KISAH GAJAH MADA MOKSA & DIKEPUNG PASUKAN ELITE MAJAPAHIT
Gajah Mada, Mahapatih terkenal dari Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk, adalah salah satu tokoh yang paling disalahkan atas terjadinya Perang Bubat. Peristiwa ini memiliki dampak signifikan terhadap kehidupan Gajah Mada dan kerajaan Majapahit. Perang Bubat menyebabkan gagalnya rencana pernikahan Raja Hayam Wuruk, yang pada saat itu masih belum menikah meskipun sudah berusia 23 tahun. Gagalnya pernikahan Hayam Wuruk karena Perang Bubat membuat para pejabat istana Majapahit menyalahkan Gajah Mada, menganggapnya sebagai dalang dari peristiwa tersebut. Atas dasar itu, mereka memerintahkan pasukan untuk mencari Gajah Mada dan memintanya mempertanggungjawabkan tindakannya.
Pasukan Majapahit kemudian mengepung rumah Gajah Mada. Mereka meminta Gajah Mada untuk menyerahkan diri sebelum disergap oleh tim pasukan elite Majapahit. Kisah ini mengakhiri perjalanan hidup Gajah Mada yang sebelumnya dikenal sebagai tokoh penting dalam ekspansi dan kejayaan Majapahit.
Gajah Mada, yang menyadari situasi genting ini, memutuskan untuk tidak menyerahkan diri begitu saja. Ia memilih untuk mengambil langkah drastis, yaitu moksa, sebuah konsep dalam tradisi spiritual Jawa dan Hindu yang berarti mencapai kesempurnaan dan meninggalkan dunia fana. Moksa dianggap sebagai pencapaian tertinggi dalam spiritualitas, di mana jiwa seseorang mencapai kebebasan mutlak dan menyatu dengan alam semesta.
Menurut beberapa catatan sejarah dan cerita rakyat, Gajah Mada melakukan ritual tertentu sebelum akhirnya moksa. Dikatakan bahwa ia duduk bermeditasi dalam posisi teratai, memusatkan seluruh pikirannya pada Sang Hyang Widhi, Tuhan Yang Maha Esa. Pasukan Majapahit yang mengepung rumahnya hanya bisa menyaksikan dari kejauhan, tidak berani mendekati atau mengganggu proses sakral tersebut.
Ketika akhirnya pasukan elite Majapahit masuk ke dalam rumah Gajah Mada, mereka menemukan tempat tersebut dalam keadaan sunyi dan sepi. Gajah Mada tidak lagi terlihat. Banyak yang percaya bahwa Gajah Mada benar-benar telah moksa, meninggalkan dunia ini tanpa jejak. Namun, ada juga yang berpendapat bahwa ia menghilang secara misterius dan mengasingkan diri ke tempat yang jauh dari jangkauan Kerajaan Majapahit.
Kepergian Gajah Mada membawa banyak spekulasi dan legenda. Beberapa kisah mengatakan bahwa ia meninggalkan pesan-pesan terakhir untuk kerajaan, sementara yang lain percaya bahwa ia mengutuk mereka yang menuduhnya sebagai pengkhianat. Namun, satu hal yang pasti adalah bahwa Gajah Mada telah mengakhiri hidupnya dengan cara yang luar biasa, sesuai dengan reputasinya sebagai seorang tokoh besar yang tak mudah dilupakan.
Dengan berakhirnya era Gajah Mada, Majapahit menghadapi tantangan baru. Hilangnya seorang pemimpin besar seperti Gajah Mada meninggalkan kekosongan yang sulit diisi. Raja Hayam Wuruk dan para pejabat istana harus bekerja keras untuk menjaga stabilitas dan kejayaan kerajaan yang telah dicapai selama masa kepemimpinan Gajah Mada.
Meskipun akhir hayatnya dipenuhi kontroversi dan misteri, warisan Gajah Mada tetap hidup dalam sejarah dan budaya Indonesia. Ia dikenang sebagai seorang pemimpin yang visioner, berani, dan berdedikasi untuk kejayaan Majapahit. Perjuangannya untuk menyatukan Nusantara menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya, menjadikan namanya abadi dalam catatan sejarah.
