Dia sangat pemberani namun berhati mulia, sehingga selama di dalam penjara sangat disegani kawan-kawannya. Pada suatu kesempatan Untung memimpin para narapidana melakukan perlawanan kepada penjaga penjara. Penjara berhasil dijebol, berbagai senjata dirampas dan dibawa kabur. Kompeni mengirimkan serdadu untuk menangkap mereka, tetapi upaya itu tidak membuahkan hasil. Untung dan pengikutnya justru membunuh beberapa serdadu yang mengejarnya. Kompeni semakin marah kepada Untung dan terus-menerus melakukan pengejaran.
Di tengah perjalanan Untung bertemu dengan janda Pangeran Purbaya yang bernama Raden Ayu Gusik Kusumo, mereka saling memperkenalkan diri serta menceritakan riwayat masing-masing. Gusik Kusumo terpaksa bercerai dengan Pangeran Purbaya karena suaminya akan menyerahkan diri kepada Belanda, wanita tersebut tidak menyetujui niat suaminya. Sementara Untung menceritakan kalau dirinya menjadi buronan serdadu kompeni karena melarikan diri dari penjara bersama teman-temannya. Setelah saling mengetahui riwayatnya, mereka menyatakan keinginannya bersatu untuk melawan kompeni. Gusik Kusumo mengajak Untung dan pengikutnya mencari perlindungan ke Kasultanan Cirebon, karena Sultan Cirebon masih mempunyai hubungan keluarga dengannya. Setelah dipikir dengan matang, Untung menyambut baik ajakan tersebut, mereka segera bergerak menuju Cirebon.
Sultan Cirebon sangat gembira menerima kedatangan Gusik Kusumo dan seluruh teman-temannya. Wanita itu menceritakan semua peristiwa yang dialami, mulai dari kepergiannya meninggalkan suami sampai pertemuannya dengan Untung. Kanjeng Sultan sangat prihatin akan nasib keponakannya, tetapi beliau juga bangga. Meskipun seorang wanita, Gusik Kusumo tidak gentar melawan kompeni. Sebagai ungkapan terima kasih kepada Untung yang sudah mengawal keponakannya, Untung dianugerahi nama Suropati oleh Sultan Cirebon, sehingga namanya menjadi Untung Suropati. Dalam ajaran Jawa-Hindu nama Suropati adalah sebutan lain dari Bathara Endra, yakni rajanya para dewa.
Beberapa saat lamanya Untung tinggal di Cirebon, hingga pada suatu hari Kanjeng Sultan menyarankan agar Untung meneruskan perjalanan ke Kartasura. Sultan khawatir kompeni akan menyerang Cirebon, sementara kondisi kesultanan tidak memungkinkan melakukan perlawanan. Cirebon adalah kerajaan yang hanya memiliki prajurit dalam jumlah terbatas. Di Kartasura Untung akan mendapat pengayoman karena Kartasura memiliki prajurit yang sangat besar. Ayah angkat Gusik Kusumo adalah Patih Mangkubumi. Untung Suropati memahami hal itu, sebenarnya dia bersama kawan-kawannya juga sudah berencana meninggalkan Kesultanan Cirebon. Mereka terpaksa bertahan di Cirebon karena menunggu keputusan Gusik Kusumo.
Pada waktu yang hampir bersamaan Gusik Kusumo mengutarakan niatnya untuk pulang ke Kartasura. Sang Putri sudah sangat rindu kepada keluarganya di Mataram dan harus secepatnya diberitahu kalau dirinya sudah bercerai dengan Pangeran Purbaya. Pernikahannya dengan Purbaya dulu adalah atas kehendak Sunan Amangkurat, jadi apapun yang terjadi harus dilaporkan ke Mataram. Kanjeng Sultan memberikan perbekalan yang cukup untuk keberangkatan mereka. Beliau juga mengijinkan orang-orang Bali, Madura dan Makassar yang hidup bergelandangan di Cirebon bergabung dengan Untung Suropati. Setelah berpamitan kepada Kanjeng Sultan, rombongan Untung dan Gusik Kusumo meninggalkan Cirebon dengan perasaan sangat terharu.
Berikut Naskag Babad Suropati dalam bentuk PDF (Free Download) :
1. MANUSKRIP NASKAH BABAD SUROPATI