ANAK GAJAH MADA
Gajah Mada, tokoh yang pernah menjadi Mahapatih Majapahit pada era Ratu Tribwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk menurut kabar turun temurun masyarakat Bali mempunyai seorang anak, namanya Aria Bebed. Anak Gajah Mada yang satu ini lahir dari seorang wanita bernama Ni Luh Ayu.
Kisah mengenai anak Gajah Mada yang bernama Aria Bebed sumbernya dari cerita turun-temurun yang ada pada masyarakat Bali, khususnya masyarakat Desa Pagustulan Singaraja Bali. Selain itu mereka juga membuat suatu Prasati untuk meneguhkan jika kisah mengenai Aria Bebed anak Gajah Mada adalah kisah nyata, Prasasti yang dibuat oleh masyarakat Desa Pagustulan Singaraja Bali itu dikenal dengan nama "Prasasti Gajah Mada".
Menurut Prasasti Gajah Mada, disebutkan bahwa ; pada mulanya Gajah Mada tidak mengetahui jika ia punya anak, mengingat Ni Luh Ayu sudah ditinggalkan Gajah Mada, lagipula Gajah Mada waktu itu tinggal di Majapahit. Sementara Ni Luh Ayu Tinggal di Bali.
Saat di tinggalkan Gajah Mada, Ni Luh Ayu dalam kondisi mengandung muda, sehingga Gajah Mada tidak tahu jika Ni Luh Ayu mengandung. Anak yang lahir dari Rahim Ni Luh Ayu kelak dinamai Aria Bebed.
Setelah memasuki usia Remaja, Aria Bebed dikabarkan oleh Ibunya, bahwa ayah Biologisnya adalah Gajah Mada. Mendengar pengakuan dari ibunya, Aria Bebed kemudian menju Majapahit untuk menjumpai ayahnya.
Sesampainya di Majapahit, Aria Bebed duduk di atas batu yang terletak tepat di depan rumah Gajah Mada. Karena disoraki oleh orang-orang dan diusir oleh para pengawal Gajah Mada, Aria Bebed menangis. Mendengar sorak orang banyak dan tangisan seorang ramaja, Patih Gajah Mada keluar.
Sesudah ditanya, siapa nama, asal dan tujuannya datang ke Majapahit, Aria Bebed menjawab dengan jujur " Ia ingin menjumpai Gajah Mada, karena menurut keterangan Ibunya Gajah Mada adalah ayahnya".
Mendengar jawaban Aria Bebed, Gajah Mada membawa anak itu ke dalam rumahnya dan mempertemukanya dengan istrinya Ken Bebed. Kepada Ken Bebed, Gajah Mada mengaku bahwa Aria Bebed adalah putranya. Mendengar pengakuan Gajah Mada, Ken Bebed yang tidak punya anak sangat senang. Oleh Ken Bebed, Aria Bebed dianggap sebagai putra kandungnya sendiri.
Setelah sekian lama tinggal di Majapahit, Aria Bebed meminta diri untuk pulang ke Bali. Gajah Mada dan Ken Bebed meningizinkan. Sebelum Aria Bebed pulang, Gajah Mada memberikan hadiah berupa Pangastulan (Tempat Menyimpan Abu Leluhur Gajah Mada).
Kepada Aria Bebed, Gajah Mada berpesan agar abu yang di Pagastulan di taburkan di sepanjang jalan yang dilaluinya. Tempat yang ditaburi Abu Pagastulan akan menjadi wilayah kekuasaan Aria Bebed. Hendaklah pula Aria Bebed berhenti dan menetap di tempat terakhir yang ditaburi abu Pagastulan. Disitu Aria Bebed akan menjadi penguasa tertinggi.
Aria Bebed kemudian menuju Bali dan menetap di desa Bwahan. Disana Aria Bebed menikah dengan Nyi Ayu Rangga, Putri Pangeran Pasek Wanagiri. Dari perkawinan itu lahir dua orang Putra yakni Aria Twas dan Nyi Gusti Ayu Wanagiri.
Begitulah kisah mengenai Aria Bebad yang tertulis dalam Prasasti Gajah Mada. Prasasti tersebut ditulis pada Tahun Saka 1881 (1959 M). Ditinjau dari tahun pembuatannya jelas Prasasti Aria Bebed umurnya amat muda sehingga dalam menanggapi isi kisah yang terkandung didalamnya perlu telaah kritis.
Imajiner Nuswantoro